Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan semakin kompleksnya produk, aktivitas serta teknologi informasi yang dimiliki oleh
Perusahaan Pembiayaan, maka resiko pemanfaatan penyedia jasa keuangan di lingkungan industry
keuangan non bank akan semakin besar. Perusahaan Pembiayaan rentan dimanfaatkan oleh pelaku
kejahatan sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme melalui keragaman
pelayanan pembaiayaan. Bagi pelaku pencucian uang, barang modal yang dibiayai dpat ditarik
kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi tidak dapat dilacak asal usulnya.
Sedangkan untuk pelaku Pendanaan Terorisme, harta kekayaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk
membiayain kegiatan terorisme.

Tujuan

Memberikan kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di lingkungan PT. Tirta Finance sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 Tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan,
sebagaimana telah diubah dengan Peratoran OJK Nomor 23/POJK.01/2019, tentang Perubahan Atas
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian
Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan.

Dalam kaitan tersebut perlu adanya peningkatan kualitas penerapan program APU dan PPT yang
didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach) sesuai dengan prinsip umum yang
berlau secara internasional dan sejalan dengan penilaian risiko nasional (national risk
assessment/NRA) serta penilaian risiko sectoral (sectoral risk assessment/SRA).

Penerapan Program APU dan PPT berbasis risiko (risk based approach) paling sedikit mencakup:

1.1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;


1.2. Kebijakan dan prosedur;
1.3. Pengendalian intern;
1.4. Sistem informasi manajemen; dan
1.5. Sumber daya manusia dan pelatihan

1
A. PENCUCIAN UANG

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang:
a. Pencucian uang
Segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.

b. Tindak Pidana Pencucian Uang


Perbuatan menempatkan, mentranfser, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah, bentuk, menukarkan,
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah.

c. Proses pencucian Uang


Pada dasarnya proses pencucian uang yang sering terjadi di sector keuangan dapat
dikelompokan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi:
1. Penempatan (Placement), adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu
kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system), atau
menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito) kembali ke dalam
sistem keuangan.
2. Pemisahan/pelapisan (Layering), adalah upaya untuk mengaburkan asal-usul harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan
pada pelaku jasa keuangan. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu
sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks
dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut
dan/atau:
3. Penggabungan (Integration), adalah upaya menggabungkan atau menggunakan harta
kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke
dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk
membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayain kembali kegiatan
tindak pidana.

d. Metode, Teknis, Skema Dan Instrumen Dalam Pencuciang Uang

2
1. Penukaran mata uang/konversi uang tunai, yaitu teknik yang digunakan untuk
membantu penyelundupan ke yurisdiksi lain atau untuk memanfaatkan rendahnya
persyaratan pelaporan pada penyedia jasa pertukaran mata uang untuk meminimalisir
risiko terdekteksi. Contohnya melakukan pembelian cek perjalanan untuk membawa
nilai uang ke yurisdiksi lainnya.
2. Penyelendupan uang tunai, yaitu teknik yang digunakan untuk mengaburkan asal usul
harta dengan memindahkan sejumlah uang tunai melawati batas negara atau
membawa harta hasil tindak pidana tersebut ke negara yang tidak memiliki pengaturan
mata uang yang ketat.
3. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah
transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil namun dengan frekuensi yang
tinggi.
4. Smurfing, yaitu metode yang dilakukan dengan menggunakan beberapa rekening atas
nama individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu.
5. Underground Banking, atau alternatif jasa pengiriman uang melalui mekanisme jalur
informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan. Seringkali mekanisme ini bekerja
secara paralel dengan sektor perbankan tradisional dan kemungkinan melanggar hukum
di beberapa yurisdiksi. Teknik ini dimanfaatkan oleh pelaku Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme untuk memindahkan yang mengendalikan uang tersebut.
6. Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme berbasis perdagangan, yaitu teknik yang
mencakup manipulasi faktur dan menggunakan rute jalur keuangan dan komoditas
untuk menghindari transparansi hukum dan keuangan.
7. Mingling, yaitu teknik dengan menggunakan cara mencapumrkan atau menggabungkan
hasil kejahatan dengan hasil usaha bisnis yang sah dengan tujuan untuk mengaburkan
sumber dana.
8. Penggunaan jasa professional, yaitu sebuah teknik dengan menggunakan pihak ketiga,
yaitu jasa professional seperti advokat, notaris, perencana keuangan, akuntan, dan
akuntan public. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengaburkan identitas
penerima manfaat dan sumber dana hasil kejahatan.
9. Penggunaan perusahaan boneka (Shell Company), yaitu sebuah teknik yang dilakukan
dengan mendirikan perusahaan secara formal berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Namun, dalam praktiknya perusahaan tersebut tidak digunakan untuk melakukan
kegiatan usaha. Perusahaan boneka tersebut didirikan hanya untuk melakukan transaksi
fiktif atau menyimpan asset pihal pendiri atau orang lain. Selain itu teknik tersebut

