Anda di halaman 1dari 87

Istilah “money laundering” diterjemahkan

dengan “pencucian uang,” (UU No 15 Tahun


2002, UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang (UUTPPU).
Melalui UUTPPU itu money laundering telah
dikategorikan sebagai kejahatan, baik yang
dilakukan perseorangan maupun oleh
korporasi.
Money laundering tsb sering pula dikaitkan
dg “kejahatan kerah putih” (white collar
crime).
Kecenderungan penjahat kelas kakap untuk
menyembunyikan asal usul uangnya
ditengarai sudah mjd bgn dari kehidupan
dunia kejahatan.”
Sutherland mengatakan bahwa konsep
white collar crime adalah suatu “crime
committed by a person of respectability and
Larangan money laundering sebagaimana diatur
dalam UUTPPU tersebut dilatarbelakangi dari
kegiatan money laundering yang sangat
berkaitan dengan dana-dana yang sangat besar
jumlahnya. Sementara itu, dana-dana yang
berasal dari kegiatan money laundering itu
sering disamarkan, dimana asal usul dana-dana
tersebut disembunyikan melalui jasa-jasa,
seperti jasa perbankan, asuransi, pasar modal
dan instrumen dalam lalu lintas keuangan.

Praktek money laundering yang demikian harus


dilarang disebabkan meningkatnya Praktik
money laundering dapat merugikan masyarakat
dan negara. Dengan perkataan lain Praktek
money laundering dapat mempengaruhi atau
merusak stabilitas perekonomian nasional.
Setidak-tidaknya terdapat tiga alasan menurut
pengamatan Guy Stessen dalam tulisannya
“Money Laundering, A New International Law
Enforcement Model” mempertanyakan mengapa
money laundering diberantas dan dinyatakan
sebagai tindak pidana.
Pertama, karena pengaruh money laundering pada
sistim keuangan dan ekonomi berdampak negatif
bagi perekonomian dunia, mslnya dampak negatif
thdp efektifitas penggunaan sumber daya dan
dana. Dg money laundering sumber daya dan dana
banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah
dan dapat merugikan masyarakat, disamping itu
dana-dana banyak yang kurang dimanfaatkan
secara optimal, misalnya dengan melakukan
“sterile investment” dlm bentuk property atau
perhiasan yg mahal.
Uang hasil tindak pidana diinvestasikan pada negara-
negara yg dirasakan aman utk mencuci uangnya,
walaupun hslnya lbh rendah. Uang hsl tindak pidana
ini dpt saja beralih dr st negara yg prekonomiannya
baik ke negara yg perekonomiannya kurang baik.
Karena pengaruh negatifnya pada pasar finansial dan
dampaknya dapat mengurangi kepercayaan publik
terhadap sistem keuangan internasional, money
laundering dapat mengakibatkan ketidakstabilan
pada perekonomian internasional dan ekonomi
nasional.
Fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga
mungkin juga merupakan akibat negatif dari
pencucian uang. Dengan berbagai dampak negatif itu
diyakini, bahwa money laundering dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.
Kedua, dengan ditetapkannya money
laundering sebagai tindak pidana akan lebih
memudahkan bagi aparatur penegak hukum
untuk menyita hasil tindak pidana yang
kadangkala sulit untuk disita, misalnya aset
yang susah dilacak atau sudah
dipindahtangankan kepada pihak ketiga.
Dengan cara ini pelarian uang hasil tindak
pidana dapat dicegah. Dengan demikian
pemberantasan tindak pidana sudah beralih
orientasinya dari “menindak pelakunya” ke
arah menyita “hasil tindak pidana”. Di banyak
negara dengan menyatakan money
laundering sebagai tindak pidana merupakan
dasar bagi penegak hukum untuk
mempidanakan pihak ketiga yang dianggap
menghambat upaya penegakan hukum.
Ketiga, dengan dinyatakan money
laundering sebagai tindak pidana
dan dengan adanya sistem
pelaporan transaksi dalam jumlah
tertentu dan transaksi yang
mencurigakan, maka hal ini lebih
memudahkan bagi para penegak
hukum untuk menyelidiki kasus
pidana sampai kepada tokoh-tokoh
yang ada dibelakangnya. Tokoh-
tokoh ini sulit dilacak dan ditangkap
karena pada umumnya mereka tidak
kelihatan pada pelaksanaan st
tindak pidana, ttp banyak menikmati
Anti-money laundering yg diatur berbagai
negara di dunia hampir sama dg
ketentuan United Nation Convention on
Against Illicit Trafic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances of 1988, atau
yang lebih dikenal UN Drugs Convention
atau Vienna Convention 1988, yg lahir di
Wina, Austria pd tgl 19 Desember 1988
dan ditandatangani 106 negara, yg kmdn
diratifikasi di Indonesia dg UU No. 7 Th
1997 .
Di Amerika Serikat, sblm lhrnya UN Drugs
Convention atau Vienna Convention 1988,
tlh memp. berbagai kttuan anti-money
laundering, seperti The Bank Secrecy Act
yg lahir thn 1970, Money Laundering
Central Act yang lahir tahun 1986.
Selanjutnya, lahir The Annunzio Wylie Act
dan Money Laundering Suppression Act yg
Adanya UN Drugs Convention itu muncul upaya
pemberantasan pencucian uang dalam tingkat
internasional, yang disebut “The International
Anti-Money Laundering Legal Regime.” Konvensi
itu merupakan kerangka untuk pengawasan
internasional terhadap pencucian uang. Hal ini
sejalan dengan ketentuan UN Drugs Convention
yang mewajibkan negara-negara penandatangan
menjadikan pencucian uang sebagai suatu
kriminal dan kejahatan berat.
Selanjutnya, diharuskan bagi negara-negara
mengambil langkah untuk membuat Undang-
Undang dan peraturan pelaksana Konvensi itu.
Menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai
suatu tindak pidana dan menetapkan untuk
mengambil langkah-langkah agar pihak yang
berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan
membekukan/menyita hasil perdagangan obat
bius.
Selain pengaturan UN Drugs Convention terdapat
pengaturan anti-money laundering atas dorongan
yang muncul dari the Financial Action Task Force on
Money Laundering (FATF), yang dibentuk oleh negara-
negara yang tergabung dalam Kelompok 7 negara (G-
7) pada waktu G-7 Summit di Perancis bulan Juli 1989.
Pd bulan April 1990 FATF memperluas pesertanya
mencakup pusat keuangan 15 negara dan saat ini
FATF telah memp. anggota 29 negara/teritorial dan 2
organisasi regional, seperti the European Commission
serta the Gulf Cooperation Council yang terdiri dari
pusat-pusat keuangan utama di Amerika Serikat,
Eropa dan Asia.
Sedangkan untuk wilayah Asia Pasifik terdapat the Asia
Pacific Group on Money Laundering (APG) yang lahir
tahun 1997, yaitu suatu badan kerjasama internasional
dalam pengembangan money laundering regime,
dimana anggotanya terdiri dari 26 anggota yang
tersebar di Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur
dan Pasifik Selatan, sejak tahun 2000 Indonesia telah
menjadi anggota APG tersebut.
Dalam upaya memberantas praktik money
laundering FATF telah mengeluarkan
rekomendasi yang paralel dengan UN Drug
Convention, yang mendorong agar negara-
negara menciptakan peraturan perundang-
undangan yang mengawasi “money
laundering.”
Selanjutnya, dengan revisi tahun 1996 FATF telah
mengeluarkan Rekomendasi yang berkaitan
dengan Praktik pencucian uang. Rekomendasi
tersebut mempunyai tiga ruang lingkup,
pertama, peningkatan sistim hukum nasional.
Kedua, peningkatan peranan sistim finansial.
Ketiga, memperkuat kerjasama internasional.
Rekomendasi FATF telah mjadi standar
internasional untuk pengukuran pencucian
uang yang efektif, dan FATF secara berkala
membahas para anggotanya apakah telah
mematuhi Rekomendasi FATF itu dan
memberikan usulan-usulan untuk perbaikan
upaya pemberantasan pencucian uang. FATF
Pemberantasan Praktik pencucian uang hrs
dilakukan, oleh karena para pelaku
pencucian uang terus mencari jalan untuk
mencapai tujuan illegal mereka .
Lebih jauh lagi hal itu telah menjadi bukti nyata
bagi FATF yang didapatkan melalui tindakan-
tindakan tipologisnya bahwa para
anggotanya telah memperkuat sistim mereka
untuk memberantas pencucian uang yang
telah dijalankan oleh para pelaku tersebut
untuk mengeksploitasi kelemahan hukum
yang ada dalam suatu negara. Hal itu
membuat tujuan kinerja FATF mempunyai
ruang lingkup untuk menyediakan suatu
standar internasional yang akan diterapkan
oleh pusat-pusat financial dalam upaya
mencegah, mendeteksi dan mengatur
pencucian uang.
Berbagai negara di dunia telah mengadopsi
standar internasional tersebut yang
selanjutnya dibuat sebagai pedoman baku
Pengaturan anti-money laundering di Indonesia
berkaitan dg keputusan FATF yg merupakan satgas
dari Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) tanggal 22 Juni 2001, dimana
dlm keputusan tsb Indonesia dimasukkan sbg salah
satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak
