Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini makin mendapat


perhatian khusus dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala nasional,
tetapi juga telah meregional dan mengglobal melalui kerja sama antar negara-
negara. Gerakan ini terpicu oleh kenyataan semakin maraknya kejahatan money
laundering dari waktu ke waktu, sehingga berbagai organisasi internasional telah
secara konkrit mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu mengantisipasi
masalah kejahatan pencucian uang. Jika pada mulanya kejahatan money
laundering lebih erat kaitannya dengan kejahatan-kejahatan bisnis obat bius,
narkotika dan kejahatan besar lainnya, tetapi kini kejahatan pencucian uang sudah
dihubungkan dengan proses atas uang hasil perbuatan kriminal secara umum dalam
jumlah besar. Sementara di berbagai negara termasuk Indonesia, uang yang
diperoleh dari hasil korupsi termasuk kategori kriminal, maka masalah money
laundering dikaitkan pula dengan perbuatan korupsi.

Negara kita memiliki banyak faktor yang menguntungkan untuk melakukan


money laundering, sehingga tidak ragu jika negara kita dikenal sebagai negara yang
tidak kooperatif memerangi jenis kejahatan itu. Antara lain dapat ditunjuk dengan
negara kita yang menganut sistem devisa bebas, negara kita masih membutuhkan
likuiditas atau belum adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian
uang1. Jika Indonesia tidak menangani money laundering secara sungguh-sungguh,
maka lembaga internasional di atas akan tetap memberi tindakan punitive
approach yang makin keras. Tidak tertutup kemungkinan diberikan sanksi berupa
hambatan terhadap transaksi perbankan seperti transfer, L/C (Letter of Credit),
pinjaman luar negeri, dan lain-lain.

1
Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004, hlm.5.
Salahsatu kasus Money Laundry adalah skandal Bank BNI, yang adanya kasus
pembobolan uang sejumlah Rp.1,7 Triliun. Hal ini bermula dari PT. Gramarindo
Mega Indonesia (Perusahaan milik Erri Lumowa dan Adrian Woworuntu)
mengajukan permohonan pembiayaan ekspor impor dari BNI Cab Kebayoran Baru
Jakarta Selatan. PT Gramarindo rencananya akan melakukan ekspor pasir dan
minyak residu ke negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Dalam mengajukan
permohonan pembiayaan tersebut PT. Gramarindo mendapatkan jaminan L/C
(Letter of Credit) dari Dubai Bank Kenya, The Wall Street Banking Corporation,
Middle East Bank Kenya, Ltd. Ross Bank Swiss dan Bank One (New York).
Berdasarkan L/C (Letter of Credit)2 yang dipecah-pecah menjadi 80 L/C (Letter of
Credit) kecil namun keseluruhannya berjumlah Rp 1,7 triliun tersebut, menghasilkan
yang kredit ekspor dalam mata uang dollar dan Euro yang telah dicairkan sejak
bulan Juli 2002 sampai bulan Juli 2003. Belakangan baru diketahui kalau ternyata
ekspor tersebut hanya fiktif belaka, yaitu dengan membuat dokumen ekspor fiktif, PT
Gramarindo Group dapat menikmati uang dan menggunakan uang tersebut. Dalam
transaksi perdagangan luar negeri, terjadi hubungan dagang antara penjual dari
suatu negara dan Negara lainnya dibutuhkan pengertian dan kerjasama yang baik
dan saling menguntungkan serta tetap berpedoman kepada ketentuan-ketentuan
hukum dagang dari masing-masing negara.

Dalam buku Money Laundering & Kejahatan Perbankan3, dijelaskan bahwa tidak
mudah untuk membuktikan adanya suatu money laundering karena kegiatannya
sangat kompleks sekali. Namun para pakar telah berhasil menggolongkan
proses money laundering ke dalam tiga tahap. Ketiga tahap itu ialah:
Tahap Placement, Tahap Layering, dan Tahap Integration. Dimana pada tiga
tahapan tersebutlah dapat dilihat serta dapat diselidiki beberapa modus dan
bagaimana mengantisipasi akanadanya money Laundry tersebut.

2
. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan,Jala Pertama, Jakarta,2008, hlm.9.
3
Kasus Money Laundering, Nazaruddin Terancam 20 Tahun Penjara , http://www.rmol.co.id,
diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014)
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka Indentifikasi Masalahnya adalah


sebagai berikut :

1. Bagaimana upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang


di bidang perbankan?
2. Bagaimana penerapan asas presumption of innocence dalam kasus tindak
pidana pencucian uang (TPPU)?
BAB II
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Pengertian Money Laundry

Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 berbunyi: Pencucian uang adalah


perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan`, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
diduga (seharusnya patut diduga) merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang


merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang
haram , yaitu uang dimaksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan
terhadap tindak pidana , dengan cara antara lain dan terutama memasukan uang
tersebut kedalam keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian
dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang halal.

Pencucian uang (Inggris: Money laundering) adalah suatu upaya perbuatan


untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta
kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau
harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau
legal.

Money laundering adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty
money). Uang kotor ini, berasal dari praktek-praktek haram dan ilegal seperti
korupsi, penyuapan, penyelundupan, serta tindak pidana perbankan dan praktek-
praktek tidak sehat lainnya. Untuk membersihkannya uang tersebut ditempatkan
pada suatu bank atau tempat tertentu untuk sementara waktu sebelum akhirnya
dipindahkan ke tempat lain (Layering), misalnya melalui pembelian saham di pasar
modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu asset. Setelah itu, pelaku akan
menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang
diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut (Integration).
Proses inilah yang dinamakan money laundering, karena mengubah uang kotor
menjadi bersih tak berbekas melalui proses keuangan yang sah.

Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama
money laundering sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku
teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata problematik uang haram ini sudah
meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang
melanggar batas-batas negara. Sebagai suatu fenomena kejahatan yang
menyangkut terutama dunia kejahatan yang dinamakan organized crime, ternyata
ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalulintas pencucian
uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian
dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan yang pada satu pihak beroperasional
atas dasar kepercayaan para konsumen.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau


menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana
dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh
aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan
tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak
pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem
perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-
sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

B. Pengaturan Hukum Money Laundry

Di Indonesia, hal tentang pencucian uang atau money laundering ini terdapat
pada:
1. Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 berbunyi: Pencucian uang adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan , atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau diduga (seharusnya patut diduga) merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
2. kegiatan money laundering juga telah diatur secara yuridis dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian
uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

a. Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang


menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8
Tahun 2010).
b. Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap
orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau
menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan
melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor
yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).
c. Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang
menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan
kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap
sama dengan melakukan pencucian uang. Sanksi bagi pelaku tindak
pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari
hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda
paling banyak 10 miliar rupiah.

3. Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang yang tercantum pada Pasal 2 UU RI


No. 8 Tahun 2010, yaitu:

Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:

a. korupsi;

b. penyuapan;

c. narkotika;

d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja;

f. penyelundupan migran;

g. di bidang perbankan;

h. di bidang pasar modal;

i. di bidang perasuransian;

j. kepabeanan;

k. cukai;
l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap;

n. terorisme;

o. penculikan;

p. pencurian;

q. penggelapan;

r. penipuan;

s. pemalsuan uang;

t. perjudian;

u. prostitusi;

v. di bidang perpajakan;

w. di bidang kehutanan;

x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun
atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

4. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
C. Tahapan money laundry

A. Tahap Placement, tahap ini merupakan upaya menempatkan dana yang


dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositokan
uang kotor tersebut ke dalam sistem keuangan. Sejumlah uang yang
ditempatkan dalam suatu bank, akan kemudian uang tersebut masuk ke
dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Jadi misalnya melalui
penyelundupan, ada penempatan dari uang tunai dari suatu negara ke
negara lain, menggabungkan antara uang tunai yang bersifat ilegal dengan
uang yang diperoleh secara legal. Variasi lain dengan menempatkan uang
giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham, mengkonversi dan
mentransfer ke dalam valuta asing.
B. Tahap Layering, tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan (layering).
Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya
menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal usul dari uang tersebut.
Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya
atau dari satu negara ke negara lain dan dapat dilakukan berkali-kali,
memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan
asal usulnya, mentransfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham,
melakukan transaksi derivatif dan lain-lain.
C. Tahap Integration, tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-
uang kotor tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di
atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai
kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang
dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ilegal
sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor itu telah tercuci.

Ada 2 (dua) cara utama dilakukan untuk memperoleh uang kotor


tersebut, yakni dengan cara pengelakan pajak dan pelanggaran hukum pidana
(kejahatan). Melalui tax evasion atau pengelakan pajak, dengan cara ini
seseorang memperoleh uang dengan cara legal, tetapi kemudian melaporkan
jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya didapatkan perhitungan pajak
yang lebih sedikit dari yang sebenarnya. Cara yang kedua adalah melalui cara
yang jelas-jelas melanggar hukum. Cara kedua ini banyak sekali jenisnya sesuai
dengan ragamnya teknik-teknik kriminal untuk memperoleh uang, seperti
perdagangan obat-obatan terlarang, perjudian gelap, penyelundupan,
penyuapan, dan sebagainya.

Ragam-ragam memperoleh uang secara kriminal tersebut dilakukan


secara bawah tanah (underground business). Sedemikan banyak ragam luas
dari kejahatan yang dinilai sebagai uang kotor tersebut seperti korupsi dan
kolusi, penghindaran atau pengelakan pajak kemudian berkembang pula kepada
modus penyimpangan lain di bidang ekspor impor, seperti pemalsuan faktur atau
dokumen, penggelapan bea masuk, pemalsuan mutu dan volume ekspor, kolusi
di bidang pajak ekspor. Bahkan di bidang perdagangan umum dalam bentuk
pemalsuan perhitungan harga, kualitas komoditi, satuan berat, pelaksanaan
pembukuan, misalnya dengan menambah beban biaya atau mengurangi
pendapatan, termasuk sebagai praktik yang tergolong dirty money.

D. Modus-modus Money Laundry

Terdapat beberapa modus operandi dalam melakukan kegiatan money


laundering, berikut adalah beberapa modus yang umum digunakan oleh para
pelaku, yaitu sebagai berikut:

No. Jenis Modus Penjelasan


1 Loan Back, yakni dengan cara meminjam uangnya
sendiri, Modus ini terinci lagi dalam
bentuk direct Loan, dengan cara meminjam
uang dari perusahaan luar negeri,
semacam perusahaan bayangan
(immobilen investment company) yang
direksinya dan pemegang sahamnya
adalah dia sendiri. Dalam bentuk back to
Loan, dimana pelaku peminjam uang dari
cabang bank asing secara stand by letter of
credit atau certificate of deposit bahwa
uang didapat atas dasar uang dari
kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak
dikembalikan sehingga jaminan bank
dicairkan.
metode ini cukup rumit karena memiliki sifat
liku-liku sebagai cara untuk menghapus
jejak. Contoh dalam kasus BCCI, dimana
kurir-kurir datang ke bank Florida untuk
menyimpan dana sebesar US $ 10.000
supaya lolos dari kewajiban lapor.
Kemudian beberapa kali dilakukan transfer,
yakni New York ke Luxsemburg ke cabang
bank Inggris, lalu disana dikonfersi dalam
bentuk certifacate of deposit untuk
2 C-Chase Operation menjamin Loan dalam jumlah yang sama
yang diambil oleh orang Florida. Loan buat
negara karibia yang terkenal dengan tax
Heavennya. Disini Loan itu tidak pernah
ditagih, namun hanya dengan mencairkan
sertifikat deposito itu saja. Dari Floria, uang
terebut di transfer ke Uruguay melalui
rekening drug dealer dan disana uang itu
didistribusikan menurut keperluan dan
bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini
dapat tercuci dan aman.
3 Transaksi-transaksi modus ini menggunakan sarana dokumen
Dagang Internasional L/C. Karena menjadi fokus urusan bank
baik bank koresponden maupun opening
bankadalah dokumen bank itu sendiri dan
tidak mengenal keadaan barang, maka hal
ini dapat menjadi sasaran money
laundering, berupa membuat invoice yang
besar terhadap barang yang kecil atau
malahan barang itu tidak ada.
Modus Modus ini menyelundupkan sejumah
fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung
Penyelundupan Uang dengan cara ini terdapat resiko seperti
Tunai atau Sistem dirampok, hilang atau tertangkap maka
4
Bank Paralel ke digunakan modus berupa electronic
Negara lain transfer, yakni mentransfer dari satu Negara
ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang
itu
yang diakui sisi adalah perusahaanya
sendiri.Contoh seorang pemilik perusahaan
di indonesia yang memiliki perusahaan
secara gelap pula di Cayman Island,
negara tax haven. Hasil usaha di cayman
didepositokan atas nama perusahaan yang
ada di Indonesia. Kemudian perusahaan
5 Akuisisi
yang ada di Cayman membeli saham-
saham dari perusahaan yang ada di
Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini
pemilik perusahaan di Indonesia memliki
dana yang sah, karena telah tercuci melalui
hasil pejualan saham-sahamnya di
perusahaan Indonesia.
, yakni dengan menjual
suatu properti berkali-kali kepada
perusahaan di dalam kelompok yang sama.
6 Real Estate Carousel Pelaku Money Laundering memiliki
sejumlah perusahaan (pemegang saham
mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari
satu ke lain perusahaan.
7 Modus Investasi investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis
Tertentu transaksi barang atau lukisan atau antik.
Misalnya pelaku membeli barang lukisan
dan kemudian menjualnya kepada
seseorang yang sebenarnya adalah
suruhan pelaku itu sendiri dengan harga
mahal. Lukisan dengan harga tak terukur,
dapat ditetapkan harga setinggi-tingginya
dan bersifat sah. Dana hasil penjualan
lukisan tersebut dapat dikategorikan
sebagai dana yang sudah sah.
Modus ini dilakukan dengan mendirikan
perusahaan ekspor-impor negara sendiri,
lalu diluar negeri (yang bersistem tax
haven) mendirikan pula perusahaan
bayangan (shell company). Perusahaan di
Over Negara tax Havenini mengekspor barang
8 Invoices atau Double ke Indonesia dan perusahaan yang ada di
Invoice diluar negeri itu membuat
invoice pembelian dengan harga tinggi
inilah yang disebut over invoice dan bila
dibuat 2 invoices, maka disebut double
invoices.

9 Perdagangan Saham Modus ini pernah terjadi di Belanda. Dalam


suatu kasus di Busra efek Amsterdam,
dengan melibatkan perusahaan efek Nusse
Brink, dimana beberapa nasabah
perusahaan efek ini menjadi pelaku
pencucian uang. Artinya dana dari
nasabahnya yang diinvestasi ini bersumber
dari uang gelap. Nussre brink membuat 2
(dua) buah rekening bagi nasabah-nasabah
tersebut, yang satu untuk nasabah yang
rugi dan satu yang memiliki keuntungan.
Rekening di upayakan dibuka di tempat
yang sangat terjamin proteksi
kerahasaannya, supaya sulit ditelusuri
siapa benefecial owner dari rekening
tersebut.
Modus ini dilakukan dengan
mnginvestasikan hasil perdagangan obat
bius diinvestasikan untuk mendapat konsesi
10 Pizza Connection
pizza, sementara sisi lainnya diinvestasikan
di Karibia dan Swiss.

11 La Mina kasus yang dipandang sebagai modus


dalam money laundering terjadi di Amerika
Serikat tahun 1990. Dana yang diperoleh
dari perdagangan obat bius diserahkan
kepada perdagangan grosiran emas dan
permata sebagai suatu sindikat. Kemudian
emas, kemudian batangan diekspor dari
Uruguay dengan maksud supaya impornya
bersifat legal. Uang disimpan dalam desain
kotak kemasan emas, kemudian dikirim
kepada pedagang perhiasan yang
bersindikat mafia obat bius. Penjualan
dilakukan di Los Angeles, hasil uang tunai
dibawa ke bank dengan maksud supaya
seakan-akan berasal dari kota ini dikirim ke
bank New York dan dari kota ini di kirim ke
bank New York dan dari kota ini dikirim ke
bank Eropa melalui Negara Panama. Uang
tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna
didistribusi dalam berupa membayar
onkosongkos, untuk investasi perdagangan
obat bius, tetapi sebagian untuk unvestasi
jangka panjang.
Mendirikan perusahaan keuangan
seperti Deposit Taking Institution (DTI)
Canada. DTI ini terkenal dengan sarana
pencucian uangnya sepertichartered bank,
trust company dan credit union.
12 Deposit Taking Kasus Money Laundering ini melibatkan
DTI antara lain transfer melalui telex, surat
berharga, penukaran valuta asing,
pembelian obligasi pemerintahan
dan teasury bills.

yakni modus yang memanfaatkan lembaga


perbankan sebagai mesin pemutih uang
dengan cara mendepositokan dengan
nama palsu, menggunakan safe deposit
box untuk menyembunyikan hasil
kejahatan, menyediakan fasilatas transfer
13 Identitas Palsu
supaya dengan mudah ditransfer ke tempat
yang dikehendaki atau
menggunakan electronic fund transfer untuk
melunasi kewajiban transaksi gelap,
menyimpan atau mendistribusikan hasil
transaksi gelap itu.
BAB III

PEMBAHASAN

I. PENANGANAN DAN PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG DARI HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI DI

INDONESIA STUDI KASUS L/C FIKTIF BNI 46

A. Kasus L/C FIKTIF BNI 46

Kasus pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan


masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami

kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi

ekspor fiktif melalui surat Letter Of Credit (disingkat L/C). Kasus ini menjadi

fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga

berimbas pada keuangan negara secara makro.

Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan

audit internal pada bulan Agustus 2003 . Dari audit itu diketahui bahwa ada

posisi euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi

euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia

terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya

diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih

satu triliun rupiah.

Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :

1. Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003.

2. Opening Bank : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall

Street Banking Corp, dan Middle East Bank Ltd.

3. Total nilai L/C : USD. 166,79 juta & EURO 56,77 juta atau sekitar Rp 1,7

triliun

4. Beneficiary/Penerima L/C : 11 perushaan di bawah Gramarindo Group

dan 2 perusahaan di bawah Petindo Group.

5. Barang Ekspor : pasir kuarsa dan minyak residu.

6. Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya.

7. Skim : Usance L/C.

Kronologi :
1. Bank BNI Cabang Kemayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan

Issuing Bank : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall

Street Banking Corp, dan Middle East Bank Ltd. Oleh karena BNI belum

mempunayai hubungan koresponden langsung dengan sebagai bank

yang tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American

Express Bank dan Standard Chartered Bank,

2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka

(kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas BNI dan disetujui oleh pihak

BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 triliun dan Petindo Group

menerima Rp 105 miliyar.

3. setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa

membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil

ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.

4. setelah diusut pihak Kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak

pernah terjadi.

5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 miliar, sisanya

(Rp 1,2 triliun) merupakan potensi kerugian BNI.

Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa

tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya

potensi kerugian (potential losses).

Vonis terhadap pelaku internal BNI :

1. Edi Santoso, jabatan Kabit Pelayanan Luar negeri BNI Cab.


Kebayoran Baru, vonis penjara seumur hidup

2. Kusadiyuwono, jabatan Kepala Cab. BNI Kebayoran Baru, vonis

penjara 16 tahun

Vonis terhadap pelaku nasabah BNI :

1. Ahmad Sidik Iskandardinata, Jabatan Direktur Utama PT Brocolin

Internasional, vonis 20 tahun penajara potong masa tahanan dan

denda Rp.500 juta.

2. Olah Abdullah Agam, Jabatan Direktur PT Gramarindo Legal

Indonesia, vonis 15 tahun penjara potong masa tahanan dan denda

Rp.300 juta.

3. Aprilla Widharta, jabatan Direktur Pan Kifros, vonis 15 tahun penjara

potong masa tahanan dan denda Rp.200 juta.

4. Adrian P. Lumowa, Jabatan Direktur Magnetique Esa Indonesia, vonis

15 tahun penjara dan denda Rp.400 juta.

5. Titik Pristiwati, Jabatan Direktur Binekatama Pasific, vinos 8 tahun

penjara dan denda Rp.300 juta.

6. Richard Kuontul, Jabtan Direktur Netrantara, vinos 10 tahun penjara

& denda Rp.150 juta.

Berdasarkan pemeriksaan kasus L/C fiktif BNI 46 di atas, penulis

akan menganalisa salah satu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan No. 11/Pid.B/2006/PN.Jak.Sel atas nama terdakwa

Ahmad Sidik Mauladi Sikandardinata Als. Dicky Iskandardinata. Analisa

kasus tersebut akan dijelaskan secara rinci dibawah ini :


1. Posisi Kasus

Bahwa terdakawa Ahmad Sidik Mauladi Sikandardinata Als. Dicky

Iskandardinata selaku direktur perseroan PT. Broccolin Internasional

yang diangkat berdasarkan akta berita acara rapat No.21 tanggal 11 April

2003 dihadapan notaris Ny. Elsye Tahanata, SH dan selanjutnya diangkat

selaku direktur utama perseroan berdasarkan akta pernyataan keputusan

Rapat No.51 tanggal 29 Mei 2003 Notaris Edi Priyono, SH, baik bertindak

sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Suharna bin H. Husin

Abdulrachman, Agus Juliantoro, Marheni Atmandiyah als. Anti Soenaryo,

Andrian Herling

Waworuntu, Maria Paulin Lumowa, pada waktu sekitar bulan April 2003

sampai dengan bulan Maret 2004 atau setidak-tidaknya dalam kurun

waktu tahun 2003 dan 2004, bertempat di cabang BNI Kebayoran Baru

Jakarta Selatan atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih

termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, telah

melakukan atau turut serta mekukan beberapa perbuatan yang ada

hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu

perbuatan berlanjut, secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dakwaan

a. Primer : diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31

Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo pasal 64

ayat (1) KUHP


b. Subsider : Diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) Sub a, b, c UU No. 15

Tahun 2002 jo UU No. 25 taun 2003 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal

64 ayat (1) KUHP.