3
bertujuan untuk mengaburkan identitas orang yang mengendalikan dana dan
menfaatkan persyaratan pelaporan yang relative rendah.
10. Penggunaan transfer kawat (Wire Transfer), yaitu teknik yang bertujuan untuk
melakukan transfer dana secara elektronik antara lembaga keuangan dan seringkali ke
yurisdiksi lain untuk menghindari deteksi dan penyitaan asset.
11. Teknologi pembayaran baru (new payment technologies), yaitu teknik yang
menggunakan teknologi pembayaran yang baru muncul untuk Pencucian uang dan
Pendanaan Terorisme, contohnya termasuk sistem pembayaran dan pengiriman uang
berbasis telepon seluler (ponsel).
12. Pengunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan
identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan
pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang. Dalam perkembangannya, tren
pengunaan identitas palsu menunjukan peningkatan yang cukup signifikan melalui
berbagai cara, diantaranya melakukan penipuan melalui penggunaan identitas palsu
dalam proses pembukaan rekening.
13. Penggunaan nama orang lain (nominee), wali amanat, anggota keluarga, dan pihak
ketiga, yaitu teknik yang biasa digunakan untuk mengaburkan identitas orang yang
mengendalikan dana hasil kejahatan.
14. Pembelian asset asset atau barang mewah (property, kendaraan, dan lain-lain), yaitu
menginvestasikan hasil kejahatan ke dalam bentuk asset/barang yang memiliki nilai
tawar tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk mengambil keuntungan dari mengurangi
persyaratan pelaporan dengan maksud mengaburkan sumber dana hasil kejahatan.
15. Pertukuran barang (barter), yaitu pengunaan dana tunai atau instrument keuangan
sehingga tindak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan. Dalam kaitannya dengan
penilaian risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, contoh pertukaran barang
antara lain pertukaran secara langsung antara heroin dengan emas batangan.
16. U Turn, yaitu untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikan
transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya.
17. Cuckoo smurfing, yaitu mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana
dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari
luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan
proceed of crime.

4
18. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas
pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang
sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.

B. PENDANAAN TERORISME DAN PENCEGAHANNYA

1. Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak
langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris atau teroris. Pendanaan terorisme
pada dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU), namun demikian, keduanya mengandung kesamaan, yaitu menggunakan jasa
keuangan sebagai sarana untuk melakukan suatu tindak pidana.
2. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan, maka
tujuan tindak pidana pendanaan terorisme adalah membantu kegiatan terorisme, baik
dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta
kekayaan yang diperoleh secara sah.
3. Untuk mencegah Perusahaan Pembiayaan digunakan sebagai sarana tindak pidana
pendanaan terorisme, maka PT. Tirta Finance menerapkan Program Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan Pendanaan Terorisme secara memadai dengan lebih mewaspadai dan
apabila memungkinkan dilakukan pemblokiran/pencegahan terhadap modus pendanaan
terorisme.

Modus Pendanaan Terorisme:

1. Pendanaan dalam negeri melalui sumbangan ke yayasan menggunakan instrument uang


tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris.
2. Pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana yayasan menggunakan instrument
uang tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris.
3. Pendanaan dalam negeri melalui berdagang/usaha (barang/jasa) menggunakan instrument
uang tunai yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris.
4. Pendanaan dalam negeri melalui tindak pidana kriminal menggunakan instumen uang tunai
yang digunakan untuk pengelolaan jaringan teroris.
5. Pendanaan dalam negeri melalui penyalahgunaan dana yayasan untuk membuka kegiatan
usaha baru (barang/jasa) yang hasilnya untuk pengelolaan jaringan teroris.

