PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004, hlm.5.
Salahsatu kasus Money Laundry adalah skandal Bank BNI, yang adanya kasus
pembobolan uang sejumlah Rp.1,7 Triliun. Hal ini bermula dari PT. Gramarindo
Mega Indonesia (Perusahaan milik Erri Lumowa dan Adrian Woworuntu)
mengajukan permohonan pembiayaan ekspor impor dari BNI Cab Kebayoran Baru
Jakarta Selatan. PT Gramarindo rencananya akan melakukan ekspor pasir dan
minyak residu ke negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Dalam mengajukan
permohonan pembiayaan tersebut PT. Gramarindo mendapatkan jaminan L/C
(Letter of Credit) dari Dubai Bank Kenya, The Wall Street Banking Corporation,
Middle East Bank Kenya, Ltd. Ross Bank Swiss dan Bank One (New York).
Berdasarkan L/C (Letter of Credit)2 yang dipecah-pecah menjadi 80 L/C (Letter of
Credit) kecil namun keseluruhannya berjumlah Rp 1,7 triliun tersebut, menghasilkan
yang kredit ekspor dalam mata uang dollar dan Euro yang telah dicairkan sejak
bulan Juli 2002 sampai bulan Juli 2003. Belakangan baru diketahui kalau ternyata
ekspor tersebut hanya fiktif belaka, yaitu dengan membuat dokumen ekspor fiktif, PT
Gramarindo Group dapat menikmati uang dan menggunakan uang tersebut. Dalam
transaksi perdagangan luar negeri, terjadi hubungan dagang antara penjual dari
suatu negara dan Negara lainnya dibutuhkan pengertian dan kerjasama yang baik
dan saling menguntungkan serta tetap berpedoman kepada ketentuan-ketentuan
hukum dagang dari masing-masing negara.
Dalam buku Money Laundering & Kejahatan Perbankan3, dijelaskan bahwa tidak
mudah untuk membuktikan adanya suatu money laundering karena kegiatannya
sangat kompleks sekali. Namun para pakar telah berhasil menggolongkan
proses money laundering ke dalam tiga tahap. Ketiga tahap itu ialah:
Tahap Placement, Tahap Layering, dan Tahap Integration. Dimana pada tiga
tahapan tersebutlah dapat dilihat serta dapat diselidiki beberapa modus dan
bagaimana mengantisipasi akanadanya money Laundry tersebut.
2
. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan,Jala Pertama, Jakarta,2008, hlm.9.
3
Kasus Money Laundering, Nazaruddin Terancam 20 Tahun Penjara , http://www.rmol.co.id,
diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014)
B. Identifikasi Masalah
Money laundering adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty
money). Uang kotor ini, berasal dari praktek-praktek haram dan ilegal seperti
korupsi, penyuapan, penyelundupan, serta tindak pidana perbankan dan praktek-
praktek tidak sehat lainnya. Untuk membersihkannya uang tersebut ditempatkan
pada suatu bank atau tempat tertentu untuk sementara waktu sebelum akhirnya
dipindahkan ke tempat lain (Layering), misalnya melalui pembelian saham di pasar
modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu asset. Setelah itu, pelaku akan
menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang
diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut (Integration).
Proses inilah yang dinamakan money laundering, karena mengubah uang kotor
menjadi bersih tak berbekas melalui proses keuangan yang sah.
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama
money laundering sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku
teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata problematik uang haram ini sudah
meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang
melanggar batas-batas negara. Sebagai suatu fenomena kejahatan yang
menyangkut terutama dunia kejahatan yang dinamakan organized crime, ternyata
ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalulintas pencucian
uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian
dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan yang pada satu pihak beroperasional
atas dasar kepercayaan para konsumen.
