Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini seiring perkembangan masa yang ditandai dengan majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta arus globalisasi yang membuat dunia kejahatan
pun mulai mengalami kemajuan. Hal ini terlihat banyak sekali kejahatan baru
bermunculan karena proses kriminalisasi, seperti kejahatan cyber crime, drugs
trafficking, terrorism, dan lainnya. Hal ini di sinyalir bahwa kejahatan-kejahatan
itu telah menembus dimensi dan bahkan batas-batas negara, kemudian timbulah
beberapa tipologi kejahatan yang dianggap luar biasa, seperti korupsi, terorisme,
dan pencucian uang.
Money laundering atau pencucian uang merupakan modus baru dari
kejahatan non konvesional sebagai side effect yang mengiringi datangnya era
globalisasi. Oleh karenanya, jenis kejahatan ini merupakan kejahatan yang
bersifat lintas batas teritorial negara. Lahirnya ”ide kreatif” tentang praktik
kejahatan money laundering karena didorong oleh maraknya berbagai macam
kejahatan baru yang juga bersifat lintas negara, yang memerlukan trik-trik khusus
untuk menghindari upaya law enforcement dalam rangka survival bahkan
development, seperti perdagangan ilegal narkotika, psikotropika, korupsi,
penyuapan, perjudian, terorisme, perdagangan senjata ilegal, perdagangan budak,
wanita, anak-anak, dan sebagainya.
Dana-dana yang berasal dari berbagai macam kejahatan pada umumnya
tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan. Sebab
konsekuensinya akan mudah dilacak oleh aparat penegak hukum mengenai
sumber memperolehnya. Biasanya, dana yang terbilang besar dari hasil kejahatan
dimasukkan terlebih dahulu ke dalam sistem keuangan, terutama dalam sistem
perbankan. Model perbankan inilah yang sangat menyulitkan untuk dilacak oleh
penegak hukum, para pelaku kejahatan tersebut seringkali menanamkan uang
hasil kejahatannya ke dalam berbagai macam bisnis legal, seperti cara-cara
membeli saham perusahaan-perusahaan besar di bursa efek yang tentu memiliki
keabsahan yuridis dalam operasionalnya seolah-olah terlihat bahwa kekayaan para
penjahat yang diputar melalui proses-proses sepertinya menjadi sah adanya.

1
Pada makalah ini membahas tentang pencucian uang.1 Menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan definisi pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi
sebagai berikut:
“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta
Kekayaan sehinnga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis berusaha merumuskan pokok-pokok
pembahasan sebagai berikut;
1. Apa yang dimaksud dengan money
laundering?
2. Bagaimana sejarah munculnya
money laundering?
3. Bagaimana tahap-tahap atau
mekanisme Pencucian Uang (money laundering)?
4. Apa saja dampak dari tindak pidana
Pencucian Uang?
5. Seperti apa undang-undang
Pencucian Uang?
6. Apa sanksi dari tindak pidana
Pencucian Uang?

1
Rizkie, Hukum Perbankan Pencucian Uang, URL : http://rizkieartikelsaja.com.html, diakses
pada tanggal  1 November 2015

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Money Laundering
Money Laundering atau Pencucian uang adalah suatu proses atau
perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian
diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.2
Dalam buku kitab Blak’s Law Dictiniory, istilah money laundering di
artikan dengan,  term applied to taking money gotten illegally and washing or
laundering it so it appears to have been gotten legall (istilah yang diterapkan
untuk mengambilan uang yang didapat secara ilegal dan mencucinya atau
pencucian sehingga tampaknya didapatkan secara legall).3
Sedangkan menurut para ahli hukum, pencucian uang atau money
laundering memiliki berbagai pengertian dari masing-masing ahli hokum tersebut.
Seperti pengertian dari ahli hukum Sarah N. Welling, the process by which one
conceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and than
disguises that income to make it appear legitimate (sebuah proses dimana untuk
menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau cara ilegal pendapatan, dan
juga penyamaran hingga pendapatan untuk menjadi tampak sah).4 Kemudian
Sarah N welling mengemukakan pengertian money laundering sebagai proses
yang dilakukan oleh seseorang menyembunyikan keberadaan ,seumber ilegal atau
aplikasi ilegal dari pendapatan yang kemudian  menyamarkan pendapatan itu
menjadi sah.Welling menekankan bahwa pencucian uang adalah suatu proses

