Anda di halaman 1dari 13

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA:

Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat


Pelaksanaan Reforma Agraria
Syahyuti

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian


Jl. A. Yani 70 Bogor

ABSTRACT
Land reform program was once successful in Indonesia in 1960’s although it included only land area and
limited number of receiving farmers. The New Order government never carried out land reform program explicitly,
but it was substituted with programs of certification, transmigration, and Nucleus Estate Smallholders
development. All of those programs aimed at enhancing people’s access to land ownership. The governments in
the reform era improve some regulations related with agrarian reform but no real program of land reform.
Theoretically, there are four imperative factors as prerequisites for land reform program, namely political will of the
government, solid farmers’ organization, complete data, and sufficient budget. At present, all of those factors are
still difficult to realize and, thus, land reform in Indonesia is hard to be implemented simultaneously.

Key words : landreform, agrarian reform, land ownership

ABSTRAK

Program landreform pernah dicoba diimplementasikan di Indonesia pada era tahun 1960-an, meskipun
hanya mencakup luasan tanah dan petani penerima dalam jumlah yang sangat terbatas. Kemudian, sepanjang
pemerintahan Orde Baru, landreform tidak pernah lagi diprogramkan secara terbuka, namun diganti dengan
program pensertifikatan, transmigrasi, dan pengembangan Perkebunan Inti Rakyat, yang pada hakekatnya
bertujuan untuk memperbaiki akses masyarakat terhadap tanah. Sepanjang pemerintahan dalam era reformasi,
telah dicapai beberapa perbaikan dalam hukum dan perundang-undangan keagrariaan, namun tetap belum
dijumpai program nyata tentang landreform. Secara teoritis, ada empat faktor penting sebagai prasyarat
pelaksanaan landreform, yaitu kesadaran dan kemauan dari elit politik, organisasi petani yang kuat, ketersediaan
data yang lengkap, serta dukungan anggaran yang memadai. Saat ini, kondisi keempat faktor tersebut masih
dalam kondisi lemah, sehingga dapat dikatakan implementasi landreform secara serentak dan menyeluruh di
Indonesia masih sulit diwujudkan.

Kata kunci : landreform, pembaruan agraria, penguasaan tanah

PENDAHULUAN Beberapa pihak menginginkan pemba-


ruan agraria secara revolusioner (serentak dan
menyeluruh), namun pihak lain menginginkan
Landreform yang dalam arti lebih sem- pola yang lebih lunak secara gradual. Selain
pit berupa penataan ulang struktur penguasa- perihal pilihan tersebut masih banyak per-
an dan pemilikan tanah, merupakan bagian tanyaan yang menggantung yang harus dija-
pokok dalam konsep reforma agraria (agrarian wab dalam konteks ini, misalnya pembagian
reform). Semenjak era reformasi, telah terjadi peran pemerintah pusat dan daerah. Menurut
perkembangan yang menggembirakan, di Soesangobeng (dalam Sitorus, 2002a) bidang
mana telah cukup banyak pihak yang membi- yang dapat dipindahkan ke pemerintah daerah
carakan dan peduli dengan permasalahan ini, seyogyanya hanyalah dalam “urusan agraria”,
meskipun masih terbatas pada tingkat wacana. yaitu bentuk-bentuk dan cara mengusahakan
Namun demikian, sampai sekarang belum atau mengolah unsur-unsur tanah, seperti usa-
berhasil disepakati bagaimana landreform dan ha pertanian, kehutanan, pertambangan, dan
agrarian reform (pembaruan agraria) tersebut perkebunan. Sementara, soal hak kepemilikan
sebaiknya untuk kondisi di Indonesia. tanah yang mencerminkan makna tanah seba-