kooperatif (non-cooperative countries and teritories)
untuk memberantas Praktik money laundering.
Pada awalnya untuk pengaturan anti-money laundering
di Indonesia sejalan pula dgn ketentuan-ketentuan
dari lahir Basle Committee on Banking Regulations
dan Supervisory Practices yang lahir pada tahun
1998, yg terdiri dari perwakilan-perwakilan Bank
Central dan Badan-badan Pengawas negara-negara
industri. Dalam ketentuan-ketentuan itu bank harus
mengambil langkah-langkah yang masuk akal
menetapkan identitas nasabahnya, yang kemudian
dikenal dengan “Know Your-Customer Rule.”
Money Laundering (Pencucian Uang) :
Perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud menyembunyikan,
atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah
Unsur-unsur universal dalam pencucian
uang :
2. Transaksi keuangan atau alat keuangan
atau
financial
4. Merupakan hasil tindak pidana
5. Menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah.
Dalam TPPU, “hasil tindak pidana” inilah
yang merupakan unsur-unsur delik
yang harus dibuktikan, karena hasil
tindak pidana nantinya akan berada
pada pasal-pasal yang memuat
ancaman hukuman, sehingga tindak
pidana asal (predicate crime) tidak
Transaksi Keuangan Mencurigakan :
2. Transaksi keuangan yang
menyimpang dari profil, karakteristik,
atau kebiasaan pola transaksi dari
nasabah yang bersangkutan;
3. Transaksi keuangan oleh nasabah
yang patut diduga dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari pelaporan
transaksi yang bersangkutan yang
wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa
Keuangan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini;
4. Transaksi keuangan yg dilkukan atau
batal dilkukan dg menggunakan Harta
Hasil Tindak Pidana adalah Harta
Kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana:
b. Korupsi;
c. Penyuapan;
d. Penyelundupan barang;
e. Penyelundupan tenaga kerja;
f. Penyelundupan imigran;
g. Di bidang perbankan;
h. Di bidang Pasar Modal;
i. Di bidang asuransi;
j. Narkotika;
k. Psikotropika;
a. Perdagangan senjata gelap;
b. Penculikan;
c. Terorisme;
d. Pencurian;
e. Penggelapan;
f. Penipuan;
g. Pemalsuan uang;
h. Perjudian;
i. Prostitusi;
j. Di bidang perpajakan;
k. Di bidang kehutanan;
l. Di bidang lingkungan hidup;
a. Di bidang kelautan;
b. atau tindak pidana lainnya yang
diancam pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih, yang dilakukan di
wilayah Negara Republik Indonesia
dan tindak pidana tersebut juga
merupakan tindak pidana menurut
hukum Indonesia.
3) Harta kekayaan yang dipergunakan
secara langsung atau tidak
langsung untuk kegiatan terorisme
dipersamakan sebagai hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf n.
Dengan demikian money laundering
merupakan suatu praktik
menyamarkan atau
menyembunyikan asal-usul
pendapatan atau kekayaan,
sehingga dapat digunakan dengan
tanpa diketahui bahwa pendapatan
atau kekayaan tersebut pada
mulanya berasal dari praktik yang
illegal. Artinya, dengan money
laundering tersebut pendapatan
atau kekayaan yang pada mulanya
berasal dari praktik yang illegal
dapat diubah menjadi pendapatan
atau kekayaan yang seolah-olah
Pada umumnya terdapat tiga metode yang
digunakan dalam money laundering, antara
lain :
Pertama, penempatan (placement) merupakan
upaya menempatkan uang tunai yang
berasal dari tindak pidana ke dalam sistem
keuangan (financial system) atau upaya
menempatkan uang giral (cheque, wesel
bank, sertifikat deposito, dan lain-lain)
kembali ke dalam sistem keuangan,
terutama sistem perbankan. Dalam proses
penempatan uang tunai ke dalam sistem
keuangan ini, terdapat pergerakan fisik uang
tunai baik melalui penyelundupan uang tunai
dari suatu negara ke negara lain,
penggabungan antara uang tunai yang
berasal dari kejahatan dengan uang yang
diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, atau
Kedua, transfer (layering) merupakan upaya
untuk mentransfer harta kekayaan, berupa
benda bergerak atau tidak bergerak yang
berwujud maupun tidak berwujud, yang
berasal dari tindak pidana yang telah
berhasil masuk ke dalam sistem keuangan
melalui penempatan (placement). Dalam
proses ini terdapat rekayasa untuk
memisahkan uang hasil kejahatan dari
sumbernya melalui pengalihan dana hasil
placement ke beberapa rekening atau lokasi
tertentu lainnya dengan serangkaian
transaksi yang kompleks yang didesain
untuk menyamarkan/mengelabui sumber
dana “haram” tersebut. Layering dapat
pula dilakukan dengan transaksi jaringan
internasional baik melalui bisnis yang sah
atau perusahaan-perusahaan “shell”
(perusahaan mempunyai nama dan badan
Ketiga, menggunakan harta kekayaan
(integration), suatu upaya menggunakan
harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana yang telah berhasil masuk ke
dalam sistem keuangan melalui placement
atau layering sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan “halal”. Proses ini
merupakan upaya untuk mengembalikan
uang yang telah dikaburkan jejaknya
sehingga pemilik semula dapat
menggunakan dengan aman. Disini uang
yang di ‘cuci’ melalui placement maupun
layering dialihkan ke dalam kegiatan-
kegiatan resmi sehingga tampak seperti
tidak berhubungan sama sekali dengan
aktivitas kejahatan yang menjadi sumber
Pasal 3 ayat (1) menentukan : setiap orang
yang dengan sengaja :
b. Menempatkan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana ke dalam
Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama
sendiri atau atas nama pihak lain;
c. Mentansfer harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana dari
suatu Penyedia Jasa Keuangan ke
Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik
atas nama sendiri atau atas nama pihak
lain;
d. Membayarkan atau membelanjakan harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik itu atas namanya sendiri
a. Menghibahkan atau
menyumbangkan harta kekayaan
yg diketahuinya atau patut
diduganya mrpkan hasil tindak
pidana, baik itu atas namanya
sendiri atau atas nama pihak lain
b. Menitipkan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana,
baik itu atas namanya sendiri atau
atas nama pihak lain
c. Membawa ke LN harta kekayaan yg
diketahuinya atau patut diduganya
g. Menukarkan atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana
dengan mata uang atau surat
berharga lainnya, dengan maksud
menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta
kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana, dipidana karena
tindak pidana pencucian uang
dengan pidana penjara paling
singkat 5 tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling
Pasal 4 :
2) Apabila tindak pidana dilakukan oleh
pengurus dan/kuasa pengurus atas nama
korporasi, maka penjatuhan pidana
dilakukan baik terhadap pengurus dan/atau
kuasa pengurus maupun terhadap
korporasi;
3) Pertanggungjawaban pidana bagi pengurus
korporasi dibatasi sepanjang pengurus
mempunyai kedudukan fungsional dalam
struktur organisasi korporasi;
4) Korporasi tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana
terhadap suatu tindak pidana pencucian
uang yang dilakukan oleh pengurus yang
mengatasnamakan korporasi, apabila
perbuatan tersebut dilakukan melalui
kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup
1) Hakim dapat memerintahkan supaya
pengurus korporasi menghadap
sendiri di sidang pengadilan dan
dapat pula memerintahkan supaya
pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.
2) Dalam hal tindak pidana dilakukan
oleh korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan penyerahan surat
panggilan tersebut disampaikan
kepada pengurus di tempat tinggal
pengurus atau di tempat pengurus
berkantor.
Pidana pokok yang dijatuhkan
terhadap korporasi adalah :
• Denda dgn ketentuan maksimum
pidana denda ditambah 1/3.
• Pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha dan/atau
pembubaran korporasi yang diikuti
dengan likuidasi.
Pasal 6 ayat (1) :
Setiap orang yang menerima atau menguasai :
c. Penempatan;
d. Pentransferan;
e. Pembayaran;
f. Hibah;
g. Sumbangan;
h. Penitipan; atau
i. Penukaran,
Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana di
pidana dengan pidana penjara paling singkat 5
tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,-
UUTPPU itu membedakan tindak pidana
pencucian uang menjadi dua kelompok
antara lain
 “Tindak Pidana Pencucian Uang,” (Pasal 3
sampai Pasal 7 UUTPPU) dan
 “Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan
Tindak Pidana Pencucian Uang” (Pasal 8
sampai Pasal 12).