Di Indonesia, hal tentang pencucian uang atau money laundering ini terdapat
pada:
1. Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 berbunyi: Pencucian uang adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan , atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau diduga (seharusnya patut diduga) merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
2. kegiatan money laundering juga telah diatur secara yuridis dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian
uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun
atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
4. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
C. Tahapan money laundry
PEMBAHASAN
kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi
ekspor fiktif melalui surat Letter Of Credit (disingkat L/C). Kasus ini menjadi
audit internal pada bulan Agustus 2003 . Dari audit itu diketahui bahwa ada
posisi euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi
terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya
diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih
2. Opening Bank : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall
3. Total nilai L/C : USD. 166,79 juta & EURO 56,77 juta atau sekitar Rp 1,7
triliun
Kronologi :
1. Bank BNI Cabang Kemayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan
Issuing Bank : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall
Street Banking Corp, dan Middle East Bank Ltd. Oleh karena BNI belum
(kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas BNI dan disetujui oleh pihak
3. setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa
pernah terjadi.
tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya
penjara 16 tahun
Rp.300 juta.
yang diangkat berdasarkan akta berita acara rapat No.21 tanggal 11 April
Rapat No.51 tanggal 29 Mei 2003 Notaris Edi Priyono, SH, baik bertindak
Andrian Herling
Waworuntu, Maria Paulin Lumowa, pada waktu sekitar bulan April 2003
waktu tahun 2003 dan 2004, bertempat di cabang BNI Kebayoran Baru
memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat
Dakwaan
a. Primer : diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31
Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo pasal 64
Tahun 2002 jo UU No. 25 taun 2003 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal
mengenai :
dalam Anggaran Dasar PT. Broccolin dan ketentuan yang diatur dalam
Indonesia
1) Bahwa pada Bulan Maret 2003 terdakwa dihubungi oleh Adrian Herling
Woworuntu, ditawarkan untuk mengelola dana sebesar US$ 100.000.000
dari 3 bulan;
Maria 70% saham, Adrian dan Jeffry Baso masing-masing 15% saham,
sesuai notulen rapat tanggal 25 Maret 2003 dan berita acara rapat Nomor
rupiah, Rek No.701053494 dalam mata uang rupiah dan Rek. No.
enam puluh sembilan juta seartus enam puluh delapan ribu rupiah);
7) Bahwa demikian juga pada Rek No. 902098445 telah menerima kucuran
modal awal perusahaan yang terjadi 9 kali transaksi dalam waktu kurang
lebih 2 bulan dengan jumlah yang tidak bulat, adalah sangat diragukan
11) Bahwa dana yang masuk kerekening rupiah tersebut selanjutnya setelah
penarikan oleh Saksi Marhaeni Atmandyah sejak bulan April s/d bulan
tujuhpuluh rupiah);
sejak bulan Juli s/d bulan November 2003 dengan total sebesar US$ 4,
13) Bahwa sejak bulan April 2003 s/d Oktober 2003 dilakukan investasi pada
15) Bahwa berdasarkan hasil audit terhadap BNI Tbk. Cabang Kebayoran
Baru Jakarta Selatan, dana yang masuk pada PT. Sagared Konsultan,
PT. Gramindo Mega Indonesia, PT. Magna Graha Agung, PT. Bhinekan
Tama Pasifik, PT. Adhitya Putra Ratama Finance tidak pernah berasal
dari investor asing, tapi merupakan hasil pembobolan L/C fiktif di BNI
17) Bahwa dengan terkuaknya L/C fiktif di BNI Cabang Kebayoran Baru
perusahaan tersebut.
b. Dalam Pokok Perkara
Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal
1) Setiap orang;
2) Secara melawan hukum;
3) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
sesuatu korporasi;
4) Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara;
5) Dilakukan secara bersaman-sama
6) Dilakukan secara berlanjut
18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1)
pengganti;
Amar Putusan
a. Menyatakan Terdakwa Ahmad Sidik Maulana Iskandardinata alias Dicky
untuk negara;
II.
Di bawah ini adalah beberapa langkah yang telah diambil oleh Pemerintah RI guna
menindaklanjuti komitmen pemberantasan kegiatan pencucian uang, yaitu:
Pasal 31 ayat (1) mengatur sebagai berikut: Bank Indonesia dapat memerintahkan
bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi
tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut
diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.
Penjelasan atas ayat (1) tersebut menguraikan bahwa yang dimaksud dengan
tranaksi tertentu antara lain hdala transaksi dalam jumlah besar yang diduga
berasal dari kegiatan melanggar hukum. Dalam pengertian ini tentunya termasuk
pula kegiatan pencucian uang.
4. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai
Tukar
Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu
lintas devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Keterangan dan data yang diminta antara lain meliputi nilai dan jenis transaksi,
tujuan atau maksud transaksi, pelaku transaksi, dan negara tujuan atau asal pelaku
transaksi.