5
BAB II

PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT BERBASIS RISIKO


(RISK BASED APPROACH)

A. Kewajiban Penerapan Program APU dan PPT Berbasis Risiko

1. PT. Tirta Finance (TF) menerapkan Program APU dan PPT dalam melakukan hubungan
usaha dengan pengguna jasa agar tidak dijadikan sebagai sarana atau sasaran kejahatan
baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.
TF akan melakukan kegiatan mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko tindak pidana
Pencucian Uang dan/atau tindak pidana Pendanaan Terorisme terkait dengan nasabah,
negara/area, geografis/yurisdiksi, produk, jasa, transaksi atau jaringan distribusi (delivery
channels) dengan cara melakukan penilaian sendiri dan menerapkan proses kerangka kerja
manajemen risiko yang efektif. TF secara berkala melakukan pengkinian data terkait
penerapan program APU dan PPT serta bersikap responsif dalam rangka mendukung
penilaian risiko nasional.
2. Penerapan program APU dan PPT berbasis risiko (risk based approach) digunakan TF dalam
menerapkan tindakan pencegahan dan mitigasi risiko yang sepadan dengan risiko TPPU
dan TPPT yang teridentifikasi dan selanjutnya dapat mengalokasikam sumber daya sesuai
dengan profil risiko yang dihadapi, mengelola pengendalian intern, struktur internal, dan
implementasi kebijakan dan prosedur untuk mencegah serta mendeteksi Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme.
Dalam penerapan program APU dan PPT berbasis risiko (risk based approach), TF merujuk
dan mempertimbangkan risiko yang menjadi perhatian nasional yang tercantum dalam
penilaian risiko nasional (national risk assessment/NRA) serta tercantum dalam penilaian
risiko sectoral (sectoral risk assessment/SRA).
3. Bahwa risiko yang tercantum dalam NRA dan SRA dapat berkembang dan mengalami
perubahan, karena itu penerapan program APU dan PPT yang dimiliki TF akan responsive
terhadap perubahan risiko tersebut.

B. Konsep Risiko

6
1. Definisi Risiko
Risiko adalah kemungkinan (likelihood) suatu kejadian dan konsekuensinya. Secara
sederhana, risiko dapat dilihat sebagai kombinasi peluang yang mungkin terjadi dan tingkat
kerusakan atau kerugian yang mungkin dihasilkan dari suatu peristiwa.

2. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah proses yang secara luas digunakan pada sector public dan sector
privat untuk membantu dalam pembuatan keputusan. Dalam kaitannya dengan Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme, proses dimaksud mencakup pemahaman terhadap risiko
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, penilaian atas kedua risiko tersebut, dan
pengembangan metode untuk mengelola dan memitgasi risiko yang telah diidentifikasi.
3. Risiko Bawaan (Inherent Risk) dan Risiko Residual (Residual Risk)
Risiko bawaan (inherent risk) adalah risiko yang melekat pada suatu peristiwa atau keadaan
yang telah ada sebelum penerapan tindakan pengendalian. Risiko bawaan (inherent risk) ini
terkait dengan kegiatan usaha dan nasabah. Risiko residual (residual risk) adalah tingkat
risiko yang tersisa setelah impelentasi langkah mitigasi risiko dan pengendalian.
4. Pendekatan Berbasis Risiko (Risk Based Approach)
Dalam konteks Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, pendekatan berbasis risiko (risk
based approach) adalah suatu proses yang meliputi hal penilaian risiko, pertimbangan
seluruh factor risiko yang relevan.

C. Menetapkan Toleransi Risiko

1. Toleransi risiko merupakan tingkat dan jenis risiko secara maksimum ditetapkan oleh
perusahaan pembiayaan. Toleransi risiko merupakan penjabaran dari tingkat risiko yang
diambil (risk appetite).
2. Toleransi Risiko adalah komponen penting dari manajemen risiko yang efektif.
3. Sebelum mempertimbangkan mitigasi risiko, perusahaan pembiayaan harus menetapkan
toleransi risiko.
4. Pada saat mempertimbangkan ancaman, konsep toleransi risiko akan memampukan
perusahaan pembiayaan untuk menentukan tingkat ancaman risiko yang dapat ditoleransi
oleh perusahaan pembiayaan.
5. Dalam menetapkan toleransi risiko, perusahaan pembiayaan perlu mempertimbangkan
kategori risiko di bawah ini yang dapat mempengaruhi perusahaan pembiayaan, antara
lain:
a. Risiko pengaturan (regulatory risk);
b. Risiko reputasi (reputanional risk);
c. Risiko hukum (legal risk); dan

7
d. Risiko keuangan (financial risk).