Pledoi (Pembelaan) Terdakwa

Bahwa atas dakwaan tersebut, terdakwa melalui Nota Pembelaannya,

Penasehat Hukumnya mengajukan kerberatan terhadap isi dakwaan tersebut

mengenai :

a. Tentang pengertian unsur setiap orang


b. Terdakwa telah menerapkan prinsip mengenai nasabah sesuai Peraturan

Bank Indonesia yang dikelurkan pada Bulan juni 2001

c. Terdakwa telah menjalankan tugasnya sesuai dan berdasarkan ketentuan

dalam Anggaran Dasar PT. Broccolin dan ketentuan yang diatur dalam

Pasal 85 dan seterusnya UU no. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas dalam Lingkup Usaha yang sah menurut Ketentuan Hukum

Indonesia

d. Terdakwa telah menyerahkan aset-aset PT Broccolin kepada BNI Tbk

Cabang Kebayoran baru, Jakarta Selatan untuk disita.

Replik Jaksa Penuntut Umum

Pada pokoknya tetap berpendapat tentang pada tuntutannya.

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Majelis hakim memberikan pertimbangannya , yaitu :

a. Tentang Fakta-Fakta Hukum

1) Bahwa pada Bulan Maret 2003 terdakwa dihubungi oleh Adrian Herling
Woworuntu, ditawarkan untuk mengelola dana sebesar US$ 100.000.000

(seratus juta US dollar) milik investor Israel yang berminat melakukan

investasi di Indonesia didalam bidang Agribisnis, Pertambangan,

Keuangan, IT infrastructure, Retail Chain;

2) Bahwa terdakwa tertarik dengan syarat medirikan non operating holding

company dengan minimal modal Rp.50 Milyar yang bersifat permanen

dan bebas dari bunga;

3) Bahwa dalam pertemuan dengan Maria Pauline Lumowa (representative

investor israel), terdakwa meyatakan tidak ada masalah dalam

penyetoran modal yang dilakukan secara bertahap karena sebagian

masih terikat deposito berjangka sepanjang dapat dipenuhi tidak lebih

dari 3 bulan;

4) Bahwa dalam pertemuan berikutnya, disepakati untuk mengambilalih PT.

Broccolin sebagai holding Company dengan komposisi pemegang saham

Maria 70% saham, Adrian dan Jeffry Baso masing-masing 15% saham,

sesuai notulen rapat tanggal 25 Maret 2003 dan berita acara rapat Nomor

21 tanggal 11 April 2003, sehingga susunan kepengurusan PT Broccolin

Internasional tersebut terdiri sebagai berikut :

Komisaris utama : Maria Pauline Lumowa

Komisaris : Jane Iriany Lumowa

Komisaris : Adrian Woworuntu

Komisaris : Jeffry Baso

5) Bahawa saksi Suharna atas perintah terdakwa telah membuka rekening


PT. broccolin di bank Permata Cabang Menara Imperium jakarta Selatan

sebanyak 3 rekening, yaitu : Rek No. 701053907 dalam mata uang

rupiah, Rek No.701053494 dalam mata uang rupiah dan Rek. No.

902098445 dalam mata uang US$;

6) Bahwa selanjutnya secara bertahap (mylai dari tanggal 3 April s/d

15 Juli 2003) Rek No. 701053907 terserbut telah menerima kucuran

dana sebesar Rp.49.269.168.000,- (empat pulu sembilan milyar duaratus

enam puluh sembilan juta seartus enam puluh delapan ribu rupiah);

7) Bahwa demikian juga pada Rek No. 902098445 telah menerima kucuran

dana sebesar US$2,999,990,- (duajuta sembilanratus sembilanpuluh

sembilanribu sembilanpuluhan US dollar);

8) Bahwa jumlah uang yang masuk pada rekening PT Broccolin dalam

gabungan Rupiah dan US$ adalah sebesar Rp.74.469.168.000,-

(tujuhpuluh empat miliar empatratus enampuluh sembilan seratus

enampuluh delapan ribu rupiah) (dengan konveksi kurs US$=Rp.8.400);

9) Bahwa uang yang masuk tersebut dialihkan sebagai setoran modal

sesuai dengan kesepakatan sebesar Rp.50.000.000.000,- (limapuluh

miliar rupaih) sedangkan kelebihannya sebesar Rp.24.496.000.000,-

(duapuluh empat milyar empatratus enampuluh sembilan juta rupiah)

didalihkan sebagai pinjaman pemegang saham;

10) Bahwa memperhatikan intensitas pemasukan dana sebagai setoran

modal awal perusahaan yang terjadi 9 kali transaksi dalam waktu kurang

lebih 2 bulan dengan jumlah yang tidak bulat, adalah sangat diragukan

kebenarannya bahwa transaksi tersebut benar-benar sebagai setoran


awal modal, walaupun menurut terdakwa tidak bulatnya setoran tersebut

karena dana tersebut berasal dari Deposito Berjangka;

11) Bahwa dana yang masuk kerekening rupiah tersebut selanjutnya setelah

ditandatangani berupa cek/giro oleh Terdakwa Dicky Iskandardinata,

selaku Direktur Utama dan Suharna selaku Direktur, dilakukanlah

penarikan oleh Saksi Marhaeni Atmandyah sejak bulan April s/d bulan

Oktober 2003 atas perintah terdakwa Dicky Iskandardinata dengan total

sebesar Rp.80.846.994.570,- (delapanpuluh miliar delapanratus

empatpuluh enam juta sembilanratus sembilanpuluh empat ribu limaratus

tujuhpuluh rupiah);

12) Bahwa rekening US$ tersebut setelah ditandatangani berupa cek/giro

oleh Terdakwa Dicky Iskandardinata, selaku Direktur utama dan Suharna

selaku Direktur, dilakukan penarikan oleh Saksi Marhaeni Atmandyah

sejak bulan Juli s/d bulan November 2003 dengan total sebesar US$ 4,

529,669,74 (empatjuta limaratus duapuluh sembilanribu enamratus

enampuluh sembilan koma tujuhpuluh empat US dollar) dan

Rp.305,000,000,- (tigaratus lima juta rupaih);

13) Bahwa sejak bulan April 2003 s/d Oktober 2003 dilakukan investasi pada

beberapa perusahaan dengan total keselurhan Rp.44.669.167.600,-

(empatpuluh empat miliar enamratus enampuluh sembilan juta seratus

enampuluh tujuh ribu enamratus rupiah);

14) Bahwa demikian juga memperhatikan transaksi penarikan dana PT.

