Anda di halaman 1dari 195

LAMPIRAN 1

SURAT EDARAN BANK INDONESIA


NOMOR 15/21/DPNP TANGGAL 14 Juni 2013
PERIHAL
PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN
UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN
TERORISME BAGI BANK UMUM

PEDOMAN STANDAR PENERAPAN PROGRAM


ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN
PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

BANK INDONESIA
2013

73
BAB I
PENDAHULUAN

Lembaga keuangan, khususnya perbankan, sangat rentan terhadap


kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan pendanaan
terorisme, karena pada perbankan tersedia banyak pilihan transaksi bagi
pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam upaya
melancarkan tindak kejahatannya. Melalui berbagai pilihan transaksi
tersebut, seperti transaksi pengiriman uang, perbankan menjadi pintu
masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana atau
merupakan pendanaan kegiatan terorisme ke dalam sistem keuangan
yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku
kejahatan. Misalnya untuk pelaku pencucian uang, harta kekayaan
tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah
sah dan tidak lagi dapat dilacak asal usulnya. Sedangkan untuk pelaku
pendanaan terorisme, harta kekayaan tersebut dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan terorisme.

A. Pengertian, Tahap-tahap, dan Modus Pencucian Uang


1. Pencucian uang atau secara internasional dikenal dengan istilah
money laundering adalah perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan yang sah.
2. Pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan ke
dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi:
a. Penempatan (Placement), adalah upaya menempatkan
uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam
sistem keuangan (financial system), atau upaya

74
menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat
deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan,
terutama sistem perbankan.
b. Transfer (Layering), adalah upaya untuk mentransfer
harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty
money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia
Jasa Keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya
penempatan (placement) ke Penyedia Jasa Keuangan (PJK)
yang lain. Sebagai contoh adalah dengan melakukan
beberapa kali transaksi atau transfer dana.
c. Penggunaan harta kekayaan (Integration), adalah upaya
menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem
keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money),
untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai
kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh adalah dengan
pembelian aset dan membuka atau melakukan kegiatan
usaha.
3. Beberapa modus pencucian uang yang banyak digunakan oleh
pelaku pencucian uang adalah:
a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan
dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh
banyak pelaku.
b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan
dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah
transaksi menjadi lebih kecil.
c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil
kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk
kemudian dikembalikan ke rekening asalnya.
d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul
sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil
kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang

75
menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak
menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut
merupakan proceed of crime.
e. Pembelian asset atau barang-barang mewah, yaitu
menyembunyikan status kepemilikan dari aset/barang
mewah termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh
sistem keuangan.
f. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari
penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga
tidak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan.
g. Underground Banking atau Alternative Remittance
Services, yaitu kegiatan pengiriman uang melalui
mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar
kepercayaan.
h. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan
dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan
menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang
sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
i. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana
dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan
tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya.
j. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang
dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai
upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan
pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang.

B. Pendanaan Terorisme
1. Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara
langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi teroris atau teroris. Pendanaan terorisme pada
dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), namun demikian,
keduanya mengandung kesamaan, yaitu menggunakan jasa

76
keuangan sebagai sarana untuk melakukan suatu tindak
pidana.
2. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan
asal-usul harta kekayaan, maka tujuan tindak pidana
pendanaan terorisme adalah membantu kegiatan terorisme,
baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu
tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh
secara sah.
3. Untuk mencegah Bank digunakan sebagai sarana tindak pidana
pendanaan terorisme, maka Bank perlu menerapkan Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
secara memadai.

C. Pelaporan Kepada PPATK


Berdasarkan Undang-undang tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, laporan yang
disampaikan oleh Bank kepada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) meliputi:
1. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau
Suspicious Transaction Report (STR);
2. Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash
Transaction Report (CTR); dan
3. Laporan lainnya, yaitu antara lain Laporan Transaksi Keuangan
Transfer Dana dari dan ke luar negeri .
Tata cara pelaporan mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh
PPATK.
D. Kebijakan Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (Program APU dan PPT)
1. Program APU dan PPT merupakan program yang wajib
diterapkan Bank dalam melakukan hubungan usaha dengan
pengguna jasa Bank (Nasabah atau Walk In Customer). Program
tersebut antara lain mencakup hal-hal yang diwajibkan dalam
Financial Action Task Force (FATF) Recommendation dan The

77
Basel Committee on Banking Supervision sebagai upaya untuk
melindungi Bank agar tidak dijadikan sebagai sarana atau
sasaran kejahatan baik yang dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.
2. Customer Due Dilligence (CDD) merupakan salah satu instrumen
utama dalam Program APU dan PPT. CDD tidak saja penting
untuk mendukung upaya pemberantasan pencucian uang dan
pendanaan teroris, melainkan juga dalam rangka penerapan
prinsip kehatian-hatian perbankan (prudential banking).
Penerapan CDD membantu melindungi Bank dari berbagai
risiko dalam kegiatan usaha Bank, seperti risiko operasional,
risiko hukum, dan risiko reputasi serta mencegah industri
perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran tindak
pidana, khususnya pencucian uang dan pendanaan terorisme.
3. Sebagai upaya meminimalisasi penggunaan Bank sebagai media
pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank wajib
menerapkan Program APU dan PPT, yang merupakan bagian
dari penerapan manajemen risiko Bank yang paling kurang
mencakup:
a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b. kebijakan dan prosedur;
c. pengendalian intern;
d. sistem manajemen informasi; dan
e. sumber daya manusia dan pelatihan.
4. Program APU dan PPT memuat kebijakan dan prosedur tertulis
yang paling kurang mencakup:
a. permintaan informasi dan dokumen;
b. Beneficial Owner;
c. verifikasi dokumen;
d. CDD yang lebih sederhana;
e. penutupan hubungan dan penolakan transaksi;
f. ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP;
g. pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga;

78
h. pengkinian dan pemantauan;
i. Cross Border Correspondent Banking;
j. transfer dana;
k. penatausahaan dokumen; dan
l. pelaporan kepada PPATK.
5. Kebijakan dan prosedur di atas wajib mempertimbangkan faktor
teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku
pencucian uang dan pendanaan terorisme, termasuk jika Bank
mengeluarkan produk dan aktivitas baru. Dalam hal Bank akan
mengeluarkan produk dan aktivitas baru, Bank wajib
melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian terhadap risiko terjadinya pencucian uang atau
pendanaan terorisme dari:
a. pengembangan produk dan aktivitas baru termasuk
pelaksanaannya;
b. penggunaan atau pengembangan teknologi baru baik
untuk produk dan aktivitas baru maupun untuk produk
dan aktivitas yang sudah berjalan.
Dalam melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring dan
pengendalian perlu:
a. memperhatikan risiko yang timbul, antara lain risiko
operasional, risiko hukum, risiko konsentrasi, dan risiko
reputasi, atas penerbitan produk, pelaksanaan aktivitas
baru, penggunaan atau pengembangan teknologi baru,
serta mengupayakan tindakan yang memadai untuk
mengelola dan memitigasi risiko yang timbul.
b. berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penerapan manajemen risiko dan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaporan produk dan aktivitas baru.
6. Agar tercapai penerapan Pedoman Pelaksanaan Program APU
dan PPT yang efektif maka pedoman tersebut wajib
dikomunikasikan kepada seluruh pegawai dan diterapkan

79
secara konsisten serta berkesinambungan.

80
BAB II
MANAJEMEN

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Anti Pencucian


Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), selain
dibutuhkan kepedulian dari Direksi dan Komisaris, Bank wajib
membentuk Unit Kerja Khusus atau menunjuk pejabat Bank yang
bertanggung jawab atas penerapan Program APU dan PPT. Peran aktif
dari Direksi dan Dewan Komisaris sangat diperlukan dalam menciptakan
efektifitas penerapan Program APU dan PPT, mengingat peranan Direksi
dan Dewan Komisaris akan mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan
organisasi dalam penerapan Program APU dan PPT. Selain itu, peranan
Direksi dan Dewan Komisaris juga dapat memotivasi karyawan dan unit
kerja dalam mendorong terbentuknya budaya kepatuhan di seluruh
jajaran organisasi. Terbentuknya kerangka kerja tata kelola perusahaan
(corporate governance) yang kuat dalam organisasi akan mendukung
pengawasan terhadap pelaksanaan Pedoman Penerapan Program APU
dan PPT yang dimiliki.
A. Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris
1. Pengawasan aktif Direksi Bank
Pengawasan aktif Direksi Bank paling kurang mencakup:
a. memastikan Bank memiliki kebijakan dan prosedur
Program APU dan PPT;
b. mengusulkan kebijakan tertulis Program APU dan PPT
kepada Dewan Komisaris;
c. memastikan penerapan Program APU dan PPT
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
tertulis yang telah ditetapkan;
d. membentuk Unit Kerja Khusus yang melaksanakan
Program APU dan PPT dan/atau menunjuk pejabat yang
bertanggung jawab terhadap Program APU dan PPT di
Kantor Pusat;

81
e. melakukan pengawasan atas kepatuhan satuan kerja
dalam menerapkan Program APU dan PPT;
f. memastikan bahwa kantor cabang wajib memiliki pegawai
atau pejabat yang menjalankan fungsi Unit Kerja Khusus.
Untuk kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar
negeri, ketentuan ini berlaku juga untuk kantor cabang
pembantu;
g. memastikan bahwa kantor cabang dengan kompleksitas
usaha yang tinggi memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada huruf f dan terpisah dari satuan kerja yang
melaksanakan kebijakan dan prosedur Program APU dan
PPT;
h. memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis
mengenai Program APU dan PPT sejalan dengan perubahan
dan pengembangan produk, aktivitas, dan teknologi Bank
serta sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang
atau pendanaan terorisme; dan
i. memastikan bahwa seluruh pegawai, khususnya pegawai
dari unit kerja terkait dan pegawai baru, telah mengikuti
pelatihan yang berkaitan dengan Program APU dan PPT
secara berkala.
Dalam melaksanakan pengawasan aktif Direksi, Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan paling kurang mempunyai
tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan Bank telah memenuhi ketentuan Bank
Indonesia mengenai Program APU dan PPT dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait;
b. memantau pelaksanaan tugas unit kerja khusus dan/atau
pejabat Bank yang bertanggung jawab atas penerapan
Program APU dan PPT;
c. memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama
mengenai pejabat yang akan memimpin Unit Kerja Khusus

82
atau pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan
Program APU dan PPT;
d. memberikan persetujuan terhadap Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan (LTKM); dan
e. mengevaluasi transaksi yang memerlukan persetujuan
pejabat senior.
2. Pengawasan aktif Dewan Komisaris
Pengawasan aktif Dewan Komisaris paling kurang mencakup:
a. memberikan persetujuan atas kebijakan Program APU dan
PPT;
b. mengawasi pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap
penerapan Program APU dan PPT, termasuk komitmen
yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia.

B. Unit Kerja Khusus (UKK)


1. UKK di Kantor Pusat
a. UKK merupakan unit kerja yang bertanggung jawab
terhadap penerapan Program APU dan PPT, dengan jumlah
karyawan yang memadai. Penyediaan sumber daya
manusia yang memadai mencerminkan komitmen Bank
terhadap penerapan Program APU dan PPT.
b. Berdasarkan pertimbangan beban tugas operasional dan
kompleksitas usaha, Bank dapat menunjuk paling kurang
seorang pejabat Bank yang bertanggung jawab dalam
menjalankan fungsi UKK.
c. Dalam menjalankan tugasnya, UKK melapor dan
bertanggung jawab kepada Direktur yang membawahkan
fungsi Kepatuhan.
d. Agar arahan dan ketentuan dari UKK dapat dilaksanakan
dengan baik, Bank harus memiliki mekanisme kerja yang
memadai, serta didokumentasikan oleh setiap unit kerja
terkait dengan memperhatikan anti tipping off dan menjaga
kerahasiaan informasi.

10

83
e. Pejabat UKK atau pejabat Bank yang bertanggung jawab
dalam menjalankan fungsi UKK paling kurang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) memiliki pengetahuan yang memadai mengenai APU
dan PPT dan peraturan lainnya yang terkait dengan
produk dan aktivitas perbankan;
2) memiliki pengalaman yang memadai di bidang
perbankan; dan
3) memiliki pengetahuan yang memadai mengenai risk
assessment dan risk mitigation yang terkait dengan
penerapan Program APU dan PPT.
f. Pejabat UKK atau pejabat Bank yang bertanggung jawab
menjalankan fungsi UKK memiliki kewenangan untuk
mengakses seluruh data Nasabah dan informasi lainnya
yang terkait dalam rangka pelaksanaan tugas.
g. Tugas dan tanggung jawab UKK atau pejabat Bank yang
bertanggung jawab terhadap penerapan Program APU dan
PPT adalah:
1) menyusun dan mengusulkan pedoman penerapan
Program APU dan PPT kepada Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan;
2) memastikan adanya sistem yang mendukung Program
APU dan PPT, yaitu sistem yang antara lain dapat
mengidentifikasi Nasabah, Transaksi Keuangan
Mencurigakan, dan transaksi keuangan lainnya yang
diwajibkan dalam Undang-undang;
3) memantau pengkinian profil Nasabah dan profil
transaksi Nasabah;
4) melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap
pelaksanaan kebijakan Program APU dan PPT dengan
unit kerja terkait yang berhubungan dengan Nasabah;
5) memastikan kebijakan dan prosedur telah sesuai
dengan perkembangan Program APU dan PPT yang

11

84
terkini, risiko produk Bank, kegiatan dan
kompleksitas usaha Bank, dan volume transaksi
Bank;
6) memantau kesesuaian transaksi keuangan dengan
profil Nasabah khususnya Nasabah dan transaksi
yang berisiko tinggi;
7) menerima laporan transaksi keuangan yang berpotensi
mencurigakan (red flag) dari unit kerja terkait dan
melakukan analisis atas laporan tersebut;
8) mengidentifikasikan transaksi yang memenuhi kriteria
mencurigakan berdasarkan laporan hasil analisa
transaksi keuangan dari unit kerja terkait dan/atau
hasil pemantauan yang dilakukan;
9) menyusun LTKM dan laporan lainnya sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan
terorisme, untuk disampaikan kepada PPATK
berdasarkan persetujuan Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan;
10) memastikan bahwa:
a) terdapat mekanisme kerja yang memadai dari setiap
satuan kerja terkait kepada UKK atau kepada
pejabat yang bertanggung jawab terhadap
penerapan Program APU dan PPT dengan menjaga
kerahasiaan informasi; dan
b) satuan kerja terkait melakukan fungsi dan tugas
dalam rangka mempersiapkan laporan transaksi
keuangan yang berpotensi mencurigakan sebelum
menyampaikannya kepada UKK atau pejabat yang
bertanggung jawab terhadap penerapan Program
APU dan PPT.
11) memantau, menganalisis, dan merekomendasi

12

85
kebutuhan pelatihan Program APU dan PPT bagi
pegawai Bank; dan
12) berperan sebagai contact person bagi Bank Indonesia
serta Penegak Hukum.

2. UKK di Kantor Cabang


a. Pelaksanaan fungsi UKK di kantor cabang dilakukan oleh
pejabat atau pegawai paling kurang setingkat dengan
penyelia.
b. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha tinggi,
pejabat atau pegawai yang menjalankan fungsi UKK tidak
berasal dari unit kerja yang melaksanakan kebijakan dan
prosedur Program APU dan PPT atau yang berhubungan
dengan Nasabah.
c. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha tinggi
dan di dalamnya hanya terdapat unit kerja yang
berhubungan dengan Nasabah maka pejabat atau pegawai
yang menjalankan fungsi UKK dapat:
1) berasal dari kantor pusat atau kantor wilayah dengan
tugas dan tanggung jawab khusus mengawasi
pelaksanaan Program APU dan PPT di beberapa kantor
cabang tertentu; atau
2) dirangkap oleh pegawai dari unit kerja yang tidak
berhubungan dengan Nasabah (non operasional) pada
kantor cabang lainnya seperti unit kerja manajemen
risiko. Rangkap jabatan diperkenankan dengan
mempertimbangkan bahwa satuan kerja yang
melaksanakan kebijakan dan prosedur Program APU
dan PPT terpisah dari satuan kerja yang mengawasi
penerapannya.
d. Terhadap kantor cabang dengan kompleksitas usaha
rendah maka pegawai yang menjalankan fungsi UKK dapat
dirangkap oleh pegawai yang berasal dari unit kerja yang

13

86
berhubungan dengan Nasabah (operasional), sepanjang
tugas operasional tersebut tidak mempengaruhi
independensi dan profesionalisme pegawai tersebut dalam
menjalankan fungsi UKK.
e. Dalam menetapkan kompleksitas usaha kantor cabang,
Bank menggunakan pendekatan berdasarkan risiko (risk
based approach) dengan memperhatikan paling kurang hal-
hal sebagai berikut:
1) produk dan jasa Bank yang memerlukan persetujuan
Bank Indonesia;
2) jumlah Nasabah berisiko tinggi yang dimiliki;
3) volume usaha kantor cabang;
4) aktivitas transaksi dengan luar negeri; dan/atau
5) lokasi kantor cabang berada pada wilayah yang
masyarakatnya dikenal sebagai cash society.
Hal-hal yang mempengaruhi kompleksitas usaha kantor
cabang sebagaimana contoh dalam angka 1) sampai 5) di
atas, dituangkan dalam kebijakan pendekatan berdasarkan
risiko (Risk Based Approach).
f. Pejabat atau pegawai yang menjalankan fungsi UKK di
kantor cabang memiliki paling kurang sebagai berikut:
1) pengetahuan yang memadai mengenai APU dan PPT
dan peraturan lainnya yang terkait dengan produk dan
aktivitas perbankan;
2) pengalaman yang memadai di bidang perbankan; dan
3) kewenangan untuk mengakses data Nasabah dan
informasi lainnya yang terkait dalam rangka
pelaksanaan tugas menjalankan fungsi UKK di kantor
cabang.
g. Tugas dan tanggung jawab pejabat atau pegawai yang
menjalankan fungsi UKK di kantor cabang adalah sebagai
berikut:
1) memastikan bahwa kebijakan, prosedur, dan

14

87
peraturan lainnya yang terkait penerapan Program
APU dan PPT di kantor cabang telah dilaksanakan
secara efektif.
2) memastikan bahwa persetujuan penerimaan dan/atau
penolakan permohonan pembukaan rekening atau
transaksi oleh calon Nasabah atau WIC yang tergolong
berisiko tinggi diberikan oleh pejabat senior di kantor
cabang setempat.
3) memantau setiap validitas proses, checklist atau daftar
periksa dan pelaksanaan verifikasi dokumen
pendukung pada saat pembukaan rekening dan/atau
terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang
terkait dengan pencucian uang dan/atau pendanaan
terorisme;
4) mengkoordinasikan dan memantau proses pengkinian
data Nasabah dan memastikan bahwa pengkinian data
tersebut sejalan dengan laporan rencana kegiatan
pengkinian data yang dikoordinir oleh UKK di kantor
pusat.
5) menerima laporan transaksi keuangan yang berpotensi
mencurigakan dari unit kerja terkait di kantor cabang,
mengidentifikasikan, dan melakukan analisis atas
laporan tersebut.
6) menyusun laporan transaksi keuangan yang
berpotensi mencurigakan untuk disampaikan kepada
UKK di kantor pusat.
7) memberikan masukan yang terkait dengan penerapan
Program APU dan PPT kepada pegawai di kantor
cabang dan/atau UKK di kantor pusat.
8) memantau, menganalisis, dan merekomendasikan
kebutuhan pelatihan Program APU dan PPT para
pegawai di kantor cabang kepada UKK di kantor pusat.

15

88
BAB III
KEBIJAKAN CUSTOMER DUE DILLIGENCE

Customer Due Dilligence (CDD) merupakan kegiatan berupa


identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan Bank untuk
memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil Calon
Nasabah, Walk in Customer (WIC), atau Nasabah.
A. Bank wajib melakukan prosedur CDD pada saat:
1. melakukan hubungan usaha dengan Calon Nasabah. Hubungan
usaha yang dimaksudkan dalam hal ini adalah antara lain
pembukaan rekening, pemilikan kartu kredit, atau penyewaan
safe deposit box. Apabila rekening merupakan rekening joint
account atau rekening bersama maka CDD dilakukan terhadap
seluruh pemegang rekening joint account tersebut;
2. melakukan hubungan usaha dengan WIC. Dalam hal ini
termasuk Nasabah Bank lain dimana Bank tidak memiliki akses
untuk mendapatkan informasi mengenai Nasabah tersebut
(WIC). Contoh: A adalah Nasabah Bank asing X cabang
Singapura dan ingin melakukan transaksi di Bank asing X
cabang Indonesia. A tidak memiliki rekening di Bank asing X
cabang Indonesia dan Bank asing X tidak memiliki
kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai profil A
yang ada dalam sistem Bank asing X cabang Singapura. Pada
saat melakukan transaksi di Bank asing X cabang Indonesia,
A tergolong sebagai WIC. Dalam hal Bank asing X di Indonesia
memiliki kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai
profil A yang ada dalam sistem Bank asing X cabang
Singapura, maka A tergolong sebagai Nasabah.
3. Bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh
Nasabah, penerima kuasa, dan/atau Beneficial Owner.
4. terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait
dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, yaitu
transaksi yang memenuhi salah satu kriteria dari transaksi

16

89
keuangan mencurigakan namun masih perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut (CDD ulang) untuk memastikan apakah
transaksi tersebut tergolong sebagai Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang wajib dilaporkan kepada PPATK, dengan
tetap memperhatikan ketentuan anti tipping off.
B. CDD ulang yang dimaksudkan pada huruf A angka 4 di atas
ditujukan untuk mendapatkan informasi yang terkini mengenai
profil Nasabah sehingga dapat dipastikan kesesuaian antara profil
Nasabah dengan transaksi yang dilakukan. CDD ulang dapat
dilakukan baik terhadap seluruh informasi maupun hanya terhadap
sebagian informasi, sesuai dengan kebutuhan Bank dalam
memastikan kesesuaian antara profil Nasabah dengan transaksi
yang dilakukan.
C. Perlakuan CDD ulang juga berlaku terhadap WIC yang melakukan
transaksi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih
atau yang nilainya setara baik yang dilakukan dalam 1 (satu) kali
maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
D. Apabila CDD ulang dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya
tipping off, Bank dapat melaporkan transaksi yang diindikasikan
mencurigakan dalam LTKM tanpa didahului dengan proses CDD
ulang.
E. Untuk Nasabah dan/atau Bank koresponden di luar negeri (Bank
Penerima atau Bank Penerus) yang telah melakukan hubungan
usaha dengan Bank sebelum tanggal 28 Desember 2012, CDD ulang
dilakukan sesuai dengan pendekatan berdasarkan risiko (Risk Based
Approach) yaitu apabila:

Nasabah Perorangan dan Bank Penerima atau Bank


Nasabah Perusahaan Penerus

a. terdapat peningkatan nilai a. terdapat perubahan profil


transaksi yang signifikan Bank Penerima dan/atau
b. terdapat perubahan profil Bank Penerus yang bersifat
Nasabah yang bersifat substansial
signifikan b. informasi pada profil Bank

17

90
Nasabah Perorangan dan Bank Penerima atau Bank
Nasabah Perusahaan Penerus

c. informasi pada profil Nasabah Penerima dan/atau Bank


yang tersedia dalam Customer Penerus yang tersedia belum
Identification File belum dilengkapi dengan informasi
dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam dalam bab IX butir A.2.
Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4
pada bab V.
d. menggunakan rekening
anonim atau rekening yang
menggunakan nama fiktif

F. Bank dapat meminta pihak lain (outsourcing atau agen) untuk


melakukan CDD berupa pertemuan langsung (face to face),
permintaan informasi dan dokumen pendukung, serta proses
verifikasi terhadap dokumen pendukung.
G. Dalam hal Bank menggunakan pihak lain dalam melakukan
prosedur CDD, Bank harus:
1. memberikan informasi mengenai prosedur CDD kepada pihak
lain;
2. memberikan pelatihan mengenai pelaksanaan CDD kepada pihak
lain tersebut; dan
3. membuat perjanjian atau kontrak sebagai dasar kerja sama
antara Bank dengan pihak lain dengan salah satu materi
perjanjiannya adalah mewajibkan pihak lain untuk menerapkan
prosedur CDD sesuai dengan prosedur Bank.
H. Bank bertanggung jawab atas hasil CDD yang dilakukan oleh pihak
lain mengingat pihak lain tersebut merupakan perpanjangan tangan
dari Bank.

18

91
BAB IV
KEBIJAKAN PENDEKATAN BERDASARKAN RISIKO
(RISK BASED APPROACH)

A. Pendekatan Berdasarkan Risiko


Pelaksanaan Program APU dan PPT harus dilakukan dengan
pendekatan berdasarkan risiko yang dituangkan dalam kebijakan
secara tertulis dan komprehensif yang paling kurang mencakup:
1. proses risk assesment yang meliputi identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko terhadap seluruh faktor
risiko yang bersifat material, dengan melakukan analisis
terhadap hal-hal sebagai berikut:
a. seluruh karakteristik risiko yang melekat pada Bank dan
upaya mitigasi risiko yang dilakukan; dan
b. produk, jasa, dan aktivitas yang berisiko tinggi, termasuk
Politically Exposed Person (PEP);
2. pengukuran risiko yang paling kurang mencakup:
a. evaluasi secara berkala untuk memastikan ketepatan
kebijakan, prosedur dan penetapan tingkat risiko dari
produk, jasa, dan aktivitas yang berisiko tinggi, termasuk
PEP; dan
b. penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko.
3. pendokumentasian hasil risk assessment terhadap ancaman,
kerentanan (vulnerability), dan konsekuensi yang mungkin
timbul dari aktivitas perbankan;
4. pengkinian risk assessment secara berkala;
5. penyediaan informasi mengenai risk assessment kepada otoritas
yang berwenang atau Bank Indonesia;
6. pengendalian dan prosedur mitigasi risiko;
7. pemantauan terhadap penerapan fungsi pengendalian termasuk
pengembangannya, apabila diperlukan; dan
8. penetapan tindak lanjut yang diperlukan untuk mengelola dan
memitigasi risiko yang berindikasi meningkat.

19

92
B. Pengelompokan Nasabah dan WIC
1. Kebijakan pendekatan berdasarkan risiko juga dilakukan dalam
rangka pengelompokan:
a. Nasabah; dan
b. WIC yang melakukan transaksi sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara
baik yang dilakukan dalam 1 (satu) kali maupun beberapa
kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
2. Pengelompokan Nasabah dan WIC sebagaimana dimaksud pada
angka 1 paling kurang terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi risiko,
yaitu:
a. rendah, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan
prosedur CDD sederhana sebagaimana dimaksudkan
dalam Bab V huruf F.
b. menengah, sehingga terhadap yang bersangkutan
diterapkan prosedur CDD sebagaimana diatur dalam Bab
V.
c. tinggi, sehingga terhadap yang bersangkutan diterapkan
prosedur Enhanced Due Dilligence (EDD) sebagaimana
dimaksud dalam Bab VII.
3. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi Nasabah
atau WIC yang tergolong PEP atau pihak yang terafiliasi dengan
PEP, sehingga yang bersangkutan secara otomatis
diklasifikasikan sebagai Nasabah atau WIC berisiko tinggi.
4. Untuk efektivitas pengelompokan Nasabah diperlukan informasi
baik dari Nasabah itu sendiri maupun dari informasi lainnya
yang tersedia di masyarakat, seperti media cetak, media
elektronik, dan internet. Semakin banyak informasi yang
diperoleh akan mempermudah proses pengelompokan Nasabah.
Selain itu, tingkat kesalahan dalam pengelompokan Nasabah
relatif dapat diminimalkan.
5. Pengelompokan Nasabah dan WIC sebagaimana dimaksud pada
angka 2 harus didokumentasikan dan dipantau secara

20

93
berkesinambungan untuk memastikan kesesuaian tingkat risiko
yang telah ditetapkan.
6. Penilaian risiko (risk assessment) secara memadai perlu
dilakukan terhadap Nasabah yang telah menjalani hubungan
usaha dalam jangka waktu tertentu, dengan cara
mempertimbangkan informasi serta profil Nasabah serta
kebutuhan Nasabah terhadap produk dan jasa yang ditawarkan
Bank.
7. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara transaksi dan/atau
profil Nasabah dengan tingkat risiko yang telah ditetapkan,
Bank harus menyesuaikan tingkat risiko dengan cara:
a. menerapkan prosedur CDD bagi Nasabah yang semula
tergolong berisiko rendah berubah menjadi berisiko
menengah sesuai dengan penetapan tingkat risiko yang
baru; dan/atau
b. menerapkan prosedur EDD bagi Nasabah yang semula
tergolong berisiko rendah atau menengah berubah menjadi
berisiko tinggi.

C. Penilaian Profil Risiko Menggunakan Pendekatan Berdasarkan


Risiko
1. Profil risiko menggambarkan tingkat risiko dari Nasabah,
produk maupun jasa yang memiliki potensi pencucian uang
atau pendanaan teroris.
2. Bank wajib memiliki prosedur pendekatan berdasarkan risiko
sesuai dengan tingkat kompleksitas usaha Bank dan dikelola
secara memadai.
3. Profil risiko merupakan nilai akhir dari seluruh komponen
penilaian yang ditetapkan berdasarkan rating yang paling
dominan dari seluruh komponen. Klasifikasi profil risiko terdiri
dari risiko rendah, menengah, atau tinggi.
4. Dalam hal tidak terdapat rating yang paling dominan namun
terdapat komposisi yang seimbang atau sama dari komponen

21

94
penilaian, maka profil risiko yang digunakan adalah profil risiko
yang lebih ketat.
5. Dalam hal nilai akhir dari seluruh komponen penilaian adalah
rendah, maka terhadap yang bersangkutan perlu diuji terlebih
dahulu apakah Nasabah tersebut memenuhi kriteria untuk
memperoleh penerapan CDD sederhana sebagaimana
dimaksudkan dalam Bab V huruf F. Apabila memenuhi, maka
terhadap Nasabah tersebut diberikan pengecualian beberapa
persyaratan, namun apabila tidak memenuhi maka Nasabah
tersebut ditetapkan sebagai Nasabah yang berisiko menengah.
6. Untuk memudahkan pelaksanaan pemantauan terhadap
Nasabah PEP yang tergolong berisiko tinggi, Bank dapat
mengelompokkan kembali sesuai tingkat risiko dengan
mempertimbangkan antara lain masa jabatan PEP. Contoh:
Frekuensi pemantauan terhadap Nasabah berisiko tinggi sesuai
dengan kebijakan Bank adalah misal setiap 1 (satu) tahun.
Berdasarkan kebijakan tersebut terhadap Nasabah PEP
dikelompokkan sebagai berikut:

Masa Jabatan Frekuensi


Pemantauan
Masih aktif menjabat Setiap 3 bulan
Sudah tidak aktif atau pensiun < 1 tahun Setiap 6 bulan
Sudah tidak aktif atau pensiun 1-3 tahun Setiap 9 bulan
Sudah tidak aktif atau pensiun > 3 tahun Setiap 12 bulan

7. Penetapan profil risiko WIC antara lain dengan melakukan


analisis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan faktor risiko,
sebagai berikut:
a. Identitas
Sebagai contoh:
Kondisi identitas Nasabah dapat digolongkan sebagai risiko
tinggi sehingga memerlukan analisis antara lain apabila:
1) Nasabah tidak memiliki dokumen identitas dan
dokumen lainnya sebagai pengganti dokumen identitas

22

95
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ketentuan
yang berlaku.
2) Data atau informasi identitas yang disampaikan
Nasabah tidak sesuai dengan profil Nasabah.
3) Dokumen identitas calon Nasabah palsu atau
dokumen identitas asli tapi data atau informasi palsu.
4) Dokumen pendukung identitas Nasabah khususnya
dokumen perusahaan tidak lengkap, misalnya ijin-ijin
perusahaan, Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah
Tangga, Pemegang Kuasa atau Kewenangan bertindak
mewakili perusahaan.
Kondisi identitas Nasabah dapat digolongkan sebagai risiko
menengah antara lain apabila:
1) Jangka waktu berlakunya dokumen identitas Nasabah
sudah kadaluarsa, namun tidak ada perubahan
terhadap alamat tempat tinggal Nasabah dimaksud
yang telah diyakini kebenarannya oleh Bank.
2) Informasi pekerjaan dalam dokumen identitas sudah
tidak sesuai dengan profil Nasabah terkini.
Ketidaksesuaian tersebut bukan karena faktor
kesengajaan dari Nasabah, misal dalam dokumen
identitas pekerjaan tertulis sebagai mahasiswa,
sedangkan menurut pengakuan Nasabah yang
bersangkutan telah bekerja dan pengakuan Nasabah
dimaksud diyakini kebenarannya oleh Bank.
Kondisi identitas Nasabah dapat digolongkan sebagai risiko
rendah antara lain apabila Nasabah memberikan dokumen
identitas lebih dari 1 (satu) yaitu Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dan paspor dengan informasi yang sama dan diyakini
kebenarannya oleh Bank.
b. Lokasi Usaha bagi Nasabah perusahaan
Sebagai contoh:
Kondisi lokasi usaha Nasabah dapat digolongkan sebagai

23

96
risiko tinggi sehingga memerlukan analisis antara lain
apabila:
1) Lokasi usaha calon Nasabah berada di yurisdiksi yang
ditetapkan berisiko tinggi oleh lembaga atau badan
internasional terhadap kondisi suatu yurisdiksi.
2) Lokasi usaha Nasabah berada dalam wilayah rawan
tingkat kejahatan atau kriminal seperti kejahatan
terhadap penyelundupan atau produk ilegal, dan
kejahatan teroris.
3) Lokasi usaha Nasabah berada di zona perdagangan
bebas.
4) Perusahaan yang berlokasi di negara atau wilayah
yang tergolong tax haven.
Kondisi lokasi usaha Nasabah dapat digolongkan sebagai
risiko menengah antara lain apabila:
1) Nasabah Warga Negara Asing (WNA) yang bertempat
tinggal di negara yang merupakan salah satu
yurisdiksi yang ditetapkan berisiko tinggi oleh FATF,
namun berdasarkan hasil penilaian FATF diketahui
bahwa kelemahan regim APU dan PPT di negara
tersebut tidak terkait dengan rekomendasi yang wajib
dipenuhi oleh sektor keuangan di negara tersebut.
2) Nasabah dengan pekerjaan sebagai pedagang batu
mulia dan bertempat tinggal di wilayah yang
merupakan penghasil batu mulia.
Kondisi lokasi usaha Nasabah perusahaan dapat
digolongkan sebagai risiko rendah antara lain apabila
lokasi usaha Nasabah perusahaan berdekatan dengan
lokasi Bank.
c. Profil Nasabah
Sebagai contoh:
Kondisi profil Nasabah dapat digolongkan sebagai risiko
tinggi sehingga memerlukan analisis antara lain apabila:

24

97
1) Nasabah yang tidak memiliki penghasilan secara
regular;
2) Tergolong sebagai PEP atau memiliki hubungan
dengan PEP;
3) Aparat penegak hukum;
4) Orang-orang yang melakukan jenis-jenis kegiatan atau
sektor usaha yang rentan terhadap pencucian uang;
5) Pihak-pihak yang dicantumkan dalam daftar
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau daftar lainnya
yang dikeluarkan oleh organisasi internasional sebagai
teroris, organisasi teroris ataupun organisasi yang
melakukan pendanaan atau melakukan
penghimpunan dana untuk kegiatan terorisme;
6) Pegawai dari instansi atau lembaga yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara.
Kondisi profil Nasabah dapat digolongkan sebagai risiko
menengah antara lain apabila:
1) Ibu rumah tangga atau pelajar atau mahasiswa
dengan Beneficial Owner (suami atau orang tua) tidak
tergolong sebagai PEP.
2) Pegawai instansi pemerintah, khususnya yang terkait
dengan pelayanan publik, seperti pegawai yang
bertanggung jawab melayani kesehatan masyarakat.
Kondisi profil Nasabah dapat digolongkan sebagai risiko
rendah antara lain apabila profil Nasabah adalah pegawai
suatu perusahaan yang telah memiliki kerja sama
pembayaran gaji pegawai (payroll) dengan Bank dimana
Nasabah tersebut tercatat.
d. Jumlah Transaksi
Sebagai contoh:
Kondisi jumlah transaksi Nasabah dapat digolongkan
sebagai risiko tinggi sehingga memerlukan analisis antara
lain apabila:

25

98
1) Pada saat pembukaan rekening, Nasabah melakukan
transaksi dengan nilai besar atau signifikan namun
informasi mengenai sumber dana dan tujuan transaksi
tidak sesuai dengan profil ataupun tujuan pembukaan
rekening.
2) Nasabah melakukan sejumlah transaksi dalam nilai
kecil namun secara akumulasi merupakan transaksi
bernilai besar atau signifikan.
3) Transaksi tunai dalam jumlah besar yang tidak sesuai
dengan profil Nasabah.
Kondisi jumlah transaksi Nasabah dapat digolongkan
sebagai risiko menengah antara lain apabila:
1) Pada saat pembukaan rekening, Nasabah melakukan
transaksi dalam nilai besar atau signifikan dengan
informasi mengenai sumber dana dan tujuan transaksi
mendukung transaksi tersebut dan sesuai dengan
tujuan pembukaan rekening, misalnya untuk
menampung hasil kegiatan usaha.
2) Transaksi tunai dalam jumlah besar dengan
underlying transaction yang sesuai dengan profil
Nasabah.
Kondisi jumlah transaksi Nasabah dapat digolongkan
sebagai risiko rendah antara lain apabila jumlah transaksi
relatif kecil dan sesuai dengan profil Nasabah.
e. Kegiatan Usaha Nasabah
Sebagai contoh:
Kondisi kegiatan usaha Nasabah dapat digolongkan sebagai
risiko tinggi sehingga memerlukan analisis antara lain
apabila:
1) Kegiatan usaha yang berbasis uang tunai seperti mini
market, jasa pengelolaan parkir, rumah makan,
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU),
pedagang isi pulsa.