2
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007,Hal 19
3
Thelawdictionary.org/money-laundering/, diakses pada 1 November 2015, pukul 15.00 WIB
4
Jimmy Gurule, Unfunding Terror: The Legal Response to The Financing of Global
Terrorism, Chelthemham: Edward ElgarPublishing Limited, 2008, hal 104

3
mengaburkan ,menyembunyikan uang- uang- ilegal melalui sistem keuangan
sehingga ia akan meuncul kembali sebagai uang yang sah.5
Selanjutnya menurut ahli hukum Fraser, money laundering dimaknai
sebagai, money laundering is quite simply the process through which “dirty”
money (proceeds of crime), is washed through “clean” or legitimate sources and
enterprises so that the “bad guys” may more safely enjoy their ill gotten gains
(pencucian uang adalah proses sederhana dimana uang "kotor" (hasil kejahatan),
dicuci melalui sumber "bersih" atau sah dan perusahaan, sehingga "orang jahat"
akan lebih aman menikmati keuntungan kotor mereka).6
Begitu juga dengan pengertian dari Pamela H. Bucy dalam bukunya yang
berjudul white Collar Crime: Cases and Materials. Bahwa Money laundering
adalah sebagai berikut, Money laundering is the concealment of the existence,
nature of illegal source of illicit funds in such a manner that the funds will appear
legitimate if discovered,7 Maknanya adalah Pencucian uang sebagai
penyembunyian keberadaan, sifat atau sumber illegal, pergerakan atau
kepemilikan uang demi alasan apapun.8
Pengertian pencucian uang dalam UU no. 25 Tahun 2003 adalah perbuatan
menempatkan, menstranfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau
perbuatan lainnya atas harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindakan pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta
Kekayaan yang sah (Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang). Sedangkan dalam UU No. 8 Tahun 2010 tantang Pencegahan
dan pembarantasan tindak Pidana Pencucian uang, pengertian pencucian uang
mengalami perluasan menjadi segala perbuatan yang memenuhi unsure-unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.9
B. Sejarah Money Laundering
5
Ivan Yustiavandana ,Arman Nefi , dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Di Pasar
Modal, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hal 7
6
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal 19
7
Ibid, hlm 20
8
Ivan Yustiavandana, Op-Cit, hlm 11
9
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., Panduan Investigasi
Dan Penuntutan Dengan Pendekatan Hukum Terpadu, Bogor: Cifor, 2011, hal 49

4
Istilah pencucian uang atau money loundering ini telah dikenal sejak
dekade tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang mafia membeli
perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya. 10 Investasi terbesar adalah
perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di
Amerika Serikat.Pada dekade 1920-1930 ada kelompok penjahat yang dipimpin
Al Capone adalah seorang penjahat terkenal dari Amerika Serikat. Ia melakukan
money laundry terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa
seorang akuntan cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang
dilakukannya adalah melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama
money loundering.11 Usaha binatu milik Al Capone ini ternyata berkembang maju
dengan berbagai perolehan hasil uang haram dari proses kejahatan lain yang berpa
cabang usaha yang ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang
hasil proses minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil perusahaan
pelacuran.
Al Capone pun dijebloskan ke dalam penjara berdasarkan pelanggaran
terhadap Volsted Act. Suatu hal yang sangat luar biasa pada saat mana kepolisian
yang bersenjata tidak pernah berhasil menangkapnya. Bahkan konfrontasi
bersenjata yang dilakukan polisi untuk menghancurkan kelompok Al Capone dan
menangkapnya selalu gagal, karena kelompok itu pun memiliki persenjataan yang
sama lengkap dan mematikan dengan yang dimiliki polisi.12
Charlie Lucky Luciano, seorang gembong kejahatan Amerika yang
memiliki spesialisasi dalam menyelundupkan alcohol dan perjudian gelap,
mengirim rekannya, Meyer Lansky untuk mengambil bagian dalam emas Nazi.
Lansky berangkat ke Swiss dan membantu mentransfer lebih dari US$300 juta ke
dalam rekening-rekening lain hingga sampai ke tangan bosnya yang licik, Al
Capone.13
 Pada saat yang bersamaan karena pemberlakuan prinsip rahasia bank di
swiss pada awal tahun 1930 an, pencucian uang memperoleh pijakah kokoh.
Petinggi –petinggi militer nazi Jerman melakukan pencurian uang dengan

10
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung :PT Citra Aditya Bakti
Bandung, 2008, hal. 1
11
Ibid, hlm 17
12
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di
Pasar Modal, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hal 7
13
Jamie King, 111, Konspirasi Menghebohkan Dunia terjamahan dari CONSPIRACY
THEORIES, Depok: Raih Asa Sukses, hal 210