D. Peninjauan dan Evaluasi Pendekatan Berbasis Risiko (Risk Based Approach)

Penilaian risiko yang dimiliki oleh PJK IKNB harus ditinjau berdasarkan kebutuhan untuk menguji
efektivitas dari kepatuhan penerapan program APU dan PPT, yang meliputi:
1. Kebijakan dan prosedur;
2. Penilaian risiko terkait Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme; dan
3. Program pelatihan sumber daya manusia (bagi karyawan dan pejabat senior).

8
BAB III

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

A. Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence/CDD)

Uji Tuntas Nasabah/Customer Due Diligence (CDD) adalah kegatan berupa identifikasi, verifikasi,
dan pemantauan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan untuk memastikan bahwa
transaksi dilakukan sesuai dengan profil, karateristik, dan/atau pola transaksi calon nasabah
atau nasabah.
Dalam hal PT. Tirta Finance berhubungan dengan calon nasabah/nasabah yang tergolong
berisiko tinggi terhadap kemungkinan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, maka akan
dilakukan prosedur CDD yang lebih mendalam yang disebut dengan Enhanced Due Diligince
(EDD).

B. Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence/EDD)

Adalahh tindakan CDD lebih mendalam yang dilakukan perusahaan pembiayaan terhadap calon
nasabah/nasabah yang tergolong dalam area berersiko tinggi terhadap kemungkinan Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme.

1. Pelaksanaan CDD

a. Kebijakan Permintaan Informasi dan Dokumen


Untuk menjadi nasabah PT. Tirta Finance, calon nasabah harus melengkapi data-data
sebagaimana tercantum di dalam formulir aplikasi standar yang berlaku dengan dilengkapi
tanda bukti identitas dan dokumen pendukung lainnya yang disyaratkan oleh PT. Tirta
Finance, yang terdiri dari:
Untuk calon nasabah perorangan:
1) Data sesuai identitas calon nasabah:
1.1.Nama;
1.2.Nomor identitas;
1.3.Alamat;
1.4.Tempat dan tanggal lahir;
1.5.Jenis kelamin;
1.6.Status perkawinan; dan

9
1.7.Kewarganegaraan.
2) Alamat tempat tinggal terkini (jika berbeda dengan kartu identitas).
3) Nomor telepon.
4) Legalitas dan perijinan calon nasabah.
5) Pekerjaan atau bidang usaha.
6) Sumber dana dan rata-rata penghasilan dan pengeluaran per bulan
7) Jumlah penghasilan.
8) Rekening yang dimiliki
9) Tujuan penggunaan dan fasilitas.
10) Identitas beneficial owner (bila ada)

Untuk calon nasabah perusahaan:


1) Nama.
2) Legalitas dan Perijinan.
3) Bidang Usaha.
4) Alamat kedudukan.
5) Nomor telepon.
6) Tempat dan tanggal pendirian.
7) Identitas beneficial owner (bila ada).
8) Sumber dana.
9) Maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan antara nasabah
dengan PT. Tirta Finance.

Penerima nasabah dilakukan dengan melaksanakan prosedur sebagai berikut:


Marketing Officer (MO) menerima permohonan pembiayaan dari calon nasabah dengan
mengisi formulir permohonan pembiayaan yang telah disediakan PT. Tirta Finance disertai
dengan data-data dan dokumen pendukung calon nasabah dari dealer/supplier maupun
dari calon nasabah langsung.
Data-data dan dokumen pendukung yang dibutuhkan dari calon nasabah adalah berupa
fotocopy:

Nasabah Perorangan Nasabah Perusahaan


a. KTP (calon nasabah, suami/isteri, penjamin); a. Akta pendirian termasuk seluruh anggaran
b. NPWP; dasar perubahan lainnya hingga terakhir;
c. Kartu Keluarga; b. NIB atau SIUP dan TDP;
d. Akta perkawinan/buku nikah c. SKDP;
e. Buku tabungan/rekening koran; d. NPWP Perusahaan;
f. Kuitansi pembayaran PLN, PAM, Telepon; e. Daftar pengurus;
g. Bukti pembayaran Pajak Bumi dan f. KTP Pengurus;
Bangunan; g. Laporan keuangan terkahir;
h. Slip gaji/refrensi kerja (bagi karyawan); h. Rekening koran 3 bulan terakhir;
i. Specimen tanda tangan i. Specimen tanda tangan