Broccolin tersebut dengan intensitas yang sangat banyak dalam waktu

yang relatif singkat dan adanya pinjaman-pinjaman kepada pihak lain


merupakan indikasi transaksi yang tidak wajar;

15) Bahwa berdasarkan hasil audit terhadap BNI Tbk. Cabang Kebayoran

Baru Jakarta Selatan, dana yang masuk pada PT. Sagared Konsultan,

PT. Gramindo Mega Indonesia, PT. Magna Graha Agung, PT. Bhinekan

Tama Pasifik, PT. Adhitya Putra Ratama Finance tidak pernah berasal

dari investor asing, tapi merupakan hasil pembobolan L/C fiktif di BNI

cabang Kebayoran dan dari PT tersebut diataslah selanjutnya dana

tersebut disalurkan ke PT. Broccolin Internasional.;

16) Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, telah menimbulkan kerugian

negara, BNI Tbk Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sejumlah

Rp.49.269.000.000,- (empatpuluh sembilan miliar duaratus enampuluh

sembilan juta rupiah) dan US$2,999,990,- (duajuta sembilanratus

sembilan puluh sembilan ribu sembilanratus sembilanpuluh US dollar)

yang merupakan bagian dari jumlah keseluruhan kerugian BNI Tbk

Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan senilai

Rp.1.923.877.511.544,37,- (satu trilyun, sembilanratus duapuluh tiga

miliar delapanratus tujuhpuluh tujuh juta limaratus sebelas ribu limaratus

empatpuluh empat koma tigapuluh tujuh rupiah);

17) Bahwa dengan terkuaknya L/C fiktif di BNI Cabang Kebayoran Baru

Jakarta Selatan, disikapi oleh Terdakwa dengan melaporkan kepada BNI

Cabang Kebayoran Baru dan MABES POLRI, dalam kesempatan

tersebut Terdakwa bermaksud mengundurkan diri, tapi atas arahan BNI

dan MABES POLRI diminati kepada Terdakwa tetap mengoperasikan

perusahaan tersebut.
b. Dalam Pokok Perkara

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut dengan

dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga akan dipertimbangkan

dakwaan pertama tersebut, yaitu pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No.31

Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal

64 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1) Setiap orang;
2) Secara melawan hukum;
3) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
sesuatu korporasi;
4) Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara;
5) Dilakukan secara bersaman-sama
6) Dilakukan secara berlanjut

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut,

ternyata perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari

dakwaan pertama tersebut sehingga Majelis berkesimpulan terdakwa

telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadamya, yaitu melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal

18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1)

ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hal-hal Yang Memberatkan

a. Perbuatan terdakwa sangat merugikan perekonomian dan keuangan


Negara;

b. Perbuatan terdakwa menurunkan kepercayaan masyarakat kepada dunia

perbankan sebagi salah satu komponen lalu lintas perekonomian Negara;

c. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya;


d. Terdakwa telah pernah dihukum dalam kasus korupsi perkara Bank Duta,

walaupun telah menjalani pidana, namun belum membayar uang

pengganti;

Hal-hal Yang Meringankan

a. Terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama menjalankan


persidangan;

b. Terdakwa dengan kesadaranya sediri telah berkoordinasi kepada BNI

Tbk Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan MABES POLRI

sebelum dinyatakan sebagai Terangka;

c. Terdakwa mederita sakit jantung;

Amar Putusan
a. Menyatakan Terdakwa Ahmad Sidik Maulana Iskandardinata alias Dicky

Iskandardinata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut;

b. Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 20

(dua puluh) tahun;

c. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.500.000.000,- (limaratus juta

rupiah) subsider 5 (lima) bulan kurungan;

d. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari lamaya pidanan yang dijatuhkan;

e. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan;

f. Menetapkan barang bukti dipergunakan untuk perkara lain dan dirampas

untuk negara;
II.

1. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan

Pemberantasan kegiatan money laundering atau pencucian uang dapat dilakukan


melalui pendekatan pidana atau pendekatan bukan pidana, seperti pengaturan dan
tindakan administratif. Partisipasi Pemerintah RI dalam upaya pemberantasan
kegiatan pencucian uang merupakan pelaksanaan dari amanta PBB[4]. Dengan
penandatanganan konvensi tersebut maka setiap negara penandatangan
diharuskan untuk menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak
kejahatan dan mengambil langkah-langkah agar pihak yang berwajib dapat
mengidentifikasikan, melacak dan membekukan atau menyita hasil perdagangan
obat bius.

Di bawah ini adalah beberapa langkah yang telah diambil oleh Pemerintah RI guna
menindaklanjuti komitmen pemberantasan kegiatan pencucian uang, yaitu:

1. Undang-undang Yang Berkaitan dengan Psikotropika

Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang


berkaitan dengan psikotropika, antara lain UU No. 8 Tahun 1996 tentang
Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971,UU No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika. Di samping itu, terdapat beberapa Peraturan Menteri Kesehatan tahun
1997 tentang Peredaran Psikotropika dan Ekspor Impor Psikotropika. Dalam UU ini
diatur antara lain mengenai persyaratan dan tata cara ekspor dan impor peredaran
serta penyaluran psikotropika agar hal-hal tersebut tidak digunakan sebagai sarana
kegiatan pencucian uang.