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

89
gai simbol kesatuan bangsa dan negara tidak merumuskan berbagai opsi program land-
dapat didelegasikan ataupun diserahkan men- reform yang sesuai, atau setidaknya yang
jadi urusan daerah. Artinya, landreform berupa mungkin diimplementasikan di Indonesia.
penataan ulang pemilikan dan penguasaan,
biarlah tetap menjadi wewenang pusat, namun
aspek-aspek land tenure dapat diperankan PENGERTIAN LANDREFORM DAN
oleh daerah mulai sekarang. AGRARIAN REFORM
Terdapat empat masalah pokok agra-
ria di Indonesia sebagaimana disampaikan Landreform dan agrarian reform diberi-
dalam Tap MPR No. IX tahun 2001, yaitu: kan pengertian yang berbeda-beda oleh para
pemilikan tanah yang sempit dan timpang, ahli. Namun, dapat disimpulkan bahwa land-
konflik pertanahan, inkosistensi hukum, serta reform adalah salah satu bagian dari agrarian
kerusakan sumber daya alam. Seluruhnya reform (lihat misalnya Wiradi, 1984). Menurut
mestilah menjadi agenda yang pokok untuk Cohen (1978), landreform adalah: “...... change
diselesaikan sebelum sampai kepada peru- in land tenure, especially the distribution of
musan konsep landreform yang ideal yaitu land ownership, thereby achieving the
“land to tillers”. Menurut data yang dikum- objective of more equality”. Jadi inti dari
pulkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria kegiatan landreform adalah redistribusi tanah,
(2004), per 30 Desember 2001 tercatat telah sebagai upaya memperbaiki struktur pengua-
terjadi 1.753 kasus konflik pertanahan di selu- saan dan pemilikan tanah di tengah masya-
ruh Indonesia yang mencakup luas 10.892.203 rakat, sehingga kemajuan ekonomi dapat
ha tanah, dan melibatkan 1.189.482 keluarga. diraih dan lebih menjamin keadilan.
Khusus pada bidang pembangunan Agrarian reform, atau adakalanya di-
pertanian, beberapa permasalahan yang diha- sebut reforma agraria dan pembaruan agraria
dapi adalah semakin sempitnya penguasaan (istilah resmi sebagaimana tercantum dalam
tanah, sulitnya membendung konversi ke Tap MPR No. IX tahun 2001), memiliki
penggunaan pertanian, konflik penguasaan, pengertian yang lebih luas, yang mencakup
serta fragmentasi tanah. Land man ratio di dua tujuan pokok yaitu bagaimana mencapai
Indonesia pada tahun 2004 dengan jumlah produksi yang lebih tinggi, dan bagaimana
penduduk diperkirakan 215 juta jiwa dan luas agar lebih dicapai keadilan (Cohen, 1978).
lahan pertanian 7,8 juta ha adalah 362 m2 per Dalam konteks pembaruan agraria, pening-
kapita. Angka ini jauh lebih rendah misalnya katan produksi tidak akan mampu dicapai
dibandingkan dengan Thailand yang mencapai secara optimal apabila tidak didahului oleh
1870 m2 per kapita dan Vietnam 1300 m2 per landreform. Sementara, keadilan juga tidak
kapita. mungkin dapat dicapai tanpa landreform. Jadi,
Dalam tulisan ini dipaparkan kondisi landreform tetaplah menjadi langkah dasar
kesiapan pemerintah dan masyarakat Indone- yang menjadi basis pembangunan pertanian
sia saat ini dalam kaitannya dengan peluang dan pedesaan. Dalam pembaruan agraria
untuk mengimplementasikan program land- tercakup permasalahan redistribusi tanah, pe-
reform. Pada bagian awal tulisan ini disampai- ningkatan produksi dan produktifitas, pengem-
kan penjelasan konsep landrefrom dan bangan kredit untuk pertanian, pajak lahan,
agrarian reform yang seringkali membingung- hubungan penyakapan dan regulasi baru
kan beberapa pihak, lalu dilanjutkan struktur sistem pengupahan buruh tani, dan konsoli-
penggunaan dan penguasaan tanah di dasi tanah. Dengan kata lain, ada dua
Indonesia sekarang ini. Setelah itu dinarasikan pembaruan yang harus dilakukan dalam
secara ringkas kinerja pelaksanaan landreform pembaruan agraria, yaitu land tenure reform
di Indonesia selama ini, dan berikutnya yang (hubungan pemilik dan penyakap) dan land
merupakan bagian utama dijabarkan berbagai operation reform (perubahan luas penguasa-
kendala riel yang dihadapi untuk mengimple- an, pola budidaya, hukum penguasaan, dan
mentasikan landreform di Indonesia. Tulisan lain-lain).
ini bertujuan memberikan masukan kepada Satu kata kunci yang perlu dipahami
para pakar, akademisi, maupun praktisi dan sebelum sampai kepada apa yang dimaksud
aktivis sehingga dapat menjadi titik tolak dalam dengan agrarian reform dan landreform,

