Anda di halaman 1dari 7

Zona Hukum Vol. 10, No.

2, 2016

UPAYA PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA


TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Madiasa Ablisar

Abstract : Bank or other financial institution is a main gate in laundring


money.. Laundring money which is rerded as a criminal act, however,
result in an impact amongst undetectable change in the number of money
as well as big risk of the bank health. Knowing the principle customer is
an effort of bank to detect before finding an indication of transaction
activity violating law.

Kata Kunci : Upaya Bank. Tindak Pidana. Pencucian Uang.

Indonesia sebagai anggota PBB telah turut berusaha untuk menanggulangi masalah
kejahatan Money Laundring dengan ikut serta dalam pembahasan naskah Konvensi
Memberantas Peredaran Gelap Narkotika dan bahan-bahan Psikotropika yang
diadakan di Wina tanggal 25 Nopember sampai dengan 20 Desember 1988. Indonesia
menganggap perlu untuk turut serta (menjadi pihak) Konperensi tersebut dengan
alasan sebagai berikut : (a) Demi kepentingan sendiri, terutama sebagai Negara transit,
Indonesia dapat mencegah dan menangkal masuknya narkotika dan memanfaatkan
kerjasama Internasional dalam m-sipasi berbagai bahaya narkotika yang mengancam.
(b) Seluruh Negara konfrensi nampak sangat berkeinginan agar konvensi dapat segara
diperlukan. Dengan persetujuan bahwa hanya diperlukan ratifikasi 20 negara untuk
melakukan Konvensi tersebut. (c) Baik ketua Konperensi, maupun Sekretaris Jenderal
PBB dalam kata sambutan/penutupannya menghimbau agar Negara-negara melakukan
penandatanganan dan ratifikasi. (d) Patut dicatat bahwa pada saat Konperensi berakhir
dari 106 Negara peserta Konperensi ada 43 negara yang langsung menandatangani
Konvensi (BPHN. 1992). Meskipun Indonesia ikut serta membicarakan naskah Konvensi
Memberantas Peredaran Gelap Narkotika dan Bahan-bahan Psikotropika tahun 1988, tapi
Indonesia baru meratifikasi Konvensi PBB tersebut dengan Undang-Undang Nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika. Konvensi ini menekankan pentingnya kerjasama
Internasional dalam rangka pencegahan money laundering terhadap hasil kejahatan obat
bius dan perdagangan haram Iainnya dan menetapkan money laudering sebagai suatu
tindak pidana dengan menetapkan prosedur penyitaan atas hasil kejahatan tersebut. Atas
desakan The International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) agar
Indonesia dengan segera mempunyai Undangundang Pemberantas Tindak Pidana
Pencucian uang, maka Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia menyiapkan
Rancangan UndangUndang Pemberantas Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
mengadopsi The Forty Recommendationari The Financial Action Task on Money
Laundering (FATF), yaitu suatu badan kerjasama Intemasional yang didirikan oleh negara
yang tergabung dalam G-7 Summit di Prancis pada bulan Juli 1989 yang bertujuan untuk
mengupayakan berbagai cara dan tindakan dalam memberantas pencucian uang. Tanggal
17 April 2002 RUU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan dengan
UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, agar
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara
efektif dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum pidana tentang pencucian
uang dan standar internasional,

