dalam Penyelenggaraan
Layanan P2P Lending di
Indonesia sehubungan
dengan dikeluarkannya
POJK 10/2022
5. Batasan Pendanaan
• POJK 10/2022 mengubah rezim perizinan yang sebelumnya 2-steps (Pendaftaran dan
Perizinan) menjadi Perizinan.
• Lock-up Period sebagai metode OJK untuk memastikan komitmen perusahaan serta para
pemegang saham untuk menyelenggarakan kegiatan usaha P2P Lending di Indonesia.
→ Penyelenggara P2P Lending dilarang melakukan “perubahan kepemilikan” yang
mengakibatkan adanya: (i) pemegang saham baru; dan/atau (ii) perubahan PSP; dalam
jangka 3 tahun terhitung sejak tanggal izin usaha Penyelenggara P2P.
→ “perubahan kepemilikan” meliputi perubahan pemegang saham 2 tingkat di atas
perusahaan Penyelenggara P2P Lending.
05
• POJK 10/2022 mensyaratkan minimal modal disetor yang lebih tinggi menjadi Rp25 miliar pada saat pendirian.
→ Wajib disetor secara tunai, penuh, dan ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka.
→ Dilarang berasal dari: (i) pinjaman; dan (ii) kegiatan kejahatan keuangan.
• POJK 10/2022 mewajibkan fit and proper test bagi: (i) PSP; (ii) anggota Direksi; (iii) anggota Dewan Komisaris;
dan (iv) anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS).
• Batasan kepemilikan asing: 85% secara langsung dan tidak langsung. Tidak berlaku bagi Penyelenggara P2P
Lending yang merupakan perseroan terbuka.
• Kewajiban menunjuk Pemegang Saham Pengendali/PSP (dapat berjumlah lebih dari 1 pihak).
06
• POJK 10/2022 mewajibkan Penyelenggara P2P setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5
miliar.
• Kepemilikan ekuitas dilakukan melalui tahapan dalam waktu 3 tahun, sebagai berikut:
(i) memiliki paling sedikit Rp2,5 miliar dalam waktu 1 tahun setelah diterbitkannya POJK 10/2022
(i.e., 4 Juli 2023);
(ii) memiliki paling sedikit Rp7,5 miliar dalam waktu 2 tahun sejak diterbitkannya POJK 10/2022
(i.e., 4 Juli 2024); dan
(iii) memiliki paling sedikit Rp12,5 miliar dalam waktu 3 tahun sejak diterbitkannya POJK 10/2022
(i.e., 4 Juli 2025).
• Kewajiban bekerja sama hanya dengan pihak yang telah terdaftar, berizin, atau yang setara di OJK
atau otoritas lain yang berwenang.
→ Kerja sama terkait: (i) layanan informatif; (ii) fasilitas mitigasi risiko; dan/atau (iii) alih daya; wajib
dilaporkan kepada OJK.
• Penyelenggara P2P Lending dapat melakukan kerja sama untuk melakukan fungsi penagihan.
→ Wajib bertanggung jawab secara penuh atas dampak yang timbul dari kerja sama pengalihan
fungsi penagihan.
• Kewajiban Menyusun Rencana Bisnis yang memuat beberapa hal, antara lain: (i) rencana
mengadakan kerja sama; (ii) rencana perubahan model bisnis; (iii) rencana perubahan kepemilikan;
(iv) rencana peningkatan modal disetor; (v) rencana perubahan anggota Direksi, Dewan Komisaris,
dan/atau DPS.
• Penyelenggara P2P dilarang mewakili Pemberi Dana untuk melakukan pendanaan dan/atau
menyediakan fitur pendanaan secara otomatis.
→ “pendanaan secara otomatis”: menggunakan skema dimana Pemberi Dana menyerahkan dana
untuk disalurkan tanpa ada interaksi atau keterlibatan Pemberi Dana atas pendanaan yang
dilakukan.
08
• Batas maksimum pendanaan oleh Pemberi Dana (dan afiliasinya) sebesar 25%.
• Bagi Pemberi Dana yang berupa LJK, batas Pendanaan adalah sebesar 75%.
• Selain batasan yang diatur di dalam POJK 10/2022, Pemberi Dana berupa LJK juga patut
memperhatikan ketentuan batasan pembiayaan/pemberian pinjaman yang diatur di dalam
masing-masing peraturan LJK tersebut.
09
• Rezim POJK 10/2022 dan POJK 6/2022 → mengatur bagaimana Penyelenggara P2P
Lending memproses data pribadi para konsumen dalam konteks pelaksanaan kegiatan P2P
Lending (e.g., pemrosesan dan pembagian data pribadi kepada pihak lain).
• Namun, Penyelenggara P2P Lending juga patut menyadari keberlakuan Undang-Undang No.
27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”).
→ Merupakan “umbrella regulation” yang mengatur mengenai bagaimana sebuah
organisasi (termasuk perusahaan Penyelenggara P2P Lending) dalam memproses data
pribadi secara umum.
→ Contoh keberlakuan UU PDP: (i) pemrosesan data pribadi para karyawan dari
perusahaan penyelenggara P2P Lending; dan (ii) pelaksanaan kewajiban Data
Protection Impact Assessment (DPIA) atau penunjukan Data Protection Officer (DPO).
10
Key-Takeaways
• P2P Lending sebagai salah satu alternatif fasilitas pendanaan yang mendukung inklusi
keuangan;
• Peranan regulator dan asosiasi dalam memelihara ekosistem bisnis yang sehat;
• Industri P2P Lending sudah lebih mature, sehingga Penyelenggara P2P Lending dianggap
memiliki kemampuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan selayaknya perusahaan jasa
keuangan pada umumnya;
• Pentingnya peraturan yang dapat memberikan the same level of playing field dan tepat
sasaran.
Terima Kasih
Disclaimer
The presentation material herein is the property of ATD Law, and it should not be used by any other party without
our prior written consent. The information herein is of general nature, and should not be treated as specific legal advice.
The information herein shall not be relied upon by any party for any circumstance.
Specific legal advice must be sought by such party in any given circumstance