Hal-hal yang termasuk dalam tindak pidana


pencucian uang adalah sebagai berikut :
“ Stp orang yg dg sengaja melakukan
tindakan atas harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduganya hasil tindak
pidana baik atas nama sendiri atau atas
nama pihak lain dg:
 menempatkan harta kekayaan.
 memindahkan harta kekayaan (transfer).
 membayarkan atau membelanjakan harta
kekayaan.
 menghibahkan atau menyumbangkan harta
kekayaan.
 menitipkan harta kekayaan.
 membawa ke luar negeri harta kekayaan.
 menukarkan harta kekayaan atau perbuatan
lain, Dengan mksd menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan
tsb yg diketahuinya atau patut diduganya
mrpkan hsl tindak pidana.
 Setiap orang yang melakukan percobaan,
pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana pencucian uang.
 Setiap orang yg menerima dan menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan
yg diketahuinya atau patut diduganya berasal dr
tindak pidana.
 Setiap orang di luar wilayah negara RI yg
memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau
keterangan untuk terjadinya TPPU.
Atas perbuatan tsb dipidana karena kejahatan dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan plg
lama 15 (lima belas) tahun denda plg sedikit Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan plg banyak
Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
Sedangkan tindak pidana lain yang berkaitan dengan
tindak pidana pencucian uang adalah :
2. Pasal 8 :
Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja
tidak menyampaikan laporan kepada PPATK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
di pidana dngan pidana denda paling sedikit Rp.
250.000.000,- dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,-
 Pasal 9 : Setiap orang yg tidak melaporkan uang
tunai berupa rupiah sejmlah Rp. 100.000.000,-
atau lebih atau mata uang asing yang nilainya
setara dengan itu yang dibawa ke dalam atau ke
luar wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana
dengan pidana denda paling sedikit Rp.
100.000.000,- dan paling banyak Rp.
300.000.000,-
1. PPATK, penyelidik, saksi,
penuntut umum, hakim, atau
orang lain yang bersangkutan
dengan tindak pidana pencucian
uang yang sedang diperiksa
melanggar ketentuan larangan
menyebut identitas pelapor
dipidana penjara paling singkat 1
(satu) dan paling lama 3 (tiga)
tahun.
Kewajiban pelaporan yang diberikan oleh
penyedia jasa keuangan kepada PPATK
diatas adalah :
b. Transaksi keuangan yang mencurigakan;

c. Transaksi keuangan yang dilakukan


secara tunai dalam jumlah kumulatif
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya
setara baik dalam satu kali transaksi
maupun beberapa kali transaksi dalam 1
(satu) hari kerja.
 Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat 1a UU
baru disebutkan bahwa perubahan
besarnya jumlah transaksi keuangan
yang dilakukan secara tunai ditetapkan
Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK)