Banyak sekali ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara
langsung atau tidak langsung dapat mencegah atau memberantas kegiatan money
laundering secara administratif, antara lain:
Berdasarkan ketentuan SK Dir. BI ini setiap orang yang membawa mata uang
Rupiah ke luar atau masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) wajib mengisi formulir deklarasi[5].
Pasal 6 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan untuk pembelian
saham bank dalam rangka kepemilikan dilarang berasal dari dan untuk
tujuan money laundering.
Pasal 6 ayat (1) huruf j dari PBI ini mengatur bahwa dalam rangka permohonan izin
pendirian bank umum, calon pemegang saham bank wajib melampirkan surat
pernyataan bahwa setoran awal bank tidak berasal dari dan untuk tujuan money
laundering. Selanjutnya Pasal 14 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang
digunakan dalam rangka kepemilikan bank atau pembelian saham bank dilarang
berasal dari dan untuk tujuan pemutihan uang.
Intern Bank Umum PBI ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan bank terhadap
ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini bank diwajibkan untuk menugaskan salah
satu anggota direksinya sebagai Compliance Director yang memastikan bahwa bank
telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk perbankan. Bank juga diwajibkan untuk membentuk satuan kerja
unit intern yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan bank secara
keseluruhan.
Sebagai salah satu entri bagi masuknya masuknya uang hasil kejahatan, bank atau
jasa keuangan lain harus mengurangi resiko dipergunakan sebagai sarana
pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah,
memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanyan
tansaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan
oleh pihak bank atau perusahaan jasa keuangan lain[6]Khususnya terhadap para
nasabah, pihak bank atau jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar
bank atau jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang. Prinsip
mengenal nasabah ini merupakan rekomendasi FATF, yang merupakan orinsip ke
lima belas dari dua puluh limaCore Principles For effective Banking
Supervision dan Bassel Committee .
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Prinsip KYC pada dasarnya bertujuan
untuk :
Berdasarkan kasus bank di atas, maka dapat dianalisis bahwa pencucian uang itu
didasari oleh modus operandi, yaitu:
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perlu diketahui, saat ini semakin banyaknya kasus money laundering di Indonesia
disebabkan karena kurang seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus
tersebut, serta masih lemahnya hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi
dari praktek ini ialah terlepasnya control arus uang masuk (inflow) dan keluar
(outflow) suatu Negara yang pada gilirannya akan dapat mengganggu mekanisme
pasar.
Money laundering tersebut dilakukan oleh berbagai macam modus seperti yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan kita wajib waspada jangan sampai ikut
terjerumus ke dalam lembah penggelapan dana atau pencucian uang.
1. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.
Siahaan, 2008, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) Dan Anti Pencucian Uang (Anti
Money Laundering), bi.go.id
ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1997 mengenai narkotika dan peralatan
yang dipergunakan dalam pelanggaran narkotika
UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
[1] Pada tanggal 22 Juni 2001, Financial Action Task Force (FATF) memasukkan
Indonesia, di samping 19 negara lainnya ke dalam daftar hitam Non Cooperative
Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatif dalam
menangani kasus money laundering.
[2] L/C merupakan suatu warkat yang diterbitkan oleh suatu bank atas permintaan
pihak pemakai jasa atau pembeli yang ditujukan kepada pihak ketiga lainnya, yang
mengakibatkan bank pembuka L/C (opening bank) :Melakukan pembayaran kepada
piahk ketiga dan memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran
[3] Buku ini dikarang oleh NHT Siahaan, 2008 , pada dasarnya menganalisis UU
Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2002. Beberapa sorotan terutama mengenai
aspek-aspek kriminalisasi terhadap pencucian uang; proses peradilannya baik mulai
dari tahap penyidikan, penuntutan hingga diproses pada tingkat peradilan, yang
banyak mengalami perbedaan prinsipil dengan ketentuan Hukum Materil (KUHP)
maupun ketentuan Hukum Formil (KUHAP).
[4] dalam the UN Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and
Psychotropic Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi oleh Pemerintah
melalui UU No. 7 Tahun 1997
[5] Selain itu, bagi setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar atau
masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) selain wajib mengisi formulir deklarasi juga harus memperoleh izin dari Bank
Indonesia
[6] Penerapan prinsip mengenal nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know
Your Costumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak
saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam
rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank atau perusahaan jasa
keuangan lain dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dancounter-
party.