2. Undang-undang yang Berkaitan dengan Narkotika

Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang


berkaitan dengan narkotika, antara lain UU N. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya, UU No. 22
Tahun 1977 tentang Narkotika yang menggantikanUU No. 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika. UU Narkotika ini mengatur masalah narkotika yang dibutuhkan sebagai
obat dan sekaligus mencegah dan memberantas bahaya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika. Dalam Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1997
disebutkan, bahwa narkotika dan peralatan yang dipergunakan dalam pelanggaran
narkotika dan hasil-hasilnya dapat disita untuk negara.

3. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Pasal 31 ayat (1) mengatur sebagai berikut: Bank Indonesia dapat memerintahkan
bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi
tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut
diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.

Penjelasan atas ayat (1) tersebut menguraikan bahwa yang dimaksud dengan
tranaksi tertentu antara lain hdala transaksi dalam jumlah besar yang diduga
berasal dari kegiatan melanggar hukum. Dalam pengertian ini tentunya termasuk
pula kegiatan pencucian uang.

4. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai
Tukar

Sebagaimana diketahui, kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui


pergerakan dana dalam transaksi internacional. UU No. 24/1999, secara tidak
langsung memberikan landasan untuk memantau kegiatan ini. Pasal 3 ayat (2),
misalnya, mengatur sebagai berikut:

Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu
lintas devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Keterangan dan data yang diminta antara lain meliputi nilai dan jenis transaksi,
tujuan atau maksud transaksi, pelaku transaksi, dan negara tujuan atau asal pelaku
transaksi.

5. Ketentuan Bank Indonesia

Banyak sekali ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara
langsung atau tidak langsung dapat mencegah atau memberantas kegiatan money
laundering secara administratif, antara lain:

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/271A/KEP/DIR tentang


Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/191A/KEP/DIR
tentang Pengeluaran atau Pemasukan Mata Uang Rupiah Dari Atau Ke
Dalam Wilayah Republik Indonesia.

Berdasarkan ketentuan SK Dir. BI ini setiap orang yang membawa mata uang
Rupiah ke luar atau masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) wajib mengisi formulir deklarasi[5].

1. Surat Cara Pembelian Saham Bank Umum

Pasal 6 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan untuk pembelian
saham bank dalam rangka kepemilikan dilarang berasal dari dan untuk
tujuan money laundering.

1. PBI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum

Pasal 6 ayat (1) huruf j dari PBI ini mengatur bahwa dalam rangka permohonan izin
pendirian bank umum, calon pemegang saham bank wajib melampirkan surat
pernyataan bahwa setoran awal bank tidak berasal dari dan untuk tujuan money
laundering. Selanjutnya Pasal 14 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang
digunakan dalam rangka kepemilikan bank atau pembelian saham bank dilarang
berasal dari dan untuk tujuan pemutihan uang.

1. PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Complience


Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungs audit.

Intern Bank Umum PBI ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan bank terhadap
ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini bank diwajibkan untuk menugaskan salah
satu anggota direksinya sebagai Compliance Director yang memastikan bahwa bank
telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk perbankan. Bank juga diwajibkan untuk membentuk satuan kerja
unit intern yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kegiatan bank secara
keseluruhan.

1. PBI No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian


Kredit Valas oleh Bank
Dalam ketentuan ini diatur larangan dan pembatasan transaksi-transaksi tertentu
oleh bank terhadap WNA, badan hukum asing lainnya, WNI yang memiliki status
penduduk tetap negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia, kantor bank
ataubadan hukum Indonesia di luar negeri. Ketentuan ini sekurang-kurangnya dapat
menjadi sarana yang kondusif untuk mencegah terjadinya transaksi yang berkaitan
dengan kegiatan pencucian uang.

1. Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Mengenal


Nasabah (Know Your Customers Principles)

Sebagai salah satu entri bagi masuknya masuknya uang hasil kejahatan, bank atau
jasa keuangan lain harus mengurangi resiko dipergunakan sebagai sarana
pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah,
memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanyan
tansaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan
oleh pihak bank atau perusahaan jasa keuangan lain[6]Khususnya terhadap para
nasabah, pihak bank atau jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar
bank atau jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang. Prinsip
mengenal nasabah ini merupakan rekomendasi FATF, yang merupakan orinsip ke
lima belas dari dua puluh limaCore Principles For effective Banking
Supervision dan Bassel Committee .

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Prinsip KYC pada dasarnya bertujuan
untuk :

1. Membantu bank agar dapat mendeteksi sesegara mungkin setiap aktivitas


yang mencurigakan yang dilakukan nasabah;
2. Memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang
berlaku;
3. Menegakkan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan;
4. Mengurangi risiko dimanfaatkannya bank sebagai sarana untuk melakukan
aktivitas kejahatan.
5. Melindungi reputasi bank.
Analisis

Berdasarkan kasus bank di atas, maka dapat dianalisis bahwa pencucian uang itu
didasari oleh modus operandi, yaitu:

1. Penempatan; dimana pelaku menempatkan uang atau harta diperoleh dari


suatu tindak pidana ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti
masuk dalam system perbankan;
2. Pelapisan; adanya layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal
uang haram tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-
lapis. Contoh dari kejahatan money laundering yang berlapis-lapis seperti
mentransfer uang haram tersebut ke berbagai Negara lain dalam bentuk
mata uang asing.Uang haram tersebut dapat dengan mudah berpindah dari
satu rekening ke rekening lainnya baik di dalam maupun di luar negeri;
3. Integrasi atau Penyatuan; yaitu melakukan penyatuan uang haram tersebut
kepada kegiatan-kegiatan perekonomian.Perlu diketahui, saat ini semakin
banyaknya kasus money laundering di Indonesia disebabkan karena kurang
seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus tersebut, serta masih
lemahnya hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi dari praktek ini
ialah terlepasnya control arus uang masuk (inflow) dan keluar (outflow) suatu
Negara yang pada gilirannya akan dapat mengganggu mekanisme pasar.
Adapun cara yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi praktek
cuci mencuci uang illegal ini ialah dengan cara adanya penindakan tegas dari
pemerintah.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa Money Laundering adalah suatu upaya perbuatan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil
tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan
tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal.