26

99
2) Kegiatan usaha yang memberikan jasa pengurusan
dokumen hukum.
3) Kegiatan usaha yang melakukan perdagangan rumah,
saham, perhiasan, mobil atau aset lainnya.
4) Kegiatan usaha yang memasarkan produknya melalui
internet.
5) Perusahaan perdagangan ekspor atau impor.
6) Advokat, akuntan atau konsultan keuangan.
7) Kegiatan usaha multi level marketing.
8) Kegiatan usaha nirlaba.
Kondisi kegiatan usaha Nasabah dapat digolongkan sebagai
risiko menengah antara lain apabila kegiatan usaha yang
menyediakan jasa penukaran atau pengiriman uang dan
memiliki izin dari otoritas yang berwenang.
Kondisi kegiatan usaha Nasabah dapat digolongkan sebagai
risiko rendah antara lain apabila kegiatan usaha yang
dikelola oleh individual dan tergolong usaha kegiatan
mikro, seperti pedagang di pasar tradisional, usaha
kerajinan.
f. Struktur kepemilikan bagi Nasabah perusahaan
Sebagai contoh:
Kondisi struktur kepemilikan Nasabah dapat digolongkan
sebagai risiko tinggi sehingga memerlukan analisis antara
lain apabila:
1) struktur kepemilikan perusahaan yang kompleks
sehingga akses untuk mendapatkan informasi
terbatas;
2) komposisi pemilik perusahaan berbadan hukum
Indonesia mayoritas adalah WNA dan tidak memiliki
dokumen pendukung identitas yang memadai,
misalnya tidak memiliki KIMS/KITAS;
3) terdapat Beneficial Owner yang mengendalikan
perusahaan;

27

100
4) terdapat pemberitaan negatif dalam media massa
mengenai Beneficial Owner perusahaan dimaksud,
sehingga mengakibatkan tingkat risiko perusahaan
menjadi tinggi;
5) perusahaan yang didirikan dan/atau dimiliki oleh
badan hukum berdasarkan hukum di negara-negara
tax haven yang sulit menyediakan informasi
kepemilikan Ultimate Beneficial Owner atau apabila
kepemilikan perusahaan tersebut didasarkan pada
saham dalam bentuk atas unjuk sehingga perubahan
pemegang saham sangat mudah terjadi; atau
6) perusahaan yang didirikan dan/atau dimiliki oleh PEP
atau pihak yang terafiliasi dengan PEP.
Kondisi struktur kepemilikan Nasabah dapat digolongkan
sebagai risiko menengah antara lain apabila:
1) komposisi pemilik perusahaan berbadan hukum
Indonesia mayoritas adalah WNA dilengkapi dengan
dokumen pendukung identitas yang memadai, misal
memiliki KIMS/KITAS;
2) terdapat Beneficial Owner yang mengendalikan
perusahaan dengan informasi yang memadai;
Kondisi struktur kepemilikan Nasabah dapat digolongkan
sebagai risiko rendah antara lain apabila perusahaan
dimiliki atau dikendalikan oleh Pemerintah Republik
Indonesia (Pemerintah).
g. Informasi lainnya
Kondisi informasi Nasabah lainnya dapat digolongkan
sebagai risiko tinggi sehingga memerlukan analisis antara
lain apabila dari informasi yang dapat diyakini
kebenarannya diketahui bahwa Nasabah memiliki
hubungan kedekatan atau bisnis dengan PEP.
Kondisi informasi Nasabah lainnya dapat digolongkan
sebagai risiko menengah antara lain apabila pada saat

28

101
Nasabah melakukan transaksi yang signifikan yang tidak
sesuai dengan profilnya, diperoleh informasi yang dapat
diyakini kebenarannya oleh Bank bahwa Nasabah
dimaksud mendapatkan warisan dari orang tuanya dalam
jumlah yang besar atau memperoleh aset lain dari sumber
yang sah secara hukum.
Kondisi informasi Nasabah lainnya dapat digolongkan
sebagai risiko rendah antara lain apabila Nasabah
merupakan peserta program Pemerintah yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
8. Penetapan profil risiko WIC antara lain dengan melakukan
analisis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan faktor risiko,
sebagai berikut:
a. Identitas

Rendah Menengah Tinggi


WIC memberikan Jangka waktu WIC tidak memiliki
dokumen identitas berlakunya dokumen
lebih dari 1 (satu). dokumen identitas identitas.
WIC sudah
kadaluarsa namun
tidak ada
perubahan alamat
tempat tinggal WIC
dimaksud yang
telah diyakini
kebenarannya oleh
Bank.

b. Lokasi usaha bagi WIC perusahaan


Rendah Menengah Tinggi
Berdekatan Berada di sentra Berada dalam
dengan lokasi industri kegiatan wilayah rawan
Bank usaha WIC tingkat kejahatan

29

102
c. Profil
Rendah Menengah Tinggi
Tergolong sebagai Pengusaha Tergolong sebagai
PJK yang memiliki PEP
ijin dari otoritas

d. Nilai transaksi
Rendah Menengah Tinggi
Rp100 juta Rp200 juta < nilai di atas Rp500 juta
transaksi < Rp500
juta

e. Kegiatan usaha

Rendah Menengah Tinggi


PJK yang memiliki Perusahaan yang PJK yang tidak
ijin dari otoritas kegiatan usahanya memiliki ijin dari
berbasis uang otoritas
tunai

f. Struktur kepemilikan bagi WIC perusahaan

Rendah Menengah Tinggi


Dimiliki atau Mayoritas dimiliki Struktur
dikendalikan oleh oleh WNA yang kompleks,
Pemerintah dilengkapi dengan sehingga akses
dokumen untuk
pendukung mendapatkan
identitas yang informasi terbatas
memadai

g. Informasi lainnya, seperti frekuensi transaksi


Rendah Menengah Tinggi
Transaksi Transaksi Transaksi
dilakukan hanya 1 dilakukan secara dilakukan secara
(satu) kali insidental rutin

30

103
9. Selain hal sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan 8, Bank
dapat mengembangkan sendiri metode untuk memperoleh profil
risiko Nasabah sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko dari
masing-masing Bank.

31

104
BAB V
PROSEDUR PENERIMAAN, IDENTIFIKASI DAN VERIFIKASI
(CUSTOMER DUE DILLIGENCE)

A. Kebijakan Penerimaan dan Identifikasi Nasabah


1. Bank wajib memiliki kebijakan tentang penerimaan Nasabah
dan identifikasi calon Nasabah, termasuk dalam berhubungan
dengan WIC yang sekurang-kurangnya mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. permintaan informasi mengenai calon Nasabah;
b. permintaan bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung
informasi dari calon Nasabah;
c. penelitian atas kebenaran dokumen pendukung identitas
calon Nasabah;
d. permintaan kartu identitas lebih dari satu yang
dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, apabila terdapat
keraguan terhadap kartu identitas yang ada;
e. apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan
calon Nasabah untuk memperoleh keyakinan atas
kebenaran informasi, bukti-bukti identitas dan dokumen
pendukung Calon Nasabah;
f. larangan untuk membuka atau memelihara rekening
anonim atau rekening yang menggunakan nama fiktif;
g. pertemuan langsung (face to face) dengan calon Nasabah
pada awal melakukan hubungan usaha dalam rangka
meyakini kebenaran identitas Calon Nasabah;
h. kewaspadaan terhadap transaksi atau hubungan usaha
dengan Calon Nasabah yang berasal atau terkait dengan
negara yang belum memadai dalam melaksanakan
rekomendasi FATF; dan
i. penyelesaian proses verifikasi identitas calon Nasabah dan
Beneficial Owner atau WIC dilakukan sebelum membina
hubungan usaha dengan Calon Nasabah atau sebelum

32

105
melakukan transaksi dengan WIC.
2. Calon Nasabah wajib diidentifikasikan dan diklasifikasikan ke
dalam kelompok perorangan dan perusahaan. Dalam hal Calon
Nasabah adalah Nasabah perusahaan maka dalam kelompok
Nasabah perusahaan tersebut mencakup pula Beneficial Owner.
3. Bank wajib menolak untuk membuka rekening Calon Nasabah
dan atau menolak melaksanakan transaksi yang dilakukan oleh
WIC yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf a sampai dengan huruf i;
b. diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen
palsu;
c. menyampaikan informasi yang diragukan kebenarannya;
dan/atau
d. berbentuk Shell Bank atau dengan Bank yang mengizinkan
rekeningnya digunakan oleh Shell Bank.
4. Bank wajib mendokumentasikan Calon Nasabah atau WIC yang
memenuhi kriteria pada angka 3 di atas dalam suatu daftar
tersendiri dan melaporkannya dalam LTKM apabila
transaksinya tidak wajar atau mencurigakan.
5. Bank wajib memberitahukan kewenangan Bank untuk menolak
transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau menutup
hubungan usaha dengan Nasabah sebagaimana tercantum
dalam perjanjian pembukaan rekening, apabila setelah menjadi
Nasabah, yang bersangkutan melakukan transaksi yang
memenuhi kriteria:
a. sebagaimana dimaksud pada angka 3; dan/atau
b. memiliki sumber dana transaksi yang diketahui dan/atau
patut diduga berasal dari tindak pidana.
B. Permintaan Informasi
1. Dalam rangka melakukan hubungan usaha dengan Nasabah,
Bank wajib meminta informasi untuk mengetahui profil Calon
Nasabah.

33

106
2. Informasi yang harus diminta Bank dari Calon Nasabah paling
kurang sebagai berikut:
Tabel 1
Informasi Calon Nasabah

Lembaga
Pemerintahan,
Perusahaan Instansi
Yayasan/ Pemerintah,
Perorangan (termasuk
Perkumpulan Lembaga
(a) Bank) Internasional,
(c)
(b) Perwakilan
Negara Asing
(d)
a. Nama lengkap a. Nama a. Nama a. Nama
termasuk alias perusahaan yayasan/perk
b. Alamat
umpulan
b. Nomor dokumen b. Nomor izin kedudukan
identitas usaha dari b. Nomor izin
c. Alamat tempat instansi yang bidang
tinggal yang berwenang kegiatan/
usaha
sesuai dengan c. Bidang
(termasuk
dokumen usaha
bidang
identitas
d. Alamat kegiatan/
d. Alamat tempat kedudukan usaha) atau
tinggal lain e. Tempat dan tujuan
apabila ada tanggal yayasan atau
e. Tempat dan pendirian nomor bukti
tanggal lahir pendaftaran
f. Bentuk
pada instansi
f. Kewarganegaraan badan
yang
g. Sumber dana hukum
berwenang
h. Jenis kelamin g. Identitas
c. Alamat
Beneficial
i. Status kedudukan
Owner
perkawinan apabila d. Tempat dan
j. Identitas memiliki tanggal
Beneficial Owner pendirian
h. Sumber
apabila ada dana e. Bentuk badan

34

107
Lembaga
Pemerintahan,
Perusahaan Instansi
Yayasan/ Pemerintah,
Perorangan (termasuk
Perkumpulan Lembaga
(a) Bank) Internasional,
(c)
(b) Perwakilan
Negara Asing
(d)
k. Pekerjaan (nama i. Maksud dan hukum
perusahaan/ tujuan f. Identitas
institusi, alamat hubungan Beneficial
perusahaan usaha Owner apabila
/institusi, dan memiliki
j. Informasi
jabatan/golongan)
lain g. Sumber dana
l. Perkiraan nilai
h. Maksud dan
transaksi dalam 1
tujuan
(satu) tahun
hubungan
m. Rata-rata usaha
penghasilan
i. Informasi lain
n. Maksud dan
tujuan hubungan
usaha
o. Nomor Pokok
Wajib Pajak
(NPWP) *)
p. Informasi lain
*) bagi NPWP Calon Nasabah yang berdasarkan undang-undang yang
berlaku wajib memiliki NPWP dan telah memiliki NPWP.

3. Informasi yang harus diminta Bank dari Calon Nasabah


perorangan berupa:
a. Alamat tempat tinggal, termasuk alamat tempat tinggal lain
apabila Calon Nasabah yang memiliki alamat tempat
tinggal berbeda dengan alamat tercatat pada dokumen
identitas;

35

108
b. perkiraan nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun, paling
kurang menggambarkan rata-rata transaksi dalam 1 (satu)
tahun; dan
c. informasi lainnya, apabila diperlukan untuk mengetahui
profil calon Nasabah lebih dalam seperti rata-rata
penghasilan dalam 1 (satu) tahun, nomor telepon dan
alamat penagihan telepon/listrik/kartu kredit, dan
termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang terkait, misal
ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia atau
otoritas lainnya;
4. Dalam hal yang akan melakukan transaksi dengan Bank adalah
WIC, maka informasi yang wajib diminta oleh Bank paling
kurang sebagai berikut:
Tabel 2
Informasi WIC
Transaksi sebesar Rp100.000.000,00 Transaksi kurang dari
(seratus juta rupiah) atau lebih atau Rp100.000.000,00 (seratus juta
yang nilainya setara rupiah) atau yang nilainya setara
Perorangan Perusahaan Perorangan Perusahaan
a. Nama lengkap a. Nama a. Nama lengkap a. Nama
termasuk alias. perusahaan termasuk perusahaan
alias
b. Nomor dokumen b. Nomor izin b. Alamat
identitas usaha dari b. Nomor kedudukan
c. Alamat tempat instansi yang dokumen
tinggal sesuai berwenang identitas
dengan dokumen c. Bidang c. Alamat
identitas usaha tempat tinggal
d. Alamat tempat d. Alamat sesuai
tinggal lain kedudukan dokumen
apabila ada identitas
e. Tempat dan
e. Tempat dan tanggal
tanggal lahir pendirian
f. Kewarganegaraan f. Bentuk

36

109
Transaksi sebesar Rp100.000.000,00 Transaksi kurang dari
(seratus juta rupiah) atau lebih atau Rp100.000.000,00 (seratus juta
yang nilainya setara rupiah) atau yang nilainya setara
Perorangan Perusahaan Perorangan Perusahaan
g. Pekerjaan badan
hukum
h. Jenis kelamin
g. Identitas
i. Status
Beneficial
perkawinan
Owner
j. Identitas apabila ada
Beneficial Owner
h. Sumber dana
apabila ada
i. Maksud dan
k. Sumber dana
tujuan
l. Perkiraan nilai hubungan
transaksi dalam 1 usaha
(satu) tahun
j. Informasi
m. Rata-rata lain
penghasilan
n. Maksud dan
tujuan hubungan
usaha
o. NPWP
p. Informasi lain

5. Transaksi dengan WIC dengan nilai sebesar Rp100.000.000,00


(seratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara yang
dilakukan dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali transaksi
dalam 1 (satu) hari kerja sebagaimana dimaksud pada Tabel 2
adalah transaksi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. dilakukan pada kantor Bank yang sama; dan
b. jenis transaksi yang dilakukan adalah transaksi yang
sama, misal transaksi penyetoran, transaksi penarikan,
transaksi pengiriman atau transfer uang, transaksi
pencairan cek, dan bukan merupakan gabungan dari
beberapa transaksi yang berbeda jenis transaksinya.
37

110
C. Permintaan Dokumen Pendukung
1. Calon Nasabah Perorangan
a. Untuk informasi pada Tabel 1 kolom (a) wajib didukung
dengan dokumen identitas yang masih berlaku berupa KTP,
Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor yang masih
berlaku, mencantumkan foto diri, dan diterbitkan oleh
pihak yang berwenang. Ketentuan ini juga berlaku bagi
WIC sebagaimana dimaksud di Tabel 2.
b. Khusus untuk Calon Nasabah perorangan, dokumen
pendukung identitas juga disertai dengan spesimen tanda
tangan atau cap jempol atau sidik jari.
c. Dokumen pendukung bagi NPWP berupa salinan kartu
NPWP, Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), atau dokumen
lainnya yang mencantumkan NPWP dan nama pemilik
NPWP. Dalam hal Calon Nasabah atau Nasabah merupakan
pihak yang berdasarkan undang-undang tidak wajib
memiliki NPWP seperti ibu rumah tangga yang tidak
memiliki penghasilan, pelajar atau mahasiswa, maka NPWP
yang digunakan adalah NPWP dari Beneficial Owner Calon
Nasabah atau Nasabah tersebut antara lain suami dan
orangtua dari Calon Nasabah atau Nasabah.
d. Dalam hal Calon Nasabah perorangan berdasarkan
undang-undang diwajibkan memiliki NPWP namun belum
memilikinya, maka Bank meminta surat pernyataan dari
Calon Nasabah yang menjelaskan bahwa yang
bersangkutan belum memiliki NPWP dan berkomitmen
akan segera menyampaikan setelah memiliki NPWP.
e. Untuk Calon Nasabah perorangan WNA, termasuk
perorangan yang ditunjuk bertindak untuk dan atas nama
perusahaan, maka dokumen identitas adalah paspor yang
disertai dengan Kartu Izin Tinggal sesuai dengan ketentuan
keimigrasian. Dalam hal Calon Nasabah perorangan WNA
tidak menetap di Indonesia, maka dokumen Kartu Izin

38

111
Tinggal dapat digantikan oleh dokumen lainnya yang dapat
memberikan keyakinan kepada Bank tentang profil Calon
Nasabah WNA tersebut antara lain surat referensi dari:
1) seorang berkewarganegaraan Indonesia atau
perusahaan atau instansi atau Pemerintah mengenai
profil Calon Nasabah WNA tersebut; atau
2) PJK di negara atau yurisdiksi tempat kedudukan
Calon Nasabah yang tidak tergolong berisiko tinggi.
2. Calon Nasabah Perusahaan
a. Untuk informasi pada Tabel 1 kolom (b) wajib didukung
dengan dokumen identitas perusahaan yaitu berupa:
1) Akta pendirian dan/atau anggaran dasar perusahaan.
Untuk perusahaan yang berbadan hukum asing, maka
dokumen identitas yang dimaksudkan adalah
dokumen lainnya yang sejenis dengan akta pendirian
dan/atau anggaran dasar sesuai dengan peraturan
otoritas di negara tempat kedudukan perusahaan
tersebut; dan
2) Izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang.
Contoh: izin usaha dari Bank Indonesia bagi Pedagang
Valuta Asing dan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang,
atau izin usaha dari Kementerian Kehutanan bagi
kegiatan usaha di bidang perkayuan atau kehutanan
(Hak Pengusahaan Hutan, Hutan Tanaman Industri,
Izin Pemanfaatan Kayu, Rencana Kerja Umum, dan
Rencana Kerja Tahunan).
b. Terhadap Calon Nasabah perusahaan yang didirikan di luar
wilayah Indonesia, maka nama dan/atau jenis dokumen
identitas perusahaan yang diminta disesuaikan dengan
ketentuan hukum setempat yang memiliki fungsi setara.
c. Di samping dokumen identitas perusahaan, Bank wajib
memperoleh dokumen lainnya berupa:

39

112
Tabel 3
Dokumen Pendukung Calon Nasabah Perusahaan
Perusahaan (selain Bank)
Perusahaan
Usaha Mikro dan Usaha Bukan Usaha Mikro dan Berupa Bank
Kecil Usaha Kecil
a. Spesimen a. Spesimen tanda a. Spesimen tanda
tandatangan tangan anggota tangan anggota
Pengurus atau pihak Direksi yang Direksi yang
yang diberi kuasa berwenang mewakili berwenang
melakukan perusahaan atau mewakili
hubungan usaha pihak yang diberi perusahaan
dengan Bank kuasa untuk atau pihak
b. Kartu NPWP bagi melakukan hubungan yang diberi
usaha dengan Bank kuasa untuk
Nasabah yang
diwajibkan untuk b. Kartu NPWP bagi melakukan
memiliki NPWP hubungan
Nasabah yang
sesuai dengan diwajibkan untuk usaha dengan
ketentuan yang memiliki NPWP sesuai Bank
berlaku dengan ketentuan
c. Surat Izin Tempat yang berlaku
Usaha (SITU) atau c. Surat Izin Tempat
dokumen lain yang Usaha (SITU) atau
dipersyaratkan oleh dokumen lain yang
instansi yang dipersyaratkan oleh
berwenang instansi yang
berwenang
d. Laporan keuangan
atau deskripsi
kegiatan usaha
perusahaan
e. Struktur manajemen
perusahaan
f. Struktur kepemilikan
perusahaan
g. Dokumen identitas
anggota Direksi yang
berwenang mewakili

40

113
Perusahaan (selain Bank)
Perusahaan
Usaha Mikro dan Usaha Bukan Usaha Mikro dan Berupa Bank
Kecil Usaha Kecil
perusahaan atau
pihak yang diberi
kuasa untuk
melakukan hubungan
usaha dengan Bank

3. Calon Nasabah berupa Yayasan atau Perkumpulan dan


Lembaga Pemerintahan, Instansi Pemerintah, Lembaga
Internasional dan Perwakilan Negara Asing
a. Untuk informasi pada Tabel 1 kolom (c) wajib didukung
dengan dokumen identitas yayasan atau perkumpulan
berupa akta pendirian yang telah disahkan oleh instansi
yang berwenang dan/atau berupa izin bidang kegiatan atau
tujuan yayasan atau bukti pendaftaran sebagai
perkumpulan pada instansi berwenang.
b. Untuk informasi pada Tabel 1 kolom (d) wajib didukung
dengan dokumen surat penunjukan bagi pihak yang
berwenang yang mewakili Lembaga Pemerintahan, Instansi
Pemerintah, lembaga internasional, perwakilan negara
asing atau perwakilan dalam melakukan hubungan usaha
dengan Bank.
c. Disamping dokumen pada huruf a dan huruf b, Bank wajib
memperoleh dokumen lainnya berupa:

41

114
Tabel 4
Dokumen pendukung Nasabah selain Perorangan dan Perusahaan
Lembaga
Pemerintahan,
Instansi Pemerintah,
Perkumpulan yang
Yayasan Lembaga
Berbadan Hukum
Internasional, dan
Perwakilan Negara
Asing
a. Deskripsi kegiatan a. Identitas a. Spesimen tanda
yayasan penyelenggara tangan
b. Struktur dan nama b. Pihak yang
pengurus yayasan berwenang mewakili
c. Dokumen identitas perkumpulan dalam
anggota pengurus melakukan
yang berwenang hubungan usaha
mewakili yayasan dengan Bank
untuk melakukan
hubungan usaha
dengan Bank

D. Beneficial Owner
1. Bank wajib memastikan apakah calon Nasabah atau WIC yang
membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi
bertindak untuk diri sendiri atau untuk kepentingan Beneficial
Owner.
2. Beneficial Owner adalah setiap orang yang:
a. merupakan pemilik sebenarnya dari dana yang
ditempatkan pada Bank (ultimately own account). Pemilik
sebenarnya dari dana yang dimaksud di sini termasuk
sumber dana yang ditempatkan, contoh Nasabah dengan
profil ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan,
maka suami menjadi Beneficial Owner dari Nasabah
tersebut;

42

115
b. mengendalikan transaksi Nasabah, contoh Nasabah dengan
profil pelajar Sekolah Dasar dan tidak memiliki penghasilan
maka orang tua menjadi Beneficial Owner dari Nasabah
tersebut;
c. memberikan kuasa untuk melakukan transaksi, contoh
seorang lanjut usia memberikan kuasa kepada anaknya
untuk melakukan transaksi dengan Bank, termasuk
pembukaan rekening atas nama anaknya, maka seorang
lanjut usia tersebut menjadi Beneficial Owner dari rekening
yang dibuka oleh anaknya;
d. mengendalikan badan hukum, contoh Nasabah perusahaan
A dikendalikan oleh seseorang yang bernama B yang
namanya tidak tercantum dalam anggaran dasar
perusahaan A tersebut namun terdapat bukti bahwa B
mengendalikan perusahaan A, maka B menjadi Beneficial
Owner dari perusahaan A; dan/atau
e. merupakan pengendali akhir dari transaksi yang dilakukan
melalui badan hukum atau berdasarkan suatu perjanjian,
contoh Nasabah perusahaan X dikendalikan oleh seseorang
yang bernama Y yang namanya tidak tercantum dalam
anggaran dasar. Selanjutnya berdasarkan sumber yang
diyakini oleh Bank, Y dikendalikan lagi oleh seseorang
bernama Z dan menetap di tax haven country. Dalam hal ini
Z menjadi pengendali akhir (Ultimate Beneficial Owner) dari
Nasabah perusahaan X.
3. Apabila calon Nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner
untuk membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi,
Bank wajib melakukan prosedur CDD terhadap Beneficial
Owner yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi calon
Nasabah atau WIC.
4. Dalam hal Beneficial Owner tergolong sebagai PEP, maka
prosedur yang diterapkan adalah prosedur EDD, contoh calon
Nasabah ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan

43

116
dengan sumber dana berasal dari suaminya yang tergolong PEP
maka terhadap calon Nasabah tersebut dilakukan prosedur
EDD.
5. Terhadap Beneficial Owner, Bank wajib memperoleh bukti atas
identitas dan/atau informasi lainnya yang sama dengan calon
Nasabah sebagaimana dimaksud pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3,
dan Tabel 4, ditambah dengan:

Tabel 5
Bukti/Informasi Lainnya Terkait Beneficial Owner (BO)
BO dari Nasabah Berupa
BO dari Nasabah Bank
BO dari Nasabah Perusahaan/
Perorangan Yayasan Bank Lain
Bank Lain di
/Perkumpulan di Luar
Dalam Negeri
Negeri*)
a. hubungan hukum a. dokumen pernyataan pernyataan
antara calon dan/atau tertulis dari tertulis dari
Nasabah atau WIC informasi Bank di dalam Bank di luar
dengan Beneficial identitas pemilik negeri bahwa negeri
Owner yang atau pengendali identitas bahwa
ditunjukkan akhir Beneficial identitas
dengan surat perusahaan, Owner telah Beneficial
penugasan, surat yayasan, atau dilakukan Owner telah
perjanjian, surat perkumpulan verifikasi oleh dilakukan
kuasa atau bentuk b. pernyataan dari Bank lain di verifikasi
lainnya calon Nasabah dalam negeri oleh Bank
b. pernyataan dari atau WIC tersebut di luar
calon Nasabah mengenai negeri
atau WIC kebenaran tersebut
mengenai identitas
kebenaran maupun sumber
identitas maupun dana dari
sumber dana dari Beneficial Owner
Beneficial Owner

44

117
*) Bank lain di luar negeri yang dimaksudkan adalah bank lain di luar
negeri yang menerapkan Program APU dan PPT yang paling kurang
setara dengan ketentuan Bank Indonesia

6. Termasuk sebagai Beneficial Owner perorangan adalah


Beneficial Owner perorangan dari calon Nasabah yang
merupakan Lembaga Pemerintahan atau Instansi Pemerintah,
contoh rekening Instansi Pemerintah yang fungsinya hanya
untuk menampung setoran dana dari masyarakat untuk
kegiatan tertentu, misal rekening Instansi Pemerintah yang
menampung setoran untuk kegiatan haji, dengan sumber dana
berasal dari para calon jemaah haji maka calon jemaah haji
menjadi Beneficial Owner perorangan dari rekening Nasabah
Instansi Pemerintah.
7. Dalam melakukan identifikasi terhadap Calon Nasabah
perusahaan, Bank wajib menetapkan Beneficial Owner. Dasar
pertimbangan Bank dalam menetapkan Beneficial Owner adalah
dengan tahapan sebagai berikut:
a. perorangan yang memiliki saham sebesar 25% (dua puluh
lima persen) atau lebih;
b. perorangan yang memiliki saham kurang dari 25% (dua
puluh lima persen) namun dapat dibuktikan yang
bersangkutan melakukan pengendalian; atau
c. perorangan dalam perusahaan tersebut yang menjabat
sebagai anggota direksi yang paling berperan dalam
pengendalian perusahaan.
Sedangkan yang termasuk sebagai pengendali akhir adalah
perorangan atau badan hukum yang secara langsung maupun
tidak langsung memiliki saham perusahaan dan merupakan
pengendali terakhir dari perusahaan dan/atau keseluruhan
struktur kelompok usaha yang mengendalikan perusahaan.
8. Nasabah perorangan termasuk sebagai pengendali apabila
memiliki kepentingan atas suatu transaksi yang dilakukan.

45

118
9. Dokumen identitas pemilik atau pengendali akhir dapat berupa
surat pernyataan atau dokumen lainnya yang memuat informasi
mengenai identitas pemilik atau pengendali akhir.
10. Bagi Beneficial Owner berupa Lembaga Pemerintahan, Instansi
Pemerintah, atau perusahaan yang terdaftar di bursa efek
(listing), tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan
dokumen dan/atau identitas pengendali akhir. Termasuk
pengertian perusahaan yang terdaftar di bursa efek adalah:
a. Nasabah perusahaan yang merupakan anak perusahaan
(subsidiary) dari perusahaan yang terdaftar di bursa efek,
dimana kepemilikan perusahaan induk adalah mayoritas.
b. Nasabah perusahaan yang bukan merupakan perusahaan
yang terdaftar di bursa efek namun kebijakan internal
perusahaan tersebut mewajibkan adanya public expose
yang memaparkan kepada publik untuk menjelaskan
mengenai kinerja perusahaan tersebut sebagaimana yang
berlaku pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek.
11. Pengecualian terhadap kewajiban penyampaian dokumen
dan/atau identitas pengendali akhir Beneficial Owner wajib
didokumentasikan.
12. Apabila Bank meragukan atau tidak dapat meyakini identitas
Beneficial Owner, Bank harus menolak untuk melakukan
hubungan usaha atau transaksi dengan Calon Nasabah atau
WIC.

E. Verifikasi
1. Bank wajib meneliti kebenaran informasi yang disampaikan oleh
Calon Nasabah, Nasabah atau WIC dengan melakukan verifikasi
terhadap dokumen pendukung berdasarkan dokumen dan/atau
sumber independen lainnya serta memastikan kekinian
informasi tersebut.
2. Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon Nasabah,
verifikasi dilakukan dengan:

46

119
a. pertemuan langsung (face to face) dengan calon Nasabah
pada awal melakukan hubungan usaha;
b. melakukan wawancara dengan calon Nasabah apabila
diperlukan;
c. mencocokkan kesesuaian profil calon Nasabah dengan foto
diri yang tercantum dalam kartu identitas;
d. mencocokkan kesesuaian tanda tangan, cap jempol, atau
sidik jari dengan dokumen identitas atau dokumen lainnya
yang mencantumkan tanda tangan, cap jempol, atau sidik
jari. Dokumen lainnya antara lain surat pernyataan
Nasabah, Kartu Keluarga, atau kartu kredit;
e. meminta kepada calon Nasabah untuk memberikan lebih
dari satu dokumen identitas yang dikeluarkan oleh pihak
yang berwenang, apabila timbul keraguan terhadap kartu
identitas yang ada;
f. menatausahakan salinan dokumen kartu identitas setelah
dilakukan pencocokan dengan dokumen asli yang sah;
g. melakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya
konsistensi dari berbagai informasi yang disampaikan oleh
Calon Nasabah, antara lain seperti:
1) menghubungi Nasabah melalui telepon (rumah atau
kantor);
2) menghubungi pejabat Sumber Daya Manusia tempat
Nasabah bekerja apabila pekerjaan Nasabah adalah
karyawan suatu perusahaan atau instansi;
3) melakukan konfirmasi atas penghasilan Nasabah
dengan mensyaratkan rekening koran dari Bank
lainnya; atau
4) melakukan analisis informasi geografis untuk melihat
kondisi hutan melalui teknologi remote sensing
terhadap calon Nasabah perusahaan yang bergerak di
bidang kehutanan.
h. memastikan bahwa Calon Nasabah tidak memiliki rekam

47

120
jejak negatif dengan melakukan verifikasi identitas Calon
Nasabah menggunakan sumber independen lainnya antara
lain sebagai berikut:
1) Daftar Teroris dan/atau Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris yang diterbitkan oleh Kepolisian
Republik Indonesia;
2) Daftar Hitam Nasional (DHN);
3) Data lainnya yang dimiliki Bank, seperti major credit
card, identitas pemberi kerja dari Calon Nasabah,
rekening telepon dan rekening listrik.
i. memastikan adanya kemungkinan hal-hal yang tidak wajar
atau mencurigakan.
3. Proses verifikasi identitas calon Nasabah dan Beneficial Owner
wajib diselesaikan sebelum membina hubungan usaha dengan
Calon Nasabah atau sebelum melakukan transaksi dengan WIC.
4. Untuk kepentingan pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan kepada PPATK, Bank harus memperoleh
informasi paling kurang adalah nama, nomor identitas, alamat
dan tempat tanggal lahir sesuai dengan salinan dokumen
identitas yang diperoleh Bank terhadap Calon Nasabah, WIC,
atau Beneficial Owner yang hubungan usaha atau transaksinya
ditolak apabila transaksinya mencurigakan.
5. Dalam kondisi tertentu, proses verifikasi dapat diselesaikan
kemudian, yaitu paling lambat:
a. untuk Nasabah perorangan, 14 (empat belas) hari kerja
setelah dilakukannya hubungan usaha.
b. untuk Nasabah perusahaan yang masih dalam proses
pendirian, 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah
dilakukannya hubungan usaha.
6. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 5 yaitu:
a. kelengkapan dokumen tidak dapat dipenuhi pada saat
hubungan usaha akan dilakukan misalnya karena
dokumen masih dalam proses pengurusan. Contoh:

48

121
1) Dokumen identitas Calon Nasabah S sedang dalam
proses perpanjangan, maka S dapat menyampaikan
dokumen identitas kepada Bank 14 (empat belas) hari
kerja kemudian setelah S menjadi Nasabah Bank;
2) Perusahaan P yang dalam proses pendirian belum
memiliki anggaran dasar yang telah disahkan oleh
otoritas yang berwenang, dengan demikian
perusahaan P dapat menyampaikan anggaran dasar
yang telah disahkan sebagai dokumen identitas
kepada Bank 90 (sembilan puluh) hari kerja kemudian
setelah perusahaan P menjadi Nasabah Bank;
b. apabila tingkat risiko calon Nasabah perorangan tergolong
rendah.
7. Bank wajib menolak melakukan hubungan usaha dengan Calon
Nasabah dan/atau melaksanakan transaksi dengan WIC
apabila:
a. tidak memenuhi ketentuan permintaan informasi dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Tabel
1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, Tabel
8, dan Tabel 9;
b. diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen
palsu yaitu dokumen identitas (KTP, SIM, paspor) dan/atau
dokumen lainnya, yang tidak terdaftar pada instansi yang
berwenang atau tidak dapat diverifikasi kebenarannya;
c. menyampaikan informasi yang diragukan kebenarannya;
dan/atau
d. berbentuk Shell Bank atau Bank yang mengijinkan
rekeningnya digunakan oleh Shell Bank.