10
Untuk melakukan identifikasi terhadap calon nasabah, PT. Tirta Finance menggunakan
formulir aplikasi standar yang ditentukan.

b. Kebijakan Verifikasi Dokumen


Selanjutnya petugas front liner PT. Tirta Finance akan meneliti atas kebenaran bukti dan
identitas yang telah disampaikan oleh calon nasabah, melakukan survey balik ke
kediaman/tempat tinggal maupun tempat kerja calon nasabah dan apabila dipandang perlu
dapat melakukan wawancara dengan calon nasabah untuk memperoleh keyakinan atas
kebenaran informasi dari bukti dan dokumen pendukung yang telah diserahkan kepada PT.
Tirta Finance.
Permohonan calon nasabah yang tidak memenuhi persayratan kelengkapan data dan
dokumen pendukung yang ditentukan dan/atau diragukan kebenarannya akan ditolak oleh
komite pembiayaan PT. Tirta Finance.

c. Prosedur Verifikasi Dokumen:


MO PT. Tirta Finance melakukan penelitian atas kebenaran dan keabsahan data-data dan
dokumen pendukung yang telah disampaikan untuk dituangkan dalam bentuk analisa,
dengan cara sebagai berikut:
1. Melakukan kunjungan lokasi kepada calon nasabah, baik ke rumah maupun tempat
kerja;
2. Melakukan verifikasi dokumen antara fotocopy dokumen yang diterima dengan
dokumen aslinya;
3. Melakukan wawancara dengan calon nasabah;
4. Melakukan analisa pembiayaan terhadap calon nasabah mengenai kelayakan
pembiayaan calon nasabah.

Apabila prosedur tersebut telah dilakukan oleh MO, maka MO membuat analisa dan
kesimpulan untuk mendapatkan persetujuan dari komite pembiayaan.
Dalam hal komite menilai dan berpendapat bahwa data nasabah dari haisl survey yang
dilakukan oleh MO masih meragukan kebenaran dan keabsahannya, dan nasabah dinilai
tidak layak, maka komite pembiayaan akan menolak permohonan nasabah tersebut.
Apabila data nasabah dinyatakan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan
keabsahanya, dan nasabah dinilai layak, maka komite pembiayaan dapat memberikan
persetujuan kepada nasabah yang bersangkutan untuk menjadi nasabah PT. Tirta Finance.
Keputusan diterima atau tidak diterimanya calon nasabah menjadi nasabah PT. Tirta
Finance ditetapkan oleh komite pembiayaan setelah dengan seksama dan
mempertimbangkan kelengkapan dan kebenaran dokumen nasabah serta laporan

11
mengenai kelayakan pembiayaan nasabah. Apabila permohonan pembiayaan disetujui
untuk diterima, maka seluruh dokumentasi yang ada akan diverifikasi secara cermat oleh
staf legal dan untuk selanjutnya mempersiapkan dokumen perjanjian untuk melakukan
pengikatan pembiayaan.
Pengikatan pembiayaan tidak dapat dilaksanakan apabila:
1. Nasabah memberikan informasi tidak lengkap dan/atau tidak benar.
2. Nasabah memberikan identitas tidak benar dan/atau palsu.

d. Kebijakan Pemantauan dan Pengkinian Data Nasabah


Untuk menjalankan dan menerapkan kebijakan pemantauan dan pengkinian data nasabah,
PT. Tirta Finance menyimpan dokumen/profil yang berkaitan dengan identitas nasabah di
data base/program computer PT. Tirta Finance, yang meliputi:
1. Identitas nasabah;
2. Legalitas dan perijinan;
3. Pekerjaan atau bidang usaha;
4. Jumlah penghasilan;
5. Rekening yang dimiliki;
6. Aktivitas transaksi normal;
7. Tujuan penggunaan dana/fasilitas;
8. Perikatan lain yang dimiliki nasabah pada bank atau LKNB lainnya.

