Anda di halaman 1dari 2

Nama : Adriel

NIM : 11000120130517
Mata Kuliah : Hukum Pidana Khusus Kelas C
Dosen Pengampu : Mujiono Hafidh Prasetyo, S.H., M.H., LL.M.
Dr. Umi Rozah, S.H., M.Hum.

1. Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentrasfer, membayarkan,


membelanjakan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan,
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan
tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaaan yang sah.( UU 25/2003 Ps. 1 (1))

2. Tahapan pencucian uang:

o Placement merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut menempatkan


(mendepositokan) uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan. Pada tahap
placement tersebut, bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk
menyembunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang itu.
o Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu tindak
pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai
hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks untuk
menyamarkan dan menghilangkan jejak dana tersebut.
o Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik
untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke berbagai bentuk kekayaan materil atau
keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, maupun untuk
membiayai kembali tindak pidana.

3. Instrumen internasional dan instrumen nasional TPPU


• Instrumen Internasional
✓ Konvensi PBB di Wina Tahun 1988
“menyatakan bahwa Konvensi Wina meletakkan suatu dasar bagi penempatan
kontrol internasional dan menentukan standar bagi upaya-upaya internasional
tentang pencucian uang.” Sebagai internasionalisasi aspek hukum pidana
pencucian uang, Konvensi tersebut mewajibkan tiap-tiap negara pihak untuk
mengkriminalisaasi pencucian hasil kejahatan narkotika.
✓ Konvensi PBB Tahun 2000 (Konvensi Palermo)
Konvensi ini ditujukan untuk mendorong kerjasama internasional guna mencegah
dan memerangi kejahatan terorganisir lintas negara. Lingkup Konvensi ini meliputi
pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan partisipan dalam kelompok kejahatan
terorganisir, pencucian hasil kejahatan, korupsi dan menghalangi jalannya
peradilan.
• Instrumen Nasional
Ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan tugas dan wewenang kepada PPATK yakni; pertama, mencegah
terjadinya tindak pidana pencucian uang dan; kedua, memberantas terjadinya
tindak pidana pencucian uang.

4. Pelaku aktif adalah pelaku yang melakukan perbuatan secara aktif mengalirkan hasil
kejahatan. Pelaku aktif “barangsiapa yang mengalirkan hasil kejahatan seperti orang yang
mentransfer, membelanjakan, mengirimkan, mengubah bentuk, menukarkan atau
perbuatan apapun atas harta kekayaan yang berasal dari kejahatan, dan orang tersebut tahu
atau paling tidak patut menduga bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kejahatan, hal
ini sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.

5. Pelaku TPPU Pasif adalah Pelaku yang menerima pentransferan, menerima pembayaran,
menerima hadiah dan lain-lain, yang mana dia tahu atau seharusnya patut menduga bahwa
harta yang diterima berasal dari kejahatan. Perbuatan pelaku pasif ini diatur dalam Pasal 5,
dan bagi pelaku pasif ini juga hanya dikenai satu ancaman kejahatan saja, yaitu ketentuan
tindak pidana pencucian uang tanpa kejahatan asal, karena memang pelaku ini tidak terlibat
kejahatan asal, tetapi yang bersangkutan tahu atau setidaknya patut menduga bahwa harta
kekayaan tersebut berasal dari kejahatan.
Sebagaimana dimuat dalam UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 5 ayat 1, dengan bunyi pasal sebagai berikut:
“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dalam konteks aturan tersebut, seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku pasif apabila
memenuhi unsur mengetahui dan patut menduga bahwa dana tersebut berasal dari hasil
kejahatan atau mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi.

Anda mungkin juga menyukai