5
memanfaatkan prinsip rahasia di bank swiss. Pada saat itu swiss tidak
mengkatagorikan penggelapan dan pengelakan pajak sebagai suatu kejahatan,
sehingga siapapun yang menyimpan uang dibank –bank swiss tidak akan ditanya
soal itu. Identitas nasbah hanya menjadi otoritas direktur bank. Hanya direktur
bank yang mengetahui sipa nasabah pemilik nomor tersebut. Oleh karena itu,
identitas nasabah hanya berupa nomor kode.14
Bagi organisasi kejahatan, Harta Kekayaan sebagai hasil kejahatan ibarat
darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran Harta Kekayaan melalui
system perbankan internasional yang dilakukan diputuskan, maka organisasi
kejahatan tersebut lama-kelamaan akan menjadi lemah, berkurang aktivitasnya,
bahkan menjadi mati. Oleh karena itu, harta kekayaan merupakan bagian yang
sangat penting bagi suatu organisasi kejahatan. Untuk itu, terdapat suatu dorongan
bagi organisasi kejahatan melakukan pencucian uang agar asal-usul Harta
Kekayaan yang sangat dibutuhkan tersebut sulit atau tidak dapat dilacak oleh
penegak hukum.15
C. Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang (Money Laundering)
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian
uang, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Penempatan (Placement)
Tahap Placement merupakan tahap pengumpulan dan penempatan
uang hasil kejahatan disuatu Bank atau tempat tertentu yang diperkirakan
aman guna mengubah bentuk uang tersebut agar tidak terindentifikasi.
Biasanya dana yang ditempatkan berupa uang tunai dalam jumlah besar
yang dibagi ke dalam jumlah yang lebih kecil dan ditempatkan di
beberapa rekening di beberapa tempat.16
Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut
mendepositkan uang haram tersebut ke dalam system keuangan (financial
system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam system keuangan berarti
uang itu telah jua masuk kedalam system keuangan Negara yang
bersangkutan. Oleh karena itu uang yang telah ditempatkan di suatu bank

14
Ivan Yustiavandana ,Arman Nefi , dan Adiwarman, Op-cit, hlm 7
15
Tim New Merah Putih, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Anti Korupsi,
Yogyakarta: New Merah Putih, 2008, hal 196
16
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. Dan Mardiah, s., Panduan Investigasi
Dan Penuntutan Dengan Pendekatan Hukum Terpadu, Bogor: Cifor, 2011, hal 45

6
selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di Negara tersebut
maupun di Negara lain, maka uang tersebut bukan saja telah masuk ke
dalam system keuangan Negara yang bersangkutan, tetapi juga telah
masuk ke dalam system keuangan global atau internasional.Jadi placement
(penempatan) adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu
kegiatan tindak pidana ke dalam system keuangan.17 Bentuk kegiatan ini
antara lain sebagai berikut:
a. Menempatkan dana pada bank. Kadang kegiatan
ini diikuti dengan pengajuan kredit/pembiayaan.
b. Menyetorkan uang pada bank atau perusahaan
jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan
audit trail.
c. Menyelundupkan uang dari suatu Negara ke
Negara lain.
d. Membiayai suatu usaha yang seola-olah sah atau
terkait dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga
mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
e. Membeli barang-barang berharga yang bernila
tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya
mahal sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang
pmbayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa
keuangan lain.18
Tahap Placement, memindahkan uang haram dari sumbernya
untuk menghindarkan jejak dengan metode smurfing. Metode ini
mengelabui ketentuan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai
dengan peraturan yang berlaku.19 Dalam tahap ini bisa juga penempatan
uang hasil criminal itu dimasukkan dalam sisten keuangan, baik dengan
cara memasukkan ke deposito, saham, atau mengonversikannya ke dalam
mata uang lain.20

17
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, HUKUM PERBANKAN: Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal 24
18
Ibid, hlm 24
19
Ismanthono, Henricus W., Kamus Istilah Ekonomi Dan Bisnis, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2010, Hal 199
20
Elvyn, G. Masassya, Cara Cerdas Mengelola Keuangan Pribadi, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2006, hal 125