Database tersebut wajib dilakukan pengkinian terhadap setiap perubahan data dari
nasabah untuk membantu melakukan analisi dan penelusuruan transaksi secara individual
baik untuk kepentingan PT. Tirta Finance maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan
(PPATK).
Staf administrasi pembiayaan berkewajiban untuk membuat, menyimpan, memelihara,
dan mengupdate dokumentasi profil nasabah yang bersangkutan di dalam data base PT.
Tirta Finance untuk jangka waktu sampai dengan 5 (lima) tahun sejak nasabah mengakhiri
perikatan dengan PT. Tirta Finance.
Untuk tindakan Pencegahan Pendanaan Terorisme, PT. Tirta Finance melakukan:
1. Pemeliharaan database daftar terduga teroris berdasarkan data yang dipublikasikan
oleh pemerintah atau organisasi internasional.
2. Memastikan secara berkala nama nasabah yang memiliki kesamaan atau kemiripan
dengan nama yang tercantum dalam database terduga teroris.
3. Dalam hal terdapat kemiripan nama nasabah dengan nama yang tercantum dalam
database terduga teroris, PT. Tirta Finance akan memastikan kesesuaian identitas
nasabah.

12
4. Dalam hal terdapat kesamaan nama nasabah dan kesamaan informasi lainnya dengan
nama yang tercantum dalam database terduga teroris, PT. Tirta Finance akan
melaporkan nasabah tersebut dalam laporan transaksi keuangan mencurigakan.

2. Pemilik Manfaat (Beneficial Owner/BO) dan Pelaksanaan CDD

Kebijakan identifikasi dan verifikasi calon nasabah, yaitu pemilik manfaat dari calon nasabah,
nasabah, atau WIC yang merupakan orang perseorangan (natural person) maupiun korporasi
identifikasi dan verfikasi identitas pemilik manfaat dilakukan terhadap informasi yang relevan
diantaranya berupa:
a. Informasi dan dokumen identitas yang memuat:
1. Nama lengkap termasuk nama alias.
2. Nomor dokumen identitas.
3. Alamat tempat tinggal sesuai dokumen identitas dan alamat tempat tinggal lain.
4. Tempat dan tanggal lahir.
5. Kewarganegaraan.
6. Pekerjaan.
7. Alamat dan nomor telepon tempat kerja.
8. Jenis kelamin.
9. Status.
b. Sumber dana.
c. Penghasilan rata-rata per tahun
d. Maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan.
e. Hubungan hukum antara calon nasabah, nasabah, atau WIC dengan pemilik manfaat yang
ditunjukkan dengan surat penugasan, surat perjanjian, surat kuasa, atau bentuk lainnya.
f. Pernyataan dari calon nasabah, nasabah, atau WIC mengenai kebenaran identitas maupun
sumber dana dari pemilik manfaat.

Untuk klasifikasi standar identifikasi dan verifikasi harus dilakukan sebagai berikut:
1. Meminta informasi calon nasabah.
2. Mecocokan dokumen pendukung nasabah yaitu berupa fotocopy dokumen pendukung
calon nasabah dengan dokumen aslinya untuk memastikan keabsahannya.
3. Meneliti hal-hal yang tidak wajar atau mencurigakan.
4. Melakukan penelaahan mengenai BO
5. Memastikan kebenaran dokumen calon nasabah, dengan:
1.8. Melakukan wawancara dengan calon nasabah untuk memperoleh keyakinan atas
kebenaran informasi dari bukti identitas dan dokumen pendukung yang telah
diserahkan.
1.9. Meminta dokumen-dokumen lain yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.

3. Pelaksanaan Enhaced Due Diligence

Enhanced Due Diligence (EDD) dilaksanakan setelah proses CDD berupa identifikasi dan
verifikasi calon nasabah dan/atau BO dilaksanakan. Dalam EDD ini PT. Tirta Finance akan

13
melakukan proses identifikasi dan verifikasi secara lebih ketat. EDD diterapkan apabila tingkat
resiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dianggap/diklasifikasian tinggi terhadap praktik
pencucian uang, risiko tersebut dapat dilihat dari:
1. Latar belakang atau profil nasabah dan BO termasuk kategori orang yang popular secara
politis (politicaly exposed person) atau nasabah yang beresiko tinggi (high risk customer).
2. Bidang usaha yang termasuk kategori usaha yang beresiko tinggi (high risk business).
3. Negara atau territorial asal nasabah, domisili nasabah atau dilakukannya transaksi yang
termasuk negara yang beresiko tinggi (high risk countries).
4. Pihak-pihak yang tercantum dalam dafar nama-nama teroris.