UUTPPU telah menentukan tugas dan


wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK), dimana
PPATK itu merupakan lembaga yang
independen dan bertanggung jawab
kepada Presiden.
Tugas PPATK tersebut antara lain,
pertama, mengumpulkan, menyimpan,
menganalisis dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh sesuai Undang-Undang ini.
kedua, memberikan rekomendasi kepada
pemerintah mengenai upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana
Wewenang PPATK antara lain :
pertama, meminta dan menerima
laporan dari Penyedia Jasa
Keuangan,
kedua, meminta informasi
mengenai perkembangan
penyidikan atau penuntutan
kepada penyidik atau penuntut
umum,
ketiga, melakukan audit terhadap
Penyedia Jasa Keuangan
Secara jelas hal ini diatur dalam UUTPPU
sebagaimana diuraikan di bawah ini :
2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan dibentuk untuk melakukan
pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang. PPATK adalah
lembaga independen dan bertanggung jawab
kepada Presiden.
3. Dalam melaksanakan tugasnya PPATK bebas
dari campur tangan kekuasaan pemerintah
dan phk lain.
Pimpinan PPATK wajib menolak setiap campur
tangan dari pihak manapun juga dalam
pelaksanaan tugasnya.
5. PPATK berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia dan dapat memiliki kantor
perwakilan di daerah dalam hal diperlukan.
6. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, PPATK
Tugas PPATK:
1. mengumpulkan, menyimpan, menganalisis,
mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh
PPATK sesuai dengan undang-undang;
2. memantau catatan dalam buku daftar
pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa
Keuangan;
3. membuat pedoman mengenai tata cara
pelaporan Transaksi Keuangan mencurigakan;
4. memberikan nasihat dan bantuan kepada
instansi yang berwenang tentang informasi
yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan
undang-undang;
5. mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada
penyedia jasa keuangan tentang
kewajibannya yang ditentukan dalam
undang-undang ini atau dengan peraturan
1. memberikan rekomendasi kepada
pemerintah mengenai upaya-upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang;
2. melaporkan hasil analisis transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana
pencucian uang kepada kepolisian dan
kejaksaan;
3. membuat dan memberikan laporan
mengenai hasil analisis transaksi
keuangan dan kegiatan lainnya secara
berkala 6 (enam) bulan sekali kepada
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap penyedia jasa
keuangan.
Wewenang PPATK:
b. meminta dan menerima laporan dari
penyedia jasa keuangan;
c. meminta informasi mengenai
perkembangan penyelidikan atau
penuntutan terhadap tindak pidana
pencucian uang yang telah dilaporkan
kepada penyidik atau penuntut umum.
d. melakukan audit terhadap penyedia jasa
keuangan mengenai kepatuhan
kewajiban sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang TPPU dan
terhadap pedoman pelaporan mengenai
transaksi keuangan.
e. memberikan pengecualian kewajiban
Struktur Organisasi PPATK
1.Seorang Kepala dan dibantu
oleh paling banyak 4 orang Wakil
Kepala.
2.Kepala dan Wakil kepala
diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri
Keuangan.
3.Masa jabatan kepala dan wakil
kepala adalah 4 (empat) tahun
dan dapat diangkat kembali
Syarat Kepala dan Wakil Kepala PPATK :
2. Warga Negara Indonesia.
3. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga
puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya
60 (enam puluh) tahun pada saat
pengangkatan.
4. Sehat jasmani dan rohani.
5. Takwa, jujur, adil, dan memiliki integritas
pribadi yang baik.
6. Memiliki keahlian dan pengalaman di
bidang perbankan, lembaga pembiayaan,
perusahaan efek, pengelola reksa dana,
hukum, atau akuntansi.
7. Tidak merangkap jabatan atau pekerjaan
lain; dan
8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara.
Pelaporan
 Penyedia Jasa Keuangan wajib melaporkan
kepada PPATK :
– Transaksi keuangan yang mencurigakan;
– Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai
dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang
nilainya setara baik dalam satu kali transaksi
maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari
kerja.
 Penyampaian laporan paling lambat 14
(empat belas) hari kerja terhitung setelah
diketahui oleh penyedia jasa keuangan atau
sejak tanggal transaksi dilakukan.
– Ditjen. Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan
tentang informasi yang diterimanya selama jangka
waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK mengenai
uang tunai yang berjumlah Rp. 100.000.000,- atau
lebih yang dibawa oleh siapapun baik dari maupun
ke dalam wilayah Republik Indonesia dengan
Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan
Di Sidang Pengadilan
a. Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di
Sidang Pengadilan terhadap tindak pidana
pencucian uang, dilakukan berdasarkan
hukum acara pidana yang berlaku, kecuali
ditentukan lain dalam UUTPPU ini.
b. PPATK wajib menyerahkan hasil analisis
kepada penyidik untuk ditindak lanjuti dalam
hal ditemukan adanya petunjuk atas dugaan
telah ditemukannya transaksi yang
mencurigakan.
c. Penyidik, penuntut umum, atau hakim
berwenang memerintahkan kepada penyedia
jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran
terhadap harta kekayaan setiap orang yang
telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik,
a. Untuk kepentingan pemeriksaan dalam
perkara tindak pidana pencucian uang,
maka penyidik, penuntut umum, atau
hakim berwenang untuk meminta
keterangan dari penyedia jasa keuangan
mengenai harta kekayaan setiap orang
yang telah dilaporkan oleh PPATK,
tersangka, atau terdakwa.
b. Dalam meminta keterangan oleh
penyidik, penuntut umum, atau hakim
tidak berlaku ketentuan undang-undang
yang mengatur tentang rahasia bank dan
kerahasiaan transaksi keuangan lainnya.
c. Apabila telah diperoleh bukti yang cukup
sebagai hasil pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap terdakwa, hakim
memerintahkan penyitaan terhadap
harta kekayaan yang diketahui atau
patut diduga hasil tindak pidana yang
 Untuk kepentingan pemeriksaan di
sidang pengadilan, terdakwa wajib
membuktikan bahwa harta
kekayaan yang dimiliki atau
dikuasai bukan merupakan hasil
tindak pidana.
 Dalam hal pemeriksaan di sidang
pengadilan terdakwa tindak pidana
pencucian uang telah dipanggil 3
(tiga) kali secara sah tidak hadir