7
2. Tahap Pelapisan (Layering)
Tahap Layering merupakan upaya untuk mengurangi jejak asal
uang tersebut atau cirri-siri asli dari uang hasil kejahatan tersebut atau
nama pemilik uang hasil tindak pidana, dengan melibatkan tempat-tempat
atau bank di Negara-negara dimana kerahasiaan bank akan menyulitkan
pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat berupa transfer dana ke Negara
lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian saham
pada bursa efek menggunakan deposit di bank A untuk meminjam uang di
bank B dan sebagainya.21
Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana dari
beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke
tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang
didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber uang haram tersebut,
misalnya bearer bonds, forex market, stocks. Disamping cara tersebut,
langkah lain yang digunakan adalah dengan menciptakan sebanyak
mungkin account dari perusahaan fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek
kerahasiaan bank dan keistimewaan hubungan antara nasabah bank
dengan pengacara. Upaya ini dilakukan untuk menghilangkan jejak atau
usaha audit sehingga seolah-olah merupakan transaksi finansial yang
legal.22
3. Tahap Penggabungan (Integration)
Tahap Integration merupakan tahap pengumpulan dan menyatukan
kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan dalam
suatu proses arus keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan
benar-benar telah bersih dan sulit dikenali hasil tindak pidana, dan muncul
kembali sebagai asset investasi yang tampaknya legal.23
Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang
diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitas-
aktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa ada hubungan/links ke
dalam bisnis haram sebelumnya. Pada tahap ini uang haram yang telah
21
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., Panduan Investigasi
Dan Penuntutan Dengan Pendekatan Hukum Terpadu, Bogor: Cifor, 2011, hal 45
22
Adrian Sutedi ,S.H.,MH “TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG” Bandung :PT Citra
Aditya Bakti Bandung, 2008 hal 19
23
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., Panduan Investigasi
Dan Penuntutan Dengan Pendekatan Hukum Terpadu, Bogor: Cifor, 2011, hal 46

8
diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang
sesuai dengan aturan hukum, dan telah berubah menjadi legal. Ada tulisan
yang menyebutkan bahwa cara tersebut juga disebut spin dry yang
merupakan gabungan antara repatriation dan integration.24

D. Dampak Tindak Pidana Pencucian Uang


Pencucian uang secara potensial dapat menghancurkan ekonomi,
keamanan dan membawa dampak sosial. Pencucian uang menyediakan bahan
bakar bagi penyelundupan narkoba, penyapan dan lainnya untuk menjalankan dan
memperluas perusahaan mereka. Secara faktual  kegiatan pencucian uang sulit
untuk ditindak dan diberantas, tetapi pencucian uang harus di persempit ruang
geraknya /diperangi, karena kegiatan itu telah mengganggu sistem ekonomi suatu
bangsa dan sistem-sistem lainnya. Adapun dampak buruk pencucian uang antara
lain:
1) Melemahkan sektor swasta yang  sah
Pencucian uang dapat mendirikan perusahaan topeng yang
bergerak dalam kegiatan bisnis. Misalnya di Amerika serikat ,misalnya
kejahan terorganisasi menggunakan kedai-kedai pissa untuk menopengi
hasil penyelundupan heroin dan kedai pizza tersebut menjual pissa dengan
haraga murah yang membuat pengusaha pissa dan perusahaan  lainnya
yang bersih akan  akan kalah saing. Bila keadaan ini bertahan lama
perusahaaan yang sah tidak bertahan lama dan kejahatan akan semakin
sulit diberantas.25
2) Merusak intregitas Pasar keuangan
Jika pencucian uang hasil kejahatan masuk kedalam  ranah negara
(yang biasanya masuk dalam jumlah besar maka hampir dipastikan akan
menimbulkan likuiditas .Institusi keuangan yang menerima hasil
kejahatan memiliki tantangan tambahan dalam mengelola aset ,liabilitas
dan operasi mereka .Contoh sejumlah besar uang hasil kejahatan yang
telah dicuci mungkin ada di institusi keuangan ,tetapi menghilang tiba-tiba
tanpa pemberitahuan ,melalui transfer elektronek sebagai respons terhadap

24
Adrian Sutedi ,S.H.,MH “Tindak Pidana Pencucian Uang” Bandung :PT Citra Aditya Bakti
Bandung, 2008 hal  21
25
Ivan Yustiavandana ,Arman Nefi, dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Di Pasar
Modal, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hal 14