F. CDD yang lebih sederhana (CDD sederhana)


1. Bank dapat menerapkan prosedur CDD sederhana terhadap
Calon Nasabah atau transaksi yang tingkat risiko terjadinya
pencucian uang atau pendanaan terorisme tergolong rendah
dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
49

122
a. tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran atau
penerimaan gaji, misalnya rekening milik perusahaan yang
digunakan untuk pembayaran gaji karyawan perusahaan
tersebut secara periodik dan/atau rekening karyawan yang
digunakan hanya untuk menerima gaji dari pemberi kerja;
b. Calon Nasabah berupa perusahaan publik (perusahaan
yang terdaftar pada bursa efek) yang tunduk pada
peraturan tentang kewajiban untuk mengungkapkan
kinerjanya sehinga informasi tentang identitas perusahaan
dan Beneficial Owner dari Nasabah perusahaan tersebut
dapat diakses oleh masyarakat;
c. Calon Nasabah perusahaan yang mayoritas sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah;
d. Calon Nasabah berupa Lembaga Pemerintahan atau
Instansi Pemerintah;
e. transaksi pencairan cek yang dilakukan oleh WIC
perusahaan;
f. tujuan pembukaan rekening terkait dengan program
Pemerintah dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pengentasan kemiskinan, misal program
Pemerintah untuk tujuan sosial seperti program keluarga
harapan yang diselenggarakan Departemen Sosial, bantuan
layanan tunai dan gerakan Indonesia menabung. Syarat
setoran awal dan jumlah penggunaan rekening mengacu
pada ketentuan yang ditetapkan oleh Lembaga/Instansi
Pemerintah yang menyelenggarakan program terkait; atau
g. jumlah setoran awal paling besar Rp50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah), maksimum saldo pada akhir bulan paling
banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), dan
maksimum transaksi dalam 1 (satu) bulan sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

50

123
2. Informasi dan dokumen pendukung yang wajib diminta
terhadap Calon Nasabah perorangan dengan tujuan pembukaan
rekening untuk penerimaan gaji paling kurang sebagai berikut:

Tabel 6
Informasi dan Dokumen Pendukung Calon Nasabah Perorangan

Informasi Dokumen Pendukung


a. Nama lengkap termasuk nama a. KTP/SIM/paspor
alias apabila ada b. Spesimen tanda
b. Nomor dokumen identitas tangan/cap
jempol/sidik jari
c. Alamat tempat tinggal sesuai
dokumen identitas
d. Alamat tempat tinggal lain
apabila ada
e. Tempat dan tanggal lahir

3. Informasi dan dokumen pendukung yang wajib diminta


terhadap Calon Nasabah perusahaan, Lembaga Pemerintah,
atau Instansi Pemerintah:
a. dengan tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran
gaji; atau
b. merupakan perusahaan publik, perusahaan yang
mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah, atau
merupakan Lembaga Pemerintahan/Instansi Pemerintah,
paling kurang sebagai berikut:

51

124
Tabel 7
Informasi dan Dokumen Pendukung untuk Calon Nasabah
Perusahaan, Lembaga Pemerintah, atau Instansi Pemerintah

Dokumen Pendukung
Calon Nasabah Perusahaan Lembaga
(selain Bank) Pemerintahan
Informasi
/Instansi
Usaha Mikro Bukan Usaha
Pemerintah
dan Usaha Mikro dan
Kecil Usaha Kecil
a. Nama a. Dokumen a. Dokumen a. Surat
perusahaan identitas identitas penunjukan
b. Alamat perusahaan perusahaan bagi pihak
kedudukan b. Spesimen b. Dokumen berwenang
tanda identitas mewakili
tangan anggota dalam
Direksi melakukan
yang hubungan
berwenang usaha
mewakili dengan
perusahaan Bank
dalam b. Spesimen
melakukan tanda
hubungan tangan
usaha
dengan
Bank

4. Informasi dan dokumen pendukung yang wajib diminta


terhadap WIC perusahaan yang akan melakukan transaksi
pencairan cek paling kurang sebagai berikut:

52

125
Tabel 8
Informasi dan Dokumen Pendukung untuk WIC Perusahaan
Dokumen Pendukung WIC Perusahaan
Informasi Usaha Mikro dan Bukan Usaha Mikro
Usaha Kecil dan Usaha Kecil
a. Nama a. Dokumen identitas a. Dokumen identitas
perusahaan perusahaan perusahaan
b. Alamat b. Spesimen tanda b. Dokumen identitas
kedudukan tangan anggota Direksi
yang berwenang
mewakili
perusahaan dalam
melakukan
hubungan usaha
dengan Bank

5. Informasi dan dokumen pendukung yang wajib diminta


terhadap:
a. Calon Nasabah perorangan dengan tujuan pembukaan
rekening terkait dengan program Pemerintah; atau
b. Calon Nasabah dengan jumlah setoran awal paling besar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), maksimum saldo
pada akhir bulan paling banyak sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah), dan maksimum transaksi dalam 1 (satu)
bulan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
paling kurang sebagai berikut:

Tabel 9
Informasi dan Dokumen Pendukung untuk Calon Nasabah
Informasi Dokumen pendukung
a. Nama lengkap a. Dokumen lainnya sebagai
termasuk nama alias dokumen pengganti identitas
apabila ada antara lain:
b. Alamat tempat tinggal b. Kartu pengenal yang dikeluarkan

53

126
Informasi Dokumen pendukung
sesuai dengan oleh pemerintah yang
dokumen lain yang mencantumkan foto diri;
digunakan sebagai
c. dokumen identitas dan surat
pengganti dokumen referensi dari Nasabah lain yang
identitas mengenal profil Calon Nasabah;
c. Tempat dan tanggal d. surat referensi dari Kelurahan
lahir
atau Kepala Desa dimana Calon
d. Pekerjaan Nasabah berdomisili yang
mencantumkan foto diri; atau
e. kartu tanda pelajar bagi Calon
Nasabah Perorangan yang belum
memenuhi syarat untuk memiliki
KTP yang disertai dengan
dokumen identitas dan surat
persetujuan dari orangtua atau
pihak lain yang bertanggung
jawab terhadap Calon Nasabah
tersebut.
f. Spesimen tanda tangan/cap
jempol/sidik jari

6. Terhadap Nasabah yang mendapat perlakuan CDD sederhana,


Bank wajib mendokumentasikannya dalam daftar yang memuat
antara lain informasi mengenai alasan penetapan risiko
sehingga digolongkan sebagai risiko rendah.
7. Nasabah yang telah mendapatkan perlakuan CDD sederhana
harus dikeluarkan dari daftar Nasabah CDD sederhana apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. diindikasikan terkait dengan pencucian uang atau
pendanaan terorisme;
b. tidak sesuai dengan tujuan awal pembukaan rekening,
antara lain untuk pembayaran atau penerimaan gaji; atau
c. saldo pada akhir bulan melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dan transaksi dalam 1 (satu) bulan melebihi

54

127
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
8. Terhadap Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 7,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. dikeluarkan dari daftar Nasabah yang mendapat perlakuan
CDD sederhana sehingga prosedur CDD sederhana yang
telah diterapkan menjadi tidak berlaku;
b. dilakukan CDD atau EDD sesuai dengan tingkat risiko
Nasabah terkini; dan
c. dilaporkan dalam LTKM apabila transaksi diindikasikan
terkait dengan pencucian uang atau pendanaan terorisme.

55

128
BAB VI
PENUTUPAN HUBUNGAN USAHA DENGAN NASABAH

A. Kewajiban Menolak Transaksi, Membatalkan Transaksi, dan/atau


Menutup Hubungan Usaha
1. Bank wajib menolak transaksi, membatalkan transaksi,
dan/atau menutup hubungan usaha dengan Nasabah apabila
Nasabah:
a. tidak memenuhi ketentuan permintaan informasi dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Bab V
Tabel 1, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8,
dan Tabel 9;
b. diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen
palsu yaitu dokumen identitas (KTP, SIM, paspor) dan/atau
dokumen lainnya, yang tidak terdaftar pada instansi yang
berwenang atau tidak dapat diverifikasi kebenarannya;
c. menyampaikan informasi yang diragukan kebenarannya;
d. berbentuk Shell Bank atau Bank yang mengijinkan
rekeningnya digunakan oleh Shell Bank; dan/atau
e. memiliki sumber dana transaksi yang diketahui dan/atau
patut diduga berasal dari hasil tindak pidana.
2. Bank wajib melaporkan Nasabah atau WIC sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dalam Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan apabila transaksinya mencurigakan.
3. Kewajiban Bank untuk menolak atau membatalkan transaksi
berlaku apabila sebagai contoh terdapat:
a. Nasabah yang ingin melakukan transaksi transfer dana,
namun karena Nasabah tersebut tidak bersedia melengkapi
aplikasi transfer dana maka Bank wajib menolak transaksi
Nasabah yang bersangkutan.
b. Incoming transfer pada rekening Nasabah, namun setelah
Bank Penerima melakukan CDD ulang dan berdasarkan
informasi dari Bank Pengirim diketahui bahwa rekening

56

129
Nasabah penerima merupakan rekening penampungan
hasil penipuan maka Bank wajib membatalkan transaksi
incoming transfer dengan mengembalikan dana kepada
Bank Pengirim sepanjang dana masih tersimpan di dalam
rekening Nasabah penerima.
4. Bank wajib mendokumentasikan Nasabah yang memenuhi
kriteria pada angka 1 di atas dalam daftar tersendiri dan
melaporkannya dalam LTKM apabila transaksinya tidak wajar
dan mencurigakan.
5. Terhadap Nasabah yang ditutup hubungan usahanya, Bank
wajib memberitahukan secara tertulis kepada Nasabah
mengenai penutupan hubungan usaha tersebut.
6. Pemberitahuan tertulis dapat dilakukan dengan penyampaian
surat yang ditujukan kepada Nasabah sesuai dengan alamat
yang tercantum dalam database Bank atau diumumkan melalui
media cetak, media elektronik maupun media lainnya.
7. Apabila setelah dilakukan pemberitahuan tertulis Nasabah tidak
mengambil sisa dana yang tersimpan di Bank maka
penyelesaian terhadap sisa dana Nasabah tersebut dilakukan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara
lain dengan menyerahkan sisa dana ke Balai Harta Peninggalan.
8. Dalam hal penutupan hubungan usaha terkait dengan transaksi
transfer dana, maka prosedur penutupan hubungan usaha
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai transfer dana.

B. Penolakan Hubungan Usaha atau Penolakan Transaksi


1. Penolakan atau pembatalan transaksi terhadap rekening
Nasabah penerima yang digunakan untuk menampung hasil
kejahatan dapat disertai dengan pengembalian dana kepada
Nasabah pengirim apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

57

130
a. terdapat Laporan dari Nasabah pengirim kepada Bank
Pengirim dengan dilengkapi dokumen pendukung laporan
tersebut seperti laporan kepada Kepolisian RI;
b. identitas Nasabah penerima dana diketahui dan/atau patut
diduga palsu;
c. masih terdapat sisa dana di rekening Nasabah penerima;
d. transaksi dari rekening Nasabah pengirim dilakukan
melalui transfer dana;
e. dana yang tersimpan pada rekening Nasabah penerima
baik sebagian maupun seluruhnya adalah berasal dari
rekening Nasabah pengirim;
f. rekening atau saldo dana dalam rekening Nasabah
penerima tidak sedang dalam status diblokir atau disita
oleh instansi yang berwenang;
g. terdapat klausula dalam perjanjian pembukaan rekening
mengenai kewajiban Bank untuk menolak transaksi,
membatalkan transaksi, dan/atau menutup hubungan
usaha dengan Nasabah; dan/atau
h. pengembalian dana melalui proses pendebetan dana dari
rekening Nasabah penerima untuk dikreditkan kembali ke
rekening Nasabah pengirim.
2. Prosedur pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 adalah apabila:
a. hanya terdapat 1 (satu) Nasabah pengirim yang
mengajukan permohonan pengembalian dana, maka dana
yang dikembalikan kepada Nasabah pengirim adalah
sebesar dana milik Nasabah pengirim yang masih ada pada
rekening penerima.
b. terdapat lebih dari 1 (satu) laporan Nasabah pengirim yang
mengajukan permohonan pengembalian dana, maka dalam
hal dana yang terdapat pada rekening penerima diyakini
oleh Bank:
1) berasal dari beberapa Nasabah pengirim dan jumlah

58

131
dananya mencukupi untuk pengembalian dana
kepada semua Nasabah pengirim maka Bank dapat
mengembalikan dana tersebut;
2) hanya berasal dari sebagian Nasabah pengirim maka
Bank hanya akan mengembalikan dana kepada
sebagian Nasabah pengirim yang diyakini Bank
sebagai sumber atas dana pada rekening Nasabah
penerima;
3) berasal dari semua Nasabah pengirim dan jumlah
dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana
kepada semua Nasabah pengirim maka pengembalian
dana hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan para
Nasabah pengirim. Apabila tidak tercapai kesepakatan,
pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada
Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap yang memerintahkan Bank untuk
mengembalikan dana kepada pihak yang berhak; atau
4) berasal dari sebagian Nasabah pengirim dan jumlah
dananya tidak mencukupi untuk pengembalian dana
kepada sebagian Nasabah pengirim maka
pengembalian dana hanya dilakukan kepada masing-
masing Nasabah pengirim yang diyakini Bank dananya
masih ada pada rekening Nasabah penerima
berdasarkan kesepakatan para Nasabah pengirim
tersebut. Apabila tidak tercapai kesepakatan,
pengembalian dana dilakukan berdasarkan pada
Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap yang memerintahkan Bank untuk
mengembalikan dana kepada pihak yang berhak.
Pada saat telah terjadi pengembalian dana kepada Nasabah
pengirim, Bank Pengirim membuat Berita Acara
Pengembalian Dana yang ditandatangani oleh pejabat Bank
Pengirim dan Nasabah pengirim.

59

132
3 Prosedur pengembalian dana sebagaimana dimaksud pada
angka 2 tidak berlaku terhadap Nasabah penerima dan/atau
Nasabah pengirim yang namanya tercantum dalam Daftar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.

60

133
BAB VII
AREA BERISIKO TINGGI DAN POLITICALLY EXPOSED PERSON

A. Penetapan Kriteria Area Berisiko Tinggi dan Politically Exposed


Person (PEP)
Dalam menetapkan tingkat risiko Nasabah, jasa, dan produk Bank,
Bank berpedoman pada ketentuan PPATK yang mengatur mengenai
pedoman identifikasi produk, Nasabah, usaha, dan negara Berisiko
Tinggi Bagi Penyedia Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan
Pedoman Identifikasi PPATK) dan referensi lainnya yang dikeluarkan
oleh otoritas berwenang atau yang telah menjadi international best
practice.
1. Produk dan Jasa Berisiko Tinggi
Karakteristik dari high risk product dan high risk services adalah
produk atau jasa yang ditawarkan kepada Nasabah yang mudah
dikonversikan menjadi kas atau setara kas, atau yang dananya
mudah dipindah-pindahkan dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi
lainnya dengan maksud mengaburkan asal usul dana tersebut.
Sebagai contoh:
a. Electronic banking (internet banking, mobile banking, phone
banking, dan SMS banking);
b. Transfer dana;
c. Pemberian kredit atau pembiayaan dan pendanaan
(termasuk credit card);
d. Travellers cheque dan bank draft;
e. Private banking;
f. Custodian;
g. Safe deposit box;
h. Reksadana;
i. Jual beli valuta asing (Bank notes);
j. Penitipan dengan pengelolaan (trust); atau
k. Letter of credit (LC).

61

134
Dalam hal terdapat Nasabah atau WIC yang menggunakan
produk dan/atau jasa yang berisiko tinggi maka transaksi yang
dilakukan akan memenuhi kriteria sebagai risiko tinggi apabila
jumlah transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan profil
Nasabah atau WIC.
2. Nasabah Berisiko Tinggi
Salah satu Nasabah yang berisiko tinggi adalah Penyelenggara
Negara atau PEP. Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Penyelenggara Negara adalah:
Tabel 10
Ketentuan mengenai PEP
Ketentuan Definisi Keterangan
UU No.28 Pejabat Negara yang a. Pejabat Negara pada
Tahun 1999 menjalankan fungsi Lembaga Tertinggi
eksekutif, legislatif, atau Negara;
yudikatif, dan pejabat b. Pejabat Negara pada
lain yang fungsi dan Lembaga Tinggi Negara;
tugas pokoknya
berkaitan dengan c. Menteri;
penyelenggaraan negara d. Gubernur;
sesuai dengan
e. Hakim;
ketentuan peraturan
perundang-undangan f. Pejabat negara yang lain
yang berlaku. sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku,
dan
g. Pejabat lain yang
memiliki fungsi strategis
dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan negara
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku,
yaitu:
1) Direksi, Komisaris,
dan pejabat

62

135
Ketentuan Definisi Keterangan
struktural lainnya
pada Badan Usaha
Milik Negara dan
Badan Usaha Milik
Daerah;
2) Pimpinan Bank
Indonesia dan
Pimpinan Badan
Penyehatan
Perbankan Nasional;
3) Pimpinan Perguruan
Tinggi Negeri;
4) Pejabat Eselon I dan
Pejabat lain yang
disamakan di
lingkungan sipil,
militer, dan
Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
5) Jaksa;
6) Penyidik;
7) Panitera Pengadilan;
8) Pemimpin dan
bendaharawan
proyek;
SE/03/M.PAN Penyelenggara Negara a. Pejabat eselon II dan
/01/2005 pejabat lain yang
tanggal 20 disamakan di
Januari 2005 lingkungan Instansi
Pemerintah dan/atau
lembaga negara.
b. Semua kepala kantor di
lingkungan Departemen
Keuangan
c. Pengawas Bea dan

63

136
Ketentuan Definisi Keterangan
Cukai;
d. Auditor;
e. Pejabat yang
mengeluarkan perijinan;
f. Pejabat/Kepala Unit
Masyarakat; dan
g. Pejabat pembuat regulasi

3. Usaha Berisiko Tinggi


Contoh usaha yang berisiko tinggi antara lain:
a. Penyedia jasa keuangan yang belum memiliki ijin dari
otoritas berwenang;
b. Bank dan perusahaan yang berlokasi di negara penghasil
narkoba atau tax haven countries;
c. Kasino, tempat hiburan dan executive club;
d. Jasa akuntan, pengacara dan notaris (Perusahaan atau
Perorangan);
e. Jasa surveyor dan agen real estat (perusahaan);
f. Pedagang logam mulia (perusahaan atau perorangan);
g. Usaha barang-barang antik, dealer mobil, kapal serta
penjual barang atau barang mewah;
h. Agen perjalanan;
i. Pegawai Bank;
j. Pelajar atau mahasiswa yang memiliki Beneficial Owner
berisiko tinggi; atau
k. Ibu rumah tangga yang memiliki Beneficial Owner berisiko
tinggi.
4. Transaksi yang Terkait dengan Negara Lain yang Berisiko Tinggi
Contoh negara yang berisiko tinggi antara lain:
a. negara yang pelaksanaan rekomendasi FATF
diidentifikasikan belum memadai;
b. termasuk dalam daftar yang dipublikasikan oleh FATF;

64

137
c. diketahui secara luas sebagai tempat penghasil dan pusat
perdagangan narkoba;
d. dikenal secara luas menerapkan banking secrecy law yang
ketat;
e. dikenal sebagai tax haven antara lain berdasarkan data
terkini dari Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD). Posisi Mei 2012 terdapat 2 (dua)
negara/wilayah yang tergolong tax haven yaitu: Nauru dan
Niue.
f. dikenal memiliki tingkat korupsi yang tinggi;
g. dianggap merupakan sumber kegiatan terorisme, seperti
yang diidentifikasikan oleh Office of Foreign Asset Control
(OFAC); atau
h. terkena sanksi PBB.
Sehubungan dengan area berisiko tinggi di atas, Bank wajib
meneliti adanya Nasabah dan/atau Beneficial Owner yang
memenuhi kriteria berisiko tinggi tersebut dan
mendokumentasikannya dalam daftar tersendiri.

B. Prosedur Terhadap Area Berisiko Tinggi dan PEP


1. Apabila terdapat transaksi atau hubungan usaha dengan
Nasabah yang berasal atau terkait dengan negara yang belum
memadai dalam melaksanakan rekomendasi FATF, maka Bank
wajib mewaspadainya dan menetapkan mitigasi risiko yang
mungkin terjadi.
2. Dalam hal Bank akan melakukan hubungan usaha dengan
calon Nasabah yang tergolong PEP, Bank wajib menunjuk
pejabat senior yang bertanggung jawab atas hubungan usaha
dengan calon Nasabah tersebut dan berwenang untuk:
a. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon
Nasabah yang tergolong berisiko tinggi atau PEP; dan

65

138
b. membuat keputusan untuk meneruskan atau
menghentikan hubungan usaha dengan Nasabah atau
Beneficial Owner yang tergolong PEP.
3. Pejabat senior harus memiliki pengetahuan yang memadai
mengenai kemungkinan risiko yang timbul, seperti risiko
reputasi, risiko operasional dan risiko hukum, dan mampu
mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil risiko
Nasabah dan transaksi.

C. Enhanced Due Dilligence (EDD)


1. Dalam hal Bank berhubungan dengan Calon Nasabah atau WIC
atau Nasabah yang tergolong berisiko tinggi terhadap
kemungkinan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank
wajib melakukan prosedur CDD yang lebih mendalam yang
disebut dengan Enhanced Due Diligence (EDD).
2. EDD atau kegiatan CDD yang lebih mendalam harus dilakukan
terhadap area yang berisiko tinggi dan Nasabah yang tergolong
PEP.
3. Apabila Calon Nasabah, Nasabah atau WIC memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. tergolong berisiko tinggi atau PEP;
b. menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi
untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang atau
pendanaan terorisme;
c. melakukan transaksi dengan pihak yang berasal dari
negara berisiko tinggi;
d. melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil; atau
e. merupakan pihak yang terkait dengan PEP, yaitu:
1) perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;
2) anggota keluarga PEP sampai dengan derajat kedua;
dan/atau
3) pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik
mempunyai hubungan dekat dengan PEP.

66

139
maka terhadap Calon Nasabah, Nasabah atau WIC tersebut,
Bank wajib melakukan EDD.
4. Apabila dari hasil EDD yang dilakukan terhadap Nasabah yang
melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf d diperoleh underlying atau
alasan yang jelas, maka terhadap transaksi tersebut dilakukan
pemantauan sebagaimana biasanya. Sedangkan apabila dari
hasil EDD tidak diperoleh underlying atau alasan yang jelas
maka terhadap transaksi tersebut wajib dilaporkan dalam LTKM
dan dilakukan pemantauan yang lebih ketat.
5. Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Nasabah yang perlu
diperoleh harus memberikan gambaran mengenai tingkat risiko
yang timbul dari hubungan usaha yang terjadi.
6. Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan
memberikan keyakinan terhadap profil Nasabah sesungguhnya.
7. Bagi Bank yang menyediakan produk kartu kredit melalui
program member get member, maka proses EDD yang dilakukan
termasuk:
a. memastikan bahwa dokumen pendukung yang memuat
identitas Calon Nasabah telah dilegalisir oleh lembaga yang
berwenang;
b. transaksi pembayaran dengan Bank untuk pertama kalinya
secara tunai di Bank penerbit kartu kredit yang
berkedudukan di Indonesia.

D. EDD terhadap Jasa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust)


Bank yang melakukan trust wajib memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1. Bank melakukan EDD terhadap:
a. pemilik harta yang menitipkan pengelolaan hartanya
(settlor); dan
b. penerima manfaat dari harta yang dititipkan (beneficiary).

67

140
Dalam hal settlor juga bertindak sebagai beneficiary maka EDD
yang dilakukan hanya pada settlor atau beneficiary dengan
menjelaskan bahwa settlor dan beneficiary adalah pihak yang
sama.
2. Bank meminta informasi kepada calon settlor dengan
berpedoman kepada ketentuan yang berlaku kepada Calon
Nasabah perusahaan sebagaimana dimaksud di Tabel 1 pada
Bab V huruf B.
3. Bank meminta informasi kepada beneficiary paling kurang
mencakup:
a. jenis informasi dengan berpedoman kepada ketentuan yang
berlaku kepada Calon Nasabah perorangan dan Calon
Nasabah perusahaan sebagaimana dimaksud di Tabel 1
pada Bab V huruf B;
b. nomor rekening beneficiary; dan
c. nama bank yang menerima pemindahan dana dari rekening
settlor.
4. Dalam hal bank yang menerima pemindahan dana dari rekening
settlor pada Bank yang berada di luar negeri, maka harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; dan
b. berkedudukan di negara yang tidak tergolong berisiko
tinggi. Informasi mengenai tingkat risiko suatu negara
antara lain dapat dilihat dalam website www.fatf-gafi.org
atau www.apgml.org.
5. Dalam hal bank yang menerima pemindahan dana dari rekening
settlor pada Bank yang berkedudukan di negara yang tergolong
berisiko tinggi maka harus memenuhi persyaratan:
a. berada dalam kelompok usaha yang sama dengan Bank
tempat settlor tercatat, dimana pemegang saham
pengendali antara bank dimana settlor tercatat dengan
bank yang menerima pemindahan dana dari rekening

68

141
settlor adalah sama; dan
b. kelompok usaha tersebut telah menjalankan CDD,
penatausahaan dokumen, dan Program APU dan PPT
secara efektif sesuai dengan Rekomendasi FATF.

69

142
BAB VIII
PROSEDUR PELAKSANAAN CUSTOMER DUE DILLIGENCE (CDD) OLEH
PIHAK KETIGA

A. Kriteria Pihak Ketiga dan Prosedur


1. Bank dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh
pihak ketiga terhadap Calon Nasabahnya yang telah menjadi
Nasabah pada pihak ketiga tersebut. Dalam hal ini Bank tetap
wajib melakukan identifikasi dan verifikasi atas hasil CDD yang
telah dilakukan oleh pihak ketiga.
2. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus
merupakan lembaga keuangan yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
b. memiliki kerja sama dengan Bank dalam bentuk
kesepakatan tertulis;
c. tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang (antara
lain Lembaga Pengawas dan Pengatur seperti Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
d. bersedia memenuhi permintaan informasi yang paling
kurang berupa informasi mengenai:
1) nama lengkap sesuai dengan yang tercantum pada
kartu identitas;
2) alamat, tempat dan tanggal lahir;
3) nomor kartu identitas; dan
4) kewarganegaraan dari calon Nasabah.
e. bersedia memenuhi permintaan salinan dokumen
pendukung segera apabila dibutuhkan oleh Bank dalam
rangka pelaksanaan Program APU dan PPT; dan
f. berkedudukan di negara yang tidak tergolong berisiko
tinggi. Informasi mengenai tingkat risiko suatu negara

70

143
antara lain dapat dilihat dalam website www.fatf-gafi.org
atau www.apgml.org.
3. Kesediaan pihak ketiga untuk memenuhi permintaan informasi
dan permintaan salinan dokumen pendukung dituangkan
dalam kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 huruf b;
4. Dalam hal pihak ketiga berkedudukan di negara yang tergolong
berisiko tinggi maka pihak ketiga tersebut wajib memenuhi
kriteria:
a. berada dalam kelompok usaha yang sama dengan Bank,
dalam hal ini pemegang saham pengendali antara Bank
pengguna hasil CDD dengan pihak ketiga pemilik hasil
CDD adalah sama; dan
b. kelompok usaha tersebut telah menjalankan CDD,
penatausahaan dokumen, dan Program APU dan PPT
secara efektif sesuai dengan rekomendasi FATF.
5. Tanggung jawab akhir atas hasil identifikasi dan verifikasi calon
Nasabah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Bank.
6. Bank bertanggung jawab untuk melaksanakan penatausahaan
dokumen hasil CDD yang dilakukan pihak ketiga serta data
hasil identifikasi dan verifikasi yang dilakukan oleh Bank.

B. Bank sebagai Agen Penjual Produk Lembaga Keuangan Non Bank


1. Apabila Bank bertindak sebagai agen penjual produk lembaga
keuangan non Bank (misal reksadana, asuransi), maka Bank
wajib memenuhi permintaan informasi hasil CDD dan salinan
dokumen pendukung apabila dibutuhkan oleh lembaga
keuangan lainnya (misal manajer investasi) dalam rangka
pelaksanaan Program APU dan PPT.
2. Tata cara pemenuhan permintaan informasi hasil CDD dan
salinan dokumen pendukung dituangkan dalam perjanjian kerja
sama antara Bank dengan lembaga keuangan non Bank
tersebut yang antara lain memuat kesediaan Bank untuk

71

144
memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada butir A.2.d)
dan butir A.2.e).
3. Pada saat Bank bertindak sebagai penjual produk keuangan
non Bank, maka penjualan produk lembaga keuangan non
Bank kepada Nasabah Bank berpedoman pada ketentuan yang
mengatur mengenai penerapan manajemen risiko pada Bank
yang melakukan aktivitas berkaitan dengan reksadana, dan
pada Bank yang melakukan aktivitas kerjasama pemasaran
dengan perusahaan asuransi (bancassurance) yaitu sebagai
berikut:
a. dilakukan dalam perjanjian tersendiri yang terpisah dari
perjanjian pembukaan hubungan usaha atau rekening
yang terkait dengan produk dan usaha Bank.
b. mencantumkan logo lembaga keuangan lainnya yang
mengeluarkan produk terkait dalam perjanjian tersendiri
tersebut.
c. mengungkapkan informasi yang lengkap, benar, dan tidak
menyesatkan kepada Nasabah mengenai produk lembaga
keuangan non Bank termasuk informasi mengenai
kejelasan cakupan program penjaminan atas produk
lembaga keuangan non Bank.
d. memastikan:
1) pemberian informasi yang berimbang antara potensi
manfaat yang mungkin diperoleh dengan risiko yang
mungkin timbul bagi Nasabah dari produk lembaga
keuangan non Bank.
2) informasi yang disampaikan tidak menyamarkan,
mengurangi, atau menutupi hal-hal yang penting
terkait dengan risiko-risiko yang mungkin timbul dari
produk lembaga keuangan non Bank.

72

145
BAB IX
CROSS BORDER CORRESPONDENT BANKING

A. Prosedur Cross Border Correspondent Banking


1. Sebelum menyediakan jasa Cross Border Correspondent
Banking, Bank wajib melakukan proses CDD terhadap calon
Bank responden baik yang bertindak sebagai Bank Penerus
maupun sebagai Bank Penerima. Untuk transaksi L/C, yang
dimaksud dengan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus
termasuk issuing bank, advising bank, confirming bank, dan
negotiating bank.
2. Proses CDD yang dilakukan dengan meminta informasi
mengenai:
a. profil calon Bank Penerima dan/atau Bank Penerus, antara
lain mencakup susunan anggota Direksi dan Dewan
Komisaris, kegiatan usaha, produk perbankan yang
dimiliki, target pemasaran, dan tujuan pembukaan
rekening. Sumber informasi untuk memastikan informasi
dimaksud berdasarkan informasi publik yang memadai
yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh otoritas yang
berwenang, antara lain Bankers Almanac;
b. reputasi Bank Penerima dan/atau Bank Penerus
berdasarkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan,
termasuk reputasi yang bersifat negatif, misalnya:
1) sanksi yang pernah dikenakan oleh otoritas kepada
Bank Penerima dan/atau Bank Penerus terkait dengan
pelanggaran ketentuan otoritas dan/atau rekomendasi
FATF; atau
2) Bank Penerima dan/atau Bank Penerus sedang dalam
proses penyidikan dan/atau pembinaan oleh otoritas
yang berwenang terkait dengan pencucian uang atau
pendanaan terorisme.

73

146
c. tingkat penerapan Program APU dan PPT di negara tempat
kedudukan Bank Penerima dan/atau Bank Penerus yang
dapat dilihat antara lain dari tingkat risiko negara tempat
kedudukan bank tersebut yang dikeluarkan oleh FATF atau
The Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG)
terhadap kemungkinan terjadinya pencucian uang
dan/atau pendanaan terorisme; dan
d. informasi relevan lain yang diperlukan Bank untuk
mengetahui profil calon Bank Penerima dan/atau Bank
Penerus antara lain informasi mengenai:
1) seperti kepemilikan, pengendalian, dan struktur
manajemen, untuk memastikan apakah terdapat PEP
dalam susunan kepemilikan atau sebagai pengendali;
2) posisi keuangan Bank Penerima dan/atau Bank
Penerus; dan
3) profil perusahaan induk dan anak perusahaan.
3. Bank Pengirim yang menyediakan jasa Cross Border
Correspondent Banking wajib melakukan :
a. mendokumentasikan seluruh transaksi Cross Border
Correspondent Banking;
b. menolak untuk berhubungan dan/atau meneruskan
hubungan Cross Border Correspondent Banking dengan
Shell Bank; dan
c. memastikan bahwa Bank Penerima dan/atau Bank
Penerus tidak mengijinkan rekeningnya digunakan oleh
Shell Bank pada saat mengadakan hubungan usaha terkait
dengan Cross Border Correspondent Banking
4. Persetujuan untuk pembukaan hubungan usaha pada calon
Bank Penerima dan/atau Bank penerus dalam rangka Cross
Border Correspondent Banking maupun untuk penutupan
hubungan usaha dengan Bank Penerima dan/atau Bank
penerus dalam rangka Cross Border Correspondent Banking
diberikan oleh pejabat senior.

74

147
B. Payable Through Account
1. Terhadap Nasabah yang mempunyai akses terhadap Payable
Through Account (PTA), Bank Pengirim wajib memastikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Bank Penerima dan/atau Bank Penerus telah
melaksanakan proses CDD dan pemantauan yang memadai
yang paling kurang sama dengan yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia ini; dan
b. Bank Penerima dan/atau Bank Penerus bersedia untuk
menyediakan data identifikasi Nasabah yang terkait,
apabila diminta oleh Bank Pengirim.
2. Akses terhadap PTA yang wajib dipastikan oleh Bank Pengirim
dituangkan dalam kerjasama antara Bank Pengirim dengan
Bank Penerima dan/atau Bank Penerus dalam bentuk
kesepakatan tertulis.
3. Contoh dari transaksi PTA adalah sebagai berikut:
Bank A (didirikan dan berada dibawah pengawasan Otoritas
South Pacific Island Vanuatu) membuka PTA di American Express
Bank International (AMEX) di Miami, US. Tujuan pembukaan
PTA tersebut adalah agar Bank A di Vanuatu dapat memberikan
jasa perbankan AMEX secara virtual kepada Nasabah
berkewarganegaraan Amerika yang tinggal di wilayah Vanuatu
namun bukan merupakan Nasabah AMEX.
Nasabah diberikan buku cek serta aplikasi yang memungkinkan
mereka untuk melakukan deposit atau penarikan dana melalui
PTA Bank A. Transaksi PTA ini memungkinkan penyalahgunaan
rekening maupun transaksi yang dilakukan yang pada akhirnya
menimbulkan risiko reputasi bagi AMEX.

75

148
BAB X
PROSEDUR TRANSFER DANA

A. Prosedur Transfer Dana


1. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Pengirim adalah sebagai
berikut:
a. Bank Pengirim wajib memperoleh informasi dan melakukan
identifikasi serta verifikasi terhadap Nasabah atau WIC
pengirim dan/atau Nasabah atau WIC penerima, paling
kurang meliputi:
1) nama Nasabah atau WIC pengirim;
2) nomor rekening Nasabah pengirim;
3) alamat Nasabah atau WIC pengirim;
4) nomor dokumen identitas, nomor identifikasi, atau
tempat dan tanggal lahir dari Nasabah atau WIC
pengirim. Nomor identifikasi adalah nomor yang
secara unik mengidentifikasikan Nasabah atau WIC
pengirim dari Bank Pengirim dengan data informasi
yang dikelola oleh Bank Pengirim. Dengan demikian
nomor identifikasi berbeda dengan nomor transaksi;
5) sumber dana Nasabah atau WIC pengirim;
6) nama Nasabah atau WIC penerima;
7) nomor rekening Nasabah penerima;
8) alamat WIC penerima;
9) jumlah uang dan jenis mata uang; dan
10) tanggal transaksi.
b. Apabila pengirim asal telah menjadi Nasabah pada Bank
Pengirim maka Bank pengirim wajib memperoleh informasi:
1) nama Nasabah pengirim;
2) nomor rekening Nasabah pengirim;
3) sumber dana Nasabah pengirim;
4) nama Nasabah atau WIC penerima;
5) nomor rekening Nasabah penerima atau alamat WIC

76

149
penerima;
6) jumlah uang dan jenis mata uang; dan
7) tanggal transaksi.
c. Dalam hal kegiatan transfer dana memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Tujuan transfer dana di luar wilayah Republik
Indonesia; dan
2) Terdapat transaksi transfer dana yang dilakukan oleh
beberapa Nasabah atau WIC pengirim dari pengirim
yang sama dalam bentuk batch file transmission;
maka Bank Pengirim wajib memperoleh informasi mengenai
masing-masing Nasabah atau WIC penerima sebagaimana
dimaksud pada butir a.6) sampai dengan a.8).
d. Informasi mengenai Nasabah atau WIC pengirim dan/atau
Nasabah atau WIC penerima pada huruf a dan b wajib
disampaikan Bank Pengirim kepada Bank Penerus atau
Bank Penerima.
e. Dalam hal Nasabah atau WIC Pengirim menolak untuk
memenuhi permintaan informasi sebagaimana dimaksud
pada huruf a, maka Bank Pengirim wajib menolak
melaksanakan perintah transfer.
f. Seluruh kegiatan transfer dana wajib didokumentasikan
dengan ketentuan mengacu pada Bab XV mengenai
Penatausahaan Dokumen dalam Pedoman ini.
2. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Penerus adalah sebagai
berikut:
a. Memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah
atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a.
b. Meneruskan pesan dan perintah transfer dana yang
diterima dari Bank Pengirim.
c. Seluruh informasi yang diterima dari Bank Pengirim,
sebagai pihak yang pertama kali mengeluarkan perintah

77

150
transfer dana, wajib didokumentasikan sesuai dengan
ketentuan mengacu pada Bab XV mengenai Penatausahaan
Dokumen dalam Pedoman ini.
d. Memastikan kelengkapan informasi mengenai Nasabah
atau WIC pengirim dan Nasabah atau WIC penerima
terhadap transaksi transfer dana ke luar wilayah Indonesia
dengan pola straight-through processing.
e. Dalam hal Bank Penerus menerima perintah transfer dari
Bank Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan
informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a,
maka Bank Penerus dapat:
1) melaksanakan transfer dana;
2) menolak untuk melaksanakan transfer dana; atau
3) menunda transaksi transfer dana.
f. Tindakan yang akan diambil oleh Bank Penerus
sebagaimana pilihan tindakan pada huruf e di atas disertai
dengan tindak lanjut yang memadai yaitu antara lain
melakukan pemantauan yang lebih ketat, dan/atau
melaporkan sebagai Transaksi Keuangan yang
Mencurigakan.
3. Ketentuan yang berlaku bagi Bank Penerima adalah sebagai
berikut:
a. Memastikan kelengkapan informasi Nasabah atau WIC
pengirim dan Nasabah atau WIC penerima dalam transaksi
transfer dana dari luar wilayah Indonesia baik pada saat
transaksi dilakukan (real-time monitoring) maupun setelah
transaksi dilakukan (post-event monitoring).
b. Seluruh informasi yang diterima wajib didokumentasikan
sesuai dengan ketentuan mengacu pada Bab XV mengenai
Penatausahaan Dokumen dalam Pedoman ini.
c. Dalam hal Bank Penerima menerima perintah transfer dari
Bank Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan
informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a,

78

151
maka Bank Penerima dapat:
1) melaksanakan transfer dana;
2) menolak untuk melaksanakan transfer dana; atau
3) menunda transaksi transfer dana.
d. Tindakan yang akan diambil oleh Bank Penerima
sebagaimana pilihan tindakan pada huruf cdisertai dengan
tindak lanjut yang memadai yaitu antara lain melakukan
pemantauan yang lebih ketat, dan/atau melaporkan
sebagai Transaksi Keuangan yang Mencurigakan.
e. Dalam hal Bank Penerima menerima perintah transfer dari
Bank Pengirim di dalam wilayah Indonesia yang tidak
dilengkapi dengan informasi sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a namun hanya dilengkapi dengan informasi
nomor rekening Nasabah Pengirim atau nomor referensi
transaksi Nasabah atau WIC Pengirim, maka Bank
Penerima dapat meminta secara tertulis informasi yang
dibutuhkan kepada Bank Pengirim.
4. Ketentuan mengenai prosedur transfer dana tidak berlaku bagi:
a. transfer dana yang menggunakan kartu debet, kartu ATM
maupun kartu kredit.
b. transfer dana yang dilakukan antar penyedia jasa
keuangan dan untuk kepentingan penyedia jasa keuangan
dimaksud, seperti transfer dana yang dilakukan oleh
Nasabah perusahaan berupa perusahaan sekuritas untuk
tujuan kegiatan sekuritas Nasabah dimaksud.