63
Zona Hukum Vol. 10, No. 2, 2016

maka pada tanggal 13 oktober 2003 disahkan Undang-Undang Tentang Perubahan alas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Semakin majunya teknologi jasa perbankan
sangat signifikan terhadap kejahatan pencucian uang, terlebih lagi globalisasi keuangan
yang menyebabkan transaksi dalam negeri maupun antar negara dapat dilakukan dalam
beberapa menit. Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank-bank
diperkirakan hampir mencapai nilai USD 1.500 miliar pertahun. Sementara itu, menurut
Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi dan
kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian
dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai
USD 600 miliar pertahun. yang berarti sama dengan 5% Gross Domestic Product (GDP)
di seluruh dunia. (Husein. 2000). Pada tahun 2001 Financial Action Task on Money
Laundering (FATF) menetapkan Indonesia sebagai salah satu Non Cooperative Countries
and Territories (NCC7) karena tidak dipenuhinya beberapa rekomendasi FATF antara lain
karena belum adanya undangundang anti Money laundering dan lack of supervision on
financial institution khususnya yang berkaitan dengan pengawasan terhadap operasional
Bank yang digunakan sebagi sarana atau sasaran money laundering. Dampak yang
ditimbulkan berkenaan dengan ketetapan FATF tersebut antara lain pemerintah dari
negara-negara FATF akan meminta Bank-Banknya untuk menetapkan persyaratan yang
lebih berat atau lebih mahal jika melakukan transaksi dengan Bank di Indonesia karena
dianggap mempunyai resiko yang tinggi. Pada sidang FAFT pada tanggal 19 - 21 juni
2002 di Paris, Indonesia masih ditetapkan sebagai Non Cooperative countries and
Territories, akan tetapi tidak dikenakan tindakan balasan dengan catatan negara-negara
anggota FATF meminta bukti-bukti penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang dan peraturan Bank Indonesia tentang Mengenal Nasabah (Know Your Customer).

Tindak Pidana Pencucian Uang


Istilah Money Laundering berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1920 an dan
dipergunakan oleh Polisi dalam kaitannya dengan kepemilikan dan penggunaan usaha
Laundry (pencucian pakaian) oleh grop mafia untuk melegalisasi uang yang
diperolehnya dari kejahatan. (Stessens. 2000) Pengertian Money Laundering dalam
Blacks Law Dictionary adalah term to used to describe investment or other transfer of
money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into
legitimate channels so that is original source can not be traced" (Black. 1990).
Dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 menentukan batasan pencucian
uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan,
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil Tindak Pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau
menyamarkan asal usul harts kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan
yang sah. Dengan demikian melalui kegiatan pencucian uang para pelaku tindak
pidana dapat menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul sebenarnya dari suatu
dana atau uang hasil tindak pidana yang dilakukan serta dapat menikmati dan
menggunakannya seolah-olah tampak sebagai hasil yang sah/legal dan selanjutnya
mengembangkan lagi tindak pidana yang dilakukannya.
Tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003,
diklasifikasikan sebagai tindak pidana yang uangnya diperoleh dari hasil : penyuapan-

64
Zona Hukum Vol. 10, No. 2, 2016

penyuapan , penyeludupan barang, penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran,


di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang asuransi, narkotika,
psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian , prostitusi, di bidang
perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan atau
tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Sementara itu, kriteria tindak pidana pencucian uang dinimuskan sebagai berikut : (1)
Setiap orang dengan sengaja menempatkan harta kekayaan, mentranfer harts
kekayaan, membayar atau membelanjakan harta kekayaan, menghibahkan atau
menyumbangkan harta kekayaan, menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyediaan jasa keuangan,
baik atas name sendiri atau atas nama pihak lain. (2) Setiap orang dengan sengaja
membawa ke luar negeri harta kekayaan atau menukar atau perbuatan lainnya atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
dengarr, mata uang atau surat berharga lainya, dengan maksud menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana. (3) Setiap orang yang menerima atau menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana. (4) Setiap warga negara Indonesia dan/atau korporasi Indonesia yang berada di
luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberi bantuan, kesempatan, sarana
atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang.
Pencucian uang pada umumnya dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan proses yang
terdiri dari : (a) Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang
berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya
menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito dan lain-lain) kembali ke
dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. (b) Transfer (layering) yakni upaya
untuk mentranfer dana yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil
ditempatkan dilembaga keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan
(placement) ke lembaga keuangan yang lain. Dengan dilakukannya layering akan menjadi
sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal-usul dana tersebut. (c)
Menggunakan dana (integration) yakni upaya menggunakan dana yang berasal dari tindak
pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau
transfer sehingga seolah-olah menjadi dana halal (clean money), untuk kegiatan bisnis
yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.Tindak Pidana Lain yang
Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Tindak pidana pencucian uang tidak
mungkin terlaksana tanpa bantuan pihak piihak lain, oleh karena itu Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 mengatur pula tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang dengan maksud mencegah sedini mungkin untuk terjadinya tindak pidana.
Undang-undang ini menentukan tindak pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana
Pencucian Uang: (1) Penyedia jasa keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan
laporan Kepada PPATK tentang transaksi keuangan yang mencurigakan, Transaksi
keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp.500.000.000.
(lima ratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara, baik
dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam I (satu) hari
kerja. (2) Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah RP.
100.000.000. (seratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara
dengan itu yang dibawa ke dalam atau luar

