[MONEY LAUNDERING]
DI SUSUN OLEH :
PENULIS
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal
baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang
ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan
organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang
lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini
tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan
pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Di dalam
praktek money laundering itu diketahui banyak dana-dana potensial yang tidak
dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan “steril
investment” misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti pada negara-negara yang
mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh jauh lebih
rendah”. “Perkembangan tekhnologi yang semakin maju pesat, membawa pengaruh
terhadap perkembangan diberbagai sektor, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
salah satu yang turut berkembang pesat adalah masalah kriminalitas. Namun perangkat
hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas itu sendiri belum memadai dan
masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang dilakukan perorangan,
kelompok ataupun korporasi dengan mudah terjadi, daN menghasilkan harta kekayaan
dalam jumlah yang besar dan tidak sedikit jumlahnya. Kejahatan-kejahatan tersebut tidak
hanya dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah
negara lain sehingga sering disebut sebagai transnational crime, dalam kejahatan
transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan,
kemudian dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil kegiatan usaha yang legal’’. Pencucian uang
sebagai suatu kejahatan yang bukan merupakan kejahatan tunggal melainkan kejahatan
ganda, hal ini ditandai dengan sifatnya sebagai kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan
awalnya adalah kejahatan menghasilkan uang dari hasil tindak pidana dan kemudian
dilakukan proses pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang yang merupakan bentuk
tindak pidana independent, artinya terpisah dari tindak pidana asalnya (predicate crime),
karena tindak pidana asal bisa terjadi dimana-mana dapat dituntut berdasarkan Undang-
Undang Pencucian Uang tersebut, maksudnya adalah selain dari tindak pidanaasal yang
dilakukan di Indonesia, tindak pidana asal juga bisa dilakukan diluar negeri, kemudian hasil
uangnya dibawa ke Indonesia untuk dikaburkan asal-usulnya, sehingga seolah-olah uang
yang sah. Ini dengan catatan di negara asal tempat kejadian predicte crime tersebut
merupakan tindak pidana juga jadi dalam hal ini terjadi double crime “Perbuatan pencucian
uang tersebut sangat membahayakan baik dalam tataran nasional maupun internasional,
karena pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang
hasil kejahatannya dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu, nominal uang yang dicuci
biasanya luar biasa jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional
bahkan global. Pencucian uang ini dapat menekan perekonomian dan menimbulkan bisnis
yang tidak fair terutama kalau dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir”. Yang
menjadi permasalahannya adalah tidak mudah untuk memberantas praktek pencucian uang
karena ciri dari kejahatan ini yang sulit dilacak, tidak kasat mata, tidak ada bukti tertulis. Ini
menyebabkan aparat penegak hukum membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan
panjang untuk menangani kasus pencucian uang yang biasanya dilakukan secara terorganisir.
Selain itu, kegiatan ini dilakukan dengan terorganisir sehingga mempunyai tingkat kerumitan
yang sangat tinggi. Hal ini nampak jelas dari prosesnya yang menggunakan kecanggihan
tekhnologi sehingga uang hasil kejahatan mereka menjadi semakin sulit dideteksi oleh aparat
penegak hukum dan perbuatan jahat mereka tidak dapat dijerat dengan Undang-Undang
karena lemahnya bukti-bukti.“Kondisi demikian ini menyebabkan Indonesia mengalami
kegagalan dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, karena tidak seimbangnya
jumlah
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pencucian uang?
2. Kenapa kegiatan mencuci uang sangat berdampak terhadap perekonomian dan bisnis di
suatu negara ?
3. Berapa kerugian negara Indonesia akibat dari pencucian uang yang di lakukan oleh
oknum yang tidak bertanggung jawab dari data akhir akhir ini?
4. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pencucian uang
2. Untuk mengetahui apa dampak dari kegiatan mencuci uang terhadap perekonomian dan
bisnis
3. Untuk mengetahui berapa kerugian yang di alami negara Idonesian dari kegiatan
pencucian uang yang di lakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam menangani pemberantasan
tindak pidana pencucian uang
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian kejahatan pencucian uang dan tahapannya
Pencucian uang seringkali dikenal dengan money laundering dilakukan oleh pejabat
pemerintah pemegang kekuasaan untuk memutar kembali duit yang tidak sah setelah
mendapatkan hasil yang bukan miliknya. Dalam bahasa Indonesia, money laundering
diterjemahkan dengan istilah “pencucian uang” atau “pemutihan uang”. Uang yang “dicuci”
dalam istilah pencucian uang adalah uang yang berasal dari bisnis gelap ataupun uang yang
berasal dari hasil korupsi sehingga uang yang bersumber dari secara ilegal dan haram itu
tidak terlihat sebagai uang yang berasal dari hasil kejahatan, melainkan seperti uang-uang
lainnya. Money laundering atau pencucian uang merupakan tindak pidana yang melibatkan
kegiatan keuangan dalam batasan yang sangat sulit untuk menentukan keterlibatan institusi,
selain perbankan yang selama ini dikenal sebagai sarana aktivitasnya. Pasal Tindak Pidana
Pencucian Uang
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), tindak pidana pencucian uang dapat diklasifikasi
ke dalam 3 (tiga) pasal:
Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai
pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta
Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah).
Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat
(1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
Pasal 5
Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat
(1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar. Pencucian uang termasuk tindak
pidana yang melibatkan serangkaian proses untuk seolah-olah membuat harta kekayaan
hasil tindak pidana menjadi harta kekayaan sah. Di Indonesia, tindak pidana pencucian uang
diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang sebagaimana diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 serta UU Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dia mengatakan, data transaksi janggal yang diperoleh dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK
itu terbagi ke dalam 3 kelompok, pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan oleh
pegawai Kementerian Keuangan yang total nilainya sebanyak Rp 35 triliun. Jauh lebih banyak
dari yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani sekitar Rp 3 triliun. Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md akhirnya membuka secara gamblang rincian
data transaksi janggal di Kementerian Keuangan yang ia sebut sebanyak Rp 349 triliun. Kata dia,
ini dilakukan termasuk oleh 491 pegawai Kementerian Keuangan.
Dia mengatakan, data transaksi janggal yang diperoleh dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK
itu terbagi ke dalam 3 kelompok, pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan oleh
pegawai Kementerian Keuangan yang total nilainya sebanyak Rp 35 triliun. Jauh lebih banyak
dari yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani sekitar Rp 3 triliun.
Selanjutnya, yang kedua adalah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan
pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain sebesar Rp 53,82 triliun. Terakhir adalah
transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak
pidana asal dan TPPU sebesar Rp 260 triliun.
"Itu transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan
TPPU yang belum diperoleh data keterlibatannya sebesar Rp 260 triliun, Sehingga jumlahnya Rp
349 triliun fix. Nanti kita tunjukkan suratnya," ucap Mahfud.
keterlibatannya sebesar Rp 260 triliun, Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun fix. Nanti kita
tunjukkan suratnya," ucap Mahfud.
"Ketika ditanya bu menteri bu menteri kaget karena enggak masuk laporannya karenanya yang
menerima surat by hand itu orang yang ada di situ, yang bilang ke bu Sri Mulyani, bu enggak
ada surat itu, loh kata PPATK ini suratnya, baru dijelaskan, tapi beda," kata Mahfud. Mahfud
mengatakan, secara total jumlah PNS Kementerian Keuangan yang diduga terlibat dalam
transaksi janggal Rp 349 triliun itu sebanyak 491 orang, PNS di Kementerian atau Lembaga lain
sebanyak 13 orang dan tenaga non PNS atau non ASN sebanyak 570 orang.
Menurut Mahfud jumlah para pegawai yang terlibat itu menunjukkan adanya jaringan di
kementerian itu yang terlibat dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ini katanya
jaringan yang serupa dengan Rafael Alun Trisambodo (RAT) eks pejabat di Ditjen Pajak yang
tengah diperiksa KPK.
"Yang terlibat di sini jumlah entitasnya dari kemenkeu 491 orang. Jangan bicara Rafael misalnya
Rafael sudah ditangkap selesai, loh di laporan ini ada jaringannya, bukan Rafael nya, itukan
pidananya," kata Mahfud.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melakukan sinergi dan penyelarasan
kebijakan dan langkah pemerintah mengenai pembawaan uang tunai dan instrumen
pembayaran lain lintas batas wilayah pabean Indonesia. Hal itu bertujuan untuk mewujudkan
Indonesia bersih dari pencucian uang dan pendanaan terorisme.