B. Permintaan Informasi
1. Terhadap permintaan informasi yang disampaikan oleh Bank
Penerima sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.e, Bank
Pengirim wajib menyampaikan secara tertulis informasi yang
dibutuhkan tersebut dalam waktu 3 (tiga) hari kerja.
2. Kewajiban penyampaian informasi oleh Bank Pengirim, juga
berlaku apabila permintaan serupa dilakukan oleh otoritas yang

79

152
berwenang seperti Bank Indonesia, dan Penegak Hukum.
3. Permintaan informasi harus diajukan secara tertulis dari
pejabat yang berwenang baik melalui surat maupun melalui
media elektronik.
4. Pemenuhan permintaan informasi dari Bank Penerima
dilakukan dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank,
sehingga dikecualikan dari ketentuan tentang rahasia Bank.
5. Permintaan informasi bersifat sangat rahasia sehingga hanya
boleh digunakan untuk kepentingan analisis transaksi,
penyidikan, dan kebutuhan otoritas yang berwenang.
6. Permintaan dan penyampaian informasi wajib
didokumentasikan.

C. Pelaporan
1. Apabila terdapat transfer dana, baik yang merupakan incoming
atau outgoing, berasal dari dalam negeri atau lintas negara yang
memenuhi kriteria mencurigakan, maka transfer dana tersebut
wajib dilaporkan sebagai LTKM kepada PPATK. Dalam hal ini
termasuk transfer dana yang terkait dengan transaksi
pendanaan terorisme.
2. Untuk kegiatan transfer dana dari dan ke luar negeri, maka tata
cara pelaporan transfer dana tersebut wajib dilaporkan kepada
PPATK dengan berpedoman pada ketentuan yang dikeluarkan
oleh PPATK.

80

153
BAB XI
SISTEM PENGENDALIAN INTERN

1. Bank wajib melakukan pemisahan fungsi yang jelas antara satuan


kerja operasional dengan satuan kerja yang melaksanakan fungsi
pengendalian.
2. Dalam penerapan Program APU dan PPT, Bank harus memiliki
kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai, serta
melakukan pemisahan tugas dan tanggung jawab antara:
a. pelaksana kebijakan dengan pengawas penerapan kebijakan,
dan
b. pelaksana transaksi dengan pemutus transaksi.
3. Bank harus mempunyai sistem pengendalian intern, baik yang
bersifat fungsional maupun melekat yang dapat memastikan bahwa
penerapan Program APU dan PPT oleh satuan kerja terkait telah
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dengan
memastikan satuan kerja telah:
a. menerapkan pengawasan internal dengan baik, tepat dan
efektif; dan
b. memberikan pelatihan yang memadai bagi seluruh pegawai di
unit kerja operasional.
4. Pengendalian intern dalam rangka penerapan Program APU dan PPT
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) dengan
kewenangan paling kurang mencakup:
a. melakukan uji kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur
melalui penggunaan sample testing dari beberapa jasa, produk,
dan Nasabah dengan pendekatan berdasarkan risiko untuk
mendapatkan gambaran efektifitas penerapan kebijakan dan
prosedur;
b. menyusun program dan prosedur audit berbasis risiko dengan
prioritas audit pada satuan kerja atau kantor cabang yang
tergolong memiliki kompleksitas usaha yang tinggi; dan
c. melakukan penilaian atas kecukupan proses yang berlaku di

81

154
Bank dalam mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang
mencurigakan dengan memperhatikan ketentuan anti tipping
off.
5. Sistem pengendalian intern harus mampu secara tepat waktu
mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam
penerapan Program APU dan PPT.

82

155
BAB XII
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

A. Sistem Informasi Manajemen


1. Kebijakan dan prosedur tertulis yang dimiliki Bank wajib
mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi
disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan
terorisme, misal pembukaan rekening melalui internet banking,
perintah transfer dana melalui fax atau telepon, dan transaksi
melalui ATM.
2. Untuk keperluan pemantauan profil dan transaksi Nasabah
atau WIC, Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat
mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan
laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang
dilakukan oleh Nasabah atau WIC Bank.
3. Sistem informasi yang dimiliki harus dapat memungkinkan
Bank untuk menelusuri setiap transaksi (individual transaction),
baik untuk keperluan intern dan atau Bank Indonesia, maupun
dalam kaitannya dengan kasus peradilan.
4. Tingkat kecanggihan sistem informasi untuk mengidentifikasi
transaksi keuangan yang mencurigakan disesuaikan dengan
kompleksitas usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki
Bank.
5. Bank wajib melakukan penyesuaian secara berkala terhadap
parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi transaksi
keuangan yang mencurigakan.
6. Untuk memudahkan pemantauan dalam rangka menganalisis
transaksi keuangan yang mencurigakan, Bank wajib memiliki
dan memelihara profil Nasabah secara terpadu (Single Customer
Identification File/CIF), paling kurang meliputi informasi
sebagaimana dimaksud dalam Tabel 1 pada Bab V.
7. Informasi yang terdapat dalam single CIF mencakup seluruh
produk dan jasa yang digunakan oleh Nasabah pada suatu

83

156
Bank yaitu tabungan, deposito, giro, kredit/pembiayaan, safe
deposit box, structured product, dan trustee.
8. Untuk rekening joint account maka CIF dibuat atas masing-
masing pihak pemilik joint account, misal:
a. Rekening joint account atas nama A dan B, maka CIF yang
dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan B
dengan menginformasikan bahwa baik A maupun B
memiliki rekening joint account.
b. Rekening joint account atas nama A atau B, maka CIF yang
dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan B
dengan menginformasikan bahwa baik A maupun B
memiliki rekening joint account.
9. Untuk keperluan pemeliharaan single CIF, Bank harus
menetapkan kebijakan bahwa untuk setiap penambahan
rekening dan/atau jasa atau produk Bank oleh Nasabah yang
sudah ada, Bank wajib mengkaitkan rekening, jasa atau produk
tambahan tersebut dengan nomor informasi Nasabah dari
Nasabah yang bersangkutan.
10. Dalam hal terdapat Nasabah yang selain tercatat sebagai
Nasabah pada Bank Umum Konvensional juga tercatat sebagai
Nasabah pada Unit Usaha Syariah dari Bank yang sama, maka
Nasabah tersebut memiliki 2 (dua) CIF yang berbeda.

B. Pemantauan
1. Bank wajib melakukan kegiatan pemantauan yang sekurang-
kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan secara berkesinambungan untuk
mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi Nasabah
dengan profil Nasabah dan menatausahakan dokumen
tersebut, terutama terhadap hubungan usaha atau
transaksi dengan Nasabah dan/atau Bank dari negara
dengan Program APU dan PPT kurang memadai.

84

157
b. Melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak
sesuai dengan profil Nasabah. Contoh transaksi, aktivitas,
dan perilaku yang tidak sesuai dengan profil Nasabah
adalah sebagaimana terlampir dalam Lampiran II.
c. Apabila diperlukan, meminta informasi tentang latar
belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi yang
tidak sesuai dengan profil Nasabah, dengan
memperhatikan ketentuan anti tipping off sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
2. Kegiatan pemantauan profil dan transaksi Nasabah yang
dilakukan secara berkesinambungan meliputi kegiatan:
a. memastikan kelengkapan informasi dan dokumen
Nasabah;
b. meneliti kesesuaian antara profil transaksi dengan profil
Nasabah;
c. meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan nama
yang tercantum dalam:
1) database daftar teroris;
2) Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris;
3) nama tersangka atau terdakwa yang dipublikasikan
dalam media massa atau oleh otoritas yang
berwenang; dan
4) Daftar Hitam Nasional (DHN).
3. Sumber informasi yang dapat digunakan untuk memantau
Nasabah Bank yang ditetapkan sebagai status tersangka atau
terdakwa dapat diperoleh antara lain melalui:
a. database yang dikeluarkan oleh pihak berwenang seperti
PPATK; atau
b. media massa, seperti koran, majalah, televisi, dan internet.
4. Pemantauan terhadap profil dan transaksi Nasabah harus
dilakukan secara berkala dengan menggunakan pendekatan
berdasarkan risiko.

85

158
5. Apabila berdasarkan hasil pemantauan terdapat kemiripan atau
kesamaan nama sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c,
maka Bank harus melakukan klarifikasi untuk memastikan
kemiripan tersebut.
6. Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama
tersangka atau terdakwa yang diinformasikan dalam media
massa dan/atau sesuai dengan daftar teroris sebagaimana
dimaksud pada butir 2.c.1) dan butir 2.c.3), maka Bank wajib
melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM.
7. Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris sebagaimana
dimaksud pada butir 2.c.2), maka Bank wajib melaporkan
Nasabah tersebut dalam LTKM dan melakukan pemblokiran
setelah menerima surat permintaan atau perintah pemblokiran
dari lembaga yang berwenang sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan mengenai Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Tata cara
pemblokiran berpedoman pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
8. Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama
yang tercantum dalam DHN sebagaimana dimaksud pada butir
2.c.4) maka Bank wajib meneliti proses rehabilitasi yang
dilakukan Nasabah tersebut. Dalam hal terdapat
ketidakwajaran dalam proses rehabilitasi maka Bank wajib
melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM.
9. Pemantauan terhadap rekening Nasabah harus dipantau lebih
ketat apabila terdapat antara lain:
a. Nasabah tergolong berisiko tinggi;
b. penggunaan produk atau jasa perbankan yang berisiko
tinggi sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan
teroris, contoh:
1) kartu kredit dengan over payment dengan nilai yang
signifikan;

86

159
2) debitur berbadan hukum asing menggunakan jaminan
seperti back to back LC dan/atau standby L/C;
c. transaksi dengan pihak yang berasal dari negara berisiko
tinggi, contoh transaksi pengiriman uang yang terkait
dengan Nasabah yang tinggal di negara yang berisiko tinggi;
d. transaksi tidak sesuai dengan profil; atau
e. Nasabah merupakan PEP dan/atau pihak yang terkait
dengan PEP, yaitu:
1) perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;
2) anggota keluarga PEP sampai dengan derajat kedua;
dan/atau
3) pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik
mempunyai hubungan dekat dengan PEP.
10. Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan tertib
dan dalam bentuk tertulis baik melalui dokumen formal seperti
memo, nota, atau catatan maupun melalui dokumen informal
seperti korespondensi melalui email.

C. Database Daftar Teroris dan Daftar Terduga Teroris dan


Organisasi Teroris
1. Bank wajib memelihara:
a. database Daftar Teroris yang diterima dari Bank Indonesia
setiap 6 (enam) bulan berdasarkan data yang
dipublikasikan oleh PBB;
b. Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang
dipublikasikan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
dan diterima melalui Bank Indonesia.
2. Informasi mengenai Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh
melalui:
a. website PBB:
http://www.un.org/sc/committees/1267/consolist.shtml;
atau

87

160
b. sumber lainnya yang lazim digunakan oleh perbankan dan
merupakan data publik antara lain The Office of Foreign
Assets Controls List (OFAC List) dengan alamat situs
internet:
http://www.treas.gov/offices/enforcement/ofac/index.sht
ml.
3. Kegiatan pemantauan yang wajib dilakukan Bank terkait
dengan database daftar teroris yang dimiliki adalah:
a. Memastikan secara berkala terdapat atau tidaknya nama-
nama Nasabah Bank yang memiliki kesamaan atau
kemiripan dengan nama yang tercantum dalam database
tersebut.
b. Dalam hal terdapat kemiripan nama Nasabah dengan nama
yang tercantum dalam database Daftar Teroris, Bank wajib
memastikan kesesuaian identitas Nasabah tersebut dengan
informasi lain yang terkait.
Dalam hal terdapat kesamaan nama Nasabah dan
kesamaan informasi lainnya dengan nama yang tercantum
dalam database Daftar Teroris, Bank wajib melaporkan
Nasabah tersebut dalam LTKM.

D. Pengkinian Data sebagai Tindak Lanjut dari Pemantauan


1. Bank wajib melakukan pengkinian data terhadap informasi dan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank
Indonesia mengenai APU dan PPT serta menatausahakannya.
2. Bank wajib mengkinikan data Nasabah yang dimiliki agar
identifikasi dan pemantauan transaksi keuangan yang
mencurigakan dapat berjalan efektif.
3. Pengkinian data Nasabah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan risiko yang mencakup pengkinian
profil Nasabah dan transaksinya. Dalam hal sumber daya yang
dimiliki Bank terbatas, kegiatan pengkinian data dilakukan
dengan skala prioritas. Contoh: pemenuhan informasi NPWP

88

161
bagi Nasabah yang belum memiliki NPWP diprioritaskan
terhadap Nasabah layanan prima atau Nasabah dengan jumlah
saldo outstanding tertentu.
4. Parameter untuk menetapkan skala prioritas sebagaimana
dimaksud pada angka 2 antara lain:
a. tingkat risiko Nasabah tinggi;
b. transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau
menyimpang dari profil transaksi atau profil Nasabah (red
flag);
c. saldo yang nilainya signifikan; atau
d. informasi yang ada pada CIF belum sesuai dengan
Peraturan Bank Indonesia mengenai APU dan PPT.
5. Pengkinian data dilakukan secara berkala berdasarkan tingkat
risiko Nasabah atau transaksi. Sebagai contoh, untuk Nasabah
risiko tinggi pengkinian data dilakukan setiap 6 bulan, untuk
Nasabah risiko rendah pengkinian data dilakukan setiap 2
tahun, dan untuk Nasabah risiko menengah pengkinian data
dilakukan setiap 1 tahun.
6. Pelaksanaan pengkinian data terhadap Nasabah yang tercantum
dalam laporan rencana pengkinian data dapat dilakukan antara
lain pada saat:
a. pembukaan rekening tambahan;
b. perpanjangan fasilitas pinjaman;
c. penggantian buku tabungan, ATM, atau dokumen produk
perbankan lainnya;
d. kunjungan untuk keperluan safe deposit box;
e. pelunasan pinjaman; atau
f. lain-lain.
Tata cara penyampaian laporan rencana pengkinian data
sebagaimana diatur dalam Bab XV butir B.1.b.
7. Pencatatan ke dalam CIF atas informasi Nasabah yang dikinikan
tanpa didukung dengan dokumen, harus dengan persetujuan
dari Pejabat Bank yang berwenang. Contoh Nasabah mengisi

89

162
jumlah penghasilan dalam perjanjian rekening sebesar Rp5 juta
per bulan, namun dari transfer gaji yang rutin setiap bulan
dilakukan oleh perusahaan tempat Nasabah tersebut bekerja,
jumlah penghasilan diketahui sebesar Rp15 juta per bulan.
Dalam hal ini jumlah penghasilan yang diisikan dalam CIF
adalah sebesar Rp15 juta. Untuk keperluan pengisian data CIF
tersebut diperlukan catatan, nota, atau memo yang menjelaskan
alasan atau pertimbangan pemilihan angka Rp15 juta dan
persetujuan pejabat Bank yang berwenang terhadap catatan,
nota, atau memo tersebut. Dokumen catatan, nota, atau memo
tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian
pembukaan rekening Nasabah.
8. Seluruh kegiatan pengkinian data harus diadministrasikan.
9. Dalam hal Nasabah yang akan dilakukan pengkinian data telah
menjadi Nasabah sebelum Peraturan Bank Indonesia ini
berlaku, Bank wajib memberitahukan secara tertulis kepada
Nasabah dimaksud mengenai kewajiban Bank untuk menolak
transaksi, membatalkan transaksi dan/atau menutup
hubungan usaha apabila Nasabah memenuhi kriteria:
a. Nasabah tidak memenuhi ketentuan permintaan informasi
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
Tabel 1, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8,
Tabel 9, dan Tabel 10;
b. diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen
palsu;
c. menyampaikan informasi yang diragukan kebenarannya;
d. berbentuk Shell Bank atau Bank yang mengijinkan
rekeningnya digunakan oleh Shell Bank; dan/atau
e. memiliki sumber dana transaksi yang diketahui dan/atau
patut diduga berasal dari hasil tindak pidana.
10. Bank wajib melaporkan realisasi rencana pengkinian data 1
(satu) tahun sebelumnya dengan tata cara penyampaian
sebagaimana diatur dalam Bab XV butir B.1.c.

90

163
E. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Hasil Pemantauan
Berdasarkan hasil pemantauan atas profil dan transaksi Nasabah,
Bank wajib melaporkan dalam LTKM apabila:
1. Nasabah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
huruf B angka 6 dan angka 7;
2. Nasabah yang ditutup hubungan usahanya karena tidak
bersedia melengkapi informasi dan dokumen pendukung, dan
berdasarkan penilaian Bank, transaksi yang dilakukan tidak
wajar atau mencurigakan;
3. Nasabah atau WIC yang ditolak atau dibatalkan transaksinya
karena tidak bersedia melengkapi informasi yang diminta oleh
Bank dan berdasarkan penilaian Bank transaksi yang dilakukan
tidak wajar atau mencurigakan; atau
4. Transaksi yang memenuhi kriteria mencurigakan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

91

164
BAB XIII
SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN KARYAWAN

A. Sumber Daya Manusia


1. Dalam rangka pencegahan penggunaan Bank sebagai media
atau tujuan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank
wajib melakukan:
a. prosedur penyaringan (pre-employee screening) pada saat
penerimaan pegawai baru sebagai bagian dari penerapan
Know Your Employee (KYE), dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Metode screening disesuaikan dengan kebutuhan,
kompleksitas usaha Bank, dan profil risiko Bank.
2) Metode screening paling kurang memastikan profil
calon karyawan tidak memiliki catatan kejahatan,
seperti:
a) mewajibkan calon karyawan membuat surat
pernyataan dan/atau menyerahkan Surat
Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
b) melakukan verifikasi ID dan pendidikan yang
telah diperoleh calon karyawan.
c) memastikan apakah calon karyawan memiliki
kredit macet.
d) memastikan track record calon karyawan dalam
kurun waktu tertentu, misal 5 tahun terakhir.
e) melakukan penelitian melalui media informasi
lainnya.
b. pengenalan dan pemantauan profil karyawan antara lain
mencakup perilaku dan gaya hidup karyawan, seperti:
1) memastikan karyawan tidak memiliki kredit macet;
2) melakukan penelitian melalui media internet;

92

165
3) melakukan verifikasi terhadap karyawan yang
mengalami perubahan gaya hidup yang cukup
signifikan;
4) memantau rekening karyawan;
5) memastikan bahwa karyawan telah memahami dan
mentaati kode etik karyawan (staff code of conduct);
6) mengevaluasi karyawan yang bertanggung jawab pada
aktivitas yang tergolong berisiko tinggi antara lain
memiliki akses ke data Bank, berhadapan dengan
Calon Nasabah atau Nasabah, dan terlibat dalam
pengadaan barang dan jasa bagi Bank.
2. Prosedur penyaringan (pre-employee screening), pengenalan dan
pemantauan terhadap profil karyawan dituangkan dalam
kebijakan Know Your Employee yang berpedoman pada
ketentuan yang mengatur mengenai penerapan strategi anti
fraud.

B. Pelatihan
1. Peserta Pelatihan
a. Bank harus memberikan pelatihan mengenai penerapan
Program APU dan PPT kepada seluruh karyawan.
b. Dalam menentukan peserta pelatihan, Bank
mengutamakan karyawan yang tugas sehari-harinya
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) berhadapan langsung dengan Nasabah (pelayanan
Nasabah);
2) melakukan pengawasan pelaksanaan penerapan
Program APU dan PPT; atau
3) terkait dengan penyusunan pelaporan kepada PPATK
dan Bank Indonesia.
c. Karyawan yang mendapatkan prioritas harus mendapatkan
pelatihan secara berkala, sedangkan karyawan lainnya

93

166
harus mendapatkan pelatihan paling kurang 1 (satu) kali
dalam masa kerjanya.
d. Karyawan yang berhadapan langsung dengan Nasabah
(front liner) harus mendapatkan pelatihan sebelum
penempatan.
2. Metode Pelatihan
a. Pelatihan dapat dilakukan secara elekronik (online base)
maupun melalui tatap muka.
b. Pelatihan secara elektronik (online base) dapat
menggunakan media e-learning baik yang disediakan oleh
otoritas berwenang seperti PPATK atau yang disediakan
secara mandiri oleh Bank.
c. Pelatihan melalui tatap muka dilakukan dengan
menggunakan pendekatan antara lain:
1) Tatap muka secara interaktif (misal workshop) dengan
topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan
peserta. Pendekatan ini digunakan untuk karyawan
yang mendapatkan prioritas dan dilakukan secara
berkala, misal setiap tahun.
Tatap muka satu arah (misal seminar) dengan topik
pelatihan adalah berupa gambaran umum dari
penerapan Program APU dan PPT. Pendekatan ini
diberikan kepada karyawan yang tidak mendapatkan
prioritas dan dilakukan apabila terdapat perubahan
ketentuan yang signifikan.
3. Topik dan Evaluasi Pelatihan
a. Topik pelatihan paling kurang mengenai:
1) implementasi peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Program APU dan PPT;
2) teknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau
pendanaan terorisme termasuk trend dan
perkembangan profil risiko produk perbankan; dan

94

167
3) kebijakan dan prosedur penerapan Program APU dan
PPT serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam
mencegah dan memberantas pencucian uang atau
pendanaan terorisme, termasuk konsekuensi apabila
karyawan melakukan tipping off.
Kedalaman topik pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan
karyawan dan kesesuaian dengan tugas dan tanggung
jawab karyawan.
b. Untuk mengetahui tingkat pemahaman karyawan dan
kesesuaian materi pelatihan, Bank harus melakukan
evaluasi terhadap setiap pelatihan yang telah
diselenggarakan.
c. Evaluasi dapat dilakukan secara langsung melalui
wawancara atau secara tidak langsung melalui tes.
d. Bank harus melakukan upaya tindak lanjut dari hasil
evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan
metode pelatihan.

95

168
BAB XIV
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PENERAPAN APU DAN PPT BAGI
KANTOR BANK DAN ANAK PERUSAHAAN DI LUAR NEGERI

1. Bank yang berbadan hukum Indonesia wajib meneruskan


kebijakan dan prosedur Program APU dan PPT, termasuk
kebijakan dan prosedur pertukaran informasi untuk tujuan
CDD dan manajemen risiko terhadap pencucian uang dan
pendanaan terorisme, ke seluruh jaringan kantor dan anak
perusahaannya di luar negeri.
2. Kebijakan dan prosedur Program APU dan PPT di seluruh
jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri wajib
dipantau pelaksanaannya secara berkala.
3. Dalam melaksanakan pertukaran informasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Bank harus memperhatikan tingkat
keamanan informasi dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Terhadap jaringan kantor dan anak perusahaan Bank di luar
negeri berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila di negara tempat kedudukan jaringan kantor atau
anak perusahaan memiliki peraturan APU dan PPT yang
lebih ketat dari peraturan di Indonesia, jaringan kantor
atau anak perusahaan dimaksud wajib tunduk pada
ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara dimaksud.
b. Apabila di negara tempat kedudukan jaringan kantor atau
anak perusahaan belum mematuhi rekomendasi FATF atau
sudah mematuhi namun standar Program APU dan PPT
yang dimiliki lebih longgar dari yang peraturan yang
berlaku di Indonesia, jaringan kantor atau anak
perusahaan wajib menerapkan Program APU dan PPT
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
c. Dalam hal peraturan di Indonesia mengenai penerapan
Program APU dan PPT mengakibatkan pelanggaran

96

169
terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku di
negara tempat kedudukan jaringan kantor atau anak
perusahaan berada maka pejabat kantor Bank atau anak
perusahaan di luar negeri tersebut wajib menginformasikan
kepada Bank dan Bank Indonesia bahwa tidak dapat
menerapkan Program APU dan PPT yang berlaku di
Indonesia.
Selanjutnya Bank harus menerapkan tindakan yang
memadai terhadap jaringan kantor atau anak perusahaan
di luar negeri untuk memitigasi risiko pencucian uang dan
pendanaan terorisme serta melaporkannya kepada Bank
Indonesia.
5. Penetapan ketat atau longgarnya peraturan di tempat
kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri
harus didukung dengan analis terhadap masing-masing
peraturan yang berlaku.
6. Dalam rangka pemantauan pelaksanaan Program APU dan PPT
pada jaringan kantor dan anak perusahaan di luar negeri maka
jaringan kantor dan anak perusahaan harus melaporkan
pelaksanaan Program APU dan PPT kepada Bank secara
berkala, termasuk statistik LTKM yang telah dilaporkan kepada
otoritas setempat.

97

170
BAB XV
PENATAUSAHAAN DOKUMEN DAN PELAPORAN

A. Penatausahaan Dokumen
1. Bank wajib menatausahakan data atau dokumen dengan baik
sebagai upaya untuk membantu pihak yang berwenang dalam
melakukan penyidikan terhadap dana-dana yang diindikasikan
berasal dari hasil kejahatan atau membantu pelaksanaan tugas
dari otoritas berwenang. Dengan demikian, dokumen yang
dimiliki atau disimpan Bank harus akurat dan lengkap,
sehingga mudah pencariannya jika diperlukan.
2. Jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut:
a. dokumen yang terkait dengan data Nasabah atau WIC
dengan jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun sejak:
1) berakhirnya hubungan usaha dengan Nasabah;
2) transaksi dilakukan dengan WIC; atau
3) ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan
tujuan ekonomis dan/atau tujuan usaha.
b. dokumen yang terkait dengan transaksi keuangan Nasabah
atau WIC dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan.
3. Dokumen yang ditatausahakan paling kurang mencakup:
a. identitas Nasabah atau WIC; dan
b. informasi transaksi yang antara lain meliputi jenis dan
jumlah mata uang yang digunakan, tanggal perintah
transaksi, asal dan tujuan transaksi, serta nomor rekening
yang terkait dengan transaksi.
4. Bank wajib memastikan bahwa seluruh dokumen baik yang
terkait dengan data Nasabah atau WIC maupun dokumen yang
terkait dengan transaksi Nasabah atau WIC dapat disediakan
setiap saat untuk kebutuhan otoritas yang berwenang.

98

171
B. Pelaporan
1. Pelaporan kepada Bank Indonesia
a. Action Plan Pelaksanaan Program APU dan PPT
1) Laporan disampaikan dalam Laporan Pelaksanaan
Tugas Direktur yang membawahkan fungsi
Kepatuhan.
2) Penyesuaian action plan pelaksanaan Program APU
dan PPT terhadap Peraturan Bank Indonesia ini untuk
pertama kalinya dilakukan pada bulan Juni 2013.
3) Laporan action plan paling kurang memuat langkah-
langkah pelaksanaan Program APU dan PPT dalam
rangka kepatuhan terhadap Peraturan Bank Indonesia
mengenai APU dan PPT yang wajib dilaksanakan oleh
Bank sesuai dengan target waktu selama periode
tertentu sebagaimana ditetapkan dalam action plan,
yaitu memuat antara lain:
a) penyesuaian sistem, perjanjian pembukaan
hubungan usaha, dan mitigasi risiko terkait
penerapan CDD sederhana;
b) pengelompokan Nasabah berdasarkan RBA;
c) penyempurnaan infrastruktur terkait dengan
teknologi informasi;
d) persiapan dalam pembangunan single Customer
Identification File (CIF);
e) penunjukkan pegawai yang menjalankan fungsi
UKK di kantor cabang yang kompleksitas
usahanya tinggi;
f) penyiapan sumber daya manusia yang memadai;
dan/atau
g) penyesuaian teknologi informasi untuk
pelaksanaan program pengkinian data Nasabah.
4) Action plan mendapatkan persetujuan dari 2 (dua)

99

172
anggota Direksi yaitu Direktur Utama dan Direktur
yang membawahkan fungsi Kepatuhan.
5) Perubahan atas action plan dapat dilakukan sepanjang
terdapat perubahan-perubahan yang terjadi di luar
kendali Bank dan disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
perubahan dilakukan.
b. Laporan Rencana Kegiatan Pengkinian Data
1) Laporan disampaikan setiap tahun dalam Laporan
Pelaksanaan Tugas Direktur yang membawahkan
fungsi Kepatuhan semester II.
2) Penyampaian laporan rencana pengkinian data
terhadap Peraturan Bank Indonesia ini untuk pertama
kalinya dilakukan pada pelaporan Laporan
Pelaksanaan Tugas Direktur yang membawahkan
fungsi Kepatuhan semester II bulan Desember 2013.
3) Laporan rencana kegiatan pengkinian data
mendapatkan persetujuan dari 2 (dua) anggota Direksi
yaitu Direktur Utama dan Direktur yang
membawahkan fungsi Kepatuhan.
4) Laporan rencana kegiatan pengkinian data
berpedoman pada format sebagaimana terlampir
dalam Lampiran I.
5) Perubahan atas laporan rencana kegiatan pengkinian
data dapat dilakukan sepanjang terdapat perubahan-
perubahan yang terjadi di luar kendali Bank dan
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak perubahan dilakukan.

c. Laporan Realisasi Kegiatan Pengkinian Data


1) Laporan disampaikan dalam Laporan Pelaksanaan
Tugas Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan
semester II.

100

173
2) Penyampaian laporan realisasi pengkinian data
terhadap Peraturan Bank Indonesia ini untuk pertama
kalinya dilakukan pada pelaporan Laporan
Pelaksanaan Tugas Direktur yang membawahkan
fungsi Kepatuhan semester II bulan Desember 2014.
3) Laporan realisasi kegiatan pengkinian data yang
disampaikan wajib mendapatkan persetujuan dari
Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan.
4) Laporan realisasi kegiatan pengkinian data
berpedoman pada format laporan sebagaimana
terlampir dalam Lampiran I.

2. Pelaporan kepada PPATK


a. Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi
keuangan tunai dengan ketentuan dan tata cara pelaporan
mengacu kepada Keputusan Kepala PPATK.
b. Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan termasuk
untuk transaksi yang diduga terkait dengan kegiatan
terorisme atau pendanaan terorisme.
c. Pelaporan transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri,
dengan ketentuan dan tata cara pelaporan mengacu
kepada Keputusan Kepala PPATK.

101

174
LAMPIRAN I

LAPORAN RENCANA PENGKINIAN DATA


PT. BANK
Posisi ..

TIME FRAME (%) *)


JUMLAH CIF INFORMASI
JENIS NASABAH METODE/
YG AKAN 6 9 12
NO DAN STRATEGI
% terhadap DIKINIKAN bulan bulan bulan
TINGKAT RISIKO CIF yg akan
jml seluruh **)
Dikinikan **) ***) ***) ***)
CIF
1. Nasabah
Perorangan:
a. High Risk
b. Medium Risk
c. Low Risk
2. Nasabah
Perusahaan:

102

175
TIME FRAME (%) *)
JUMLAH CIF INFORMASI
JENIS NASABAH METODE/
YG AKAN 6 9 12
NO DAN STRATEGI
% terhadap DIKINIKAN bulan bulan bulan
TINGKAT RISIKO CIF yg akan
jml seluruh **)
Dikinikan **) ***) ***) ***)
CIF
a. Perusahaan
usaha mikro dan
usaha kecil:
1) High Risk
2) Medium Risk
3) Low Risk
b. Perusahaan non
usaha mikro dan
usaha kecil
1) High Risk
2) Medium Risk
3) Low Risk
3. Perkumpulan
4. Yayasan

103

176
TIME FRAME (%) *)
JUMLAH CIF INFORMASI
JENIS NASABAH METODE/
YG AKAN 6 9 12
NO DAN STRATEGI
% terhadap DIKINIKAN bulan bulan bulan
TINGKAT RISIKO CIF yg akan
jml seluruh **)
Dikinikan **) ***) ***) ***)
CIF
5. Cross Border
Correspondent
Banking

*) Penetapan waktu terhitung sejak tanggal penyampaian laporan kepada Bank Indonesia
**) Dapat diisi lebih dari satu
***) target waktu disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi masing-masing Bank.

104

177
LAPORAN REALISASI RENCANA PENGKINIAN DATA
PT. BANK
PERIODE:

PROGRESS UPAYA YANG


NO. JENIS NASABAH KENDALA AKAN
Target Realisasi Deviasi (%) DILAKUKAN
1. Nasabah Perorangan :
a. High Risk
b. Medium Risk
c. Low Risk
2. Nasabah Perusahaan :
a. Perusahaan usaha
mikro & usaha kecil:
1) High Risk
2) Medium Risk
3) Low Risk
b. Perusahaan Non Usaha
mikro dan usaha kecil
Selain Bank :

105

178
PROGRESS UPAYA YANG
NO. JENIS NASABAH KENDALA AKAN
Target Realisasi Deviasi (%) DILAKUKAN
1) High Risk
2) Medium Risk
3) Low Risk
3. Perkumpulan
4. Yayasan
5. Cross Border
Correspondent Banking

106

179
LAMPIRAN II

CONTOH-CONTOH
TRANSAKSI, AKTIVITAS, DAN PERILAKU
YANG TIDAK WAJAR (RED FLAG)

1. Transaksi yang tidak Bernilai Ekonomis


a. Hubungan Nasabah dengan Bank dimana Nasabah memiliki
banyak rekening pada Bank yang sama, dan sering melakukan
transfer kepada beberapa rekening yang dimiliki tersebut atau
melakukan transfer dalam jumlah yang signifikan.
b. Transaksi di mana dana yang baru saja disetorkan kemudian
diambil kembali secara tiba-tiba, kecuali apabila terdapat alasan
yang jelas atas penarikan secara tiba-tiba tersebut.
c. Transaksi yang tidak dapat direkonsiliasi dengan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh Nasabah, contohnya, penggunaan Letter of
Credits dan metode pendanaan perdagangan lainnya yang
memindahkan uang dari Negara satu ke Negara lainnya dimana
perdagangan dimaksud tidak konsisten dengan bisnis yang biasa
dilakukan oleh Nasabah.
d. Penarikan atau penyetoran dalam jumlah besar dari rekening
Nasabah yang semula tidak aktif atau dari rekening Nasabah yang
menerima setoran dalam jumlah besar dari luar negeri tanpa
didukung dengan alasan yang memadai dan tidak terdapat
adanya keterkaitan antara Nasabah dengan kegiatan usaha
Nasabah.
e. Ketentuan Bank garansi atau ganti rugi sebagai jaminan untuk
pinjaman antara pihak ketiga yang tidak sesuai dengan kondisi
pasar.
f. Back to back loans tanpa ada tujuan yang dapat diidentifikasi dan
dapat diterima secara hukum.
g. Terdapat transaksi penyetoran uang tunai pada suatu Bank yang

107

180
pada saat yang sama langsung dilakukan penarikan pada Bank
yang lokasinya berbeda.

2. Transaksi dengan Menggunakan Uang Tunai dalam Jumlah Besar


a. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar
dengan uang tunai berdenominasi besar.
b. Pembelian atau pembayaran atas mata uang asing dalam jumlah
yang besar dengan menggunakan cash settlement walaupun
Nasabah memiliki rekening di Bank.
c. Penarikan sejumlah besar uang yang sering dilakukan, dengan
menggunakan cek, termasuk traveller cheques.
d. Penarikan sejumlah besar uang tunai yang sering dilakukan yang
tidak sesuai dengan aktivitas bisnis Nasabah.
e. Sejumlah uang tunai ditarik dari rekening yang semula tidak aktif
(dormant account) atau dari sebuah rekening yang baru saja
menerima kredit yang tak terduga dalam jumlah besar dari luar
negeri.
f. Transaksi perusahaan, baik setoran maupun penarikan dengan
jumlah yang sangat besar dan di luar kewajaran, yang biasanya
dilakukan dengan operasi komersial yang normal dari
perusahaan, misalnya cek, LC, bill of exchange namun dilakukan
dengan uang tunai.
g. Penyetoran uang tunai dengan cara menggunakan banyak slip
penyetoran dalam jumlah kecil, yang bila digabungkan maka
jumlahnya menjadi sangat besar.
h. Penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian tagihan wesel,
transfer atau instrumen pasar uang lainnya.
i. Nasabah yang depositnya terdiri dari mata uang palsu dan
instrumen tiruan.
j. Penyetoran uang tunai dalam jumlah besar dengan menggunakan
ATM di malam hari, untuk menghindari hubungan langsung
dengan Bank.
k. Nasabah membuat penyetoran uang tunai dalam jumlah besar

108

181
dan frekuensi yang tinggi, tetapi penarikan cek atas rekening lebih
banyak ditujukan untuk rekening pihak ketiga yang tidak terkait
dengan bisnisnya.
l. Beberapa Nasabah datang ke Bank secara bersamaan dan
menggunakan teller yang berbeda untuk melakukan penarikan
atau penyetoran dalam jumlah besar atau melakukan transaksi
penukaran uang asing.
m. Terdapat penarikan secara tunai dalam jumlah yang besar dan
dalam waktu yang sama langsung disetorkan ke rekening yang
lain.