tanpa alasan yang sah, maka
majelis hakim dengan putusan sela
dapat meneruskan pemeriksaan
Alat Bukti
a.Keterangan saksi, yaitu saksi sbgmn
ditentukan dlm KUHAP termsk jg
ktrgan anggota PPATK yg mlakukan
penyelidikan;
b.Keterangan ahli;
c. Surat;
d.Petunjuk;
e.Keterangan terdakwa di sidang
pengadilan;
f. Alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronis, dengan
alat optik atau alat lain yang serupa
g.Dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 7 UUTPPU, yaitu
: data, rekaman atau informasi yang
dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan
dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang diatas
kertas, benda fisik apapun selain
kertas, atau yang terekam secara
elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada :
 tulisan, suara, atau gambar.
 peta, rancangan, foto, atau
sejenisnya.
 huruf, tanda, angka, simbol, atau
Perlindungan Bagi Pelapor Dan Saksi
2. PPATK, penyidik, penuntut umum,
atau hakim wajib merahasiakan
identitas pelapor. Apabila hal ini
dilanggar maka pelapor atau ahli
warisnya berhak untuk menuntut
ganti kerugian melalui pengadilan.
3. Setiap orang yang melaporkan
terjadinya dugaan atau
memberikan kesaksian terhadap
tindak pidana pencucian uang,
wajib diberi perlindungan khusus
oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri,
jiwa, dan/atau hartanya, termasuk
1. Disidang pengadilan, saksi,
penuntut umum, hakim, dan orang
lain yang bersangkutan dengan
tindak pidana pencucian uang yang
sedang dalam pemeriksaan dilarang
menyebut nama atau alamat
pelapor, atau hal-hal lain yang
memungkinkan dapat terungkapnya
identitas pelapor.
2. Pelapor dan/atau saksi tidak dapat
dituntut baik secara perdata atau
pidana atas pelaporan dan/atau
kesaksian yang diberikan oleh yang
Kendala dalam pembuktian tindak pidana
pencucian uang, salah satunya karena
begitu luasnya cakupan pidana seperti
diatur dalam Pasal 2 UU No. 25 Tahun
2003 tentang TPPU yang menyebutkan
bahwa hasil tindak pidana money
laundering adalah harta kekayaan yang
diperoleh dari 25 tindak pidana. Poin ke-
25 menyatakan, hasil dari tindak pidana
lain yang ancaman hukumannya maksimal
empat tahun juga termasuk pencucian
uang. Jadi lingkupnya memang sangat
luas,".
Selama ini polisi menyelidiki tindak pidana
pencucian uang dengan dua pola.
Pertama, menelusuri aliran uang dari
transaksi mencurigakan yang dilaporkan
 PPATK berencana mengaudit sendiri bank-
bank yang dianggap kurang kooperatif
dalam upaya memberantas tindak pidana
pencucian uang. "Lima bank dianggap
tidak kooperatif karena tidak memenuhi
undangan BI untuk membicarakan upaya
memberantas tindak pidana pencucian
uang,"
 Hingga saat ini, PPATK telah menerima
1.106 laporan transaksi keuangan
mencurigakan (LTKM). Dari jumlah itu,
1.097 laporan berasal dari bank,
sedangkan sisanya dari perusahaan efek,
tiga dari pedagang valuta asing, satu dari
dana pensiun, dan satu dari lembaga
pembiayaan.
 Dari hasil analisis yang disampaikan ke
Rezim anti pencucian uang di Indonesia
dibangun dengan melibatkan berbagai
komponen, yaitu :
1. Sektor keuangan (financial sector)
yang terdiri dari pihak pelapor
(reporting parties-penyedia jasa
keuangan) dan pengawas & pengatur
industri keuangan. Walaupun tidak
termasuk dalam sistem keuangan dan
pihak pelapor, Ditjen Bea dan Cukai
dapat dikelompokkan dalam sektor ini
karena berperan dalam menyampaikan
laporan kpd PPATK. Namun apbl dilht
dari kwenangannya, dpt jg Ditjen Bea
2. PPATK sebagai intermediator
(penghubung) antara financial
sector  dan  law enforcement/judicial
sector. Dalam kedudukan ini, PPATK
berada di tengah-tengah antara
sektor keuangan dan sector
penegakan hukum untuk melakukan
seleksi melalui kegiatan analisis
terhadap laporan (informasi) yang
diterima, yang hasil analisisnya 
untuk diteruskan kepada  penegak
hukum. Dalam kegiatan analisis
tersebut, PPATK menggali informasi
keuangan dari berbagai sumber baik
dari instansi dalam negeri maupun
3. Sektor penegakan hukum (law
enforcement/judicial sector) yaitu
Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan.
Hasil analisis yang diterima dari PPATK,
inilah yang menjadi dasar dari penegak
hukum untuk diproses sesuai hukum
acara yang berlaku.      
Di samping itu, terdapat pihak lain yang
mendukungnya yaitu Presiden, DPR,
Komite Koordinasi TPPU, Publik, lbg
internasional dan instansi terkait
dalam negeri spt Komisi
Pemberantasan Korupsi, Direktorat
Jenderal Pajak, Dir. Jen. Bea dan Cukai,
 Di bawah ini diuraikan secara singkat peran,
tugas dan tanggung jawab setiap komponen
tersebut.
1. Pihak Pelapor atau Penyedia Jasa Keuangan
(Reporting Parties) UU TPPU mendefinisikan
Penyedia Jasa Keuangan (PJK) adalah setiap
orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan
atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan
termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga
pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa
dana, kustodion, wali amanat, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta
asing, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan
kantor pos.PJK memiliki kewajiban menyampaikan
kepada PPATK berupa Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan
Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 UU TPPU.
2. Pengawas dan Pengatur Industri Keuangan.
a. Bank Indonesia
 Bank Indonesia adalah bank sentral yang memiliki
tugas dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Sesuai
UU BI, Bank Indonesia memiliki tugas dan tanggung
jawab utama menjaga dan memelihara stabilitas nilai
rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank
Indonesia memiliki kewenangan menetapkan
kebijakan moneter, memelihara dan mengatur system
pembayaran dan mengatur serta mengawasi bank.
Dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan
pengawasan bank, sesuai UU No. 7 tahun 1992
sebagaimana diubah dengan UU No.10 tahun 1998
Bank Indonesia memiliki kewenangan memberikan
izin, mengatur, mengawasi dan memberikan sanksi
terhadap bank (Bank Umum dan BPR).
Sebagai otoritas pengawas bank, Bank Indonesia
bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan anti-
money laundering (AML) policy, termasuk didalamnya
Peraturan-peraturan tentang Prinsip
Mengenal Nasabah adalah :
• Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001
tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
Customer Principles).
• Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001 t

• Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003 t


1. Peraturan Bank Indonesia No. 5/23/PBI/2003 tangga
dan lampiran
2. Surat Edaran No. 3/29/DPNP tanggal 13 Desember 2
.
3. Surat Edaran No. 5/32/DPNP tanggal 4 Desember 20
dan lampiran
4. Surat Edaran No. 6/37/DPNP tanggal 10 September
dan lampiran
b. BAPEPAM (Capital Market Supervisory Agency) -
Lembaga Keuangan Pedoman, pengaturan dan
pengawasan terhadap pasar modal dan lembaga
keuangan non bank menjadi tanggung jawab
BAPEPAM –LK agar kegiatan pasar modal dan
lembaga keuangan dilaksanakan secara fair dan
efisien serta dapat melindungi kepentingan
investor dan public sebagaimana diatur dalam UU
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal untuk
kegiatan pasar modal dan peraturan perundang-
undangan lain untuk kegiatan lembaga keuangan
non bank. Di samping itu, sebagai regulator
Bapepam- LK juga turut berperan aktif dalam
mengawasi pelaksanaan KYC Principles bagi
industri pasar modal dan lembaga keuangan.
3. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan
(PPATK)PPATK adalah lembaga independen,
bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang
bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang sesuai dengan UU TPPU. PPATK
merupakan lembaga intelijen di bidang keuangan
(financial intelligence unit-FIU). Pasal 26, PPATK
antara lain bertugas mengumpulkan informasi,
melakukan analisis dan mengevaluasi informasi.
Dalam pengumpulan informasi, disamping menerima
laporan transaksi keuangan mencurigakan dan
laporan transaksi keuangan tunai, PPATK juga
menerima dari Ditjen Bea dan Cukai berupa laporan
pembawaan uang tunai keluar masuk wlyah pabean RI
senilai Rp 100 juta atau lebih. Apbl dr hsl analisis tdpt
indikasi tindak pidana pencucian uang, mk hasil
analisis tsb disampaikan kpd Kepolisian dan
Kejaksaan.
4.Aparat Penegak Hukum (Kepolisian,
Kejaksaan dan Peradilan). Berdasarkan
laporan hasil analisis PPATK, Kepolisian
selaku penyidik melakukan penyelidikan
dan penyidikan untuk membuat terang
suatu kasus dengan mencari bukti untuk
menentukan apakah terdapat indikasi tindak
pidana pencucian uang atau tidak. Apabila
dalam penyidikan diperoleh bukti yang
cukup, selanjutnya berkas perkara
diteruskan kepada Kejaksaan untuk
pembuatan dakwaan atau tuntutan dalam
sidang pengadilan.
5. Presiden, DPR, Publik dan Komite Koordinasi TPPU
Di samping DPR.
Stp 6 bln sekali Presiden menerima laporan kinerja
pembangunan rezim anti pencucian uang dari PPATK
yg akan digunakan oleh Pemerintah dan DPR dlm
mengevaluasi pembangunan rezim anti pencucian
uang guna mntpkan kebijakan umum dlm pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Laporan ini jg dilaporkan ke publik dlm rangka
transparansi dan akuntabilitas PPATK. Mengingat
badan pelaksana (implementing agency)
pembangunan rezim anti pencucian uang cukup
banyak, diperlukan koordinasi yang efektif dan
berkesinambungan. Melalui Kep. Pres No.1 Tahun
2004 tgl 5 Januari 2004 dibentuk Komite Koordinasi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, yang diketuai oleh Menko
Polhukkam, Wakil Ketua Menko Perekonomian,
sekeretaris Kepala PPATK, dan beranggotakan 17
pimpinan instansi terkait.
Peran penyedia jasa keuangan sgt penting dlm
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang. Apabila terjadi atau
diduga adanya transaksi keuangan yang
mencurigakan, pihak penyedia jasa keuangan
(seperti perbankan, asuransi atau lembaga
keuangan lainnya) berkewajiban untuk
melaporkan kepada PPATK. Pihak penyedia jasa
keuangan dalam membantu upaya pencegahan
terjadinya tindak pencucian uang ini berpedoman
kepada Pedoman Umum Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
bagi Penyedia Jasa Keuangan yang dikeluarkan
oleh PPATK yaitu Keputusan Kepala Pusat
Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan No:
2/1/Kep.PPATK/2003.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh PPATK, maka
badan ini akan melaporkan hasil analisis yang
berindikasikan tindak pidana kepada pihak
kepolisian atau kejaksaan bila memang ada
Kejahatan Pencucian Uang Contohnya : illegal
logging, perdagangan obat-obatan terlarang,
penyelundupan barang, penyelundupan tenaga
kerja, terorisme, penyuapan, korupsi dan
kejahatan-kejahatan kerah putih lainnya.
Dalam perkembangannya, kasus pencucian uang
di negara-negara lain cukup variatif sesuai
dengan kharakteristik tindak pidana di masing-
masing negara yang bersangkutan. Di
Indonesia, kasus pencucian uang masih relatif
sedikit baik dari jumlah kasus yang telah
diputus oleh pengadilan dan jumlah uang yang
dicuci. Hal ini belum mencerminkan kondisi
yang sesungguhnya apabila
mempertimbangkan tingkat kejahatan yang
Putusan PerkaraTindak Pidana Pencucian Uang
2. Putusan Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.254/Pid.B/2005/PN.Jkt. Sel tanggal 27 Juni 2005 dan Putusan
PT Jakarta No.119/PID/2005/PT.DKI tanggal 18 Ags 2005 atas
nama Lukman Hakim.
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.956/Pid.B/
2005/PN.Jak. Sel tanggal 21 Sept 2005 atas nama Tony Chaidir
Martawinata
4. Putusan PN Medan No. No.873/Pid.B/2005/PN.Mdn tanggal 31
Agustus 2005 Jasmarwan als. Ijas als. Hendrik Sihombing als.
Rikardo Ginting
5. Putusan PN Jakarta Pusat No.1056/ Pid.B/ 2005/ PN.Jkt.Pst
tanggal 25 Oktober 2005 dan Putusan PT DKI Jakarta No.211/PID/
2005/PT.DKI tanggal 4 Januari 2006 Ie Mien Sumardi.
6. Putusan PN Kebumen No.122/Pid.B/2005/PN.Kbm, Tanggal 31
Oktober 2005 dan Putusan PT. Jawa Tengah No. 265/Pid/
2005/PT.Smg, Tanggal 17 Januari 2006 Dra. Anastia Kusmiati
Pranoto alias Mei Hwa
7. Putusan PN Kebumen No.123/Pid.B/2005/PN.Kbm, tanggal 31
Oktober 2005 dan Putusan PT. Jawa Tengah No. 266/Pid/
2005/PT.Smg, tanggal 17 Januari 2006 atas nama Herry Robert.
1. Putusan PN Jakarta Pusat No.
1032/PID.B/2005/PN.JKT.PST an. Suardi dan
Suhandi
2. Putusan PN Jakarta Barat
No.1145/PID.B/2007/PN.JKT.BRT tanggal 9
Agustus 2007 dan Putusan PT. Yakarta No.
367/PID/ 2007/PT.DKI tanggal 17 Januari 2006
atas nama Vincentius Amin Sutanto.
3. Putusan PN Jakarta Barat
No.1145/PID.B/2007/PN.JKT.BRT tanggal 9
Agustus 2007 atas nama Hendri Susilo al.
Ricky Bunjaya al. Oen Kiang Tjik dan
Agustinus Ferry Sutanto al. Chin Ci Fen.