65
Zona Hukum Vol. 10, No. 2, 2016

wilayah Negara Republik Indonesia. (3) PATK, penyidik, saksi, penuntut umum,
hakim, atau orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian
uang yang sedang diperiksa melanggar ketentuan merahasiakan indentitas pelapor atau
hal-hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya indentitas pelapor. (4) Pejabat
atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan siapapun juga yang
memperoleh dokumen dan/atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya
menurut undang-undangini, wajib merahasiakan dokumen dan/atau keterangan
tersebut kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang. (5) Sumber
keterangan dan laporan transaksi keuangan mencurigakan wajib dirahasiakan dalam
persidangan pengadilan.

UPAYA PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA TINDAK


PIDANA PENCUCIAN UANG
Dalam praktek kegiatan money laundering hampir selalu melibatkan perbankan karena
adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat
elektronik dan hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir
atau bergerak melampaui batas yuridiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank
yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Kasus Bank of Credit and Commerce
International (BCCI) yang didirikan pada tahun 1972 di beberapa negara yang
dipergunakan sebagai sarana pendanaan teroris, konspirasi politik, mengelola uang hasil
perdagangan senjata dan narkotika, yang berakhir dengan ditutupnya bank tersebut pada
tahun 1991, membuktikan bahwa besarnya keterlibatan Bank dalam kegiatan money
laundering. Menurut US Custom jumlah uang yang dicuci melalui BCCI mencapai sekitar
USD 32 juta sehingga pemerintah Amerika menetapkan denda sebesar USD 15,3 juta
kepada bank tersebut. Kasus tersebut membuktikan kegagalan Bank of England dan
otoritas perbankan di Amerika Serikat untuk mengambil tindakan yang tepat pada waktu
yang tepat guna mengantisipasi dipergunakannya bank sebagai sasaran dan sarana
pencucian uang (Stessens. 2000). Diantara 40 Rekomendasi yang dikeluarkan FATF,
terdapat beberapa rekomendasi yang menyangkut lembaga-lembaga keuangan, yaitu
Rekomendasi Nomor 10 : Lembaga-lembaga keuangan, baik bank-bank maupun lembaga-
lembaga keuangan non-bank, diminta untuk tidak membuka rekening-rekening tanpa
nama atau yang anonim atau rekeningrekening yang jelas jelas mcnggunakan nama-nama
yang fiktif. Rekomendasi Nomor 11 : Lembaga-lembaga keuangan diharapkan
mengupayakan informasi mengenai kebenaran indentitas dan orang-orang yang atas
namanya suatu rekening dibuka atau atas namanya suatu transaksi dilakukan, yaitu dalam
hat terdapat keraguan mengenai apakah nasabah yang bersangkutan bertindak untuk
dirinya sendiri atau untuk pihak lain. Rekomendasi Nomor 12 : Lembaga-lembaga
keuangan diminta untuk memelihara, sekurang-kurangnya untuk selama 5 tahun, semua
catatan menganai transaksi-transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan dengan
nasabah, baik berupa transaksi-transaksi dalam negeri maupun internasional, untuk
memungkinkan lembaga-lembaga keuangan itu memenuhi permintaan dari otoritas yang
berwewenang meng nai informasi itu apabila diperlukan. Rekomendasi Nomor 13 : Setiap
negara, sudah barang tentu termasuk lembaga-lembaga keuangan dan negara tersebut,
diminta untuk memberikan perhatian pada ancaman-ancaman pencucian uang sehubungan
dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan dilaksanakannya transaksitransaksi
secara anonim, dan apabila perlu mengambil tindakan-tindakan pencegahan. Rekomendasi
Nomor 15 : Apabila lembaga-lembaga keuangan menaruh curiga bahwa dana-dana yang
disetor