Untuk klasifikasi CDD lebih ketat (EDD), identifikasi dan verifikasi dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan standar CDD
2. Melakukan verifikasi terhadap informasi calon nasabah dan BO, yang dilakukan berdasarkan
pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi yang terkait,
tidak hanya didasarkan pada infromasi yang diberikan oleh calon nasabah dan/atau BO
tersebut.
3. Melakukan verifikasi hubungan bisnis yang dilakukan oleh calon nasabah dan/atau BO
dengan pihak ketiga.
4. Melaukan CDD secara berkala paling kurang berupa analisis terhadap informasi mengenai
calon nasabah, sumber dana, tujuan transaksi dan hubungan usaha dengan pihak terkait.

4. Penutupan Hubungan Usaha dan/atau Penolakan Transaksi

PT. Tirta Finance akan menolak hubungan usaha dan/atau transaksi dengan calon
nasabah/nasabah dalam hal:

1. Calon nasabah/nasabah tidak memenuhi persyaratan sebagaiaman dituangkan dalam


kebijakan pelaksanaan CDD dan EDD tersebut di atas.
2. Diketahui menggunakan identitas dan/atau memberikan informasi yang tidak benar
3. Penggunaan pembiayaan dan rekening tidak sesuai dengan profil nasabah.
4. Diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen palsu, menyampaikan informasi
yang meragukan, terdapat dalam dafatar terduga teroris dan organisasi teroris dan/atau
daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Masal.

5. Pelaksanaan CDD oleh Pihak Ketiga

1. Dalam hal calon nasabah merupakan nasabah dari lembaga keuangan sebelumnya (pihak
ketiga), maka PT. Tirta Finance dapat mempergunakan CDD yang sebelumnya, namun tetap

14
wajib melakukan identifikasi dan verifikasi atas hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak
ketiga.
2. Hasil CDD yang dapat digunakan oleh PT. Tirta Finance adlah hasil CDD dari pihak ketiga
yang memenuhi kriteria paling kurang sebagai berikut:
a. Memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memiliki kerja sama dengan PT. Tirta Finance dalam bentuk kesepakatan tertulis.
c. Tunduk pada pngawasan dari otoritas berwenang.
d. Bersedia memenuhi permintaan informasi yang paling kurang beruapa informasi
mengenai:
d.1. Nama lengkap sesuai dengan yang tercantum pada kartu identitas.
d.2. Alamat, tempat dan tanggal lahir.
d.3. Kewarganegaraan dari calon nasabah.
d.4.Salinan dokumen pendukung yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan program
APU dan PPT

6. Penatausahaan Dokumen

Setelah nasabah dinyatakan diterima sebagai nasabah PT. Tirta Finance, maka staf legal
berkewajiban untuk membuat, menyiapkan, dan memelihara seluruh dokumentasi terkait
dengan nasabah, terdiri dari keputusan komite pembiayaan, dokumen perjanjian pembiayaan,
bukti pencairan pembiayaan, surat menyurat terkait dengan fasilitas pembiayaan tersebut dan
dokumentasi dokumen pendukung nasabah. Dokumentasi profile dari nasabah yang
bersangkutan juga harus disimpan di dalam data base/sistem PT. Tirta Finance.
PT. Tirta Finance tetap menatausahakan dokumen yang terkait dengan data nasabah dan
dokumen nasabah terkait dengan transaksi keuangan dengan jangka waktu selama 10 (sepuluh)
tahun sejak:
1. Berakhirnya hubungan usaha atau transaksi dengan nasabah; atau
2. Ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan tujuan ekonomis dan/atau tujuan usaha

7. Pelaporan Kepada PPATK


PT. Tirta Finance akan menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dalam bentuk laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) atau
Suspicious Transaction Report (STR) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash
Transaction Report (CTR) dan/atau laporan lain sebagaimana diatur dalam ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme. Pelaporan dimaksud
berpedoman kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh PPATK.