4. Putusan PN Bandung
No.1072/PID.B/2007/PN.Bdg atas nama Moch.
a.   Perkara. Lukman Hakim di BII Capem Senen
► Terdakwa dimintai tolong oleh Sdr. Ade Suhidin pemilik PT.
Kharisma International Hotel untuk mencarikan pinjaman dana.
Atas bantuan Sdr. Tony Ch. Martawinata yang mempunyai koneksi
di PT. PUSRI dan Ir. Wahyu Hartanto selaku Kepala Cabang
Pembantu BII Senen,  upaya tersebut ditindaklanjuti dengan
menghubungi Sdr. Bunyamin Ibrahim selaku Direktur Utama Dana
Pensiun Pusri (Dapensri), dan disepakati Dapensri akan
menempatkan deposito berjangka di BII KCP Senen Jakarta.
Selanjutnya pada tanggal 4 September 2003 Sdr. Bunyamin
Ibrahim mengirim surat kepada Pimpinan Bank Mandiri KCP Pusri
Palembang (tempat dimana dana Dapensri ditempatkan) untuk
melakukan pemindahbukuan dananya sebesar Rp.
25.000.000.000,00 ke BII KCP Senen Jakarta dalam bentuk
deposito, yang kemudian dilaksanakan pada tanggal 8 September
2005 melalui sarana RTGS dengan sandi No. 0160131. Ternyata
dana tersebut oleh Ir. Wahyu Hartanto tidak didepositokan tetapi
dipindahkan lagi ke rekening Giro PT. Kharisma International Hotel
yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kemudian pada tanggal 15
September dilaksanakan lagi pemindah-bukuan dana Dapensri
sebesar Rp. 6.000.000.000.000 ke rekening Giro PT. Kharisma
International Hotel. Atas terlaksananya penempatan dana Dapensri
tersebut, Terdakwa telah menyerahkan 3 lembar cek masing-
masing senilai Rp. 1.500.000.000,00, Rp. 360.000.000,00, dan
Rp.800.000.000 sebagai komisi kepada  Tony Ch. Martawinata.
Atas kasus ini, pengadilan menyatakan Terdakwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana pencucian uang secara berlanjut (Pasal 3
b. Perkara atas nama Tony Ch. Martawinata di BII
Capem Senen.
► Sama dengan kasus posisi di atas, dalam hal ini
terdakwa telah menerima pembayaran dari
Lukman Hakim dalam bentuk cek sebanyak 3
lembar masing-masing senilai Rp.
1.500.000.000,00, Rp. 360.000.000,00, dan
Rp.800.000.000 sebagai komisi. Ata perbuatan
sejak proses awal dan penerimaan komisi hasil
tindak pidana tersebut, Terdakwa dinyatakan
terbukti bersalah melakukan tindak pidana
“pencucian uang secara berlanjut” sehingga
dijatuhi pidana pidana penjara sesuai Pasal 3
(1) huruf c jo. Pasal 2 (1) huruf  f  UU No. 25
Tahun 2003 jo. Pasal 64 (1) KUHP) selama 8
c.   Perkara Jasmarwan (Bank Lippo Kantor Kas USU) di PN Medan.
► Terdakwa membuka beberapa rekening dengan identitas palsu
setelah sebelumnya meminta bantuan Nirmala untuk membuat
beberapa KTP dengan identitas palsu. Rekening-rekening yang
dibuka tersebut antara lain rekening No. 361-10-10762-1 a.n.
Vektor Hutauruk di Bank Lippo Kantor Kas USU Jl. Dr. Mansyur
Medan, rekening No.361-10-10723-2 a.n. Hendrik Sihombing di
Bank Lippo Kantor Kas USU, Jl. Dr. Mansyur Medan, dan rekening
No. 672-10-02924 a.n. Rikardo Ginting di Bank Lippo Kantor Kas
Ahmad Yani, Pekanbaru. Selanjutnya Terdakwa membuat website
di situs Yahoo Online dan berpura-pura menawarkan barang
berupa lap top (fiktif), dengan memberi syarat bagi yang berminat
agar mengirim-kan uang muka (down payment) ke rekening No.
361-10-10762-1 a.n. Vektor Hutauruk. Tanggal 22 dan 23 Juni 2004
Terdakwa menerima transfer sejumlah uang sebagai Down
Payment pembelian laptop dari pengirim Robert Stitt ke rekening
No. 361-10-10762-1 a.n. Vektor Hutauruk masing-masing sebesar
Rp. 7.334. 850,00 dan Rp. 14.490.000,00, kemudian uang tersebut
di-transfer ke rekening No. 361-10-10723-2 a.n. Hendrik Sihombing
dan rekening No. 672-10-02924 a.n. Rikardo Ginting. Selanjutnya
dari seluruh rekening tersebut ditarik secara tunai dengan
menggunakan ATM. Walaupun Terdakwa telah menerima transfer
uang muka dari Robert Stitt tetapi Terdakwa tidak mengirimkan
laptop yang dijanjikan. Dari kasus ini, pengadilan menyatakan
Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian
uang, penipuan  dan menggunakan surat palsu”, sehingga dijatuhi
pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun
d. Perkara atas nama Ie Mien Sugandhi (Bank
Global) di PN Jakpus
► Pada tanggal 2 dan 3 Desember 2004 Terdakwa
atas suruhan Lisa Santoso telah mengambil
sejumlah besar uang dari basement PT. Global
Internasional Tbk dan dibawa untuk ditukarkan
dengan mata uang asing berupa Dollar
Singapura dan Dollar Amerika pada money
changer PT. Yan Shama Linque Money Changer
Jl. Gunung Sahari Raya No. 33 AB Jakarta Pusat
dan PT. Dinamis Citra Swakarsa Money Changer
Jl. Hasyim Ashari Jakarta Pusat.  Terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “pencucian uang”
(Pasal 3 (1) huruf g jo Pasal 2 ayat (1) huruf f
dan p UU No. 25 tahun 2003 jo Pasal 56 ke-1
KUHP), sehingga dijatuhi pidana kepada
Terdakwa dengan pidana penjara selama 7
tahun dan denda sebesar Rp. 300. 000.000,00
d. Perkara an. Anastasya Kusmiati dan Herry Robert (Bank
Lippo Kebumen) di PT Jateng
► Terdakwa selaku Kepala Cabang Bank Lippo Kebumen
menawarkan produk Kavling Serasi (deposito) kepada
para nasabah dengan iming-iming mendapat bunga
mencapai 11% per tahun. Disebabkan produk tersebut
ditawarkan melalui sistem perbankan maka masyarakat
percaya dan menempatkan uangnya pada Kavling
Serasi yang ditawarkan. kenyataannya Terdakwa
menyerahkan kepada nasabah bukti pembayaran
berupa bilyet “Kavling Serasi” yang dipalsukan seolah-
olah sertifikat Kavling Serasi tersebut adalah benar
sertifikat Kavling Serasi yang diterbitkan oleh PT. Lippo
Karawaci Tbk. Dari kasus ini, Terdakwa berhasil
menghimpun dana dari 24 nasabah senilai Rp. 48.175.
000.000,00.Penerimaan uang dari para nasabah oleh
Terdakwa tidak ditransfer ke PT. Lippo Karawaci Tbk,
melainkan langsung ditransfer ke rekening Herry Robert
dan rekening Tawfik Edy. Oleh Herry Robert uang
tersebut digunakan seolah-olah untuk kegiatan usaha,
padahal sebenarnya digunakan sendiri sampai habis.
Atas perbuatan ini, Pengadilan menyatakan Terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
HUKUM PEMBUKTIAN
Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan terhadap tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam UU ini,
dilakukan berdasarkan ketentuan dalam
Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan
lain dalam UU ini. (Pasal 30 UU No. 15
tahun 2002 )