9
faktor non pasar mseperti penegakan hukum .Hal ini dapat berdampak
pada bank itu sendiri yag menimbulkan masalah likuiditas .Penarikan
uang yang telah dicuci menyebabkan krisis likuiditas dan kegaglan
bannk ,karena bank mengelola sebagian besar  hasil kejahatan .Hal ini
akan menimbulakan krisis keuangan dan bank akan tutup sperti Europa
Bank union dan BCCI26.
3) Berisiko Pada Reputasi Negara
Pencucian uang dapat merudsak reputasi negara .Tidak stu negara
pun di dunia ,terlebih di era global saat ini ,yang bersedia kehilangan
reputasinya akibat pencucian uang. Kepercayaan pasar akan terkikis
karena kegiatan jahat tersebut . Kemudian negara akan kehilangan
kexempatan yang sah untuk memperoleh keuntungan dari industri
keuangannya.27
4) Menimbulakan Biaya Sosial
Pencucian uang merupakan proses yang paling penting dalam
organisasi sehingga dapat melaksanakan kejahatan mereka .Pencucian
uang memungkinkan para penjua dan pengedar narkoba ,penyelundup dan
lainnya akan memperluas kegiatannya .Hal ini dapat berakibat pada
pemberantasan  kejahatan tersebut /penanganan dan penegakan hukum
.Pencucian uang bisa-bisa memindahkan ekonomi pasar ,pemerintah ,dan
warga negar kepada para penjahat .Tidak mustahil ,bila terus menerus
meluas ,dalam kasus ekstrim hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
pengambilalihan kekuasaan pemerintah yang sah.28
E. Undang-Undang Pencucian Uang
Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak
disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25
tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian uang, telah menunjukkan arah positif. Hal itu,
tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang
tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam
melaksanakan kewajiban pelaporan, lembaga Pegawas dan Pengatur dalam
26
Ibid, hlm 15
27
Ibid, hlm 20
28
Ibid, hlm 21

10
pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti
hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administrative (UU
No. 8 Tahun 2010).29
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 memuat materi muatan, yaitu:
1. Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana
Pencucian uang.
2. Penyempurnaan Kriminalisasi tindak pidana Pencucian
uang.
3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi
administrative.
4. Pengukuran penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa.
5. Perluasan pihak Pelapor.
6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang
dan/atau jasa lainnya.
7. Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan.
8. Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk
menunda transaksi.
9. Perluasan kewenangan Direktorat jenderal Bea dan Cukai
terhadap pembawaan uang tunai dan instrument pembayaran lain ke dalam
atau ke luar daerah pabean.
10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal
untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian uang.
11. Perluasan instasi yang berhak menerima hasil analisis atau
pemeriksaan PPATK.
12. Penataan kembali kelembagaan PPATK.
13. Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan
untuk menghentikan sementara Transaksi.
14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana
Pencucian uang, dan
15. Pengaturan mengenaii penyitaan Harta Kekayaan yang
berasal dati tindakan pidana.30
29
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., Panduan Investigasi
Dan Penuntutan Dengan Pendekatan Hukum Terpadu, Bogor: Cifor, 2011, hal 48
30
Ibid, hlm 49

11
Di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tersebut  pencucian uang
dibedakan dalam tiga tindak pidana:

a) Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan.
(Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).31
Berdasarkan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian uang, perbbuatan pencucian uang dapat dikelompokkan
menjadi aktif dan pasif (Husein 2010). Tindak pidana pencucian uang
yang aktif melibatkan orang yang sengaja melakukan pencucian uang
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 yaitu:
 Pasal 3;
Setiap orang yang menempatkan, mentranfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
kekayaan yang diketahui atau perlu diduganya merupakan hasil
tindak pidana…
 Pasal 4;
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana…
Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU Pencegahan Pemberantasan
Tindak Pidana pencucian uang, yang dimaksud dengan harta kekayaan
31
Undang-Undang No.8 tahun 2010

12
adalah semua benda bergerak maupun benda tidak bergerak, baik
berwujud maupun tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung
maupun tidak langsung.32
b) Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap
Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut
dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun,
dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8
Tahun 2010).33
Berdasarkan Pasal 5 pelaku tindak pidana pasis adalah setiap orang
yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang diketahui atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana melalui: a. Penempatan, b.
Pentransferan, c. Pembayaran, d. Hibah, e. Sumbangan, f. penitipan, g.
Penukaran atau h. Menggunakan harta kekayaan.
Unsure obyektif dalam Pasal 5 di atas adalah perbuatan
penempatan, pentranferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana. Sedangkan unsure subyektifnya
adalah mengetahui, atau patut diduga, bahwa harta kekayaan yang didapat
merupakan hasil tindak pidana.34
c) Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka
yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan
kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,
sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang
sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya

32
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., Op-Cit, hlm 51
33
Undang-Undang No.8 tahun 2010
34
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., Op-Cit, hlm 51

13
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.35
F. Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang
Mengenai sanksi terhadap orang yang telah melakukan pencucian uang
telah diatur sedemikian rupa dalam UU TPPU .Seperti halnya dalam Pasal 3 
dalam UU TPPU Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
dapat dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Dengan demikian, disinilah peran  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) sebagai  lembaga independen yang dibentuk dalam rangka
mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang dengan cara
menyediakan informasi inteligen yang dihasilkan dari analisis terhadap laporan-
laporan yang disampaikan kepada PPATK.36 Dalam melaksanakan tugasnya,
PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut (Pasal 40 UU No. 8 Tahun 2010):
1. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh ppatk
3. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak  pelapor
4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan
yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana
lain.37
Selain itu PPATK sendiri sudah memiliki banyak mitra dalam membantu
menelusuri aliran dana mencurigakan tersebut seperti Kejaksaan, Kepolisian, Bea
Cukai, Direktorat Pajak bahkan Koperasi Simpan Pinjam serta BNN.          

35
Undang-Undang No.8 tahun 2010
36
Adrian Sutedi, S.H., M.H. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi dan Kepailitan; Jakarta: Sinar Grafika, 2007
37
http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pelaporan_dan_Analisis_Transaksi_Keuangan  diakses
pada tanggal 1 November 2015 pukul 13.53 WIB 

14
Di indonesia sendiri yang saat ini menjadi pusat perhatian media mengenai
kasus Pencucian uang  salah satunya adalah kasus  Irjen Djoko susilo untuk kasus
pencucian uang terkait korupsi simulator SIM, Djoko didakwa  Pasal  3 dan atau 4
Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pencucian Uang.Kemudian, dia juga didakwa atas pencucian uang selama
2003 hingga 2010, Djoko didakwa  melanggar Pasal 3 dan atau 4 UU Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang dan Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 UU 15/2002 tentang TPPU
dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10
miliar.38
Hal ini terbukti dengan di sitanya beberapa rumah milik Djoko Susilo di
antaranya di Yogyakarta, Solo, dan Semarang.Dia memakai hasil tindak pidana
korupsi dalam simulator sim dengan melakukan pencucian uang dengan
mengubahnya dengan menyamarkan hasil uang haram itu dengan membeli
beberapa rumah .Selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi bisa menjerat istri-istri
Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dengan pasal tindak pidana pencucian uang
(TPPU) selama ditemukan dua alat bukti yang cukup. Menurut surat dakwaan,
istri-istri Djoko ikut menguasai aset yang diduga berasal dari tindak pidana
korupsi. Terdapat sejumlah aset Djoko yang diatasnamakan istri-istrinya.
"Ya, bisa, sepanjang memenuhi unsur-unsur seperti yang tertuang dalam
Pasal 3 Pasal 4 UU TPPU dan dengan dukungan bukti-bukti," ujar Juru Bicara
KPK Johan Budi, Rabu (24/4/2013).39 Dengan pasal TPPU, KPK sedianya bisa
menjerat kerabat, keluarga, atau teman dekat Djoko yang diduga menerima atau
menguasai asetnya. Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang menyebutkan bahwa penerima hasil korupsi dapat dikenakan pidana serta
denda.
"Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara

38
http://news.liputan6.com/read/569213/kpk-berwenang-usut-kasus-pencucian-uang-djoko-
susilo, diakses pada tanggal 1 November 2015 pukul 13.58 WIB 
39
http://jateng.tribunnews.com/2013/04/24/istri-istri-djoko-susilo-bisa-dijerat-kasus-
pencucian-uang, diakses pada tanggal 1 November 2015 pukul 12.15 WIB 