“Tentu ini dapat mempengaruhi program pemerintah di dalam mencapai inklusi keuangan,”
ungkap Menkeu dalam acara Diseminasi Kebijakan dan Regulasi Pembawaan Uang Tunai dan
Instrumen Pembayaran Lain Lintas Batas Wilayah Pabean Indonesia, di Jakarta, pada Rabu
(23/11). Untuk mewujudkan itu, Menteri Keuangan menyebut Indonesia telah bergabung
sebagai anggota Asia/Pasific Group on Money Laundering (APG). Dalam hal ini, Indonesia dinilai
sangat memadai di dalam menerapkan standar Anti-Money Laundering (AML) dan Countering
the Financing of Terrorism (CFT). Menkeu menambahkan, saat ini Indonesia juga sedang dalam
proses Mutual Evaluation Review (MER) bersama dengan tim Financial Action Task Force (FATF)
di dalam rangka untuk mentransformasikan Indonesia menjadi salah satu negara anggota FATF
bersama dengan negara-negara lainnya. “Indonesia adalah salah satu dari negara G20 yang
belum penuh menjadi membership dari AML/FATF. PPATK sebagai sekretariat komite Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) berkoordinasi dengan Kementerian lembaga dan pihak lain
sedang melakukan finalisasi berbagai respon dan langkah-langkah jawaban dan bukti yang
menunjukkan bahwa Indonesia memadai di dalam statusnya dalam melaksanakan prinsip-
prinsip FATF dan AML", terang Menkeu. Menkeu berharap, Indonesia akan dapat menjadi
anggota penuh FATF pada tahun 2023 nanti. Karena menurutnya, keanggotakan Indonesia
didalam APG dan FATF ini akan memberikan dampak positif baik dari sisi sinergi global di dalam
rangka untuk menangani resiko dan mengawasi tindakan kriminal pencucian uang yang
dilakukan lintas negara, maupun dalam transaksi elektronik yang tidak legal, sesuai dengan
Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian uang dan UU nomor 9 tahun 2013 mengenai pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
“Undang-undang ini bertujuan untuk menjaga Indonesia. Oleh karena itu Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai diberikan amanah untuk melakukan pengawasan termasuk dalam melakukan
tindakan pemberian sanksi administratif bagi mereka yang melanggar kewajiban
pemberitahuan atau deklarasi di dalam membawa uang tunai dan instrumen pembayaran lain
di dalam lintas batas wilayah pabean Indonesia,” terangnya. Untuk itu, Kementerian Keuangan
turut berkomitmen mengeluarkan beberapa kebijakan dan regulasi yang tertuang dalam
Peraturan Mengeri Keuangan (PMK) nomor 100/PMK.04/2018 dan nomor 81/PMK.04/2021
mengenai penanganan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta juga bekerja sama
dengan PPATK dalam melakukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan membentuk satuan tugas dan
meningkatkan interkonektivitas melalui aplikasi goAML.
“Tentu efektifitas dari pengawasan tidak akan optimal apabila Kementerian keuangan dan
PPATK berjalan sendiri-sendiri atau tidak berkoordinasi. Oleh karena itu kami sangat
menyambut gembira dan menghargai inisiatif untuk terus melakukan kolaborasi komunikasi
yang harmonis dan sinergis dari berbagai pihak PPATK, kementerian keuangan, Bank Indonesia,
Polri, BNN, Angkasa Pura, Perlindo, serta asosiasi dan sektor privat lainnya,” ungkap Menteri
Keuangan.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah meluncurkan Electronic Customs Declaration
(ECD) nasional. “Saya berharap dengan ECD tersebut masyarakat akan makin mudah di dalam
melakukan pelaporan dan ini tentu membantu otoritas intelligent dan penegak hukum untuk
bisa melakukan identifikasi dan deteksi dini,” lanjut Menkeu.
Sebagai penutup, Menkeu meminta kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai beserta seluruh
jajarannya untuk terus bersinergi, berkolaborasi secara harmonis dan afektif dengan semua
lembaga-lembaga, baik lembaga pemerintah, publik dan lembaga-lembaga di sektor privat.