Perlu diketahui, saat ini semakin banyaknya kasus money laundering di Indonesia
disebabkan karena kurang seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus
tersebut, serta masih lemahnya hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi
dari praktek ini ialah terlepasnya control arus uang masuk (inflow) dan keluar
(outflow) suatu Negara yang pada gilirannya akan dapat mengganggu mekanisme
pasar.

Berdasarkan dari kasus-kasus money laundering yang dilakukan oleh bank-bank di


atas dan pembahasan yang telah diulas secara lengkap oleh penulis di bab
sebelumnya, maka dapat kita simpulkan bahwa Money laundering tersebut itu
dilakukan melalui beberapa proses, yaitu:

1. Penempatan; dimana pelaku menempatkan uang atau harta diperoleh dari


suatu tindak pidana ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti
masuk dalam sistem perbankan.
2. Pelapisan; adanya Layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal
uang haram tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-
lapis. Contoh dari kejahatanmoney laundering yang berlapis-lapis seperti
mentransfer uang haram tersebut ke berbagai Negara lain dalam bentuk
mata uang asing.Uang haram tersebut dapat dengan mudah berpindah dari
satu rekening ke rekening lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
3. Integrasi atau Penyatuan; yaitu melakukan penyatuan uang haram tersebut
kepada kegiatan-kegiatan perekonomian.

Money laundering tersebut dilakukan oleh berbagai macam modus seperti yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan kita wajib waspada jangan sampai ikut
terjerumus ke dalam lembah penggelapan dana atau pencucian uang.

1. Saran

Adapun cara yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi praktekmoney


laundering ini ialah dengan cara adanya penindakan tegas dari pemerintah,
memperkuat hukum undang-undang yang mengatur tentang money laundering, dan
memaksimalkan kinerja dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan).

DAFTAR PUSTAKA

Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.

Siahaan, 2008, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama

Kasus Money Laundering, Nazaruddin Terancam 20 Tahun


Penjara , http://www.rmol.co/read/2012/02/13/54685/Kasus-Money-Laundering,-
Nazaruddin-Terancam-20-Tahun-Penjara- (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)
Mediator Investor, Mengenal Money Laundering dan Tahap-Tahap Proses
Pencucian
Uang,Mediatorinverstor.wordpress.com,2013, http://mediatorinvestor.wordpress.co
m/artikel/mengenal-money-laundering-dan-tahap-tahap-proses-pencucian-uang/ ,
(Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)

Wikipedia, Pencucian Uang, http://id.m.wikipedia.org/wiki/pencucian_uang ,


(Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)

Van Devender, Ryzha, Analisis Kasus Money Laundry, Ryzha39.blogspot.com, 23


November 2013, http://ryzha39.blogspot.com/2013/11/analisis-kasus-money-
laundry.html , (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)

Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) Dan Anti Pencucian Uang (Anti
Money Laundering), bi.go.id

ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 , tentang money laundry


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010, tentang menyembunyikan atau


menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Pasal 4 UU RI No. 8/2010, mengenai sanksi yang dikenakan pula bagi


mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang

Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Hasil Tindak Pidana Pencucian


Uang

UU No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971,UU


No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

UU N. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961


UU No. 22 Tahun 1977 tentang Narkotika yang menggantikanUU No. 9
Tahun 1976 tentang Narkotika.

Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1997 mengenai narkotika dan peralatan
yang dipergunakan dalam pelanggaran narkotika

UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/271A/KEP/DIR tentang


Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/191A/KEP/DIR
tentang Pengeluaran atau Pemasukan Mata Uang Rupiah Dari Atau Ke
Dalam Wilayah Republik Indonesia.

PBI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum

PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Complience


Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungs audit.

PBI No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian


Kredit Valas oleh Bank

Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Mengenal


Nasabah (Know Your Customers Principles)

[1] Pada tanggal 22 Juni 2001, Financial Action Task Force (FATF) memasukkan
Indonesia, di samping 19 negara lainnya ke dalam daftar hitam Non Cooperative
Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatif dalam
menangani kasus money laundering.

[2] L/C merupakan suatu warkat yang diterbitkan oleh suatu bank atas permintaan
pihak pemakai jasa atau pembeli yang ditujukan kepada pihak ketiga lainnya, yang
mengakibatkan bank pembuka L/C (opening bank) :Melakukan pembayaran kepada
piahk ketiga dan memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran
[3] Buku ini dikarang oleh NHT Siahaan, 2008 , pada dasarnya menganalisis UU
Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2002. Beberapa sorotan terutama mengenai
aspek-aspek kriminalisasi terhadap pencucian uang; proses peradilannya baik mulai
dari tahap penyidikan, penuntutan hingga diproses pada tingkat peradilan, yang
banyak mengalami perbedaan prinsipil dengan ketentuan Hukum Materil (KUHP)
maupun ketentuan Hukum Formil (KUHAP).

[4] dalam the UN Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and
Psychotropic Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi oleh Pemerintah
melalui UU No. 7 Tahun 1997

[5] Selain itu, bagi setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar atau
masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) selain wajib mengisi formulir deklarasi juga harus memperoleh izin dari Bank
Indonesia

[6] Penerapan prinsip mengenal nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know
Your Costumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak
saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam
rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank atau perusahaan jasa
keuangan lain dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dancounter-
party.

Anda mungkin juga menyukai