3. Transaksi dengan Menggunakan Rekening Bank


a. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang tidak
sesuai dengan jenis kegiatan usaha Nasabah.
b. Terdapat pemecahan transaksi melalui penyetoran secara tunai
dalam jumlah kecil ke dalam beberapa rekening sehingga jumlah
total penyetoran tersebut menjadi sangat besar.
c. Penyetoran dan/atau penarikan dalam jumlah besar dari rekening
perorangan atau perusahaan yang tidak sesuai atau tidak terkait
dengan usaha Nasabah.
d. Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan
biaya yang sangat besar bagi Bank untuk melakukan
pembuktian.
e. Pembayaran dari rekening Nasabah yang dilakukan setelah
adanya penyetoran tunai kepada rekening dimaksud pada hari
yang sama atau pada hari yang berdekatan.
f. Penarikan dalam jumlah besar dari rekening Nasabah yang
semula tidak aktif atau dari rekening Nasabah yang menerima
setoran dalam jumlah besar dari luar negeri.
g. Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk
berhubungan dengan petugas Bank.
h. Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable
instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan

109

182
rekening Nasabah perusahaan, khususnya apabila penyetoran
tersebut langsung ditransfer di antara rekening Nasabah lainnya.
i. Penolakan oleh Nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen
atau informasi penting, yang apabila diberikan memungkinkan
Nasabah menjadi layak untuk memperoleh fasilitas pemberian
kredit atau jasa perbankan lainnya.
j. Penolakan Nasabah terhadap fasilitas perbankan yang lazim
diberikan, seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang
lebih tinggi terhadap jumlah saldo tertentu.
k. Pembayaran dengan cek kepada pihak ketiga dalam jumlah besar
yang dilakukan oleh Nasabah besar.
l. Sebuah rekening dibuka atas nama pedagang valuta asing yang
menerima structured deposits.
m. Rekening atas nama sebuah perusahaan offshore dengan
structured movement of funds.
n. Penyetoran dana dengan menggunakan cek perusahaan ke
rekening pegawai yang dilakukan secara berkala.
o. Transfer dana dari rekening perusahaan kepada rekening pegawai
atau sebaliknya.

4. Transaksi dengan Melakukan Transfer ke Luar Negeri


a. Pengenalan Nasabah oleh kantor cabang di luar negeri,
perusahaan afiliasi atau Bank lain yang berada di negara yang
diketahui sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika.
b. Penggunaan Letter of Credits (L/C) dan instrumen perdagangan
internasional lain untuk memindahkan dana antar negara dimana
transaksi perdagangan tersebut tidak sejalan dengan kegiatan
usaha Nasabah.
c. Penerimaan atau pengiriman transfer oleh Nasabah dalam jumlah
besar ke atau dari negara yang diketahui merupakan negara yang
terkait dengan produksi, proses, dan atau pemasaran obat
terlarang atau kegiatan terorisme.
d. Penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai

110

183
dengan karakteristik perputaran usaha Nasabah yang kemudian
ditransfer ke negara lain.
e. Transfer secara elektronis oleh Nasabah tanpa disertai penjelasan
yang memadai atau tidak dengan menggunakan rekening.
f. Permintaan travellers cheques, wesel dalam mata uang asing, atau
negotiable instrument lainnya dengan frekuensi tinggi.
g. Pembayaran dengan menggunakan travellers cheques atau wesel
dalam mata uang asing khususnya yang diterbitkan oleh negara
lain dengan frekuensi tinggi.
h. Seseorang yang tidak memiliki rekening di Bank dan tidak dapat
memberikan penjelasan yang memadai atas kegiatan transfer
yang dilakukannya dalam jumlah besar ke luar negeri.
i. Seorang Nasabah yang kelihatannya memiliki rekening di
beberapa Bank yang berlokasi di tempat yang sama, terutama
ketika Bank waspada akan proses konsolidasi yang teratur dari
rekening-rekening dimaksud sebelumnya untuk meminta
transmisi seterusnya dari dana di mana saja.
j. Transfer yang dilakukan secara berulang atas sejumlah uang ke
luar negeri yang diikuti dengan penyetoran tunai.
k. Peningkatan yang besar dalam penyetoran uang tunai oleh
Nasabah tanpa penjelasan yang memadai, terutama apabila dana
tersebut ditransfer kembali dalam waktu yang singkat dengan
tujuan transfer tidak terkait dengan Nasabah.
l. Laporan keuangan yang disediakan tidak konsisten dengan turn
over bisnis Nasabah, dan selanjutnya ditransfer ke rekening di
luar negeri.
m. Penyetoran secara tunai kepada suatu rekening yang dilakukan
oleh beberapa orang tanpa penjelasan yang memadai.
n. Transaksi pengiriman uang yang dilakukan dari satu rekening ke
rekening lainnya di luar negeri dan sebagai penerima akhir adalah
pengirim yang pertama kali melakukan transaksi baik
keseluruhan maupun sebagian (U Turn transaction).

111

184
5. Transaksi yang Berkaitan dengan Investasi
a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di Bank sebagai
kustodian yang seharusnya tidak layak apabila memperhatikan
reputasi atau kemampuan finansial Nasabah.
b. Transaksi pinjaman dengan jaminan dana yang diblokir (back-to-
back deposit/loan transactions) antara Bank dengan anak
perusahaan, perusahaan afiliasi, atau institusi perbankan di
negara lain yang dikenal sebagai negara tempat lalu-lintas
perdagangan narkotika.
c. Permintaan Nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan
sumber dana investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak
konsisten dengan reputasi atas kemampuan finansial Nasabah.
d. Transaksi surat berharga dalam bentuk uang tunai dalam jumlah
besar yang tidak sesuai dengan profil transaksi atas.
e. Pembelian dan penjualan surat berharga tanpa tujuan yang jelas.
f. Transfer jumlah besar atas surat berharga ke rekening yang tidak
memiliki keterkaitan.
g. Transaksi dengan pihak lawan (counterparty) yang tidak dikenal
atau sifat, jumlah dan frekuensi transaksi yang tidak lazim.
h. Investor yang diperkenalkan oleh pihak ketiga (Bank atau
perusahaan afiliasi, atau investor lain) dari negara yang dikenal
sebagai sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika.

6. Transaksi yang Berhubungan dengan Pihak-pihak yang Tidak Dapat


Diidentifikasi
a. Pihak ketiga yang tidak dikenali Bank dan tidak memiliki
hubungan dengan Nasabah menjanjikan atau menjaminkan tanpa
adanya penjelasan yang memadai.
b. Permintaan pembayaran dengan informasi yang tidak akurat
tentang pihak yang meminta informasi tersebut.
c. Kepemilikan saham di sebuah perusahaan yang unlisted yang
aktivitasnya tidak dapat dipastikan sebagai Bank.

112

185
7. Transaksi yang Terkait dengan Perilaku Nasabah atau Pelaku
Transaksi
a. Menggunakan banyak nama untuk melakukan transaksi yang
serupa.
b. Transfer dana ke organisasi amal yang terletak di luar negeri.
c. Banyak transaksi yang serupa yang dilakukan pada hari yang
sama di lokasi yang berbeda.
d. Pihak ketiga hadir dalam keseluruhan transaksi namun tidak
berpartisipasi dalam transaksi aktual.
e. Nasabah bersikeras agar transaksi dilakukan dengan cepat.
f. Transaksi dilakukan melalui telepon atau faksimili atau internet
(non face to face).
g. Transfer dana dalam jumlah yang banyak ke atau dari luar negeri
dengan instruksi untuk pembayaran dalam bentuk tunai
h. Nasabah berbentuk grup tiba di Bank tetapi bertindak seolah-olah
tidak saling mengenal satu sama lain, kemudian mereka
melakukan transaksi yang bersamaan secara terpisah.
i. Uang dalam jumlah besar namun sumber dana tidak jelas atau
tidak konsisten dengan situasi keuangan Nasabah.
j. Nasabah memiliki pengetahuan tentang kewajiban pelaporan atau
pengendalian internal Bank, Pengawasan dan proses operasional
secara tidak wajar.
k. Nasabah memberikan informasi yang tidak konsisten kepada
pegawai yang berbeda pada Bank yang sama.
l. Informasi detail mengenai Nasabah tidak jelas atau sulit untuk
diverifikasi.
m. Nasabah memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu
yang terkait dengan prosedur pengecualian.
n. Nasabah tertutup dan menghindari pertemuan secara personal.
o. Nasabah menjelaskan transaksi secara berlebihan.
p. Nasabah bersikeras terhadap pertanyaan yang diajukan oleh staf
Bank.
q. Pertanyaan yang diajukan kepada pegawai Bank tidak sesuai atau

113

186
tidak wajar.
r. Nasabah terburu-buru, panik atau gugup.
s. Informasi yang diberikan oleh Nasabah berlawanan dengan
informasi yang didapat dari sumber lain.
t. Nasabah menggunakan banyak alamat yang mirip/sama.
u. Informasi mengenai nama, alamat atau tanggal lahir tidak
konsisten.
v. Nasabah menolak memberikan penjelasan atau berusaha
menutup-nutupi dengan mengalihkan pembicaraan kepada
masalah lain yang tidak terkait dengan transaksi yang ditanyakan
(transaksi besar yang dilakukan Nasabah dalam periode tertentu).
w. Nasabah menjawap pertanyaan dengan nada menantang, dengan
mengatakan bahwa Nasabah adalah orang terpandang atau dekat
dengan pejabat di daerah tertentu pada saat petugas Bank
mengklarifikasi data Nasabah.
x. Pola transaksi Nasabah di luar kebiasaan, misalnya Nasabah
terbiasa bertransaksi melalui kurir kemudian berubah menjadi
perintah tertulis.
y. Pola transaksi Nasabah yang biasanya tidak pernah dilakukan
tunai atau jarang, berubah menjadi tunai dalam jumlah yang
sangat signifikan.
z. Nasabah diberitakan terlibat tindakan kriminal (korupsi, illegal
logging, dll), maka terindikasi simpanannya berasal dari tindakan
dimaksud.
aa. Nasabah memberikan penjelasan yang tidak masuk akal atas
penyetoran uang tunai yang dilakukan dengan jumlah sangat
besar. Misalnya Nasabah mengatakan bahwa uang tunai
dimaksud berasal dari hasil penjualan tanah untuk
pengembangan jalan tol. Selazimnya transaksi tersebut melalui
transfer yang dilakukan oleh instansi yang jelas, dan tidak melalui
setoran tunai.
8. Aktivitas yang Dapat Dikategorikan Ilegal
a. Nasabah diberitakan oleh media massa sebagai seseorang yang

114

187
diduga terlibat aktivitas illegal atau tindak pidana.
b. Instruksi transfer dana masuk dari Negara tax haven atau Negara
yang terkenal dengan pendanaan terorisme

9. Transaksi Mencurigakan yang Melibatkan Karyawan Bank dan/atau


Agen
a. Peningkatan kekayaan karyawan dan agen Bank dalam jumlah
besar tanpa disertai penjelasan yang memadai;
b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan
informasi yang memadai mengenai penerima akhir (ultimate
beneficiary).

10. Transaksi Mencurigakan Melalui Transaksi Pinjam Meminjam


a. Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga;
b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang asal usulnya
dari aset yang diagunkan tidak jelas atau tidak sesuai dengan
reputasi dan kemampuan finansial Nasabah;
c. Permintaan Nasabah kepada Bank untuk memberikan fasilitas
pendanaan dimana porsi dana sendiri Nasabah dalam fasilitas
dimaksud tidak jelas asal usulnya, khususnya apabila terkait
dengan properti.

11. Transaksi yang Terkait dengan Hasil Kejahatan di Bidang


Kehutanan
a. Penyetoran dengan sumber dana berasal dari hasil penjualan
kayu yang diperoleh secara ilegal melalui upaya penipuan dan
penyuapan.
b. Pemindahan dana baik melalui transfer atau pemindahbukuan
dengan sumber dana berasal dari hasil penjualan kayu yang
diperoleh secara ilegal melalui upaya penipuan dan penyuapan.
c. Pembangunan kebun kelapa sawit dengan sumber dana berasal
dari hasil penjualan kayu yang diperoleh secara ilegal melalui
upaya penipuan dan penyuapan.

115

188
d. Penjualan hasil kebun kelapa sawit dari lahan yang diperoleh
melalui penipuan dan penyuapan.

12. Tipe-tipe Transaksi Lainnya


a. Pembelian atau penjualan sejumlah besar logam berharga oleh
interim customer.
b. Pembelian cek Bank dalam skala besar oleh interim customer.
c. Perluasan atau peningkatan penggunaaan fasilitas
penyetoran/tabungan yang tidak diikuti dengan aktivitas bisnis
atau personal Nasabah yang meningkat.
d. Aktivitas rekening tidak setara dengan profile Nasabah (misal:
umur, pekerjaan, pendapatan)
e. Nasabah sering mengubah alamat dan tanda tangan.
f. Sejumlah besar dana diterima, dan tiba-tiba digunakan sebagai
jaminan untuk memperoleh fasilitas perbankan.
g. Seseorang yang baru berusia sekitar 17-26 tahun membuka
rekening dan melakukan penarikan atau transfer dana dalam
waktu yang singkat, yang dapat diindikasikan sebagai pendanaan
teroris.
h. Nasabah menerima dana dari organisasi keagamaan atau amal
dan memanfaatkan dananya untuk pembelian aset atau
mentransfer dana dimaksud keluar dalam waktu yang relatif
pendek.
i. Nasabah atau WIC yang bersikeras tidak mau memberikan
informasi dan dokumen yang dipersyaratkan atau hanya mau
memberikan informasi yang minim, dan atau memberikan
informasi yang tidak sesuai dengan dokumen pendukung.

13. Transaksi yang Dilakukan oleh Nasabah yang Mendapatkan


Perlakuan CDD Sederhana
a. Sikap Nasabah yang kurang kooperatif ketika petugas Bank
mengajukan pertanyaan lebih lanjut dalam rangka mendapatkan
informasi yang lebih lengkap atau Bank mengidentifikasikan

116

189
adanya perilaku Nasabah yang mencurigakan.
b. Terdapat pola transaksi yang tidak konsisten dengan profil
Nasabah yang pada awal melakukan hubungan usaha dengan
Bank memenuhi kriteria mendapat perlakuan CDD sederhana.
c. Nasabah diindikasikan terlibat dalam kegiatan pendanaan
terorisme.
d. Nasabah diindikasikan melakukan percobaan penyuapan untuk
mempengaruhi Pejabat atau pegawai Bank.
e. Nasabah dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak
benar sebagai upaya untuk mendapatkan perlakuan CDD
sederhana.

14. Transaksi yang Dilakukan Terkait dengan Proses Rehabilitasi


Pencatuman Nama dalam Daftar Hitam Nasional
Dalam proses rehabilitasi, Nasabah melakukan penyelesaian transaksi
yang sebelumnya ditolak karena tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem
pembayaran. Penyelesaian dilakukan dengan melakukan beberapa
transaksi secara tunai pada hari yang sama dalam jumlah yang
signifikan tanpa disertai dengan underlying yang jelas.

117

190
LAMPIRAN III

GLOSSARY

Anti Tipping-Off : larangan memberikan keterangan pada pihak yang


tidak berhak dengan tujuan untuk mencegah pihak yang dilaporkan
(Nasabah) mengalihkan dananya dan/atau melarikan diri untuk
menjaga efektifitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
pencucian uang.
Bank Draft : warkat pembayaran yang diterbitkan dalam valas oleh Bank
di Indonesia yang dapat diuangkan pada Bank di luar negeri.
Bank Notes : layanan ini rentan terhadap aksi pencucian uang karena
Bank notes diterima di hampir semua jenis usaha dan lokasi.
Beneficial Owner : setiap orang yang merupakan pemilik sebenarnya
dari dana yang ditempatkan pada Bank (ultimately own account);
mengendalikan transaksi Nasabah; memberikan kuasa untuk
melakukan transaksi; mengendalikan badan hukum; dan/atau
merupakan pengendali akhir dari transaksi yang dilakukan melalui
badan hukum atau berdasarkan suatu perjanjian.
Correspondent Banking : kegiatan suatu bank (correspondent) dalam
menyediakan layanan jasa bagi bank lainnya (respondent)
berdasarkan suatu kesepakatan tertulis dalam rangka memberikan
jasa pembayaran dan jasa perbankan lainnya.
Credit : penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutang setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga atau imbalan/bagi hasil.
Credit Card : lihat penjelasan dalam credit.
Cross Border Correspondent Banking : Correspondent Banking di mana
salah satu kedudukan bank corespondent atau bank respondent
berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Cuckoo Smurfing : adalah upaya mengaburkan asal usul sumber dana
dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui
rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri

118

191
dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut
merupakan proceed of crime. Istilah ini pertama kali muncul di
Eropa karena adanya kesamaan antara modus operandi TPPU ini
dengan aktivitas dari Cuckoo Bird.
Custodian : jasa penitipan dan penatausahaan surat berharga yang telah
diperdagangkan di pasar modal yang dimiliki oleh perorangan atau
perusahaan baik lokal maupun asing. Bank Custodian bertindak
untuk dan atas nama Nasabah melakukan pengurusan kepentingan
Nasabahnya, seperti penerimaan dividen, pembelian saham baru
yang ditawarkan oleh suatu perusahaan secara terbatas (right
issue), penerimaan saham bonus, pendaftaran saham atas nama
pembeli untuk dicatat sebagai pemegang saham, mencatat
perubahan akibat pemecahan saham, dan pengiriman dan
penerimaan obligasi baik dari/ke broker maupun custodian lainnya.
Customer Due Diligence : adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi,
dan pemantauan yang dilakukan Bank untuk memastikan bahwa
transaksi tersebut sesuai dengan profil Calon Nasabah, WIC, atau
Nasabah.
Electronic Banking : meliputi antara lain jasa ATM, jasa transaksi on
line, mobile banking, phone Banking dan SMS banking.
Enhance Due Dilligence (EDD) : tindakan CDD lebih mendalam yang
dilakukan Bank pada saat berhubungan dengan Calon Nasabah,
WIC, atau Nasabah yang tergolong berisiko tinggi, termasuk
Politically Exposed Person, terhadap kemungkinan pencucian uang
dan pendanaan terorisme.
Financial Action Task Force (FATF) : Didirikan tahun1989 oleh G-7
dengan mandate menilai hasil kerjasama antar negara yang telah
ada untuk mencegah dipergunakannya sistem perbankan sebagai
media pencucian uang antara lain dengan mengeluarkan standar
mengenai anti-pencucian uang yang komprehensif (40 Rekomendasi
FATF yang telah direvisi pada tahun 1996 dan 2003). Oktober 2001
dikeluarkan 8 Rekomendasi Khusus mengenai Pendanaan Teroris
dan Oktober 2004 dikeluarkan 9 Rekomendasi Khusus yang terkait
dengan pembawaan uang tunai.
Front Liner/Officer : petugas Bank yang langsung berhubungan dengan

119

192
Nasabah yang membutuhkan pelayanan perbankan, antara lain
teller dan customer service.
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) : izin konsesi kehutanan dengan daur
20-25 tahun [tergantung jenis topologi hutannya]. Pada dasarnya
pemegang HPH diberikan izin untuk mengelola kawasan yang sudah
ada hutannya untuk ditebang kayunya berdasarkan sistem Tebang
Pilih Tanam Indonesia. Dengan sistem ini hutan yang dikelola HPH
akan tetep utuh sepanjang siklus 25 tahun tersebut. Nama HPH
sekarang berubah menjadi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu pada Hutan Alam atau disingkat IUPHHK-HA.
High Risk Countries : negara-negara yang diklasifikasikan mempunyai
risiko tinggi terhadap terjadinya pencucian uang atau pendanaan
terorisme, antara lain karena tidak/belum menerapkan
rekomendasi FATF.
High Risk Customer : Nasabah yang diklasifikasikan mempunyai risiko
tinggi sebagai pelaku/ikut serta dalam kegiatan pencucian uang
baik karena pekerjaan, jabatan, jasa perbankan yang digunakan
maupun kegiatan usahanya.
High Risk Product : Produk perbankan yang banyak diminati oleh
pelaku pencucian uang.
High Risk Service : Jasa perbankan yang banyak diminati oleh pelaku
pencucian uang.
Hutan Tanaman Industri (HTI), izin ini hampir sama dengan HPH,
namun berlokasi pada kawasan hutan yang sudah tidak memiliki
hutan lagi (kawasan hutan yang gundul). Pemegang HTI diwajibkan
untuk melakukan penanaman kebun kayu daur cepat 7-10 tahun.
Kemudian kayu tersebut dapat dipanen oleh perusahaan. Sehingga
hutan dari HTI adalah hutan yang memang dibudidayakan oleh
perusahaan. Saat ini, nama HTI sekarang adalah Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman disingkat
IUPHHK-HT.
Internet Banking : layanan yang diberikan kepada Nasabahnya untuk

120

193
melakukan transaksi perbankan melalui komputer dalam jaringan
internet.
Izin Pemanfaatan Kayu : izin ini diperoleh untuk melakukan
pembukaan lahan (land clearing) pada kawasan hutan yang telah
dilepaskan menjadi kawasan bukan hutan.
Joint Account : rekening yang dimiliki secara bersama-sama oleh dua
orang atau lebih Nasabah yang memiliki hak dan kewajiban yang
sama atas rekening tersebut.
Legal Risk : risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek
yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya
tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya
syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak
sempurna.
Letter of Credit : dokumen yang diterbitkan bagi pihak ketiga atas
permintaan Nasabah Bank penerbit. Dalam transaksi tersebut Bank
penerbit berjanji untuk melakukan pembayaran atas instruksi
pihak ketiga tersebut sebagai pembayaran hutang Nasabah Bank
penerbit.
Major Credit Card : kartu kredit yang secara aktif digunakan oleh
Nasabah untuk bertransaksi.
Money Laundering (Pencucian Uang) : perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan Hasil Tindak Pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal-
usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan
yang sah.
Operational Risk : risiko Bank tidak dapat melakukan kegiatan
operasionalnya secara normal, yang antara lain disebabkan adanya
ketidak-cukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,

121

194
kesalahan manusia, gangguan dan kegagalan sistem informasi
manajemen dan komunikasi, ketidakpastian ketentuan, kelemahan
struktur pengendalian, adanya problem eksternal, atau adanya hal-
hal yang bersifat force majeur, seperti bencana alam, kebakaran, dll.
Payable Through Account : memberikan peluang bagi pelaku transaksi
untuk menyembunyikan identitas dirinya mengingat pelaku
transaksi mendapatkan ijin dari Bank dimana dia tercatat sebagai
Nasabah untuk menarik cek dari rekening Bank yang tersimpan
pada Bank koresponden. Karena rekening koresponden digunakan
secara langsung oleh Nasabah sehingga dalam transaksi ini hanya
melibatkan Bank responden dan Bank koresponden, tanpa
melibatkan keberadaan pelaku transaksi yang merupakan Nasabah
Bank responden. Oleh karena itulah, Payable Through Account
sangat rentan terhadap terjadinya pencucian uang.
Politically Exposed Person : orang yang memiliki atau pernah memiliki
kewenangan publik diantaranya adalah Penyelenggara Negara
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang Penyelenggara Negara, dan/atau orang yang
tercatat atau pernah tercatat sebagai anggota partai politik yang
memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai
politik, baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang
berkewarganegaraan asing.
Private Banking : jasa pelayanan khusus yang diberikan Bank kepada
Nasabah tertentu (prime customer), berupa pemberian keistimewaan
jasa pelayanan dan jasa bunga/bagi hasil dan pelayanan
multiproduk guna memberikan keuntungan yang lebih kepada
Nasabah dan pemahaman atas risiko berinvestasi yang mungkin
timbul. Jasa atau produk Private Banking selain produk
konvensional perbankan juga meliputi penasihat keuangan pribadi
yang melibatkan officer Bank sebagai financial analyst, economist,
treasury dan product specialist untuk memberikan advise yang
optimum juga melakukan pengelolaan dana di luar negeri yang

122

195
tidak bisa diakomodasi oleh Bank di dalam negeri seperti trust fund.
Selain itu ditawarkan juga rangkaian produk keuangan yang "tailor
made" sesuai kebutuhan Nasabahnya seperti asuransi, forex
trading, derivative, equity trading, bond trading, dsb. Pengawasan
terhadap private Banking perlu mendapat perhatian khusus,
mengingat besarnya potensi Nasabah untuk mempengaruhi
keputusan Bank, sehingga memungkinkan masuknya dana ilegal
ke dalam Bank.
Reksadana : Reksadana merupakan produk penghimpunan dana dari
masyarakat pemodal (investor) yang ditanamkan oleh Manajer
Investasi dalam portofolio surat berharga pasar modal dan pasar
uang.
Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk perusahaan di bidang
kehutanan: merupakan dasar penebangan bagi perusahaan
konsesi, antara lain penetapan produksi yang harus dilakukan oleh
perusahaan dan lokasi tempat produksi tersebut dilakukan.
Berdasarkan tata urutan administrasi kayu, RKT dikeluarkan
setelah pengesahan RKU.
Rencana Kerja Umum (RKU) : Pemegang IUPHHK diwajibkan untuk
menyusun rencana kerja yang berlaku untuk sepanjang 20 tahun
masa konsesinya. Terdapat dua jenis RKU yaitu RKUPHHK-HA
untuk HPH dan RKUPHHK-HT untuk HTI.
Reputational Risk : risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi
negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi
negatif terhadap Bank.
Risk assessment : Proses identifikasi, evaluasi, dan perkiraan tingkat
risiko, serta membandingkan tingkat risiko tersebut terhadap tolok
ukur atau standar yang telah ditetapkan.
Save Deposit Box : Safe Deposit Box adalah jasa yang ditawarkan oleh
Bank dengan menyediakan tempat penyimpanan barang atau
dokumen berharga.
Shell Banks : Bank yang tidak memiliki kehadiran secara fisik (physical
presence) di Negara tempat Bank tersebut didirikan dan

123

196
memperoleh izin, dan tidak berafiliasi dengan kelompok usaha jasa
keuangan yang menjadi subyek pengawasan terkonsolodasi yang
efektif.
Single Customer Identification File : data profil Nasabah yang
mencakup seluruh rekening yang dimiliki oleh satu Nasabah pada
suatu Bank antara lain tabungan, deposito, giro dan kredit
Smurfing : adalah upaya untuk menghindari pelaporan dengan
memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.
Straight-through Processing : transaksi pembayaran yang dilakukan
secara elektronik tanpa memerlukan intervensi manual.
Tax Haven Country/Territory : negara atau wilayah yang undang-
undang dan kebijakannya dapat dipergunakan untuk menghindari
atau mengelabui ketentuan pajak dari negara lain. Kriteria pada
umumnya memenuhi 1) tidak ada pajak atau pajak hanya nominal
saja, 2) tidak adanya pertukaran informasi perpajakan dengan
negara lain, 3) tidak ada transparansi dalam pelaksanaan undang-
undang dan peraturan pelaksanaannya, 4) tidak ada kewajiban bagi
badan usaha asing untuk berada secara fisik pada negara itu, 5)
mempromosikan negara atau wilayahnya sebagai offshore financial
center, 6) negara atau wilayah kecil yang keadaan politik dan
ekonominya stabil serta didukung oleh prasarana yang baik.
Terrorist List : daftar nama-nama teroris yang tercatat pada Resolusi
Dewan Keamanan PBB 1267
Trust : adalah kegiatan penitipan dengan pengelolaan atas harta milik
settlor berdasarkan perjanjian tertulis antara Bank sebagai trustee
dengan settlor untuk kepentingan beneficiary.
U Turn : adalah upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan
dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan
ke rekening asalnya

124

197
Walk in Customer : pihak yang menggunakan jasa Bank namun tidak
memiliki rekening pada Bank tersebut, tidak termasuk pihak yang
mendapatkan perintah atau penugasan dari Nasabah untuk
melakukan transaksi atas kepentingan Nasabah.

BANK INDONESIA,

JONI SWASTANTO
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN

125

198
Lampiran
LampiranSurat Edaran
2 Surat Bank
Edaran Indonesia
Bank Nomor
Indonesia 6/37/DPNP
Nomor tanggal
6/37/DPNP 1010
tanggal September 2004
September 2004

KRITERIA PENILAIAN
KRITERIAATAS PENERAPAN
PENILAIAN PROGRAM APU
ATAS PENERAPAN DAN
KYC PPT
DAN UUDAN UU PP TPPU
TPPU

HASIL PENILAIAN
CAKUPAN
1 2 3 4 5
Pengawasan aktif Penetapan kebijakan Penetapan kebijakan Penetapan kebijakan Penetapan kebijakan Tidak terdapat
oleh Pengurus dan prosedur tertulis dan prosedur tertulis dan prosedur tertulis dan prosedur tertulis pengawasan
oleh Pengurus serta oleh Pengurus serta oleh Pengurus serta oleh Pengurus serta Pengurus melalui
kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan penetapan kebijakan
pengorganisasian pengorganisasian pengorganisasian cukup pengorganisasian dan prosedur
sangat memadai. memadai. memadai. kurang memadai. tertulis serta
kebijakan
pengorganisasian.

Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan


pengawasan Pengurus pengawasan Pengurus pengawasan Pengurus pengawasan Pengurus pengawasan
sangat efektif. efektif. cukup efektif. kurang efektif. Pengurus tidak
efektif.

Kebijakan dan Kebijakan dan Kebijakan dan Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Tidak memiliki
Prosedur prosedur komprehensif prosedur memadai, cukup memadai namun kurang memadai dan kebijakan dan
(sangat memadai), termasuk penanganan masih terdapat beberapa masih terdapat prosedur, atau
termasuk penanganan high risk customer, kelemahan yang masih kelemahan-kelemahan memiliki kebijakan
high risk customer, high risk business, harus diperbaiki. yang harus diperbaiki. dan prosedur namun
high risk business, high risk products/ sangat tidak
high risk products/ services, namun masih memadai.
services. terdapat kelemahan
yang tidak signifikan.

1
199
Lampiran 2 Surat
Lampiran Surat Edaran
Edaran Bank
Bank Indonesia
Indonesia Nomor
Nomor 6/37/DPNP
6/37/DPNP tanggal
tanggal 1010 September
September 2004
2004

HASIL PENILAIAN
CAKUPAN
1 2 3 4 5
Pelaksanaan kebijakan Pelaksanaan kebijakan Pelaksanaan kebijakan Pelaksanaan kebijakan Pelaksanaan
dan prosedur sangat dan prosedur konsisten dan prosedur cukup dan prosedur kurang kebijakan dan
konsisten dan sangat dan efektif, termasuk konsisten dan konsisten dan dan prosedur tidak
efektif, termasuk namun tidak terbatas mencakup sekurang- kurang efektif. memadai.
namun tidak terbatas pada : kurangnya:
pada :
- penerimaan nasabah - penerimaan nasabah
- penerimaan
- pengkinian data - pengkinian data
nasabah
nasabah nasabah
- pengkinian data
- monitoring dan - monitoring dan
nasabah pelaporan STR pelaporan STR,
- monitoring dan
- penanganan high walaupun masih kurang
pelaporan STR risk customer, high efektif.
- penanganan high risk business, high
risk customer, high risk product/
risk business, high services.
risk product/
services.

Pengendalian Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur Tidak terdapat
Intern pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern dan pengendalian intern dan sistem dan prosedur
dan fungsi audit intern dan fungsi audit intern fungsi audit intern fungsi audit intern pengendalian intern
komprehensif. memadai. cukup memadai. kurang memadai. dan fungsi audit
intern.

Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Tidak dilakukan


pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern dan pengendalian intern dan pengendalian intern
dan fungsi audit intern dan fungsi audit intern fungsi audit intern fungsi audit intern dan audit intern.
sangat efektif. efektif. cukup efektif. kurang efektif.

2
200
Lampiran 2 Surat
Lampiran Surat Edaran
Edaran Bank
Bank Indonesia
Indonesia Nomor
Nomor 6/37/DPNP
6/37/DPNP tanggal
tanggal 1010 September
September 2004
2004

HASIL PENILAIAN
CAKUPAN
1 2 3 4 5
Sistem Informasi Memiliki SIM yang Memiliki SIM yang Memiliki SIM yang Memiliki SIM, namun Tidak memiliki SIM
Manajemen komprehensif dan memadai walaupun cukup memadai dan kurang memadai dan atau memiliki SIM
(SIM) dapat diandalkan. masih terdapat kelemahan yang ada terdapat kelemahan namun sama sekali
kelemahan yang tidak mudah diperbaiki. yang signifikan. tidak memadai dan
signifikan dan tidak tidak dapat
mempengaruhi mengidentifikasi
keakuratan informasi. terjadinya transaksi
keuangan
mencurigakan.

SIM sangat efektif SIM efektif untuk SIM cukup efektif SIM kurang efektif
untuk mengidentifikasi mengidentifikasi untuk mengidentifikasi untuk mengidentifikasi
terjadinya transaksi terjadinya transaksi terjadinya transaksi terjadinya transaksi
keuangan keuangan keuangan keuangan
mencurigakan. mencurigakan. mencurigakan. mencurigakan.

Sumber Daya Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang
Manusia (SDM) sangat kompeten dan kompeten dan terlatih kompeten dan terlatih kurang kompeten dan tidak kompeten dan
dan pelatihan terlatih dengan jumlah dengan jumlah yang namun jumlahnya tidak kurang terlatih. tidak terlatih.
yang memadai. memadai. memadai.

Memiliki program Memiliki program Memiliki program Memiliki program Tidak memiliki
pelatihan yang pelatihan yang pelatihan sederhana pelatihan sederhana dan program pelatihan.
komprehensif dan komprehensif dan namun cukup efektif. kurang efektif.
sangat efektif. efektif.

3
201
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Lampiran 13 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14 /DKBU Tanggal 12 Mei 2011

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU)


Direktorat Perbankan Syariah (DPbS)

DKBU dan DPbS 1

202
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB I
PENDAHULUAN

Lembaga keuangan, khususnya perbankan (termasuk BPR dan BPRS), sangat


rentan untuk digunakan sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan
terorisme. Perbankan menyediakan banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian
uang dan/atau pendanaan terorisme dalam upaya melancarkan tindak kejahatannya.
Melalui berbagai pilihan transaksi tersebut seperti transaksi penyimpanan dan
pengiriman uang, perbankan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan
hasil tindak pidana atau merupakan pendanaan kegiatan terorisme ke dalam sistem
keuangan. Bagi pelaku pencucian uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik kembali
sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal
usulnya. Sedangkan untuk pelaku pendanaan teroris, harta kekayaan tersebut dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme.

A. Pencucian Uang
1. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU),
a. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-
unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU PPTPPU.
b. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:
1) korupsi
2) penyuapan
3) narkotika
4) psikotropika
5) penyelundupan tenaga kerja
6) penyelundupan migran
7) di bidang perbankan
8) di bidang pasar modal
9) di bidang perasuransian
10) kepabeanan
11) cukai
12) perdagangan orang
13) perdagangan senjata gelap
14) terorisme
15) penculikan
16) pencurian
17) penggelapan
18) penipuan
19) pemalsuan uang
20) perjudian

DKBU dan DPbS 4

203
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

21) prostitusi
22) di bidang perpajakan
23) di bidang kehutanan
24) di bidang lingkungan hidup
25) di bidang kelautan dan perikanan, atau
26) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4
(empat) tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak
pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia.
c. Tindak pidana pencucian uang
1) Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
huruf b diatas dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan.
2) Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana. sebagaimana dimaksud dalam huruf b diatas.
3) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas.
2. Berdasarkan Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang dikeluarkan oleh
PPATK,
a. metode pencucian uang mencakup :
1) Buy and sell conversion yaitu pencucian uang melalui jual beli
barang dan jasa antara lain dengan membayar kelebihan harga
dengan menggunakan uang ilegal dan kemudian dicuci melalui
transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, barang atau jasa
dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui
rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.
2) Off-shore conversions yaitu pengalihan dana ilegal ke wilayah
yang merupakan tax haven money laundering centers dan

DKBU dan DPbS 5

204
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan yang ada


di wilayah tersebut untuk digunakan membeli aset dan investasi
(fund investment). Di wilayah atau negara yang merupakan tax
haven terdapat kecenderungan hukum perpajakan yang lebih
longgar, ketentuan rahasia bank yang cukup ketat dan prosedur
bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinkan adanya
perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis,
pembentukan dan kegiatan usaha trust fund maupun badan
usaha lainnya. Kerahasiaan inilah yang memberikan ruang
gerak yang leluasa bagi pergerakan dana kotor melalui
berbagai pusat keuangan di dunia. Dalam hal ini, para
pengacara, akuntan, dan pengelola dana biasanya sangat
berperan dalam metode offshore conversion ini dengan
memanfaatkan celah yang ditawarkan oleh ketentuan rahasia
bank dan rahasia perusahaan.
3) Legitimate business conversions yaitu menggunakan bisnis
atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk
memindahkan dan memanfaatkan hasil kejahatan dengan cara
mengkonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen
pembayaran lainnya yang kemudian di simpan di rekening bank
atau ditarik atau di transfer kembali ke rekening bank lainnya.
Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan
usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan
menggunakan rekening perusahaan yang bersangkutan
sebagai tempat penampungan untuk hasil kejahatan yang
dilakukan.
b. Pada dasarnya proses pencucian uang yang sering terjadi di sektor
keuangan dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan
yang meliputi :
1) Penempatan (Placement), adalah upaya menempatkan dana
yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam
sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain:
a) Menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat
deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem
keuangan, terutama sistem perbankan.
b) Menyetorkan uang pada penyedia jasa keuangan sebagai
pembayaran kredit untuk mengaburkan rekam jejak
kredit.
c) Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara ke negara
lain.
d) Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait
dengan usaha.