66
Zona Hukum Vol. 10, No. 2, 2016

oleh nasabah berasal dari kegiatan, maka lembaga-lembaga keuangan diharuskan


untuk secepatnya melaporkan kecurigaannya itu kepada otoritas yang berwenang.
Rekomendasi Nomor 17 : Lembaga-lembaga keuangan para anggota direksinya, para
pejabatnya, dan para pegawainya diminta untuk tidak atau, apabila memadai, untuk
tidak diizinkan memberikan peringatan kepada para nasabahnya bahwa mengenai
informasi mengenai din nasabah yang bersangkutan sedang dilaporkan kepada otoritas
yang berwenang. Rekomendasi Nomor 18 : Lembaga-lembaga keuangan agar
menyampaikan laporan mengenai kecurigaan mereka sebagaimana dimaksudkan itu,
mematuhi instruksi-instruksi dan otoritas yang berwenang. Rekomendasi Nomor 20:
Agar lembaga-lembaga keuangan memastikan bahwa prinsipprinsip sebagaimana
dikemukakan di atas, diberlakukan juga bagi cabangcabang dan perusahaan-
perusahaan anak dimana lembaga-lembaga keuangan tersebut memiliki kepemilikan
mayoritas yang berlokasi di luar negeri, terutama berlokasi dinegara-negara yang tidak
atau tidak dengan cukup memberlakukan the forty Recommendations dari FATF. Dan
Rekomendasi FATF tersebut di atas pada intinya menganjurkan lembaga-lembaga
keuangan baik bank maupun non bank agar berupaya mengenal nasabahnya dan
mengatahui sumber dana yang di simpan atau digunakan oleh nasabah. Rekomendasi
inilah yang menjadi landasan bagi prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer).
Bank Indonesia untuk mencegah terjadinya Tindak pidana Pencucian Uang tercermin
dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip
mengenal nasabah (Know Your Customer Principles). Penerapan prinsip mengenal
nasabah dirasakan cukup mengejutkan karena selama ini prinsip perbankan adalah
tidak pernah melakukan intervensi atas urusan nasabah. Tujuan utama dari kewajiban
untuk memberikan indentitas adalah suatu tindakan pencegahan yang dapat
menghambat kemungkinan digunakannya Bank dalam kegiatan money laundering dan
hal itu akan meningkatkan reputasi bank. (Basel No.77)
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini sebagian besar
mengakomodir butir-butir rekomendasi dari Basel Committee on Banking Supervision
dalam Core Prinsiple for Banking Suvervision bahwa penerapan prinsip Mengenai
Nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan Bank serta
memperhatikan pula rekomendasi FATF bahwa prinsif yang dimaksud merupakan upaya
untuk mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana maupun sasaran tindak
pidana pencucian uang. Prinsip-prinsip Mengenal Nasabah bertujuan untuk membantu
Bank agar dapat mendeteksi sesegera mungkin setiap aktivitas yang mencurigakan yang
dilakukan oleh nasabah, memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan-ketentuan
perbankan yang berlaku, menegakkan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan,
mengurangi resiko dimanfaatkannya bank sebagai sasaran untuk melakukan aktivitas
kejahatan dan melindungi reputasi Bank. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor :
3/10/PBI/2001 ditentukan kewajiban Bank adalah: (1) Kewajiban bank untuk memiliki
kebijakan dan prosedur penerimaan nasabah, indentitas nasabah, pemantauan terhadap
rekening dan transaksi nasabah, serta manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan
prinsip mengenal nasabah. (2) Pembentukan unit kerja khusus atau penunjukan pejabat
Bank yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah (3) Larangan
Bank untuk melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah yang tidak memenuhi
ketentuan mengenai kebijakan penerimaan dan indentifikasi nasabah. (4) Kewajiban Bank
menatausahakan dokumen mengenai nasabah dalam jangka waktu 5 tahun sejak nasabah
menutup rekening di Bank serta melakukan pengkinian data. (5) Kewajiban Bank
memiliki sistem informasi yang dapat