15
paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar," demikian bunyi pasal
tersebut.
Surat dakwaan Djoko menyebutkan, jenderal bintang dua itu diduga
menyamarkan beberapa hartanya tahun 2010 dengan menggunakan nama Djoko
Waskito (ayah kandung Dipta Anindita, istri muda Djoko). Djoko membeli tanah
lengkap dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta Utara.
Harga di akta Rp 5,3 miliar, harga sebenarnya Rp 11,5 miliar.Pada tahun 2012,
Dipta dibelikan tanah senilai Rp 7,1 miliar di Semarang. Ia juga dibelikan tanah di
Surakarta senilai Rp 6 miliar. 40 Pada tahun 2011, mengatas namakan istri kedua,
Mahdiana, terdakwa Djoko Susilo membeli sebidang tanah di Jakarta Selatan
senilai Rp 46 juta dan Rp 6,1 miliar. Pembelian Rp 6,1 miliar menggunakan
perantara Erick Maliangkay. Mahdiana juga dibelikan tanah senilai Rp 5 miliar
pada 2012. Terdakwa membeli tanah dengan menggunakan nama lain, yaitu
Mudjiharjo. Empat bidang tanah dibeli di Yogyakarta tahun 2011 dan 2012 senilai
Rp 3 miliar dan Rp 389 juta.
Untuk pembelian kendaraan, terdakwa menggunakan nama Sudiyono.
Selain itu, Djoko diduga menyamarkan hartanya dengan menggunakan nama Eva
Handayani. Wanita ini diduga sebagai istri mudanya yang lain. Aset yang
disamarkan atas nama Eva di antaranya berupa SPBU, tanah beserta bangunannya
di daerah Depok, Jawa Barat, dan tanah di Jagakarsa seluas 200 meter persegi.
Djoko juga diduga membeli sebidang tanah di Subang untuk istri pertamanya,
Suratmi.

BAB III
40
Ibid

16
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian pencucian uang atau money laundering adalah proses atau
perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram. Jadi
uang haram tersebut dengan cara-cara tertentu dikaburkan atau disembunyikan
asal-usulnya untuk kemudian dikatakan sebagai uang yang sah atau uang halal.
Dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang No. 25 Tahun 2002, yang dimaksud
dengan pencucian uang adalah perbuatan mentransfer atas harta kekayaan yang
diduga merupakan hasil dari perbuatan tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-
olah menjadi harta kekayaan sah.
Dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang ini luar biasa, bahkan
mengancam stabilitas ekonomi negara. Hal ini dikarenakan pencucian uang ini
sangat mempengaruhi perkembangan berbagai kejahatan berat, seperti drugs
trafficking, korupsi, illegal logging, dan sebagainya.
Setelah Indonesia memiliki UU No. 15 Tahun 2002, ternyata Indonesia
masih dimasukkan dalam daftar NCTTs oleh FATF dengan alasan bahwa masih
terdapat beberapa kelemahan dalam UU No. 15 Tahun 2002, yaitu : Mengenai
dasar penetapan nilai uang minimal Rp 500 juta untuk bisa dikatagorikan sebagai
tindak pidana money laundering;Mengenai 15 kejahatan yang bisa dikatagorikan
sebagai tindak pidana money laundering, dimana bagi komunitas internasional
pembatasan tersebut dirasakan tidak cukup
Masalah jangka waktu pelaporan ketika diketahui adanya transaksi
keuangan yang mengarah pada money laundering. Terhadap beberapa kelemahan
tersebut, FATF telah mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan
amandemen terhadap UU No. 15 Tahun 2002, namun ternyata sampai saat ini
amandemen tersebut belum dapat diselesaikan sehingga mengakibatkan tetap
dimasukkannya Indonesia dalam daftar NCCTs.
Sebuah data yang disebutkan oleh FATF (Financial Action Task Force)
pada tanggal 22 Juni 2001 menyebut ada 17 negara yang masuk dalam daftar
hitam, diantatanya Kepualauan Cook, Dominica, Kepulauan Marshall, Israel,
Lebanon Filipina, Rusia, Mesir, Guatemala, Hungaria, Myanmar, Nigeria, dan