DKBU dan DPbS 6

205
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

2) Transfer (Layering), adalah upaya memisahkan hasil tindak


pidana transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat
proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi
tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui
serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk
menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut.
Bentuk kegiatan ini antara lain:
a) Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan atau antar
wilayah/negara.
b) Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk
mendukung transaksi yang sah.
c) Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui
jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell
company.
3) Penggunaan harta kekayaan (Integration), adalah upaya
menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik
untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai
bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan
untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk
membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
3. Beberapa modus pencucian uang yang banyak dilakukan oleh pelaku
pencucian uang adalah:
a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan
memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.
b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan
memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih
kecil.
c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan
dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke
rekening asalnya.
d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana
dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui
rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri
dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut
merupakan hasil kejahatan.
e. Pembelian aset/barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan
status kepemilikan dari aset/barang mewah termasuk pengalihan
aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan.
f. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana
tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh
sistem keuangan.

DKBU dan DPbS 7

206
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

g. Alternative Remittance Services menggunakan Underground


Banking, yaitu kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur
informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan.
h. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan
menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari
terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan
pemilik dana hasil tindak pidana.
i. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana
dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk
mengaburkan sumber asal dananya.
j. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan
menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit
terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian
uang.

B. Pendanaan Terorisme
1. Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung
atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme. Pendanaan terorisme pada
dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU), namun demikian, keduanya mengandung
kesamaan, yaitu menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk
melakukan suatu tindak pidana.
2. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan asal-usul
harta kekayaan, maka tujuan tindak pidana pendanaan terorisme adalah
membantu kegiatan terorisme, baik dengan harta kekayaan yang
merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan
yang diperoleh secara sah.
3. Untuk mencegah BPR dan BPRS digunakan sebagai sarana tindak pidana
pendanaan terorisme, maka BPR dan BPRS perlu menerapkan Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme secara
memadai.

C. Pelaporan Kepada PPATK


BPR dan BPRS wajib menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR) dan Laporan
Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash Transaction Report (CTR) kepada
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sesuai dengan UU
PPTPPU. Adapun mengenai tata cara pelaporan dari kedua laporan tersebut
mengacu kepada pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK.
Termasuk dalam unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan sesuai dengan UU
PPTPPU adalah:

DKBU dan DPbS 8

207
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

1) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau


kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan;
2) Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib
dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan UU PPTPPU;
3) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana; dan
4) Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak
pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil
tindak pidana.

D. Kebijakan Pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan


Pendanaan Terorisme (Program APU dan PPT)
1. Program APU dan PPT merupakan program yang wajib diterapkan oleh
BPR dan BPRS dalam melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa
BPR/BPRS (baik Nasabah maupun Walk In Customer). Program tersebut
antara lain mencakup hal-hal yang diwajibkan dalam Rekomendasi
Financial Action Task Force (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40
+ 9 FATF sebagai upaya untuk melindungi BPR dan BPRS agar tidak
dijadikan sebagai sarana atau sasaran kejahatan baik yang dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.
2. Customer Due Dilligence (CDD) merupakan salah satu instrumen utama
dalam Program APU dan PPT. CDD tidak saja penting untuk mendukung
upaya pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme,
melainkan juga dalam rangka penerapan prinsip kehatian-hatian perbankan
(prudential banking). Pelaksanaan CDD membantu melindungi BPR dan
BPRS dari berbagai risiko dalam kegiatan usaha BPR dan BPRS, seperti
risiko operasional, risiko hukum, dan risiko reputasi serta mencegah
industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran tindak pidana,
khususnya pencucian uang dan pendanaan terorisme.
3. Sebagai upaya meminimalisasi penggunaan BPR dan BPRS sebagai
media pencucian uang atau pendanaan terorisme, maka BPR dan BPRS
wajib menerapkan Program APU dan PPT. Program APU dan PPT
merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian BPR/BPRS dan
paling kurang mencakup:
a. pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b. kebijakan dan prosedur;
c. pengendalian intern; dan
d. sumber daya manusia dan pelatihan.
4. Dalam menerapkan Program APU dan PPT, BPR dan BPRS wajib memiliki
kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup:

DKBU dan DPbS 9

208
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

a. pelaksanaan CDD, yang terdiri dari:


1) permintaan informasi dan dokumen;
2) verifikasi dokumen; dan
3) pengkinian dan pemantauan.
b. penatausahaan dokumen;
c. pemindahan dana;
d. penutupan hubungan dan penolakan transaksi;
e. ketentuan mengenai Beneficial Owner;
f. ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP;
g. pelaksanaan CDD yang lebih sederhana; dan
h. pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga.
5. Kebijakan dan prosedur diatas dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme,
dan harus mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi
disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan terorisme,
termasuk jika BPR/BPRS mengeluarkan produk dan jasa baru. Agar
tercapai pelaksanaan program APU dan PPT yang efektif, maka pedoman
tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai serta diterapkan
secara konsisten dan berkesinambungan.

DKBU dan DPbS 10

209
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB II
MANAJEMEN

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang dan


Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT), selain dibutuhkan pengawasan
aktif dari Direksi dan Dewan Komisaris, BPR dan BPRS wajib membentuk Unit Kerja
Khusus atau menunjuk pegawai yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Program
APU dan PPT. Peran aktif Direksi dan Dewan Komisaris sangat diperlukan dalam
menciptakan efektifitas pelaksanaan Program APU dan PPT, mengingat peran Direksi
dan Dewan Komisaris akan mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan organisasi dalam
pelaksanaan Program APU dan PPT. Selain itu, peran Direksi dan Dewan Komisaris
juga dapat memotivasi karyawan dan unit kerja dalam mendorong terbentuknya
budaya kepatuhan di seluruh jajaran organisasi. Terbentuknya kerangka kerja tata
kelola perusahaan (corporate governance) yang kuat dalam organisasi akan
mendukung pelaksanaan Program APU dan PPT yang dimiliki.

A. Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris


1. Pengawasan Aktif Direksi
Pengawasan aktif Direksi paling kurang mencakup:
a. memastikan bahwa BPR dan BPRS memiliki kebijakan dan prosedur
program APU dan PPT;
b. mengusulkan kebijakan dan prosedur tertulis Program APU dan PPT
kepada Dewan Komisaris;
c. memastikan Program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan;
d. membentuk unit kerja khusus dan/atau menunjuk pegawai yang
bertanggungjawab terhadap Program APU dan PPT di Kantor Pusat;
e. memastikan bahwa unit kerja/pegawai yang melaksanakan kebijakan
dan prosedur program APU dan PPT terpisah dari unit kerja/pegawai
yang mengawasi pelaksanaannya;
f. pengawasan atas kepatuhan unit kerja/pegawai dalam menerapkan
program APU dan PPT;
g. memastikan bahwa kantor cabang BPR dan BPRS memiliki pegawai
yang bertanggungjawab terhadap Program APU dan PPT;
h. memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
program APU dan PPT sejalan dengan perubahan dan
pengembangan produk, jasa, dan teknologi BPR dan BPRS serta
sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang atau
pendanaan terorisme; dan

DKBU dan DPbS 11

210
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

i. memastikan bahwa seluruh pegawai, khususnya pegawai terkait dan


pegawai baru, telah mendapatkan pengetahuan yang berkaitan
dengan program APU dan PPT secara berkala.
2. Kewenangan dan Tanggung Jawab Direktur
Direktur yang ditunjuk menangani Program APU dan PPT bertugas dan
bertanggung jawab paling kurang :
a. menetapkan dan mengevaluasi transaksi yang memerlukan
persetujuan pejabat eksekutif;
b. mengevaluasi secara berkala untuk memastikan ketepatan kebijakan,
prosedur dan penetapan tingkat risiko dari area yang berisiko tinggi
dan Politically Exposed Person (PEP);
c. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
BPR dan BPRS telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia tentang
APU dan PPT dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
terkait;
d. memastikan cakupan pengawasan aktif Direksi telah terpenuhi
secara memadai;
e. memantau dan menjaga kepatuhan BPR dan BPRS terhadap seluruh
komitmen yang dibuat oleh BPR/BPRS kepada Bank Indonesia
antara lain komitmen dalam Action Plan, dan hasil Pengawasan Bank
Indonesia yang terkait dengan pelaksanaan Program APU dan PPT;
f. memantau pelaksanaan tugas Unit Kerja Khusus dan/atau pegawai
BPR/BPRS yang bertanggungjawab atas pelaksanaan Program APU
dan PPT;
g. memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama mengenai pejabat
yang akan memimpin Unit Kerja Khusus atau pegawai yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan Program APU dan PPT; dan
h. memberikan persetujuan terhadap LTKM.
3. Pengawasan aktif Dewan Komisaris
Pengawasan aktif Dewan Komisaris paling kurang mencakup:
a. persetujuan atas kebijakan dan prosedur pelaksanaan program APU
dan PPT; dan
b. pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap
pelaksanaan program APU dan PPT.

B. Unit Kerja Khusus


1. Pembentukan Unit Kerja Khusus.
a. Unit Kerja Khusus (UKK) wajib dibentuk dalam rangka melaksanakan
Program APU dan PPT.

DKBU dan DPbS 12

211
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

b. Dalam hal berdasarkan pertimbangan beban tugas dan kompleksitas


usahanya tidak dapat memenuhi kewajiban pembentukan UKK, maka
BPR dan BPRS wajib menunjuk sekurang-kurangnya seorang
pegawai yang bertanggungjawab dalam melaksanakan Program APU
dan PPT.
c. Tugas tersebut dapat dirangkap oleh pegawai yang mempunyai tugas
lain, dengan mempertimbangkan bahwa unit kerja yang
melaksanakan Program APU dan PPT terpisah dari unit kerja yang
mengawasi pelaksanaannya, sehingga rangkap jabatan
diperkenankan sepanjang tugas lain tersebut tidak merupakan bagian
dari tugas operasional. Yang dimaksud dengan tugas operasional
antara lain seperti unit kerja kasir (teller) atau Customer Service yang
menangani penerimaaan calon Nasabah.
d. Dalam hal BPR dan BPRS tidak dapat membentuk Unit Kerja Khusus
atau menunjuk pegawai yang bertanggungjawab atas pelaksanaan
program APU dan PPT, maka fungsi dimaksud dilaksanakan oleh
salah satu anggota Direksi.
2. Struktur Organisasi.
a. Dalam menjalankan tugasnya, UKK atau pegawai yang ditunjuk
melapor dan bertanggung jawab kepada Direktur yang berwenang.
b. Seluruh unit kerja operasional, termasuk Kantor Cabang wajib
menerapkan Program APU dan PPT dibawah koordinasi UKK atau
pegawai yang ditunjuk di Kantor Pusat. Hal ini mengingat unit kerja
operasional yang berhadapan langsung dengan Nasabah sebagai lini
terdepan yang memagari BPR/BPRS dari upaya pencucian uang dan
pendanaan terorisme.
c. Unit kerja operasional memastikan bahwa pengawasan internal
berfungsi dengan baik, tepat dan beroperasi secara efektif serta
memastikan bahwa seluruh pegawai operasional telah diberi
pelatihan yang memadai.
d. Agar arahan dan ketentuan dari UKK dapat dilaksanakan dengan
baik, BPR dan BPRS harus memiliki mekanisme kerja yang
memadai, dan mekanisme kerja dimaksud didokumentasikan oleh
setiap unit kerja. Mekanisme kerja tersebut juga dengan
memperhatikan ketentuan anti tipping off dan menjaga kerahasiaan
informasi.
3. Tugas dan Tanggung Jawab UKK.
Tugas pokok UKK atau pegawai BPR dan BPRS yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan Program APU dan PPT adalah:
a. memantau adanya sistem yang mendukung program APU dan PPT;
b. memantau pengkinian profil Nasabah dan profil transaksi Nasabah;

DKBU dan DPbS 13

212
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

c. melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan


kebijakan Program APU dan PPT dengan unit kerja/pegawai terkait
yang berhubungan dengan Nasabah;
d. memastikan bahwa kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan
perkembangan Program APU dan PPT yang terkini, risiko produk
BPR dan BPRS, kegiatan dan kompleksitas usaha BPR dan BPRS,
dan volume transaksi BPR dan BPRS;
e. menerima laporan transaksi keuangan yang berpotensi
mencurigakan dari unit kerja terkait yang berhubungan dengan
Nasabah dan melakukan analisis atas laporan tersebut;
f. menyusun LTKM dan laporan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
UU PPTPPU untuk disampaikan kepada PPATK berdasarkan
persetujuan Direktur;
g. memantau bahwa:
1) terdapat mekanisme komunikasi yang baik dari setiap unit kerja
atau pegawai terkait kepada UKK atau pegawai yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program APU dan
PPT dengan menjaga kerahasiaan informasi;
2) Unit kerja atau pegawai terkait mempersiapkan LTKM dan
LTKT sebelum menyampaikannya kepada UKK atau pegawai
yang ditunjuk yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
program APU dan PPT; dan
3) area yang berisiko tinggi, terkait dengan APU dan PPT dengan
mengacu pada ketentuan yang berlaku dan sumber informasi
yang memadai.
h. berperan sebagai petugas penghubung (contact person) bagi otoritas
yang berwenang terkait dengan pelaksanaan program APU dan PPT,
antara lain Bank Indonesia, PPATK, dan Penegak Hukum.
4. Persyaratan Pegawai UKK atau Pegawai yang Menjalankan Fungsi UKK.
Pegawai yang bertanggung jawab dalam menerapkan program APU dan
PPT wajib memenuhi ketentuan:
a. memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai mengenai
APU dan PPT dan peraturan lainnya yang terkait dengan pendanaan
dan produk perbankan; dan
b. memiliki kewenangan untuk mengakses seluruh data Nasabah dan
informasi lainnya yang terkait dalam rangka pelaksanaan tugas.
5. Pegawai yang Bertanggungjawab terhadap Program APU dan PPT di
Kantor Cabang.
a. Setiap kantor cabang BPR dan BPRS wajib memiliki pegawai yang
bertanggungjawab terhadap program APU dan PPT.

DKBU dan DPbS 14

213
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

b. Pegawai yang bertanggungjawab terhadap program APU dan PPT


tersebut bukan merupakan pegawai dari satuan kerja operasional.
Namun dalam hal kondisi tidak memungkinkan maka pegawai di
kantor cabang yang menjalankan fungsi UKK dapat berasal dari
satuan kerja operasional sepanjang tidak memiliki benturan
kepentingan dengan nasabah secara langsung.
c. Tugas dan tanggung jawab pegawai yang bertanggungjawab
terhadap program APU dan PPT sebagaimana dimaksud pada huruf
b adalah sebagai berikut:
1) Memastikan bahwa kebijakan, prosedur, dan peraturan lainnya
yang terkait pelaksanaan program APU dan PPT telah
dilaksanakan secara efektif.
2) Memantau dan meninjau setiap validitas proses, checklist/daftar
periksa dan dokumen pendukung pada saat pembukaan
rekening.
3) Memastikan bahwa persetujuan penerimaan dan/atau
penolakan permohonan pembukaan rekening atau transaksi
oleh calon Nasabah/WIC yang tergolong berisiko tinggi
diberikan oleh pejabat eksekutif di unit kerja terkait atau Kantor
Cabang setempat.
4) Mengkoordinasikan dan memantau proses pengkinian data
Nasabah.
5) Menerima laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari
unit kerja terkait dan melakukan analisa terhadap laporan
tersebut untuk dilaporkan kepada UKK atau pegawai yang
ditunjuk untuk menangani program APU dan PPT di Kantor
Pusat.
6) Memberikan masukan yang terkait dengan pelaksanaan APU
dan PPT kepada pegawai unit kerja terkait atau Kantor Cabang
yang memerlukan.
7) Memantau, menganalisis, dan merekomendasikan kebutuhan
pelatihan APU dan PPT para pegawai di unit kerja terkait atau
Kantor Cabang kepada UKK di Kantor Pusat.

DKBU dan DPbS 15

214
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB III
KEBIJAKAN CDD DAN EDD

Costumer Due Dilligence (CDD) merupakan kegiatan berupa identifikasi,


verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan BPR dan BPRS untuk memastikan bahwa
transaksi dilakukan sesuai dengan profil pengguna jasa bank. Dalam hal BPR dan
BPRS berhubungan dengan Nasabah yang tergolong berisiko tinggi terhadap
kemungkinan pencucian uang dan pendanaan terorisme, BPR dan BPRS melakukan
prosedur CDD yang lebih mendalam yang disebut dengan Enhanced Due Diligence
(EDD).
1. BPR dan BPRS wajib melakukan prosedur CDD pada saat:
a. melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah. Apabila rekening
merupakan rekening joint account atau rekening bersama maka CDD
dilakukan terhadap seluruh pemegang rekening joint account tersebut;
b. melakukan hubungan usaha atau transaksi dengan WIC atau Nasabah
yang tidak memiliki rekening di BPR dan BPRS;
c. meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh Nasabah, penerima
kuasa, dan/atau Beneficial Owner; atau
d. terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait dengan
pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. Hal ini antara lain dapat
dicermati dari jumlah nominal transaksi tertentu dan adanya peningkatan
nilai transaksi yang signifikan.
2. Untuk Nasabah yang telah ada sebelum peraturan ini berlaku, BPR dan BPRS
wajib melakukan CDD sesuai dengan pendekatan berdasarkan materialitas dan
risiko apabila:
a. terdapat transaksi dalam jumlah yang signifikan;
b. terdapat perubahan standar dokumentasi yang mendasar;
c. terdapat perubahan pola transaksi yang signifikan;
d. informasi pada profil Nasabah yang tersedia dalam Customer Identification
File (CIF) belum dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada
Bab V huruf C; dan/atau
e. menggunakan rekening anonim atau rekening yang diindikasikan
menggunakan nama fiktif.
3. Apabila calon Nasabah/Nasabah/WIC memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tergolong berisiko tinggi atau PEP;
b. melakukan transaksi yang terkait dengan negara berisiko tinggi; atau
c. melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil.

DKBU dan DPbS 16

215
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

maka terhadap calon Nasabah/Nasabah/WIC tersebut, BPR dan BPRS wajib


melakukan EDD. Apabila dari hasil EDD diperoleh dasar transaksi/alasan yang
jelas, maka pemantauan terhadap transaksi tersebut dilakukan sebagaimana
biasanya, sedangkan apabila tidak diperoleh alasan yang jelas maka terhadap
transaksi tersebut wajib dilakukan pemantauan yang lebih ketat.
4. Penetapan penggolongan berisiko tinggi dilakukan dengan berpedoman pada
ketentuan PPATK yang mengatur mengenai pedoman identifikasi produk,
nasabah, usaha, dan negara berisiko tinggi bagi penyedia jasa keuangan dan
pedoman mengenai identifikasi transaksi keuangan mencurigakan terkait
pendanaan terorisme bagi penyedia jasa keuangan.
5. BPR dan BPRS wajib melakukan EDD sebagaimana dimaksud angka 3 di atas
dengan cara melakukan CDD sebagaimana dimaksud dalam Bab V serta
melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Bagi calon Nasabah:
1) meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan
kebenaran profil calon Nasabah; dan/atau
2) meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran
informasi mengenai identitas dan sumber dana.
b. Bagi Nasabah atau Beneficial Owner:
1) melakukan kegiatan seperti yang dilakukan terhadap calon Nasabah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
2) melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap informasi
mengenai sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha
dengan pihak-pihak yang terkait; dan
3) memantau lebih ketat pola transaksi nasabah untuk kepentingan
pengkinian profil Nasabah atau Beneficial Owner.

DKBU dan DPbS 17

216
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB IV
PENGELOMPOKAN NASABAH MENGGUNAKAN
PENDEKATAN BERDASARKAN RISIKO
(RISK BASED APPROACH)

A. Pengelompokkan Nasabah
1. Untuk mendukung kebijakan dan pelaksanaan CDD yang efektif, BPR dan
BPRS wajib mengelompokkan Nasabah berdasarkan tingkat risiko
terhadap kemungkinan terjadinya pencucian uang atau pendanaan
terorisme.
2. Mempertimbangkan peluang untuk dijadikan media pencucian uang atau
media pendanaan terorisme, tingkat risiko Nasabah dapat dikategorikan
menjadi tingkat risiko rendah, menengah, dan tinggi.
a. Dalam hal Nasabah memiliki tingkat risiko yang rendah dan
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi
BPR dan BPRS, maka terhadap Nasabah tersebut dapat dilakukan
CDD yang lebih sederhana sebagaimana diatur pada BAB XI.
b. Dalam hal Nasabah memiliki tingkat risiko menengah maka terhadap
yang bersangkutan dilakukan CDD sebagaimana diatur pada BAB V.
c. Dalam hal Nasabah memiliki tingkat risiko tinggi maka terhadap yang
bersangkutan dilakukan EDD sebagaimana diatur pada Bab X huruf
C.
3. Pengelompokkan Nasabah harus didokumentasikan dan dipantau secara
berkesinambungan.
4. Penilaian risiko (risk assessment) secara memadai dan pemantauan perlu
dilakukan terhadap Nasabah yang telah menjalani hubungan usaha
dengan mempertimbangkan informasi yang diperoleh BPR/BPRS, profil
Nasabah dan kebutuhan Nasabah terhadap produk dan jasa yang
ditawarkan BPR/BPRS.
5. Apabila terdapat ketidak sesuaian antara transaksi/profil Nasabah dengan
tingkat risiko yang telah ditetapkan, maka BPR dan BPRS harus
menyesuaikan tingkat risiko dengan cara:
a. Menerapkan prosedur CDD bagi Nasabah yang semula tergolong
berisiko rendah berubah menjadi berisiko menengah yang sesuai
dengan penetapan tingkat risiko yang baru.
b. Menerapkan prosedur EDD bagi Nasabah yang semula tergolong
berisiko rendah atau menengah berubah menjadi berisiko tinggi atau
PEP.

DKBU dan DPbS 18

217
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

B. Penetapan Profil Risiko Menggunakan Pendekatan Berdasarkan Risiko


1. Profil risiko menggambarkan tingkat risiko dari Nasabah, produk maupun
jasa yang memiliki potensi pencucian uang atau pendanaan teroris, antara
lain jasa pengiriman uang atau produk bank menggunakan jasa elektronik.
2. Profil risiko merupakan nilai akhir dari seluruh komponen penilaian yang
ditetapkan berdasarkan rating yang paling dominan dari seluruh komponen.
3. Dalam hal tidak terdapat rating yang paling dominan namun terdapat
komposisi yang seimbang atau sama dari komponen penilaian, maka profil
risiko yang digunakan adalah profil risiko yang lebih ketat.
4. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi Nasabah yang
tergolong sebagai PEP. Dengan demikian apabila terdapat calon Nasabah
atau Nasabah yang karena pekerjaannya atau jabatannya tergolong
sebagai PEP, maka yang bersangkutan secara otomatis diklasifikasikan
sebagai risiko tinggi.
5. Pengelompokan profil risiko nasabah dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Identitas Nasabah
Contoh identitas Nasabah yang perlu dilakukan analisis antara lain
sebagai berikut:
1) Nasabah tidak memiliki dokumen identitas namun memiliki
surat keterangan dari aparat pemerintah setempat yang
menerangkan bahwa yang bersangkutan:
a) adalah warga setempat dan beralamat sesuai dengan
informasi yang diberikan kepada BPR/BPRS; dan/atau
b) telah menetap dalam jangka waktu yang cukup lama.
2) Data/informasi identitas Nasabah sudah tidak sesuai.
3) Jangka waktu berlakunya dokumen identitas Nasabah sudah
kadaluarsa, namun tidak ada perubahan terhadap alamat
tempat tinggal Nasabah dimaksud yang telah diyakini
kebenarannya oleh BPR/BPRS.
4) Dokumen pendukung identitas Nasabah khususnya dokumen
perusahaan tidak lengkap, misalnya ijin-ijin perusahaan,
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Pemegang Kuasa
atau Kewenangan bertindak mewakili perusahaan.
b. Lokasi Usaha
Contoh lokasi usaha Nasabah yang perlu dilakukan analisis antara
lain sebagai berikut:
1) Lokasi usaha calon Nasabah berada di yurisdiksi yang
ditetapkan berisiko tinggi oleh lembaga atau badan
internasional terhadap kondisi suatu yurisdiksi.

DKBU dan DPbS 19

218
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

2) Lokasi usaha Nasabah berada dalam wilayah rawan tingkat


kejahatan (kriminal) seperti kejahatan terhadap penyelundupan
atau produk ilegal.
3) Lokasi usaha Nasabah berada di zona perdagangan bebas.
c. Profil Nasabah
Contoh profil Nasabah yang perlu dilakukan analisis antara lain
sebagai berikut:
1) Nasabah yang tidak memiliki penghasilan secara regular.
2) Tergolong sebagai PEP atau memiliki hubungan dengan PEP.
3) Pegawai instansi pemerintah, khususnya yang terkait dengan
pelayanan publik.
4) Aparat penegak hukum.
5) Orang-orang yang melakukan jenis-jenis kegiatan atau sektor
usaha yang rentan terhadap pencucian uang.
6) Pihak-pihak yang dicantumkan dalam daftar Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) atau daftar lainnya yang dikeluarkan
oleh organisasi internasional sebagai teroris, organisasi teroris
ataupun organisasi yang melakukan pendanaan atau
melakukan penghimpunan dana untuk kegiatan terorisme.
d. Nilai Transaksi
Contoh nilai transaksi Nasabah yang perlu dilakukan analisis antara
lain sebagai berikut:
1) Pada saat pembukaan rekening, Nasabah melakukan transaksi
dengan nilai besar atau signifikan namun informasi mengenai
sumber dana dan tujuan transaksi tidak sesuai dengan profil
ataupun tujuan pembukaan rekening.
2) Nasabah melakukan sejumlah transaksi dalam nilai kecil namun
secara akumulasi merupakan transaksi bernilai besar atau
signifikan.
3) Transaksi tunai dalam jumlah besar.
e. Kegiatan Usaha Nasabah
Contoh kegiatan usaha Nasabah yang perlu dilakukan analisis antara
lain sebagai berikut:
1) Kegiatan usaha yang menyediakan jasa penukaran uang;
2) Kegiatan usaha yang menyediakan jasa pengiriman uang;
3) Kegiatan usaha yang berbasis uang tunai dan tidak sesuai
dengan profil nasabah seperti mini market, jasa pengelolaan

DKBU dan DPbS 20

219
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

parkir, rumah makan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum


(SPBU), pedagang isi pulsa;
4) Kegiatan usaha yang memberikan jasa pengurusan dokumen
hukum;
5) Kegiatan usaha yang melakukan perdagangan rumah, saham,
perhiasan, mobil atau aset lainnya;
6) Kegiatan usaha yang memasarkan produknya melalui internet;
7) Perusahaan perdagangan ekspor/impor;
8) Advokat, akuntan atau konsultan keuangan; atau
9) Kegiatan usaha multi level marketing.
f. Struktur kepemilikan bagi Nasabah perusahaan
Contoh struktur kepemilikan bagi Nasabah perusahaan yang perlu
dilakukan analisis antara lain sebagai berikut:
1) struktur kepemilikan perusahaan yang kompleks sehingga
akses untuk mendapatkan informasi terbatas;
2) terdapat Beneficial Owner yang mengendalikan perusahaan;
atau
3) terdapat pemberitaan negatif dalam media massa mengenai
Beneficial Owner perusahaan dimaksud, sehingga
mengakibatkan tingkat risiko perusahaan menjadi tinggi.
g. Informasi lainnya
Contoh informasi lainnya : nasabah BPR/BPRS menerima kiriman
dana yang berasal dari negara-negara yang belum menerapkan
rekomendasi FATF secara memadai.
6. Selain hal sebagaimana dimaksud pada angka 5, BPR/BPRS dapat
mengembangkan sendiri metode untuk memperoleh profil risiko Nasabah
sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko dari masing-masing BPR/BPRS.
Tabel 1. Contoh matriks klasifikasi profil risiko.

Rendah Menengah Tinggi


Identitas Menyerahkan lebih dari Data/informasi Nasabah tidak memiliki
Nasabah satu identitas yang identitas calon ID yang dikeluarkan
masih berlaku dan Nasabah kadaluarsa, oleh pihak yang
berdomisili sesuai namun Nasabah tetap berwenang,
dengan alamat dalam kooperatif melakukan Data/informasi identitas
kartu ID. updating calon Nasabah
diragukan, misalnya
kartu ID tidak
dikeluarkan oleh pihak
yang berwenang, data
tidak benar, dll

DKBU dan DPbS 21

220
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Rendah Menengah Tinggi


Data/informasi identitas
tidak sesuai dengan
domisili atau Nasabah
selalu berpindah
tempat atau tidak dapat
dihubungi (misal nomor
telpon)
Nasabah WNI yang
pada saat pembukaan
rekening menggunakan
alamat yang
wilayahnya berada di
luar wilayah Indonesia.
Lokasi Usaha Lokasi usaha di dalam Lokasi usaha di luar Lokasi usaha Nasabah
kabupaten/ kota yang kabupaten/ kota berada di zona
sama atau berbatasan dimana lokasi perdagangan bebas.
dengan lokasi kabupaten/kota
kabupaten/kota berada. BPR/BPRS berada.
Bidang Buruh tani. Pegawai Perusahaan Pekerjaan ybs tidak
usaha/ tergolong berisiko
pekerjaan tinggi, namun ybs
tergolong sebagai PEP
atau orang yang
digolongkan berisiko
tinggi dengan
berpedoman pada
ketentuan PPATK.
Pegawai dari
perusahaan yang
tergolong berisiko
tinggi.
Nilai Nilai transaksi rendah, Peningkatan jumlah Transaksi tunai dalam
Transaksi misal dibawah Rp transaksi tidak jumlah besar, misal diatas
1.000.000 (satu juta signifikan atau Rp100.000.000,- (seratus
Rupiah) dan sesuai signifikan namun juta) dan/atau tidak
dengan profil nasabah. didukung dengan sesuai dengan profil
dokumen yang nasabah.
memadai atau masih
tergolong wajar atau
masih sesuai dengan
profil nasabah.
Kegiatan Pedagang di pasar Pedagang valuta asing Kegiatan usaha yang
Usaha tradisional atau pengiriman uang berbasis uang tunai
seperti mini market, jasa
pengelolaan parkir, rumah
makan, Stasiun Pengisian
Bahan Bakar (SPBU),
pedagang isi pulsa.

DKBU dan DPbS 22

221
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Rendah Menengah Tinggi


Struktur Tidak memiliki Informasi mengenai Perusahaan dengan
Kepemilikan pengendali dan pemegang saham pemegang saham atas
komposisi pemegang tidak tersedia dalam unjuk
saham tersedia dalam data publik
data publik
Informasi Tidak terdapat informasi Memiliki usaha lainnya Nasabah kredit yang
Lainnya negatif lain disamping sebagai barang jaminannya atas
karyawan perusahaan nama pihak lain (baik
jaminan tunai/jaminan
dalam bentuk barang)
yang tidak memiliki
hubungan yang jelas
Nasabah yang
memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk
melakukan penarikan
pada rekening Nasabah
setelah permohonan
rekening disetujui

DKBU dan DPbS 23

222
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB V
PROSEDUR IDENTIFIKASI, VERIFIKASI DAN PEMANTAUAN NASABAH
(CUSTOMER DUE DILLIGENCE)

A. Kebijakan dan Prosedur Penerimaan dan Identifikasi Nasabah


Kebijakan dan prosedur tertulis tentang penerimaan Nasabah dan identifikasi
calon Nasabah, termasuk dalam berhubungan dengan WIC sekurang-kurangnya
mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penggunaan pendekatan berdasarkan risiko dengan mengelompokkan
Nasabah berdasarkan tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau
pendanaan terorisme.
2. Permintaan informasi mengenai calon Nasabah mencakup:
a. identitas calon Nasabah;
b. identitas Beneficial Owner, apabila Nasabah mewakili Beneficial Owner;
c. sumber dana;
d. rata-rata penghasilan;
e. maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan
calon Nasabah dengan BPR/BPRS; dan
f. informasi lain yang diperlukan, yang memungkinkan BPR/BPRS
mengetahui profil calon Nasabah.
3. Permintaan bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung informasi dari
calon Nasabah.
4. Penelitian atas kebenaran dokumen pendukung identitas calon Nasabah.
5. Permintaan kartu identitas lebih dari satu yang dikeluarkan oleh pihak yang
berwenang, apabila terdapat keraguan terhadap kartu identitas yang ada.
6. Apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan calon Nasabah untuk
memperoleh keyakinan atas kebenaran informasi, bukti-bukti identitas dan
dokumen pendukung calon Nasabah.
7. Larangan untuk membuka atau memelihara rekening anonim atau rekening
yang menggunakan nama fiktif.
8. Pertemuan langsung/tatap muka dengan calon Nasabah pada awal
melakukan hubungan usaha dalam rangka meyakini kebenaran identitas
calon Nasabah.
9. Kewaspadaan terhadap transaksi atau hubungan usaha dengan calon
Nasabah yang terkait dengan negara yang belum memadai dalam
melaksanakan rekomendasi FATF, misalnya Calon Nasabah mempunyai
mitra usaha dari negara yang memenuhi kriteria berisiko tinggi.
10. Penyelesaian proses verifikasi identitas calon Nasabah sebelum membina
hubungan usaha dengan calon Nasabah.

DKBU dan DPbS 24

223
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

11. Penolakan pembukaan rekening calon Nasabah dan atau penolakan


pelaksanaan transaksi dengan WIC yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi
BPR dan BPRS; atau
b. diketahui menggunakan identitas dan atau memberikan informasi yang
tidak benar.
12. Pendokumentasian calon Nasabah atau WIC yang memenuhi kriteria
sebagaimana angka 11 diatas dalam suatu daftar tersendiri dan
melaporkannya dalam LTKM apabila transaksinya tidak wajar atau
mencurigakan.

B. Permintaan Informasi
1. Sebelum melakukan hubungan usaha dengan Nasabah, BPR dan BPRS
wajib meminta informasi yang memungkinkan BPR/BPRS untuk dapat
mengetahui profil calon Nasabah.
2. Calon Nasabah wajib diidentifikasikan dan diklasifikasikan ke dalam
kelompok perseorangan dan perusahaan. Dalam hal calon Nasabah
adalah Nasabah perusahaan maka dalam kelompok Nasabah perusahaan
tersebut mencakup pula Beneficial Owner.
3. Informasi yang wajib diminta terhadap calon Nasabah yang telah
dikelompokan, paling kurang sebagai berikut:
Tabel 2. Informasi calon Nasabah.
Lembaga
Perusahaan Yayasan/
No. Perorangan Negara/
(termasuk Bank) Perkumpulan
Pemerintah
1. Nama lengkap Nama perusahaan Nama yayasan/ Nama lembaga
termasuk alias termasuk bentuk perkumpulan Negara/
badan hukum termasuk bentuk pemerintah
badan hukum
(apabila berbadan
hukum)
2. Nomor dokumen Nomor izin usaha Nomor izin bidang
identitas dari instansi yang kegiatan/ usaha
berwenang (termasuk bidang
kegiatan/ usaha) atau
tujuan yayasan atau
nomor bukti
pendaftaran pada
instansi yang
berwenang.