15
8. Pengendalian Intern
Untuk memastikan efektivitas penerapan program APU dan PPT maka PT. Tirta Finance telah
memiliki sistem pengendalian intern yang efektif yaitu:
a. Telah memiliki kebijakan prosedur dan pemantauan internal yang memadai.
b. Telah menetapkan batasan wewenang dan tanggung jawab pejabat yang ditunjuk terkait
dengan penerapan Program APU dan PPT.

BAB IV

MANAJEMEN

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU dan PPT), selain dibutuhkan pengawasan aktif dari direksi dan dewan komisaris,
perusahaan pembiayaan wajib membentuk Unit Kerja Khusus atau menunjuk pegawai yang
bertanggung jawab atas Program APU dan PPT. Peran aktif direksi dan dewan komisaris sangat
diperlukan dalam menciptakan efektivitas pelaksanaan Program APU dan PPT, mengingat peran
direksi dan dewan komisaris juga dapat memovoitasi karyawan dan unit kerja dalam mendorong
terbentuknya budaya kepatuhan di seluruh jajaran organisasi. Terbentuknya kerangka kerja tata
kelola perusahaan (corporate governace) yang kuat dalam organisasi akan mendukung pelaksanaan
Program APU dan PPT yang dimiliki.

A. Pengawasan Aktid Direksi dan Dewan Komisaris

1. Pengawasan aktid Direksi PT. Tirta Finance dilakukan dengan cara:


a. Memastikan bahwa PT. Tirta Finance telah mempunyai kebijakan dan prosedur
penerapan program APU dan PPT;
b. Memastikan Program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang telah ditetapkan;
c. Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur mengenai Program APU dan PPT sejalan
dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan teknologi PT. Tirta Finance
serta sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang atau pendanaan terorisme;
d. Memastikan bahwa unit kerja/pegawai yang melaksanakan kebijakan dan prosedur
Program APU dan PPT telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan penerapan
Program APU dan PPT secara berkala.
2. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dilakukan dengan cara:
a. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab direksi terhadap pelaksanaan
Program APU dan PPT.

16
b. Memastikan adanya pembahasan terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme
dalam rapat direksi dan dewan komisaris
B. Unit Kerja Khusus
Dalam rangka melaksanakan dan menerapkan Program APU dan PPT, PT. Tirta Finance
membentuk Unit Kerja Khusus sebagai penanggung jawab penerapan program APU dan PPT
yang berkedudukan di kantor pusat dan di bawah pengawasan dewan direksi PT. Tirta Finance.
Dengan pertimbangan kinerja dan operasional PT. Tirta Finance, Unit Kerja Khusus belum
dibentuk secara tersendiri namun untuk pelaksanaannya saat ini ditunjuk dan dirangkap oleh
salah satu pejabat dari PT. Tirta Finance yang bertanggung jawab langsung kepada dewan
direksi dan bersifat independen.

17
BAB V

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN, SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN

A. Sistem Informasi Manajemen


Dalam pelaksanaan penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme, PT. Tirta Finance telah memiliki sistem informasi manajemen yang dapat
mengindentifikasi, menganlisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai
karateristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah.

B. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan


PT. Tirta Finance melakukan upaya-upaya agar institusi tidak digunakan sebagai media atau
tujuan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. Untuk itu PT. Tirta Finance menerapkan
strategi:
a. Prosedur penyaringan/screening secara lebih teliti dalam penerimaan karyawan minimal
untuk memastikan profil calon karyawan tidak memiliki catatan kejahatan.
b. Pengenalan, penelitian terhadap profil karyawan dan calon karyawan melalui metode KYE
(Know Your Employee).
c. Menyelenggarakan pelatihan –pelatihan dengan peserta seluruh karyawan PT. Tirta Finance
mengenai hal-hal yang terkait dengan Program APU dan PPT.
d. Pelatihan diselenggarakan sesuai dengan jadwal program yang telah disusun.
e. Pelatihan dilakukan secara berkesinambungan tentang impelentasi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Program APU dan PPT, teknik dan metoda serta
tipologi APU dan PPT serta penyampaian kebijakan dan prosedur penerapan Program APU
dan PPT serta peran dan tanggung jawab karyawan dalam mencegah dan memberantas
Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme

Jakarta, 08 April 2020

18
Giovanni Florentinus
Pelaksana Tugas Pengurus

19

Anda mungkin juga menyukai