“Ini adalah untuk kebaikan bersama bagaimana menjaga Indonesia dengan regulasi yang baik
namun tidak menimbulkan hambatan kegiatan ekonomi dan investasi yang memang tetap
legitimate. Semoga diseminasi ini berjalan dengan baik, efektif dan lancar untuk terus
mencegah Indonesia dari berbagai kemungkinan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme.” tutupnya
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang tidak dengan mudah dapat melarikan diri
ke negara lain, karena suatu negara kemungkinan telah membuat perjanjian ekstradisi
terlebih dahulu. Praktek negaranegara termasuk di Indonesia dalam melakukan
penyerahan penjahat pelarian tidak semata-mata tergantung pada adanya perjanjian
tersebut. Hubungan baik dan bersahabat antara dua negara dapat lebih memudahkan dan
mempercepat penyerahan penjahat pelarian. Dengan demikian kesediaan menyerahkan
penjahat pelarian bukanlah didasarkan pada kesadaran bahwa orang yang bersangkutan
patut diadili dan dihukum. Salah satu cara yang dapat ditempuh Indonesia adalah
mengadakan perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral dengan negara-
negara tempat para penjahat tersebut bersembunyi. Indonesia memiliki ketentuan
mengenai ekstradisi yang telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1979. Berbagai unsur, tata
cara atau prosedur ekstradisi secara umum dapat dilakukan dengan saluran diplomatik.
kerja sama sesama penegak hukum Indonesia dengan pihak berkompeten di luar negeri
sebagai salah satu solusi yang paling memungkinkan. Kerjasama antar Negara melalui
keterlibatan Interpol dapat memainkan peran penting untuk menangkap dan
memulangkan para buronan tersebut. Dengan segala langkah yang luar biasa dan
semangat kerja sama antarnegara dalam memerangi kejahatan upaya 2 perburuan pelaku
kejahatan yang kabur ke luar negeri meski pelan tapi pasti akan membuahkan hasil yang
diharapkan dan melihat Pelaku Tindak Pidana yang kabur dapat ditangkap dan dipenjara
di Indonesia.
2. Pentingnya perjanjian ekstradisi sudah dirasakan bagi setiap negara di dunia ini khususnya
Negara Republik Indonesia. Karena hampir semua para pelaku tindak pidana pencucian
uang yang merupakan warganegara Indonesia melarikan diri ke luar negeri apabila
kejahatannya mulai ketahuan oleh polisi. Pranata hukum ekstradisi ini cukup ideal karena
dipengaruhi oleh nilai-nilai hak asasi manusia, namun pada lain pihak justru menjadi
sangat ketat dalam pengimplementasiannya, mengingat banyaknya persyaratan yang
harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam suatu kasus ekstradisi. Oleh karena itu,
dalam beberapa kasus, negara-negara justru mencari terobosan lain di luar pranata
hukum ekstradisi dalam usahanya untuk mengadili atau menghukum seorang pelaku
kejahatan yang berada di wilayah negara lain, baik yang legal maupun ilegal. Meskipun
demikian, hal ini tidaklah menggeser kedudukan dan peranan ekstradisi sebagai pranata
hukum yang sudah mapan. Perjanjian ekstradisi itu diharapkan bisa menjaring para pelaku
pencucian uang. Kembalinya mereka ke Indonesia diharapkan dapat mengembalikan aset
nasional. Dalam kaitan ini, masalah pencucian uang dan segala hal yang bersangkut paut
dengan pelarian uang haram tersebut adalah masalah internal Indonesia.