17
Indosesia. Negara itu dianggap tidak kooperatif (Non-cooperative countries and
territories-NCCT) dalam memberantas pencucian uang.41
Walau akhirnya nasib Indonesia membaik di mata dunia, dengan di
keluarkannya dari daftar hitam negera yang tidak kooperatif (Non Cooperative
Countries and Teritories/NCCT) terhadap tindakan pencucian uang pada siding
Financial Action Task Force (FATF) di paris, 9-11 Februari 2005. Hal itu
menggembirakan, namun bukan berarti Indonesia dapat berbangga diri sebagai
Negara yang bersih dan bebas dari tindak pidana.42
Tindak pidana pencucian uang merupakan salah satu delik ekonomi yang
bisa menembus batas-batas Negara dan dimensi internasional melalui system
perbankan. Kejahatan inilah yang menyerang system perbankan dalam tatanan
perekonomian, tentu saja hal ini menimbulkan suatu dampak yang buruk bagi
system perbankan. Padahal pengertian dari Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan). Akan tetapi,pada kenyataanya bank juga dipergunakan untuk hal
yang negative,untuk menyembunyikan uang haram,yang seharusnya uang itu
bukan milik pribadi. Tujuan didirikannya bank tidak lagi sesuai yang diharapkan.
Tujuan pelaku melakukan pencucian uang adalah untuk menyembunyikan
atau menyamarkan hasil dari predicate offence agar tidak terlacak untuk
selanjutnya dapat digunakan. Jadi bukan untuk tujuan menyembunyikan saja tapi
mengubah performance atau asal usulnya hasil kejahatan untuk tujuan selanjutnya
dan menghilangkan hubungan langsung dengan kejahatan asalnya. Dengan
demikian jelas bahwa dalam berbagai kejahatan di bidang keuangan (interprise
crimes) hampir pasti akan dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan
hasil kejahatan itu agar terhindar dari tuntutan hukum.
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian
uang, yaitu sebagai berikut:
a. Placement ( penempatan)

41
Anif Punto Utomo, Negara Kuli: Apa Lagi Yang Kita Punya?, Jakarta: Republika, 2004, hal
38
42
Rrans H. Winarta, Suara Rakyat Hukum Tertinggi, Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2009, hal 235.

18
b. Layering (pelapisan)
c. Integration (penggabungan)
Dengan memperhatikan tahap-tahap proses money laundry maka dapat
dikatakan bahwa modus operandi kejahatan pencucian uang umumnya dilakukan
melalui cara-cara antara lain:
a. Melalui Kerjasama Modal

b. Melalui Agunan Kredit

c. Melalui Perjalanan Luar Negeri

d. Melalui Penyamaran Usaha Dalam Negeri

e. Melalui Penyamaran Perjudian

f. Melalui Penyamaran Dokumen

g. Melalui Pinjaman Luar Negeri

h. Melalui Rekayasa Pinjaman Luar Negeri

B. Saran
Untuk memberantas tindak pidana Money Laundering, perlu ada
kerjasama antara pemerintah, aparat kepolisian, masyarakat, dan para pelaku
bisnis. Karena kejahatan jenis ini cukup berbahaya dan menimbulkan kerusakan
perekonomian yang cukup parah. Kewaspadaan harus tetap ditingkatkan karena
kejahatan jenis ini dapat digolongkan kejahatan terselubung.\
Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank
harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan
cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan
memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang
mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang
menggunakan jasa bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal
umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari
pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan
pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking
untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah
dan counter-party.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi ,S.H.,MH, 2007, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian


Uang, Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika

Anif Punto Utomo, 2004, Negara Kuli: Apa Lagi Yang Kita Punya?, Jakarta:
Republika

Elvyn, G. Masassya, 2006, Cara Cerdas Mengelola Keuangan Pribadi,


Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Jimmy Gurule, 2008, Unfunding Terror: The Legal Response to The


Financing of Global Terrorism, Chelthemham: Edward
ElgarPublishing Limited

Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, dan Adiwarman, 2010, Tindak Pidana


Pencucian Di Pasar Modal, Bogor: Ghalia Indonesia

Jamie King, 111, Konspirasi Menghebohkan Dunia terjamahan dari


Conspiracy Theories, Depok: Raih Asa Sukses

Kitab Undang-Undang No.8 tahun 2010

Rrans H. Winarta, 2009, Suara Rakyat Hukum Tertinggi, Jakarta: Kompas


Media Nusantara

Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., 2011,
Panduan Investigasi Dan Penuntutan Dengan Pendekatan
Hukum Terpadu, Bogor: Cifor

Tim New Merah Putih, 2008, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana


Anti Korupsi, Yogyakarta: New Merah Putih

Ismanthono, Henricus W., 2010, Kamus Istilah Ekonomi Dan Bisnis, Jakarta:
Penerbit Buku Kompas

Rizkie, Hukum Perbankan Pencucian Uang, URL:


http://rizkieartikelsaja.com.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pelaporan_dan_Analisis_Transaksi_Keuan
gan

http://news.liputan6.com/read/569213/kpk-berwenang-usut-kasus-pencucian-
uang-djoko-susilo

http://jateng.tribunnews.com/2013/04/24/istri-istri-djoko-susilo-bisa-dijerat-
kasus-pencucian-uang

Thelawdictionary.org/money-laundering

20

Anda mungkin juga menyukai