Dalam hal ditemukan adanya petunjuk atas


dugaan telah ditemukan transaksi
mencurigakan, dalam waktu paling lama 3
(tiga) hari kerja sejak ditemukan petunjuk
tersebut, PPATK wajib menyerahkan hasil
analisis kepada penyidik untuk ditindak
Pasal 32 :
2. Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang
memerintahkan kepada Penyedia Jasa Keuangan
untuk melakukan pemblokiran terhadap harta
kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh
PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa
yang diketahui atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana.
3. Perintah penyidik, penuntut umum atau hakim
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan
secara jelas mengenai :
a. Nama dan jabatan, penyidik, penuntut umum
atau hakim;
b. Identitas setiap orang yang dilaporkan oleh
PPATK kepada penyidik, tersangka, atau
terdakwa;
c. Alasan pemblokiran;
d. Tindak pidana yang disangkakan atau
didakwakan, dan
(3). Penyedia jasa keuangan setelah
menerima perintah penyidik, penuntut
umum, atau hakim sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) wajib melaksanakan
pemblokiran sesaat setelah surat perintah
pemblokiran diterima.
(4) Penyedia Jasa Keuangan wajib
menyerahkan berita acara pelaksanaan
pemblokiran kepada penyidik, penuntut
umum, atau hakim paling lambat 1(satu)
hari kerja terhitung sejak tanggal
pelaksanaan pemblokiran.
(5) Harta kekayaan yang diblokir harus
tetap berada pada Penyedia Jasa
Keuangan yang bersangkutan.
(6) Penyedia Jasa Keuangan yang
melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4)
dikenai sanksi administrasif sesuai
Pasal 34 :
Dalam hal diperoleh bukti yang cukup
sebagai hasil pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap terdakwa,
hakim memerintahkan penyitaan
terhadap harta kekayaan yang
diketahui atau patut di duga hasil
tindak pidana yang belum disita oleh
penyidik atau penuntut umum.

Pasal 35 :
Untuk kepentingan pemeriksaan di
sidang pengadilan terdakwa wajib
membuktikan bahwa harta kekayaan
Kewajiban untuk membuktikan bahwa
harta kekayaan bukan merupakan
hasil tindak pidana (pembuktian
terbalik) ini hanya pada tingkat
pengadilan, bukan pada tingkat
penyidikan atau penuntutan. Hal
khusus ini tidak terdapat dalam
KUHAP, di dalam KUHAP pada Pasal
66 dinyatakan bahwa tersangka atau
terdakwa tidak dibebani kewajiban
pembuktian.
Pembuktian ialah meyakinkan hakim
tentang kebenaran dalil atau dalil-
dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan.
Membuktikan mengandung maksud dan
usaha untuk menyatakan kebenaran atas
sesuatu peristiwa, sehingga dapat
diterima akal terhadap kebenaran
peristiwa tersebut.
Alat-alat bukti diatur dalam Pasal 184
KUHAP yaitu :
 Keterangan saksi

 Keterangan ahli

 Surat

 Petunjuk

 Keterangan terdakwa.

Dalam pembuktian tindak pidana pencucian


uang seluruhnya berpedoman pada
Alat-alat bukti yang dapat dipergunakan
dalam pencucian uang meliputi :
Alat bukti dari bank, seperti kartu
tanda tangan sewaktu membuka
rekening, dll. Alat bukti rekening, Alat
bantu dari rumah perjudian, Alat bukti
dari perusahaan, Alat bukti dari
perusahaan tersangka.
Menurut Prof. Satochid Kartanegara,
dikenal 4 sistem pembuktian yaitu :
 Negatief wettlijk bewijsleer atau
sistem pembuktian negatif, yaitu alat-
alat pembuktian yang diatur dalam UU
saja belum cukup, masih dibutuhkan
1. Positief Wettelijk Bewijsleer
tidak diperlukan alat-alat bukti lain seperti
keyakinan hakim, pembuktian hanya
didasarkan pada alat-alat bukti yang diakui
sah oleh UU. Yang dicari adalah alat-alat
bukti sah tanpa dipengaruhi oleh nurani
hakim, sehingga benar-benar objektif.
3. Convection In Time (Blood Gemoedelijkke
Overtuiging).
sistem pembuktian yang semata-mata pada
keyakinan hakim dan tidak terikat dengan
alat-alat bukti yang ada.
5. Conviction In Raissonee (beredeneerde
Overtuiging)
pembuktian didasarkan pada keyakinan
hakim dan alasan-alasannya, dan
pembuktian tidak terikat pada alat-alat
pembuktian yang sah diakui UU ttp dpt juga
Dalam metode pembuktian pencucian
uang, selain menggunakan alat bukti
keterangan saksi, keterangan ahli,
surat dan keterangan terdakwa,
menggunakan juga petunjuk.
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan yang karena
persesuaiannya baik antara yang
satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya (Pasal 188 ayat (1)
KUHAP.
Petunjuk ini sangat penting dalam
Dalam menangani kejahatan White Color Crime,
Pembuktian Terbalik ini penting : Pertama,
pembuktian terbalik untuk menentukan
kesalahan seseorang yang diduga korupsi.
Kedua, penerapan pembuktian terbalik untuk
mengembalikan aset (aset recovery). Untuk
pendapat terakhir, implementasinya melalui
instrument hukum perdata. Melalui instrument
ini, diharapkan penanganan perkara korupsi
dapat berjalan efisien dan efektif.

Namun harus juga diperhatikan, jika pembuktian


terbalik diterapkan untuk mengungkapkan
kesalahan seseorang, maka hal itu
bertentangan dengan azas hukum non self
incrimination. “Azas tersebut menentukan
bahwa seseorang tidak boleh dipaksa mengaku
bersalah,”. Sebaiknya pembuktian terbalik
dilakukan di tingkat pengadilan. “Ini untuk

Anda mungkin juga menyukai