DKBU dan DPbS 25

224
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Lembaga
Perusahaan Yayasan/
No. Perorangan Negara/
(termasuk Bank) Perkumpulan
Pemerintah
3. Alamat tempat tinggal Alamat kedudukan Alamat kedudukan Alamat
yang tercantum pada termasuk no. telepon kedudukan
kartu identitas termasuk no.
telepon
4. Alamat tempat tinggal
terkini termasuk no.
telepon apabila ada
5. Tempat dan tanggal Tempat dan Tempat dan tanggal
lahir tanggal pendirian pendirian
6. Kewarganegaraan
7. Pekerjaan (nama
perusahaan/ institusi,
alamat perusahaan
/institusi, dan jabatan)
8. Jenis kelamin Maksud dan tujuan Maksud dan tujuan
hubungan usaha hubungan usaha
9. Status perkawinan
10. Identitas Beneficial Identitas Beneficial Identitas Beneficial
Owner apabila ada Owner apabila ada Owner apabila ada
11. Sumber dana Sumber dana Sumber dana
12. Rata-rata penghasilan
13. Maksud dan tujuan Maksud dan tujuan Maksud dan tujuan
hubungan usaha hubungan usaha hubungan usaha
14. Informasi lain yang Informasi lain yang Informasi lain yang
memungkinkan diperlukan diperlukan mis.
BPR/BPRS untuk laporan keuangan
dapat mengetahui calon Nasabah atau
profil calon Nasabah keterangan
mengenai pelanggan
utamanya

4. Dalam hal yang akan melakukan transaksi dengan BPR/BPRS adalah


WIC, maka informasi yang wajib diminta oleh BPR dan BPRS paling
kurang sebagai berikut:
Tabel 3. Informasi WIC

WIC yang melakukan transaksi sebesar WIC yang melakukan transaksi kurang
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta
No. atau lebih atau yang nilainya setara rupiah) atau yang nilainya setara

Perorangan Perusahaan Perorangan Perusahaan

1. Nama lengkap Nama perusahaan Nama lengkap Nama perusahaan


termasuk alias termasuk alias

DKBU dan DPbS 26

225
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

WIC yang melakukan transaksi sebesar WIC yang melakukan transaksi kurang
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta
No. atau lebih atau yang nilainya setara rupiah) atau yang nilainya setara

Perorangan Perusahaan Perorangan Perusahaan

2. Nomor dokumen Nomor izin usaha dari Nomor dokumen


identitas instansi yang identitas
berwenang

3. Alamat tempat Alamat kedudukan Alamat tempat Alamat kedudukan


tinggal yang tinggal yang
tercantum pada tercantum pada
kartu identitas kartu identitas

4. Alamat tempat
tinggal terkini
termasuk nomor
telepon apa bila
ada

5. Tempat dan Tempat dan tanggal


tanggal lahir pendirian

6. Kewarganegara Bentuk badan hukum


an

7. Pekerjaan

8. Jenis kelamin

9. Status
perkawinan

10. Identitas Identitas Beneficial


Beneficial Owner Owner apabila ada
apabila ada

11. Sumber dana Sumber dana

12. Rata-rata
penghasilan

13. Maksud dan Maksud dan tujuan


tujuan hubungan hubungan usaha
usaha

14. Informasi lain yg Informasi lain yang


memungkinkan diperlukan
BPR/BPRS
mengetahui

DKBU dan DPbS 27

226
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

WIC yang melakukan transaksi sebesar WIC yang melakukan transaksi kurang
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta
No. atau lebih atau yang nilainya setara rupiah) atau yang nilainya setara

Perorangan Perusahaan Perorangan Perusahaan


profil calon
Nasabah

5. Transaksi dengan WIC dengan nilai sebesar Rp100.000.000,00 (seratus


juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara yang dilakukan dalam 1
(satu) kali maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada tabel 2 adalah transaksi yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Dilakukan pada kantor BPR/BPRS yang sama; dan
b. Jenis transaksi yang dilakukan adalah transaksi yang sama, misal
transaksi pengiriman/transfer uang, transaksi pembayaran dan bukan
merupakan gabungan dari beberapa transaksi yang berbeda jenis
transaksinya.

C. Permintaan Dokumen
1. Untuk Nasabah perorangan, informasi pada tabel 1 dan tabel 2 di atas
wajib didukung dengan dokumen identitas yang masih berlaku
mencantumkan foto diri dan diterbitkan oleh pihak yang berwenang.
2. Dokumen pendukung utama bagi identitas Nasabah perorangan yang
berkewarganegaraan Indonesia adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP),
Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor yang masih berlaku. Sedangkan
untuk dokumen pendukung tambahan antara lain adalah kartu Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau Kartu Keluarga (KK).
3. Untuk calon Nasabah perusahaan, dokumen identitas yang wajib diminta
adalah:
a. akte pendirian dan/atau anggaran dasar perusahaan, dan
b. izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang. Contoh: izin
usaha dari Bank Indonesia bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
dan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang, atau izin usaha dari
Departemen Kehutanan bagi kegiatan usaha di bidang
perkayuan/kehutanan (Hak Pengusahaan Hutan, Hutan Tanaman
Industri, Izin Pemanfaatan Kayu).
4. Untuk calon Nasabah berupa yayasan atau perkumpulan, dokumen
identitas yang wajib diminta adalah akta pendirian yang telah disahkan oleh
instansi yang berwenang dan/atau berupa izin bidang kegiatan/ tujuan
yayasan atau surat telah terdaftar sebagai perkumpulan.

DKBU dan DPbS 28

227
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

5. Disamping dokumen identitas, BPR/BPRS wajib memperoleh dokumen


lainnya berupa:

Tabel 4. Dokumen Pendukung Calon Nasabah Perorangan dan Perusahaan


Perusahaan (selain Bank)
Perusahaan
No. Perorangan Usaha Mikro dan Bukan usaha Mikro
berupa Bank
Usaha Kecil dan Usaha Kecil
1. Spesimen Spesimen tandatangan Spesimen tanda tangan Spesimen tanda
tanda tangan Pengurus atau pihak anggota Direksi yang tangan anggota
yang diberi kuasa berwenang mewakili Direksi yang
melakukan hubungan perusahaan atau pihak berwenang
usaha dengan yang diberi kuasa untuk mewakili
BPR/BPRS melakukan hubungan perusahaan atau
usaha dengan pihak yang diberi
BPR/BPRS kuasa untuk
melakukan
hubungan usaha
dengan
BPR/BPRS
2. kartu NPWP bagi kartu NPWP bagi
Nasabah yang Nasabah yang
diwajibkan untuk diwajibkan untuk
memiliki NPWP sesuai memiliki NPWP sesuai
dengan ketentuan yang dengan ketentuan yang
berlaku berlaku
3. Surat Izin Tempat Surat Izin Tempat Izin usaha dari
Usaha (SITU) atau Usaha (SITU) atau Bank Indonesia.
dokumen lain yang dokumen lain yang
dipersyaratkan oleh dipersyaratkan oleh
instansi yang instansi yang
berwenang berwenang
4. laporan keuangan atau
deskripsi kegiatan
usaha perusahaan
5. struktur manajemen
perusahaan
6. struktur kepemilikan
perusahaan
7. dokumen identitas
anggota Direksi yang
berwenang mewakili
perusahaan atau pihak
yang diberi kuasa untuk
melakukan hubungan
usaha dengan
BPR/BPRS

DKBU dan DPbS 29

228
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

6. Untuk calon Nasabah selain yang tercantum dalam Tabel 3 di atas, maka
BPR/BPRS wajib memperoleh dokumen lainnya selain dokumen identitas,
yaitu:
Tabel 5. Dokumen pendukung Nasabah selain Perorangan dan Perusahaan
Lembaga Negara/
Pemerintah, lembaga
No. Yayasan Perkumpulan
internasional, perwakilan
asing
1. izin bidang kegiatan/ bukti pendaftaran pada
tujuan yayasan instansi yang berwenang
2. deskripsi kegiatan nama penyelenggara surat penunjukan bagi pihak-
yayasan pihak yang berwenang
mewakili lembaga atau
perwakilan dalam melakukan
hubungan usaha dengan
BPR/BPRS
3. struktur pengurus identitas pihak yang spesimen tanda tangan
yayasan berwenang mewakili
perkumpulan dalam
melakukan hubungan
usaha dengan BPR/BPRS
4. dokumen identitas
anggota pengurus yang
berwenang mewakili
yayasan untuk
melakukan hubungan
usaha dengan
BPR/BPRS

D. Verifikasi Dokumen
1. Informasi yang disampaikan oleh calon Nasabah/Nasabah/WIC beserta
dokumen pendukungnya wajib diteliti kebenarannya dengan melakukan
verifikasi terhadap dokumen pendukung untuk memastikan bahwa data
tersebut adalah data yang benar dan terkini. Dalam hal terdapat keraguan,
verifikasi dilakukan berdasarkan dokumen dan/atau sumber informasi
lainnya yang dapat dipercaya dan independen.
2. Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon Nasabah, verifikasi
dilakukan dengan:
a. Pertemuan langsung/tatap muka dengan calon Nasabah pada awal
melakukan hubungan usaha. Dalam hal ini, BPR/BPRS dapat diwakili
oleh pihak lain yang mengetahui prinsip dasar APU dan PPT,
termasuk prosedur CDD yang diterapkan BPR/BPRS. Dalam hal
pertemuan langsung dengan calon Nasabah tidak dapat
dilaksanakan pada awal pertama membuka hubungan usaha dengan
BPR/BPRS, maka kewajiban pertemuan langsung dapat dilakukan

DKBU dan DPbS 30

229
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

kemudian sepanjang memenuhi persyaratan paling kurang sebagai


berikut:
1) calon Nasabah tergolong berisiko rendah; atau
2) mensyaratkan dokumen pendukung yang memuat identitas
calon Nasabah yang telah dilegalisir oleh lembaga yang
berwenang.
b. Melakukan wawancara dengan calon Nasabah apabila diperlukan.
c. Mencocokan kesesuaian profil calon Nasabah dengan foto diri yang
tercantum dalam kartu identitas.
d. Meminta kepada calon Nasabah untuk memberikan lebih dari satu
dokumen identitas yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang,
apabila timbul keraguan terhadap kartu identitas yang ada.
e. Menatausahakan salinan dokumen kartu identitas setelah dilakukan
pencocokan dengan dokumen asli yang sah.
f. Melakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya konsistensi
dari berbagai informasi yang disampaikan oleh calon Nasabah,
antara lain seperti:
1) menghubungi Nasabah melalui telepon (rumah atau kantor);
2) menghubungi pejabat Sumber Daya Manusia tempat dimana
Nasabah bekerja apabila pekerjaan Nasabah adalah karyawan
suatu perusahaan atau instansi; atau
3) melakukan konfirmasi atas penghasilan Nasabah dengan
mensyaratkan rekening Koran dari Bank lainnya yang
berkedudukan di Indonesia.
g. Pengecekan dimaksud juga mencakup pemeriksaan nama calon
Nasabah terhadap:
1) Daftar Teroris.
2) Daftar lainnya yang dimiliki oleh BPR/BPRS (apabila ada),
seperti daftar calon nasabah/ nasabah/ WIC sebagaimana
dimaksud pada Pasal 28 Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi BPR dan
BPRS.
3) Dokumen lainnya seperti identitas pemberi kerja dari calon
Nasabah, rekening telepon dan rekening listrik.
h. Memastikan adanya kemungkinan hal-hal yang tidak wajar atau
mencurigakan.
3. Proses verifikasi identitas calon Nasabah dan Beneficial Owner wajib
diselesaikan sebelum membina hubungan usaha dengan calon Nasabah
atau sebelum melakukan transaksi dengan WIC.

DKBU dan DPbS 31

230
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

4. Dalam kondisi tertentu, proses verifikasi dapat diselesaikan kemudian,


yaitu paling lambat:
a. untuk Nasabah perorangan, 14 (empat belas) hari kerja setelah
dilakukannya hubungan usaha.
b. untuk Nasabah perusahaan, 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah
dilakukannya hubungan usaha
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud di atas yaitu:
a. kelengkapan dokumen tidak dapat dipenuhi pada saat hubungan
usaha akan dilakukan misalnya karena dokumen masih dalam proses
pengurusan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung; dan
b. apabila tingkat risiko calon Nasabah tergolong rendah.

E. Pemantauan
1. BPR dan BPRS wajib melakukan kegiatan pemantauan yang paling kurang
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan secara berkesinambungan untuk mengidentifikasi
kesesuaian antara transaksi Nasabah dengan profil Nasabah dan
menatausahakan dokumen tersebut, terutama terhadap hubungan
usaha/transaksi dengan Nasabah WNI yang berdomisili di Negara
lain.
b. Melakukan analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai
dengan profil Nasabah. Contoh transaksi, aktivitas dan perilaku yang
tidak sesuai dengan profil Nasabah adalah sebagaimana terlampir
dalam Lampiran A pada Pedoman Standar ini.
2. BPR dan BPRS dapat meminta informasi tentang latar belakang dan tujuan
transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil Nasabah,
dengan memperhatikan ketentuan anti tipping-off sebagaimana dimaksud
dalam UU PPTPPU .
3. Kegiatan pemantauan profil dan transaksi Nasabah yang dilakukan secara
berkesinambungan meliputi kegiatan:
a. memastikan kelengkapan informasi dan dokumen Nasabah;
b. meneliti kesesuaian antara profil transaksi dengan profil Nasabah;
c. meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan nama yang
tercantum dalam database daftar teroris; dan
d. meneliti kemiripan atau kesamaan nama dengan nama tersangka
atau terdakwa yang dipublikasikan dalam media massa atau oleh
otoritas yang berwenang.

DKBU dan DPbS 32

231
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

4. Sumber informasi yang dapat digunakan untuk memantau Nasabah BPR


dan BPRS yang ditetapkan sebagai status tersangka atau terdakwa dapat
diperoleh antara lain melalui :
a. media massa, seperti koran dan majalah; dan/atau
b. sumber informasi lainnya.
5. Pemantauan terhadap profil dan transaksi Nasabah harus dilakukan secara
berkala dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko.
6. Apabila berdasarkan hasil pemantauan terdapat kemiripan atau kesamaan
nama sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c dan huruf d diatas,
maka BPR dan BPRS harus melakukan klarifikasi kepada nasabah untuk
memastikan kemiripan tersebut.
7. Dalam hal nama dan identitas Nasabah sesuai dengan nama tersangka
atau terdakwa yang diinformasikan dalam media massa dan/atau sesuai
dengan daftar teroris sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c dan
huruf d diatas, maka BPR dan BPRS wajib melaporkan Nasabah tersebut
dalam LTKM .
8. Pemantauan terhadap rekening Nasabah harus dipantau lebih ketat
apabila terdapat antara lain:
a. transaksi pengiriman uang (incoming transfer) yang terkait dengan
Negara yang berisiko tinggi;
b. pembayaran pinjaman/kredit/pembiayaan yang dipercepat dan/atau
nilainya lebih dari yang seharusnya dan dilakukan secara tunai
dengan nilai yang signifikan ;
c. belum dilakukan tatap muka dengan nasabah pada awal melakukan
hubungan usaha.
9. Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan tertib.

F. Pengkinian
1. BPR dan BPRS wajib melakukan pengkinian data terhadap informasi dan
dokumen serta menatausahakannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang
dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi BPR dan BPRS.
2. BPR dan BPRS wajib melakukan pengkinian data Nasabah yang dimiliki
agar identifikasi dan pemantauan transaksi keuangan yang mencurigakan
dapat berjalan efektif.
3. Pengkinian data Nasabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berdasarkan risiko yang mencakup pengkinian profil Nasabah dan
transaksinya. Dalam hal sumber daya yang dimiliki BPR dan BPRS
terbatas, kegiatan pengkinian data dilakukan dengan skala prioritas.

DKBU dan DPbS 33

232
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

4. Parameter untuk menetapkan skala prioritas sebagaimana dimaksud pada


angka 3 antara lain :
a. tingkat risiko Nasabah tinggi;
b. transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau menyimpang dari
profil transaksi atau profil Nasabah;
c. saldo yang nilainya signifikan; atau
d. informasi yang ada pada CIF belum sesuai dengan PBI APU dan
PPT.
5. BPR dan BPRS harus melakukan pengkinian data antara lain pada saat:
a. pembukaan rekening tambahan;
b. perpanjangan fasilitas pinjaman;
c. penggantian buku tabungan, ATM, atau dokumen produk perbankan
lainnya; atau
d. terdapat transaksi keuangan yang signifikan dan/atau tidak sesuai
dengan profil Nasabah.
6. Selain melakukan pengkinian data sebagaimana dimaksud pada angka 5,
pengkinian data dilakukan secara berkala berdasarkan tingkat risiko
Nasabah/transaksi.
7. Pencatatan pada CIF atas informasi Nasabah yang dikinikan tanpa
didukung dengan dokumen, harus dengan persetujuan dari Pejabat
BPR/BPRS yang berwenang.
8. Seluruh kegiatan pengkinian data harus diadministrasikan.
9. Dalam melakukan pengkinian data tersebut, BPR dan BPRS wajib
melakukan pemantauan terhadap informasi dan dokumen Nasabah.

G. Daftar Teroris
1. BPR dan BPRS wajib memelihara Daftar Teroris yang diterima dari Bank
Indonesia setiap 6 (enam) bulan berdasarkan data yang dipublikasikan
oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
2. Informasi mengenai Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh melalui:
a. website PBB :
http://www.un.org/sc/committees/1267/consolist.shtml;
b. sumber lainnya yang lazim digunakan oleh perbankan dan
merupakan data publik antara lain The Office of Foreign Assets
Control List (OFAC List) dengan alamat situs internet :
http://www.treas.gov/offices/enforcement/ofac/index.shtml; atau
c. pihak berwenang, seperti informasi dari PPATK atau Kepolisian.

DKBU dan DPbS 34

233
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

3. Kegiatan pemantauan yang wajib dilakukan BPR dan BPRS terkait dengan
Daftar Teroris adalah :
a. Memastikan secara berkala nama-nama Nasabah yang memiliki
kesamaan atau kemiripan dengan nama yang tercantum dalam
Daftar Teroris.
b. Memastikan kesesuaian identitas Nasabah tersebut dengan informasi
lain yang terkait dalam hal terdapat kemiripan nama Nasabah dengan
nama yang tercantum dalam Daftar Teroris.
c. Melaporkan Nasabah tersebut dalam LTKM dalam hal terdapat
kesamaan nama Nasabah dan kesamaan informasi lainnya dengan
nama yang tercantum dalam Daftar Teroris.

DKBU dan DPbS 35

234
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB VI
PENATAUSAHAAN DOKUMEN DAN PELAPORAN

A. Penatausahaan Dokumen
1. BPR dan BPRS wajib menatausahakan data atau dokumen dengan baik
sebagai upaya untuk membantu pihak yang berwenang dalam melakukan
penyidikan terhadap dana-dana yang diindikasikan berasal dari hasil
tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian, dokumen yang
dimiliki/disimpan BPR dan BPRS harus akurat dan lengkap, sehingga
mudah pencariannya jika diperlukan.
2. Jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut:
a. dokumen yang terkait dengan data Nasabah atau WIC dengan
jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun sejak:
1) berakhirnya hubungan usaha dengan Nasabah;
2) transaksi yang dilakukan dengan WIC; atau
3) ditemukannya ketidak sesuaian transaksi dengan tujuan
ekonomis dan/atau tujuan usaha.
b. dokumen Nasabah atau WIC yang terkait dengan transaksi keuangan
dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Dokumen Perusahaan.
3. Dokumen dapat ditatausahakan dalam bentuk asli, salinan, electronic form,
microfilm, atau dokumen yang berdasarkan Undang-Undang yang berlaku
dapat digunakan sebagai alat bukti.
4. Dokumen yang ditatausahakan paling kurang mencakup:
a. identitas Nasabah atau WIC; dan
b. informasi transaksi yang antara lain meliputi jenis mata uang dan
jumlah uang yang digunakan, tanggal perintah transaksi, asal dan
tujuan transaksi, serta nomor rekening yang terkait dengan transaksi.
5. BPR dan BPRS wajib memberikan informasi dan/atau dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 4 diatas kepada Bank Indonesia
dan/atau otoritas lain yang berwenang sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Pelaporan
1. BPR dan BPRS wajib menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), dan
laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam UU PPTPPU .

DKBU dan DPbS 36

235
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

2. Berdasarkan hasil pemantauan atas profil dan transaksi Nasabah, BPR


dan BPRS wajib melaporkan dalam LTKM apabila:
a. Nasabah memiliki kemiripan atau kesamaan nama dan identitas
dengan nama tersangka atau terdakwa yang diinformasikan dalam
media massa dan/atau sesuai dengan daftar teroris;
b. Nasabah yang ditutup hubungan usahanya karena tidak bersedia
melengkapi informasi dan dokumen pendukung dan berdasarkan
penilaian BPR/BPRS transaksi yang dilakukan tidak wajar atau
mencurigakan;
c. Nasabah/WIC yang ditolak atau dibatalkan transaksinya karena tidak
bersedia melengkapi informasi yang diminta oleh BPR/BPRS dan
berdasarkan penilaian BPR/BPRS transaksi yang dilakukan tidak wajar
atau mencurigakan; atau
d. Transaksi keuangan yang memenuhi kriteria mencurigakan
sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU.
3. BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
BPR dan BPRS mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan
Mencurigakan.
4. BPR dan BPRS wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Tunai
kepada PPATK paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal transaksi dilakukan.
5. Tatacara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan (termasuk transaksi
yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme atau pendanaan terorisme),
transaksi keuangan tunai dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana
diatur dalam Pedoman PPATK yang mengatur mengenai Pedoman
Identifikasi dan Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
bagi Penyedia Jasa Keuangan.

DKBU dan DPbS 37

236
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB VII
PEMINDAHAN DANA

A. Prosedur Pemindahan Dana


1. Dalam melakukan kegiatan pemindahan dana, BPR dan BPRS Pengirim
wajib memperoleh informasi dan melakukan identifikasi serta verifikasi
terhadap Nasabah pengirim atau WIC pengirim, paling kurang meliputi:
a. Nomor rekening dan identitas Nasabah pengirim atau identitas WIC
pengirim.
b. Tanggal transaksi dan nominal.
2. BPR dan BPRS Pengirim wajib mendokumentasikan seluruh kegiatan
pemindahan dana.
3. BPR dan BPRS Penerima wajib memastikan kelengkapan informasi
Nasabah pengirim dan WIC pengirim sebagaimana dimaksud pada angka
1.
4. Apabila Nasabah/WIC tidak memenuhi permintaan informasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1, maka BPR/BPRS Pengirim dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan risiko dapat:
a. menolak untuk melaksanakan pemindahan dana;
b. membatalkan transaksi pemindahan dana; dan/atau
c. mengakhiri hubungan usaha dengan Nasabah.

B. Permintaan Informasi
Dalam rangka memastikan kelengkapan informasi Nasabah Pengirim diberikan
penjelasan mengenai mekanisme tukar-menukar informasi sebagai berikut:
1. Apabila diperlukan, BPR/BPRS Penerima dapat meminta informasi
pengirim sebagaimana yang tercantum dalam huruf A.1 diatas kepada
Bank Pengirim.
2. Permintaan informasi harus diajukan secara tertulis dari pejabat yang
berwenang baik melalui surat maupun melalui media elektronik.
3. Tukar menukar informasi antar Bank sebagaimana dimaksud dalam angka
1 di atas bersifat sangat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk
kepentingan analisis transaksi, penyidikan, dan kebutuhan otoritas yang
berwenang.
4. Pemenuhan permintaan informasi dari BPR/BPRS Penerima dilakukan
dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank, sehingga dikecualikan
dari ketentuan tentang rahasia Bank.
5. Permintaan dan penyampaian informasi wajib didokumentasikan.

DKBU dan DPbS 38

237
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

C. Pelaporan
Apabila terdapat pemindahan dana, yang memenuhi kriteria mencurigakan, maka
pemindahan dana tersebut wajib dilaporkan sebagai LTKM kepada PPATK.
Dalam hal ini termasuk pemindahan dana yang terkait dengan transaksi
pendanaan terorisme.

DKBU dan DPbS 39

238
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB VIII
PENUTUPAN HUBUNGAN DAN PENOLAKAN TRANSAKSI

A. Penolakan calon Nasabah atau WIC


1. BPR dan BPRS wajib menolak melakukan hubungan usaha dengan calon
Nasabah dan/atau melaksanakan transaksi dengan WIC, dalam hal calon
Nasabah atau WIC:
a. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi BPR
dan BPRS; atau
b. diketahui menggunakan identitas dan/atau memberikan informasi
yang tidak benar.
2. BPR dan BPRS dapat menolak transaksi, membatalkan transaksi, dan/atau
menutup hubungan usaha dengan Nasabah dalam hal:
a. kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1 terpenuhi;
b. BPR dan BPRS ragu terhadap kebenaran informasi Nasabah; atau
c. penggunaan rekening tidak sesuai dengan profil Nasabah.
3. BPR dan BPRS wajib:
a. mendokumentasikan data calon Nasabah, WIC, atau Nasabah yang
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2
diatas.
b. melaporkan calon Nasabah, WIC, atau Nasabah sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan 2 dalam laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan kepada PPATK apabila transaksinya tidak wajar atau
mencurigakan.

B. Penutupan hubungan usaha dengan Nasabah


1. BPR/BPRS dapat menutup hubungan usaha dengan Nasabah apabila:
a. Nasabah tidak memenuhi ketentuan permintaan informasi dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Tabel 1, Tabel,
3, dan Tabel 4;
b. BPR/BPRS ragu terhadap kebenaran informasi Nasabah; atau
c. penggunaan rekening tidak sesuai dengan profil Nasabah.
2. melaporkan Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 dalam
LTKM.

DKBU dan DPbS 40

239
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB IX
BENEFICIAL OWNER

1. BPR dan BPRS wajib memastikan apakah calon Nasabah atau WIC mewakili
Beneficial Owner (termasuk Beneficial Owner lainnya apabila terdapat lebih dari
satu Beneficial Owner) untuk membuka hubungan usaha atau melakukan
transaksi dengan BPR/BPRS.
2. Dalam hal calon Nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner untuk membuka
hubungan usaha atau melakukan transaksi, BPR dan BPRS wajib melakukan
prosedur CDD terhadap Beneficial Owner yang sama ketatnya dengan prosedur
CDD bagi calon Nasabah atau WIC.
3. Dalam hal Beneficial Owner digolongkan sebagai PEP, maka prosedur yang
diterapkan adalah prosedur EDD.
4. Terhadap Beneficial Owner, BPR dan BPRS wajib memperoleh bukti atas
identitas dan/atau informasi lainnya yang sama dengan calon Nasabah
sebagaimana dimaksud pada Tabel 1, Tabel 3, dan Tabel 4, ditambah dengan :
Tabel 6. Bukti dan informasi lainnya terkait Beneficial Owner (BO)

BO dari Nasabah BO dari Nasabah


BO dari Nasabah
No. Perusahaan/ Yayasan berupa Bank lain di
Perorangan
/Perkumpulan dalam negeri
1. hubungan hukum antara dokumen dan informasi pernyataan tertulis dari
calon Nasabah atau WIC identitas pemilik atau Bank dimaksud bahwa
dengan Beneficial Owner pengendali akhir perusahaan, identitas Beneficial
yang ditunjukkan dengan yayasan, atau perkumpulan Owner telah dilakukan
surat penugasan, surat verifikasi oleh Bank lain
perjanjian, surat kuasa atau di dalam negeri tersebut
bentuk lainnya
2. pernyataan dari calon pernyataan dari calon
Nasabah atau WIC Nasabah atau WIC mengenai
mengenai kebenaran kebenaran identitas maupun
identitas maupun sumber sumber dana dari Beneficial
dana dari Beneficial Owner Owner

5. Terhadap Nasabah perusahaan, yang termasuk sebagai pengendali apabila


memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. memiliki saham perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung
sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau
b. saham perusahaan kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang
bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan Pengendalian perusahaan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.

DKBU dan DPbS 41

240
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Sedangkan yang termasuk sebagai pengendali terakhir adalah apabila


perorangan atau badan hukum yang secara langsung maupun tidak
langsung memiliki saham perusahaan dan merupakan pengendali terakhir
dari perusahaan dan/atau keseluruhan struktur kelompok usaha yang
mengendalikan perusahaan.
6. Terhadap Nasabah perorangan yang termasuk sebagai pengendali adalah
apabila memiliki kepentingan atas suatu transaksi yang dilakukan.
7. Dokumen identitas pemilik atau pengendali akhir dapat berupa surat pernyataan
atau dokumen lainnya yang memuat informasi mengenai identitas pemilik atau
pengendali akhir.
8. Apabila Beneficial Owner berupa lembaga pemerintah atau perusahaan yang
terdaftar di bursa efek (listing), maka kewajiban penyampaian dokumen dan/atau
identitas pengendali akhir dikecualikan atau tidak berlaku. Dalam hal ini termasuk
terhadap Nasabah perusahaan yang merupakan anak perusahaan (subsidiary)
dari perusahaan yang terdaftar di bursa efek (listing), dimana kepemilikan
perusahaan induk adalah mayoritas.
9. Apabila BPR/BPRS meragukan atau tidak dapat meyakini identitas Beneficial
Owner, BPR dan BPRS wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha atau
transaksi dengan calon Nasabah atau WIC.
10. Beneficial Owner yang mendapatkan pengecualian wajib didokumentasikan.

DKBU dan DPbS 42

241
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB X
POLITICALLY EXPOSED PERSON (PEP) DAN AREA BERISIKO TINGGI

A. Prosedur terhadap PEP dan Area Berisiko Tinggi


1. BPR dan BPRS wajib meneliti adanya calon Nasabah, Nasabah dan
Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP.
2. Dalam hal calon Nasabah diketahui tergolong PEP maka BPR dan BPRS
wajib melakukan EDD pada awal melakukan hubungan usaha dengan BPR
dan BPRS.
3. Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau
PEP dibuat dalam daftar tersendiri.
4. Kewajiban BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 3
diberlakukan pula terhadap Nasabah atau WIC yang menerima kiriman uang
dari dan/atau melakukan transaksi lainnya dengan pihak yang berasal dari
negara berisiko tinggi melalui rekening BPR/BPRS yang ada di Bank Umum
dan/atau Unit Usaha Syariah dalam negeri.
5. Dalam hal BPR dan BPRS akan melakukan hubungan usaha dengan calon
Nasabah yang tergolong PEP, Direksi BPR/BPRS atau Pejabat Eksekutif
bertanggung jawab atas pelaksanaan hubungan usaha dengan calon
Nasabah tersebut.
6. Apabila terdapat transaksi atau hubungan usaha dengan Nasabah yang
terkait dengan negara yang belum memadai dalam melaksanakan
rekomendasi FATF, maka BPR dan BPRS wajib mewaspadainya dan
menetapkan mitigasi risiko yang mungkin terjadi.
7. Direksi atau Pejabat Eksekutif sebagaimana dimaksud pada angka 5
berwenang untuk:
a. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon Nasabah yang
tergolong berisiko tinggi atau PEP; dan
b. membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan
usaha dengan Nasabah atau Beneficial Owner yang tergolong PEP.

B. Penetapan PEP dan Kriteria Area Berisiko Tinggi


Dalam mengelompokkan Nasabah berdasarkan tingkat risikonya, BPR dan
BPRS antara lain dapat berpedoman pada ketentuan PPATK yang mengatur
mengenai Pedoman Identifikasi Produk, Nasabah, Usaha, dan Negara Berisiko
Tinggi Bagi Penyedia Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan Pedoman
Identifikasi PPATK).
Area berisiko tinggi dalam pedoman ini, selain mendasarkan pada Pedoman
Identifikasi PPATK juga referensi lainnya yang dikeluarkan oleh otoritas

DKBU dan DPbS 43

242
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

berwenang atau yang telah menjadi kelaziman internasional (international best


practice).
1. Produk dan Jasa Berisiko Tinggi
Karakteristik dari high risk product dan high risk services adalah
produk/jasa yang ditawarkan kepada Nasabah yang mudah dikonversikan
menjadi kas atau setara kas, atau yang dananya mudah dipindah-
pindahkan dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lainnya dengan maksud
mengaburkan asal usul dana tersebut. Sebagai contoh:
a. Electronic Banking;
b. Internet Banking;
c. Pemindahan Dana;
d. Pemberian Kredit/ Pembiayaan dan Pendanaan; atau
e. Jual Beli Valuta Asing (Bank notes).
2. Nasabah Berisiko Tinggi
Salah satu Nasabah yang berisiko tinggi adalah PEP yaitu orang yang
mendapatkan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik diantaranya
adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Penyelenggara Negara,
dan/atau orang yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik. Peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Penyelenggara Negara
adalah:
Tabel 7. Ketentuan mengenai PEP

Ketentuan Definisi Keterangan

UU No.28 Tahun 1999 Pejabat Negara yang Pejabat Negara pada


menjalankan fungsi eksekutif, Lembaga Tertinggi
legislatif, atau yudikatif, dan Negara;
pejabat lain yang fungsi dan tugas Pejabat Negara pada
pokoknya berkaitan dengan Lembaga Tinggi Negara;
penyelenggaraan negara sesuai Menteri;
dengan ketentuan peraturan Gubernur;
perundang-undangan yang Hakim;
berlaku. Pejabat negara yang lain
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku,
dan
Pejabat lain yang memiliki
fungsi strategis dalam
kaitannya dengan
penyelenggaraan negara
sesuai dengan ketentuan

DKBU dan DPbS 44

243
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Ketentuan Definisi Keterangan

peraturan perundang-
undangan yang berlaku

SE/03/M.PAN/01/2005 Penyelenggara Negara Pejabat eselon II dan


tanggal 20 Januari pejabat lain yang
2005 disamakan di lingkungan
Instansi Pemerintah
dan/atau lembaga negara.
Semua kepala Kantor di
lingkungan Departemen
Keuangan
Pengawas Bea dan Cukai;
Auditor;
Pejabat yang
mengeluarkan perijinan;
Pejabat/Kepala Unit
Masyarakat; dan
Pejabat pembuat regulasi

3. Usaha Berisiko Tinggi


Contoh usaha yang berisiko tinggi antara lain:
a. Pedagang Efek yang melakukan fungsi sebagai Perantara Efek
(Nasabah perusahaan);
b. Perusahaan Asuransi dan Broker Asuransi (Perusahaan);
c. Money Changer (Perusahaan);
d. Dana Pensiun dan Usaha Pendanaan (Perusahaan);
e. Tempat hiburan dan executive club;
f. Jasa pengiriman uang;
g. Jasa akuntan, pengacara dan notaris (Perusahaan/ Perorangan);
h. Jasa surveyor dan agen real estat (Perusahaan);
i. Pedagang logam mulia (Perusahaan/perorangan);
j. Usaha barang-barang antik, dealer mobil, kapal serta penjual
barang/barang mewah;
k. Agen perjalanan; atau
l. Milik pegawai BPR/BPRS sendiri.
4. Transaksi Nasabah yang Terkait dengan Negara Lain yang Berisiko Tinggi.
Contoh negara yang berisiko tinggi antara lain:

DKBU dan DPbS 45

244
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

a. negara yang pelaksanaan rekomendasi FATF diidentifikasikan belum


memadai;
b. termasuk dalam daftar FATF statement;
c. diketahui secara luas sebagai tempat penghasil dan pusat
perdagangan narkoba;
d. dikenal secara luas menerapkan banking secrecy laws yang ketat;
e. dikenal sebagai tax haven antara lain berdasarkan data terkini dari
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Posisi Mei 2009 terdapat 35 negara/wilayah yang tergolong tax haven
yaitu:

1. Aruba 13. Grenada 25. Samoa


2. Anguilla 14. Guernsey 26. Panama
3. Antigua and Barbuda 15. Isle of Man 27. San Marino
4. Bermuda 16. Jersey 28. Seychelles
5. Bahamas 17. Liberia 29. St. Lucia
6. Bahrain 18. Malta 30. St. Kitts & Nevis
7. Belize 19. Marshall Islands 31. St. Vincent and the
8. British Virgin Islands 20. Mauritius Grenadines
9. Cook Islands 21. Montserrat 32. Turks & Caicos Islands
10. Cyprus 22. Niue 33. US Virgin Islands
11. Dominica 23. Nauru 34. Vanuatu
12. Gibraltar 24. Netherlands Antilles 35. Cayman Islands

f. dikenal memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Informasi tersebut dapat


diperoleh antara lain dari publikasi Transparency International;
g. dianggap merupakan sumber kegiatan terorisme, seperti yang
diidentifikasikan oleh Office of Foreign Asset Control (OFAC); atau
h. terkena sanksi PBB.
Sehubungan dengan area berisiko tinggi di atas, BPR dan BPRS wajib
meneliti adanya Nasabah dan/atau Beneficial Owner yang memenuhi
kriteria berisiko tinggi tersebut dan mendokumentasikannya dalam daftar
tersendiri.

C. Enhanced Due Dilligence (EDD)


1. EDD atau kegiatan CDD yang lebih mendalam harus dilakukan terhadap
Nasabah berisiko tinggi dan yang tergolong PEP.
2. Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Nasabah yang perlu diperoleh harus
memberikan gambaran mengenai tingkat risiko yang timbul dari hubungan
usaha yang terjadi.

DKBU dan DPbS 46

245
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

3. Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan memberikan


keyakinan terhadap profil Nasabah sesungguhnya.
4. Bagi calon Nasabah :
a. meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan
kebenaran profil calon Nasabah; dan/atau
b. meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran
informasi mengenai identitas dan sumber dana.
5. Bagi Nasabah atau Beneficial Owner :
a. melakukan kegiatan seperti yang dilakukan terhadap calon Nasabah
sebagaimana dimaksud pada angka 4;
b. melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap informasi
mengenai sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha
dengan pihak-pihak yang terkait, yaitu:
1) perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;
2) keluarga PEP sampai dengan derajat kedua; dan/atau
3) pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai
hubungan dekat dengan PEP; dan
c. memantau lebih ketat pola transaksi nasabah untuk kepentingan
pengkinian profil Nasabah atau Beneficial Owner.