B. Saran
1. Pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang tidak dengan mudah dapat melarikan diri ke
negara lain, karena suatu negara kemungkinan telah membuat perjanjian ekstradisi terlebih
dahulu. Praktek negaranegara termasuk di Indonesia dalam melakukan penyerahan penjahat
pelarian tidak semata-mata tergantung pada adanya perjanjian tersebut. Hubungan baik dan
bersahabat antara dua negara dapat lebih memudahkan dan mempercepat penyerahan penjahat
pelarian. Dengan demikian kesediaan menyerahkan penjahat pelarian bukanlah didasarkan pada
kesadaran bahwa orang yang bersangkutan patut diadili dan dihukum. Salah satu cara yang dapat
ditempuh Indonesia adalah mengadakan perjanjian internasional baik bilateral maupun
multilateral dengan negara-negara tempat para penjahat tersebut bersembunyi. Indonesia
memiliki ketentuan mengenai ekstradisi yang telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1979. Berbagai
unsur, tata cara atau prosedur ekstradisi secara umum dapat dilakukan dengan saluran
diplomatik. kerja sama sesama penegak hukum Indonesia dengan pihak berkompeten di luar
negeri sebagai salah satu solusi yang paling memungkinkan. Kerjasama antar Negara melalui
keterlibatan Interpol dapat memainkan peran penting untuk menangkap dan memulangkan para
buronan tersebut. Dengan segala langkah yang luar biasa dan semangat kerja sama antarnegara
dalam memerangi kejahatan upaya 2 perburuan pelaku kejahatan yang kabur ke luar negeri meski
pelan tapi pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan dan melihat Pelaku Tindak Pidana yang
kabur dapat ditangkap dan dipenjara di Indonesia.
2. Pentingnya perjanjian ekstradisi sudah dirasakan bagi setiap negara di dunia ini khususnya Negara
Republik Indonesia. Karena hampir semua para pelaku tindak pidana pencucian uang yang
merupakan warganegara Indonesia melarikan diri ke luar negeri apabila kejahatannya mulai
ketahuan oleh polisi. Pranata hukum ekstradisi ini cukup ideal karena dipengaruhi oleh nilai-nilai
hak asasi manusia, namun pada lain pihak justru menjadi sangat ketat dalam
pengimplementasiannya, mengingat banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak
yang terlibat dalam suatu kasus ekstradisi. Oleh karena itu, dalam beberapa kasus, negara-negara
justru mencari terobosan lain di luar pranata hukum ekstradisi dalam usahanya untuk mengadili
atau menghukum seorang pelaku kejahatan yang berada di wilayah negara lain, baik yang legal
maupun ilegal. Meskipun demikian, hal ini tidaklah menggeser kedudukan dan peranan ekstradisi
sebagai pranata hukum yang sudah mapan. Perjanjian ekstradisi itu diharapkan bisa menjaring
para pelaku pencucian uang. Kembalinya mereka ke Indonesia diharapkan dapat mengembalikan
aset nasional. Dalam kaitan ini, masalah pencucian uang dan segala hal yang bersangkut paut
dengan pelarian uang haram tersebut adalah masalah internal Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://kamus.tokopedia.com/p/
pencucian-uang/&ved=2ahUKEwjx9NuPlPr-AhVm8DgGHT5pAIwQFnoECCUQAQ&usg=AOvVaw1rO-
EHgmyRo2gJHgwo7irz
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/
publications/9139-ID-perkembangan-tindak-pidana-pencucian-uang-money-laundering-dan-
dampaknya-terhada.pdf&ved=2ahUKEwiIue345vr-
AhUG1jgGHd2oCmEQFnoECBQQAQ&usg=AOvVaw1ZuupaYDfQhfd2cThQWCl_
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.cnbcindonesia.com/news/
20230329165426-4-425561/akhirnya-dibongkar-mahfud-ini-data-rp349-t-kemenkeu/
amp&ved=2ahUKEwixr8ja8Pr-
AhVGxTgGHavjC4gQFnoECBAQAQ&usg=AOvVaw23bA1sa2BQIkbL5YfEb2GL
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.kemenkeu.go.id/informasi-
publik/publikasi/berita-utama/Upaya-Kemenkeu-Atasi-Pencucian-Uang-dan-
Terorisme&ved=2ahUKEwiPwLyT9vr-
AhV1amwGHXYQBW0QFnoECC4QAQ&usg=AOvVaw1uOaFzlxlj2a8s5o2ZteTh
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2017-
1-1-74201-271413244-bab5-10072017103620.pdf&ved=2ahUKEwj8mMCa-vr-
AhWI3TgGHVnaCn8QFnoECBYQAQ&usg=AOvVaw11hfbhL8bkXztE8SjP6_7A