67
Zona Hukum Vol. 10, No. 2, 2016

mengindentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif


mengenai karakter transaksi yang dilakukan nasabah (6) Kewajiban Bank untuk
memelihara profit nasabah. (7) Kewajiban Bank untuk melaporkan transaksi yang
mencurigakan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah diketahui
oleh Bank (8) Penerapan prinsip Mengenal Nasabah pada kantor Bank di luar negerai bagi
Bank yang berbadan hukum Indonesia (9) Pengecualian Peraturan ini bagi Walk in
Custumer (nasabah yang tidak mempunyai rekening di bank) sepanjang nilai transaksi
yang dilakukan tidak melebihi Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau nilai yang
setara dengan itu (10) Pengenaan sanksi administratif sesuai dengan pasal 53 ayat 2
Undang-Undang Perbankan bagi Bank yang melanggar peraturan ini. FATF sangat peduli
terhadap tersedianya informasi tentang orang/korporasi yang merupakan pemilik rekening
yang sebenamya (beneficial owner) yang mengawasi harta kekayaannya (termasuk dana di
Bank) yang berasal dari kejahatan. Orang/korporasi tersebut pada umumnya
meningkatkan penggunaan berbagai macam jenis badan hukum atau cara-cara untuk
menyembunyikan kekayaannya, yang merupakan bagian dari proses pencucian uang.
(FATF. 2002) Pada bulan Desember 2001 Bank Indonesia menetapkan 3/23/PBI/2001 PBI
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang
penerapan prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Custumer Policy) beserta pedoman
standar Mengenal Nasabah. Beberapa perubahan penting yang ditetapkan dalam ketentuan
tersebut adalah: (a) Kebijakan dan prosudur Mengenal Nasabah: Bank wajib membuat
pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah yang wajib disampaikan oleh
Bank Indonesia selambat-lambatnya pada tanggal 13 Pebruari 2001, Penyusunan pedoman
tersebut di atas wajib mengacu pada pedoman standar yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam SE BI Nomor' : 3/29/dpnp. tanggal 13 Desember
2001, Setiap perubahan pedoman tersebut wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak ditetapkan, Bank wajib menerapkan Mengenal
Nasabah terhadap nasabah sesuai dengan pedoman pelaksana penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah, (b) Bank wajib menerapkan prinsip Mengenal Nasabah dan melakukan
pengkinian data base nasabah yang sudah ada (existing customer) selambat-lambatnya
tanggal 13 Juni 2001; Bank wajib melaksanakan program pelatihan kepada karyawan
Bank mengenai prinsip Mengenal Nasabah selambat-lambatnya tanggal 13 Pebruari 2001;
Penerapan sistem informasi yang dapat mengindentifikasi, menganalisa, memantau dan
menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh
nasabah Bank sudah harus slap selambatlambatnya tangga 13 Juni 2001.

KESIMPULAN
Indonesia sebagai bahagian masyarakat dunia telah melakukan upaya dengan dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, untuk
mencegah agar intensitas kejahatan yang menghasilkan uang dalam jumlah besar dapat
diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian dan keamanan negara tetap terjaga. Bank
mempunyai kedudukan yang strategis atau pintu utama dalam proses pencucian uang, oleh
karena itu jasa Perbankan harus mengantisipasi masuknya uang dari hasil kejahatan.
Penerapan prinsip Mengenal Nasabah sebagai salah satu upaya untuk lebih mengenal
nasabahnya, bukan hanya sebatas mengetahui indentitas pribadi pemilik rekening dari
suatu bank, tetapi bertujuan agar bank dapat mendeteksi secara dini adanya indikasi
kegiatan transaksi yang melanggar hukum dari nasabahnya, sehingga

68
Zona Hukum Vol. 10, No. 2, 2016

Bank dapat terlindungi dari sasaran kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1992. Analisa dan Evaluasi Hukum Tertulis
Tentang Tindak Pidana Ekonomi (Money laundering).

Basel Committee Publications No. 77, Costomer Due Diligence for Bank

FATF secretariat. 2002. The Review of Forty Recommendations Financial Action Task
Force on Money Laundering, Paris

Black, Campbell Henry. 1990. Black s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn,
West Publishing Co.

Husien, Yunus & Zulkamacn Sitompul. 2000. Pensuapan, Prinsip Mengenal Nasahah
(Neh Bark dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Money Laundering,
Makalah pada Lokakarya Banks Associated Press.

Stessens, Guy. 2000. Money Laundering a New International Law Enforcemen Model,
Cambridge University Press.

Republik Indonesia, UU Nomor. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian


Uang Sebagaimana Telah diubah Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003.

69

Anda mungkin juga menyukai