DKBU dan DPbS 47

246
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB XI
CDD YANG LEBIH SEDERHANA

1. BPR dan BPRS dapat menerapkan prosedur CDD yang lebih sederhana
terhadap calon Nasabah atau transaksi yang tingkat risiko terjadinya pencucian
uang atau pendanaan terorisme tergolong rendah dan memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran gaji karyawan. Dalam hal
ini rekening tersebut adalah rekening milik perusahaan yang digunakan
untuk pembayaran gaji karyawan perusahaan tersebut atau rekening
Nasabah perorangan yang tujuan pembukaan rekening adalah untuk
menampung gaji yang diberikan oleh perusahaannya secara periodik;
b. rekening berupa tabungan wajib terkait dengan pemberian
kredit/pembiayaan dari BPR/BPRS yang sama;
c. calon Nasabah berupa perusahaan publik (perusahaan yang terdaftar pada
bursa efek) yang tunduk pada peraturan tentang kewajiban untuk
mengungkapkan kinerjanya sehinga informasi tentang identitas
perusahaan dan Beneficial Owner dari Nasabah perusahaan tersebut
dapat diakses oleh masyarakat;
d. nilai transaksi awal pembukaan rekening dibawah Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
2. Informasi dan dokumen yang dibutuhkan oleh calon Nasabah yang mendapat
perlakukan CDD yang lebih sederhana adalah:

Tabel 8. CDD yang lebih sederhana

Perusahaan (selain Bank)


WIC
No. Perorangan Usaha Mikro dan Bukan Usaha Mikro dan Perusahaan
Usaha Kecil Usaha Kecil
1. Nama lengkap Nama perusahaan Nama perusahaan Nama
termasuk alias perusahaan
apabila ada
2. Nomor dokumen Alamat kedudukan Alamat kedudukan Alamat
identitas kedudukan

3. Alamat tempat Spesimen tanda Dokumen identitas


tinggal yang tangan anggota anggota Direksi yang
tercantum pada Direksi yang berwenang mewakili
kartu identitas berwenang mewakili perusahaan atau pihak
perusahaan atau yang diberi kuasa untuk
pihak yang diberi melakukan hubungan
kuasa untuk usaha dengan BPR/BPRS
melakukan

DKBU dan DPbS 48

247
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Perusahaan (selain Bank)


WIC
No. Perorangan Usaha Mikro dan Bukan Usaha Mikro dan Perusahaan
Usaha Kecil Usaha Kecil
hubungan usaha
dengan BPR/BPRS
4. Alamat tempat
tinggal terkini
termasuk no.
telepon apabila
ada
5. Tempat dan
tanggal lahir
6. Dokumen
identitas
7. Spesimen tanda
tangan

3. Terhadap Nasabah yang mendapat perlakukan CDD yang lebih sederhana, BPR
dan BPRS wajib mendokumentasikannya dalam suatu daftar yang antara lain
memuat informasi mengenai alasan penetapan risiko sehingga digolongkan
sebagai risiko rendah.
4. Apabila Nasabah yang mendapat perlakuan CDD yang lebih sederhana
melakukan transaksi yang diindikasikan adanya pencucian uang atau pendanaan
terorisme, maka prosedur CDD yang lebih sederhana yang telah diterapkan
menjadi tidak berlaku namun sebaliknya terhadap Nasabah tersebut wajib
dilakukan CDD dan dikeluarkan dari daftar CDD sederhana.

DKBU dan DPbS 49

248
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB XII
CDD OLEH PIHAK KETIGA

1. BPR dan BPRS dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak
ketiga terhadap calon Nasabahnya yang telah menjadi Nasabah pada pihak
ketiga tersebut. Dalam hal ini BPR dan BPRS tetap wajib melakukan identifikasi
dan verifikasi atas hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga.
2. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah lembaga keuangan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Pihak ketiga berupa perusahaan non keuangan yang melakukan CDD atas dasar
perjanjian kontrak (outsourcing atau agen), tidak termasuk sebagai pihak ketiga
yang dimaksudkan dalam ketentuan ini. Mengingat outsourcing atau agen
merupakan perpanjangan tangan BPR/BPRS dimana proses CDD masih tetap
mengacu kepada BPR/BPRS tersebut, bukan pada pihak ketiga.
4. Hasil CDD yang dapat digunakan oleh BPR dan BPRS adalah hasil CDD dari
pihak ketiga yang memenuhi kriteria paling kurang sebagai berikut:
a. memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. memiliki kerja sama dengan BPR/BPRS dalam bentuk kesepakatan tertulis;
c. tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang (antara lain Bank
Indonesia atau Bapepam-LK) sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
d. bersedia memenuhi permintaan informasi yang paling kurang berupa
informasi mengenai:
1) nama lengkap sesuai dengan yang tercantum pada kartu identitas;
2) alamat, tempat dan tanggal lahir;
3) nomor kartu identitas; dan
4) kewarganegaraan dari calon Nasabah,
serta salinan dokumen pendukung apabila dibutuhkan oleh BPR/BPRS
dalam rangka pelaksanaan Program APU dan PPT. Kesediaan dimaksud
dituangkan dalam kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf
b.
5. BPR dan BPRS wajib memastikan kecukupan identifikasi dan verifikasi atas hasil
CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga. Tanggung jawab akhir atas hasil
identifikasi dan verifikasi calon Nasabah sepenuhnya menjadi tanggung jawab
BPR/BPRS.
6. BPR dan BPRS bertanggung jawab untuk melaksanakan penatausahaan
dokumen hasil CDD yang dilakukan pihak ketiga serta data hasil identifikasi dan
verifikasi yang dilakukan oleh BPR dan BPRS.

DKBU dan DPbS 50

249
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB XIII
PENGENDALIAN INTERN

1. BPR dan BPRS wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif dan
melakukan pemisahan fungsi yang jelas antara unit kerja operasional dengan
unit kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian.
2. Dalam pelaksanaan Program APU dan PPT, BPR dan BPRS harus melakukan
pemisahan tugas dan tanggung jawab antara:
a. pelaksana kebijakan dengan pengawas pelaksanaan kebijakan; dan
b. pelaksana transaksi dengan pemutus transaksi.
3. Termasuk dalam sistem pengendalian intern yang efektif adalah yang bersifat
fungsional maupun melekat yang dapat memastikan bahwa pelaksanaan
Program APU dan PPT oleh satuan kerja terkait atau Satuan Kerja Audit Intern
(SKAI) telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
4. Dalam hal BPR dan BPRS tidak memiliki Satuan Kerja Audit Internal (SKAI),
BPR dan BPRS menunjuk pejabat (pegawai/direksi/komisaris) yang
melaksanakan fungsi pengendalian intern dalam rangka memastikan efektivitas
pelaksanaan program APU dan PPT.
5. Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) atau pegawai yang ditunjuk untuk
melaksanakan fungsi pengendalian intern harus memiliki kewenangan dan
sarana yang memadai paling kurang mencakup:
a. program dan prosedur audit yang mencakup uji kepatuhan dengan fokus
pada CDD, operasional, produk dan jasa yang berisiko tinggi. Dalam
memastikan efektivitas pelaksanaan program APU dan PPT, BPR dan BPRS
mengoptimalkan satuan kerja Audit Intern yang telah ada antara lain untuk
melakukan uji kepatuhan (termasuk penggunaan sample testing) terhadap
kebijakan dan prosedur yang terkait dengan program APU dan PPT;
b. penilaian kecukupan proses yang berlaku di BPR/BPRS dalam
mengidentifikasi dan melaporkan transaksi yang mencurigakan;
c. pelaporan temuan pemeriksaan kepada Direksi dan/atau manajemen
dengan tepat waktu; dan
d. rekomendasi upaya-upaya perbaikan terhadap temuan yang ada.
6. Sistem pengendalian intern harus mampu secara tepat waktu mendeteksi
kelemahan dan penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan Program APU
dan PPT dengan tujuan untuk meminimalkan potensi risiko yang dihadapi
BPR/BPRS.

DKBU dan DPbS 51

250
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB XIV
SISTEM PENCATATAN

1. Untuk keperluan pemantauan profil dan transaksi Nasabah, BPR dan BPRS
wajib memiliki sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa,
memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik
transaksi yang dilakukan oleh Nasabah.
2. Sistem pencatatan yang dimiliki harus dapat memungkinkan BPR dan BPRS
untuk menelusuri setiap transaksi individual, baik untuk keperluan intern dan atau
Bank Indonesia, maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan.
3. Tingkat kecanggihan sistem pencatatan untuk mengidentifikasi transaksi
keuangan yang mencurigakan disesuaikan dengan kompleksitas, volume
transaksi, dan risiko yang dimiliki BPR/BPRS.
4. BPR dan BPRS yang tergolong besar didorong untuk memiliki pencatatan profil
Nasabah secara terpadu (Single Customer Identification File/CIF) yang ditujukan
untuk memudahkan pemantauan dalam rangka menganalisis transaksi keuangan
yang mencurigakan dan paling kurang meliputi informasi sebagaimana dimaksud
dalam Tabel 1 pada Bab V.
5. Profil nasabah paling kurang meliputi:
a. Pekerjaan/bidang usaha
b. Jumlah penghasilan
c. Rekening lain yang dimiliki (apabila ada)
d. Aktivitas transaksi normal
e. Tujuan pembukaan rekening.
6. Pencatatan yang terdapat dalam single CIF mencakup seluruh rekening yang
dimiliki oleh Nasabah pada suatu BPR/BPRS yaitu tabungan, deposito, dan
kredit.
7. Untuk rekening joint account terdapat dua pendekatan, yaitu:
a. Apabila pemilik dari joint account (Rek A dan B) juga memiliki rekening
lainnya atas nama masing-masing (Rek. A dan Rek. B), maka CIF yang
dibuat adalah 2 (dua) CIF yaitu CIF atas nama A dan CIF atas nama B.
Dalam setiap CIF harus menginformasikan bahwa baik A maupun B
memiliki rekening joint account.
b. Apabila pemilik dari joint account (Rek A dan B) tidak memiliki rekening
lainnya, maka CIF yang dibuat mencakup pencatatan A dan B.
Untuk keperluan pemeliharaan single CIF, BPR dan BPRS harus menetapkan
kebijakan bahwa untuk setiap penambahan rekening oleh Nasabah yang sudah
ada, BPR dan BPRS wajib mengkaitkan rekening tambahan tersebut dengan
nomor informasi Nasabah dari Nasabah yang bersangkutan.

DKBU dan DPbS 52

251
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

BAB XV
SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN KARYAWAN

A. Sumber Daya Manusia


1. BPR dan BPRS wajib melakukan prosedur penyaringan (screening) dalam
rangka penerimaan pegawai baru, untuk mencegah digunakannya BPR
dan BPRS sebagai media atau tujuan pencucian uang atau pendanaan
terorisme yang melibatkan pihak intern BPR/BPRS.
2. Pemanfaatan jasa perbankan sebagai media pencucian uang dan
pendanaan terorisme dimungkinkan juga melibatkan pegawai BPR itu
sendiri. Dengan demikian untuk mencegah ataupun mendeteksi terjadinya
dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan melalui lembaga
perbankan perlu diterapkan Know Your Employee (KYE) yang diantaranya
adalah melalui prosedur screening.
3. Metode screening disesuaikan dengan kebutuhan, kompleksitas kegiatan
BPR/BPRS, dan profil risiko BPR/BPRS.
4. Metode screening paling kurang memastikan profil calon pegawai tidak
memiliki catatan kejahatan.
5. Melakukan pemantauan terhadap profil karyawan.

B. Pelatihan
1. Peserta Pelatihan
a. Seluruh karyawan harus mendapatkan pengetahuan mengenai
kebijakan, prosedur, dan pelaksanaan Program APU dan PPT.
b. Karyawan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) berhadapan langsung dengan Nasabah (pelayanan Nasabah);
2) pelaksanaan tugas sehari-hari terkait dengan pengawasan
pelaksanaan Program APU dan PPT; atau
3) pelaksanaan tugas sehari-hari terkait dengan pelaporan kepada
PPATK dan Bank Indonesia,
mendapatkan prioritas untuk memperoleh pelatihan.
c. Karyawan yang mendapatkan prioritas harus mendapatkan pelatihan
secara berkala, sedangkan karyawan lainnya yang tidak memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf b, harus mendapatkan
pelatihan paling kurang 1 (satu) kali dalam masa kerjanya.
d. Karyawan yang berhadapan langsung dengan Nasabah (front liner)
harus mendapatkan pelatihan sebelum penempatan.

DKBU dan DPbS 53

252
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

2. Metode Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan dengan cara:
a. menyelenggarakan in house training;
b. mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh
pihak lain;
c. menyelenggarakan forum tukar-menukar informasi (knowledge
sharing);
d. melakukan pembelajaran dengan menggunakan sarana elektronik (e-
learning) maupun melalui pertemuan.
e. Tatap muka secara interaktif (misal workshop) dengan topik pelatihan
disesuaikan dengan kebutuhan peserta. Pendekatan ini digunakan
untuk karyawan yang mendapatkan prioritas dan dilakukan secara
berkala, misal setiap tahun; dan/atau
f. Tatap muka satu arah (misal seminar) dengan topik pelatihan adalah
berupa gambaran umum dari pelaksanaan Program APU dan PPT.
Pendekatan ini diberikan kepada karyawan yang tidak mendapatkan
prioritas dan dilakukan apabila terdapat perubahan ketentuan yang
signifikan.
3. Topik dan Evaluasi Pelatihan
a. Topik pelatihan paling kurang mengenai:
1) implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan program APU dan PPT;
2) Teknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau pendanaan
terorisme termasuk trend dan perkembangan profil risiko
produk perbankan; dan
3) Kebijakan dan prosedur pelaksanaan Program APU dan PPT
serta peran dan tanggungjawab pegawai dalam memberantas
pencucian uang atau pendanaan terorisme, termasuk
konsekuensi apabila karyawan melakukan tipping off.
b. BPR dan BPRS harus melakukan evaluasi terhadap setiap pelatihan
yang telah diselenggarakan untuk mengetahui tingkat pemahaman
peserta pelatihan dan kesesuaian materi yang diberikan.
c. Evaluasi dapat dilakukan secara langsung melalui wawancara atau
tidak secara langsung melalui penyediaan soal.
d. BPR dan BPRS harus melakukan upaya tindak lanjut dari hasil
evaluasi pelatihan melalui penyempurnaan materi dan metode
pelatihan.

DKBU dan DPbS 54

253
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Lampiran A

CONTOH-CONTOH
TRANSAKSI, AKTIVITAS, DAN PERILAKU YANG TIDAK WAJAR
DAN/ATAU TIDAK SESUAI DENGAN PROFIL NASABAH

1. Transaksi yang Tidak Bernilai Ekonomis


a. Dana yang baru saja disetorkan kemudian diambil kembali secara tiba-tiba,
kecuali apabila terdapat alasan yang jelas atas penarikan secara tiba-tiba
tersebut.
b. Penarikan atau penyetoran dalam jumlah besar dari rekening Nasabah
yang semula tidak aktif atau dari rekening Nasabah yang menerima
setoran dalam jumlah besar dari luar negeri (melalui jalur kerjasama BPR
dengan Bank Umum dan lembaga pengirim uang, e.g Western Union)
tanpa didukung dengan alasan yang memadai dan tidak terdapat
keterkaitan antara Nasabah dengan kegiatan usaha Nasabah
c. Pinjaman back to back tanpa ada tujuan yang dapat diidentifikasi dan dapat
diterima secara hukum
d. Terdapat transaksi penyetoran uang tunai oleh seseorang untuk rekening
Nasabah BPR dan pada saat yang berdekatan langsung dilakukan
penarikan oleh nasabah.

2. Transaksi dengan Menggunakan Uang Tunai dalam Jumlah Besar


a. Penyetoran uang tunai dengan cara menggunakan banyak slip penyetoran
dalam jumlah kecil, yang bila digabungkan maka jumlahnya menjadi sangat
besar.
b. Penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian tagihan kepada
BPR/BPRS termasuk tagihan kredit
c. Nasabah yang depositnya terbukti terdiri dari mata uang palsu dan
instrumen tiruan.
d. Penyetoran secara tunai dalam jumlah besar ke rekening Nasabah yang
tidak sesuai dengan profil Nasabah
e. Penyetoran uang tunai dalam jumlah besar dengan menggunakan ATM
dimalam hari untuk menghindari hubungan langsung dengan Bank.
f. Beberapa Nasabah datang ke Bank secara bersamaan dan menggunakan
teller yang berbeda untuk melakukan penarikan atau penyetoran dalam
jumlah besar atau melakukan transaksi penukaran uang asing di
BPR/BPRS yang mempunyai izin sebagai pedagang valuta asing.
g. Terdapat penarikan secara tunai dalam jumlah yang besar dan dalam
waktu yang sama langsung disetorkan ke rekening yang lain.

DKBU dan DPbS 55

254
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

h. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar dengan


uang tunai berdenominasi besar
i. Pembelian atau pembayaran atas mata uang asing dalam jumlah besar
dengan menggunakan uang tunai walaupun Nasabah memiliki rekening di
BPR/BPRS
j. Penyetoran sejumlah besar uang tunai yang sering dilakukan yang tidak
sesuai dengan aktivitas bisnis atau profil Nasabah
k. Terdapat penarikan secara tunai dalam jumlah yang besar dan dalam
waktu yang sama langsung disetorkan ke rekening yang lain

3. Transaksi dengan menggunakan Rekening Bank


a. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain (Nasabah sebagai
Beneficial Owner) yang tidak sesuai dengan jenis kegiatan usaha Nasabah;
b. Terdapat pemecahan transaksi melalui penyetoran secara tunai dalam
jumlah kecil ke dalam beberapa rekening sehingga jumlah total penyetoran
tersebut menjadi sangat besar;
c. Penyetoran dalam jumlah besar dari rekening perorangan atau perusahaan
yang tidak sesuai atau tidak terkait dengan usaha Nasabah;
d. Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan biaya yang
sangat besar bagi BPR/BPRS untuk melakukan pembuktian;
e. Pembayaran dari rekening Nasabah yang dilakukan setelah adanya
penyetoran tunai kepada rekening dimaksud pada hari yang sama atau
pada hari yang berdekatan;
f. Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk berhubungan
dengan petugas Bank;
g. Penolakan oleh Nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen atau
informasi penting, yang apabila diberikan memungkinkan Nasabah menjadi
layak untuk memperoleh fasilitas pemberian kredit atau jasa perbankan
lainnya;
h. Penolakan Nasabah terhadap fasilitas perbankan yang lazim diberikan,
seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang lebih tinggi terhadap
jumlah saldo tertentu;
i. Pembukaan rekening atas nama pedagang valuta asing yang menerima
structured deposits.
j. Pemindahanbukuan dana dari rekening perusahaan kepada rekening
pegawai atau sebaliknya.
k. Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai oleh suatu perusahaan
dengan menggunakan rekening Nasabah perusahaan

DKBU dan DPbS 56

255
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

4. Transaksi yang Berhubungan dengan Pihak-pihak yang Tidak dapat Diidentifikasi


a. Pihak ketiga yang tidak dikenali Bank dan tidak memiliki hubungan dengan
Nasabah menjanjikan atau memberikan jaminan tanpa adanya penjelasan
yang memadai.
b. Permintaan pembayaran dengan informasi yang tidak akurat tentang pihak
yang meminta informasi tersebut.
c. Kepemilikan saham di sebuah perusahaan yang unlisted yang aktivitasnya
tidak dapat dipastikan sebagai Bank.

5. Transaksi yang Terkait dengan Perilaku Nasabah atau Pelaku Transaksi


a. Menggunakan banyak nama untuk melakukan transaksi yang serupa.
b. Transfer dana ke organisasi amal yang terletak di luar negeri.
c. Banyak transaksi yang serupa yang dilakukan pada hari yang sama di
lokasi yang berbeda.
d. Pihak ketiga hadir dalam keseluruhan transaksi namun tidak berpartisipasi
dalam transaksi aktual.
e. Nasabah bersikeras agar transaksi dilakukan dengan cepat.
f. Transaksi dilakukan melalui telepon atau faksimili atau internet (non face to
face).
g. Transfer dana dalam jumlah yang banyak ke atau dari luar negeri dengan
instruksi untuk pembayaran dalam bentuk tunai
h. Nasabah berbentuk grup tiba di Bank tetapi bertindak seolah-olah tidak
saling mengenal satu sama lain, kemudian mereka melakukan transaksi
yang bersamaan secara terpisah.
i. Uang dalam jumlah besar namun sumber dana tidak jelas atau tidak
konsisten dengan situasi keuangan Nasabah.
j. Nasabah memiliki pengetahuan tentang kewajiban pelaporan atau
pengendalian internal Bank, Pengawasan dan proses operasional secara
tidak wajar.
k. Nasabah memberikan informasi yang tidak konsisten kepada pegawai yang
berbeda pada Bank yang sama.
l. Informasi detail mengenai Nasabah tidak jelas atau sulit untuk diverifikasi.
m. Nasabah memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu yang terkait
dengan prosedur pengecualian.
n. Nasabah tertutup dan menghindari pertemuan secara personal.
o. Nasabah menjelaskan transaksi secara berlebihan.
p. Pertanyaan yang diajukan kepada pegawai Bank tidak sesuai atau tidak
wajar.

DKBU dan DPbS 57

256
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

q. Nasabah terburu-buru, panik atau gugup.


r. Informasi yang diberikan oleh Nasabah berlawanan dengan informasi yang
didapat dari sumber lain.
s. Nasabah menggunakan banyak alamat yang mirip/sama.
t. Informasi mengenai nama, alamat atau tanggal lahir tidak konsisten.
u. Nasabah menolak memberikan penjelasan atau berusaha menutup-nutupi
dengan mengalihkan pembicaraan kepada masalah lain yang tidak terkait
dengan transaksi yang ditanyakan (transaksi besar yang dilakukan
Nasabah dalam periode tertentu).
v. Nasabah menolak menjawab pertanyaan dengan mengatakan bahwa
Nasabah adalah orang terpandang/penting atau dekat dengan pejabat di
daerah tertentu pada saat petugas Bank mengklarifikasi data Nasabah.
w. Pola transaksi Nasabah di luar kebiasaan, misalnya Nasabah terbiasa
bertransaksi melalui kurir kemudian berubah menjadi perintah tertulis.
x. Pola transaksi Nasabah yang biasanya tidak pernah dilakukan tunai atau
jarang, berubah menjadi tunai dalam jumlah yang sangat signifikan.
y. Nasabah diberitakan terlibat tindakan kriminal (korupsi, illegal logging, dll),
maka terindikasi simpanannya berasal dari tindakan dimaksud.
z. Nasabah memberikan penjelasan yang tidak masuk akal atas penyetoran
uang tunai yang dilakukan dengan jumlah sangat besar. Misalnya Nasabah
mengatakan bahwa uang tunai dimaksud berasal dari hasil penjualan tanah
untuk pengembangan jalan tol. Selazimnya transaksi tersebut melalui
transfer yang dilakukan oleh instansi yang jelas, dan tidak melalui setoran
tunai.
6. Aktivitas yang Dapat Dikategorikan Ilegal
a. Nasabah diberitakan oleh media massa sebagai seseorang yang diduga
terlibat aktivitas illegal atau tindak pidana.
b. Instruksi transfer dana masuk dari Negara tax haven atau Negara yang
terkenal dengan pendanaan terorisme

7. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Bank dan atau agen


a. Peningkatan kekayaan karyawan dan agen Bank dalam jumlah besar tanpa
disertai penjelasan yang memadai;
b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi
yang memadai mengenai penerima akhir (ultimate beneficiary).

8. Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam


a. Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga;

DKBU dan DPbS 58

257
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang asal usulnya dari aset
yang diagunkan tidak jelas atau tidak sesuai dengan reputasi dan
kemampuan finansial Nasabah;
c. Permintaan Nasabah kepada Bank untuk memberikan fasilitas pendanaan
dimana porsi dana sendiri Nasabah dalam fasilitas dimaksud tidak jelas
asal usulnya, khususnya apabila terkait dengan properti.
d. Percepatan pelunasan kredit jauh sebelum jatuh tempo jangka waktu kredit
dengan pembayaran secara tunai/kas tanpa informasi yang jelas mengenai
asal usul dana.

9. Transaksi yang terkait dengan hasil Kejahatan dibidang Kehutanan


a. Penyetoran dengan sumber dana berasal dari hasil penjualan kayu yang
diperoleh secara ilegal melalui upaya penipuan dan penyuapan.
b. Pemindahan dana baik melalui transfer atau pemindahbukuan dengan
sumber dana berasal dari hasil penjualan kayu yang diperoleh secara ilegal
melalui upaya penipuan dan penyuapan.
c. Pembangunan kebun kelapa sawit dengan sumber dana berasal dari hasil
penjualan kayu yang diperoleh secara ilegal melalui upaya penipuan dan
penyuapan.
d. Penjualan hasil kebun kelapa sawit dari lahan yang diperoleh melalui
penipuan dan penyuapan.

10. Tipe-tipe Transaksi Lainnya


a. Perluasan atau peningkatan penggunaaan fasilitas penyetoran/tabungan
yang tidak diikuti dengan aktivitas bisnis atau personal Nasabah yang
meningkat.
b. Aktivitas rekening tidak setara dengan profile Nasabah (misal: umur,
pekerjaan, pendapatan)
c. Nasabah sering mengubah alamat dan tanda tangan.
d. Sejumlah besar dana diterima, dan tiba-tiba digunakan sebagai jaminan
untuk memperoleh fasilitas perBankan.
e. Seseorang yang baru berusia sekita 17-26 tahun membuka rekening dan
melakukan penarikan atau transfer dana dalam waktu yang singkat, yang
dapat diindikasikan sebagai pendanaan teroris.
f. Nasabah menerima dana dari organisasi keagamaan atau amal dan
memanfaatkan dananya untuk pembelian aset atau mentransfer dana
dimaksud keluar dalam waktu yang relatif pendek.
g. Nasabah atau WIC yang bersikeras tidak mau memberikan informasi dan
dokumen yang dipersyaratkan atau hanya mau memberikan informasi yang

DKBU dan DPbS 59

258
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

minim, dan atau memberikan informasi yang tidak sesuai dengan dokumen
pendukung.

DKBU dan DPbS 60

259
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Lampiran B
GLOSSARY

Beneficial Owner : setiap orang yang memiliki dana, yang mengendalikan transaksi
nasabah atau WIC, yang memberikan kuasa atas terjadinya suatu transaksi
dan/atau yang melakukan pengendalian melalui badan hukum atau perjanjian.
Buy and sell conversion : pencucian uang melalui jual beli barang dan jasa antara lain
dengan membayar kelebihan harga dengan menggunakan uang ilegal dan
kemudian dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, barang
atau jasa dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening
pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.
Cuckoo Smurfing : upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan
dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang
menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana
yang diterimanya tersebut merupakan proceed of crime.
Customer Due Diligence : kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan
yang dilakukan BPR dan BPRS untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan
sesuai dengan profil pengguna jasa bank.
Electronic Banking : meliputi antara lain jasa ATM, jasa transaksi on line, phone
Banking dan cash management.
Enhanced Due Dilligence (EDD) : CDD dan kegiatan lain yang dilakukan oleh BPR
dan BPRS untuk mendalami profil calon Nasabah, Nasabah atau Beneficial
Owner yang tergolong berisiko tinggi termasuk PEP terhadap kemungkinan
pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Financial Action Task Force (FATF) : didirikan tahun1989 oleh negara-negara
kelompok G-7, dengan tugas untuk menilai hasil kerjasama antar negara yang
telah ada untuk mencegah dipergunakannya sistem perbankan sebagai media
pencucian uang antara lain dengan mengeluarkan standar mengenai anti-
pencucian uang yang komprehensif.
Front Liner/Officer : petugas Bank yang langsung berhubungan dengan Nasabah
yang membutuhkan pelayanan perbankan, antara lain teller dan customer
service.
High Risk Countries : negara-negara yang diklasifikasikan mempunyai risiko tinggi
terhadap terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme, antara lain
karena tidak/belum menerapkan rekomendasi FATF.

DKBU dan DPbS 61

260
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

High Risk Customer : Nasabah yang diklasifikasikan mempunyai risiko tinggi sebagai
pelaku/ikut serta dalam kegiatan pencucian uang baik karena pekerjaan,
jabatan, jasa perBankan yang digunakan maupun kegiatan usahanya.
High Risk Product : produk perbankan yang banyak diminati oleh pelaku pencucian
uang.
High Risk Service : jasa perbankan yang banyak diminati oleh pelaku pencucian
uang.
Internet Banking : layanan yang diberikan kepada Nasabahnya untuk melakukan
transaksi perbankan melalui komputer dalam jaringan internet.
Integration : upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk
dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan
material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis
yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Joint Account : rekening yang dimiliki secara bersama-sama oleh dua orang atau
lebih Nasabah yang memiliki hak dan kewajiban yang sama atas rekening
tersebut.
Kredit : penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank
dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutang
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga atau imbalan/bagi
hasil.
Legal Risk : risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek hukum (yuridis).
Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum,
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan
agunan yang tidak sempurna.
Legitimate Business Conversions : menggunakan bisnis atau kegiatan usaha yang
sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan hasil kejahatan
dengan cara mengkonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen
pembayaran lainnya yang kemudian di simpan di rekening bank atau ditarik
atau ditransfer kembali ke rekening bank lainnya. Metode ini memungkinkan
pelaku kejahtan menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya
dan menggunakan rekening perusahaan yang bersangkutan sebagai tempat
penampungan untuk hasil kejahatan yang dilakukan.
Mingling : mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan

DKBU dan DPbS 62

261
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya.
Money Laundering (Pencucian Uang) : perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan
asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah.
Off-shore conversions : pengalihan dana ilegal ke wilayah yang merupakan tax haven
money laundering centers dan kemudian disimpan di bank atau lembaga
keuangan yang ada di wilayah tersebut untuk digunakan membeli aset dan
investasi (fund investment). Di wilayah atau negara yang merupakan tax
haven terdapat kecenderungan hukum perpajakan yang lebih longgar,
ketentuan rahasia bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat
mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu
transaksi bisnis, pembentukan dan kegiatan usaha trust fund maupun badan
usaha lainnya.
Penempatan (Placement) : upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu
kegiatan tindak pidana dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam
sistem keuangan.
Politically Exposed Person : orang yang mendapatkan kepercayaan untuk memiliki
kewenangan publik diantaranya adalah Penyelenggara Negara
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Penyelenggara Negara, dan/atau orang yang tercatat
sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan
operasional partai politik.
Reputational Risk : risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang
terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
Safe Deposit Box : jasa yang ditawarkan oleh Bank dengan menyediakan tempat
penyimpanan barang atau dokumen berharga.
Shell Banks : Bank yang tidak memiliki kehadiran secara fisik (physical presence) di
Negara tempat Bank tersebut didirikan dan memperoleh izin, dan tidak
berafiliasi dengan kelompok usaha jasa keuangan yang menjadi subyek
pengawasan terkonsolodasi yang efektif.
Single Customer Identification File : data profil Nasabah yang mencakup seluruh

DKBU dan DPbS 63

262
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

rekening yang dimiliki oleh satu Nasabah pada suatu Bank antara lain
tabungan, deposito, giro dan kredit
Smurfing : upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi
yang dilakukan oleh banyak pelaku.
Structuring : upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi
sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil.
Suspicious Transaction : transaksi keuangan yang mencurigakan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana
Pencucian Uang.
Tax Haven Country : negara atau wilayah yang undang-undang dan kebijakannya
dapat digunakan untuk menghindari atau mengelabui ketentuan pajak dari
negara lain. Kriteria pada umumnya memenuhi 1) tidak ada pajak atau pajak
hanya nominal saja, 2) tidak adanya pertukaran informasi perpajakan dengan
negara lain, 3) tidak ada transparansi dalam pelaksanaan undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya, 4) tidak ada kewajiban bagi badan usaha asing
untuk berada secara fisik pada negara itu, 5) mempromosikan negara atau
wilayahnya sebagai offshore financial center, 6) negara atau wilayah kecil
yang keadaan politik dan ekonominya stabil serta didukung oleh prasarana
yang baik.
Terrorist List : daftar nama-nama teroris yang tercatat pada Resolusi Dewan
Keamanan PBB No.1267.
Transfer (Layering) : upaya memisahkan hasil tindak pidana transaksi keuangan
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana. Dalam kegiatan
ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi
tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi
yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak
sumber dana tersebut.
Ultimate owner/ultimate controller : perorangan yang menurut penilaian Bank memiliki
dan/atau yang melakukan pengendalian akhir untuk mengambil keputusan
dalam pengelolaan perusahaan.
U Turn : upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan
memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya

DKBU dan DPbS 64

263
Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT bagi BPR dan BPRS

Walk in Customer (WIC) : pengguna jasa BPR/BPRS yang tidak memiliki rekening
pada BPR/BPRS tersebut, tidak termasuk pihak yang mendapatkan perintah
atau penugasan dari Nasabah untuk melakukan transaksi atas kepentingan
Nasabah tersebut.

DKBU dan DPbS 65

264
Lampiran 42 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14/DKBU Tanggal 12 Mei 2011

KRITERIA PENILAIAN
PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT SERTA UU PP TPPU OLEH BPR DAN BPRS

HASIL PENILAIAN
CAKUPAN
1,0 - 1,9 2,0 - 2,9 3,0 - 3,9 4,0 - 4,9 5,0

Pengawasan Penetapan kebijakan Penetapan kebijakan Penetapan kebijakan Penetapan kebijakan Tidak terdapat
aktif Direksi dan dan prosedur tertulis dan prosedur tertulis dan prosedur tertulis dan prosedur tertulis pengawasan Direksi
Dewan oleh Direksi dan Dewan oleh Direksi dan Dewan oleh Direksi dan Dewan oleh Direksi dan Dewan dan Dewan
Komisaris. Komisaris serta Komisaris serta Komisaris serta Komisaris serta Komisaris melalui
kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan penetapan
pengorganisasian dan pengorganisasian dan pengorganisasian dan pengorganisasian dan kebijakan dan
SDM sangat memadai. SDM memadai. SDM cukup memadai. SDM kurang memadai. prosedur tertulis
serta kebijakan
organisasi.

Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan


pengawasan Direksi pengawasan Direksi pengawasan Direksi pengawasan Direksi pengawasan Direksi
dan Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris dan Dewan
sangat efektif. efektif. cukup efektif. kurang efektif. Komisaris tidak
efektif.

1 of 3

265
Lampiran 42 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14/DKBU Tanggal 12 Mei 2011

HASIL PENILAIAN
CAKUPAN
1,0 - 1,9 2,0 - 2,9 3,0 - 3,9 4,0 - 4,9 5,0

Kebijakan dan Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur
prosedur telah dituangkan dalam telah dituangkan dalam telah dituangkan dalam telah dituangkan dalam belum dituangkan
Pedoman Pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan dalam Pedoman
Program APU dan PPT Program APU dan PPT Program APU dan PPT Program APU dan PPT Pelaksanaan Program
secara komprehensif secara memadai dan dan telah disetujui oleh namun masih kurang APU dan PPT.
dan sangat memadai telah disetujui oleh Dewan Komisaris memadai dan belum
serta telah disetujui Dewan Komisaris. namun masih terdapat disetujui oleh Dewan
oleh Dewan Komisaris. beberapa kekurangan Komisaris
yang harus diperbaiki.

Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur Kebijakan dan prosedur
program APU dan PPT program APU dan PPT program APU dan PPT program APU dan PPT program APU dan PPT
telah dilaksanakan telah dilaksanakan telah dilaksanakan, belum dilaksanakan tidak dilaksanakan.
sepenuhnya secara sepenuhnya, namun namun belum sepenuhnya.
konsisten sesuai belum konsisten. konsisten, dan masih
pedoman yang telah terdapat kekurangan.
disusun.

Pengendalian Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur Tidak terdapat sistem
intern pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern dan prosedur
komprehensif. memadai. cukup memadai. kurang memadai. pengendalian Intern.

Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Tidak dilakukan


pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern pengendalian intern.
sangat efektif. efektif. cukup efektif. kurang efektif.

2 of 3

266
Lampiran 42 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14/DKBU Tanggal 12 Mei 2011

HASIL PENILAIAN
CAKUPAN
1,0 - 1,9 2,0 - 2,9 3,0 - 3,9 4,0 - 4,9 5,0

Sumber daya Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang Memiliki SDM yang
manusia dan sangat kompeten dan kompeten dan terlatih kompeten dan terlatih kurang kompeten dan tidak kompeten dan
pelatihan terlatih dengan jumlah dengan jumlah yang namun jumlahnya tidak kurang terlatih. tidak terlatih dengan
yang memadai. memadai. memadai. jumlah yang tidak
memadai.

Memiliki program Memiliki program Memiliki program Memiliki program Tidak memiliki
pelatihan yang pelatihan yang pelatihan sederhana pelatihan sederhana program pelatihan.
komprehensif dan komprehensif dan namun cukup efektif. dan kurang efektif.
sangat efektif. efektif.

Lampiran 1 dan Lampiran 2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.

BANK INDONESIA,

S. BUDI ROCHADI
DEPUTI GUBERNUR

3 of 3

267

Anda mungkin juga menyukai