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 89 - 101

90
adalah tentang batasan “agraria”. Dalam Pasal Terlihat disini, bahwa ada dua bagian pokok
1 ayat 2 dan pasal 2 ayat 1 UU No. 5 tahun yang menjadi perhatian pembaruan agraria,
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok yaitu aspek “penguasaan dan pemilikan” di
Agraria, apa yang dimaksud dengan agraria satu sisi, dan aspek “penggunaan dan peman-
adalah: “Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, faatan” di sisi lainnya. Penataan penguasaan
termasuk kekayaan alam yang terkandung dan pemilikan tersebut merupakan kegiatan
didalamnya....”. Pengertian ini sejalan dengan utama landreform dengan intinya berupa
yang tercantum pada Tap MPR no. IX tahun redistribusi tanah.
2001, pada bagian “Menimbang” butir (a), yaitu Menurut Wiradi (1984), reforma agra-
“Bahwa sumber daya agraria/sumber daya ria adalah modifikasi berbagai persyaratan
alam meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan yang dapat mempengaruhi sektor pertanian
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”. misalnya berupa kredit, kebijakan harga,
Meskipun tanah hanyalah salah satu penelitian dan penyuluhan, pengadaan input,
objek agraria, namun tanah merupakan objek koperasi dan lain-lain. Seluruh komponen
pokok yang dicakup dalam pengertian agraria. tersebut sudah menjadi perhatian kebijakan
Dalam UUPA No. 5 tahun 1960, pada bagian pemerintah selama ini, namun karena tidak
“Berpendapat” butir (d) disebutkan: “ ... didahului dengan landreform, maka selain
mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan hasil yang dicapai tidak optimal, juga dibarengi
tanah dan memimpin penggunaannya, hingga oleh ketimpangan penguasaan yang berimpli-
semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan kasi kepada ketimpangan kesejahteraan, mar-
bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar jinalisasi petani kecil, urbanisasi yang tidak
kemakmuran rakyat...”. Begitu besarnya terkendali dari para buruh tani dan petani
esensi permasalahan “tanah” juga ditemui sempit, dan lain-lain.
dalam Tap MPR No. IX tahun 2001 pasal 5 Menurut Harsono (2003), landreform
butir (b) yaitu: “Melaksanakan penataan secara luas meliputi lima program, yaitu:
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan pelaksanaan pembaruan hukum agraria,
dan pemanfaatan tanah (landreform) yang penghapusan hak-hak asing dan konsesi
berkeadilan dengan memperhatikan kepemilik- kolonial atas tanah, diakhirinya kekuasaan
an tanah untuk rakyat...”. tuan tanah dan para feodal, perombakan pemi-
Pentingnya posisi “tanah” dalam pe- likan dan penguasaan tanah, serta perencana-
ngertian agraria tersebut secara tidak an dan penggunaan sumber daya alam sesuai
langsung memberi makna bahwa kegiatan per- kemampuannya. Program landreform secara
tanian merupakan bentuk aktifitas masyarakat lebih spesifik adalah larangan penguasaan
yang paling erat kaitannya dengan apa yang tanah melebihi batas maksimum, larangan
dibicarakan dalam agraria, termasuk ketika tanah absentee, redistribusi tanah objek
membicarakan reforma agraria. Hal ini karena landreform, pengaturan pengembalian dan
pertanian lah sektor yang paling banyak penebusan tanah yang digadaikan, penga-
bersentuhan dengan pengolahan tanah, bukan turan tentang bagi hasil, serta penetapan luas
kehutanan dan pertambangan misalnya. Seca- minimum dan pelarangan fragmentasi lahan
ra faktual, telah tampak bahwa landreform pada batas tertentu.
merupakan langkah yang tak terpisahkan Secara umum, reforma agraria dapat
dalam pembangunan pertanian sebagaimana menempuh dua jalan, yaitu secara serentak,
telah dibuktikan oleh Jepang, Taiwan, RRC cepat, dan menyeluruh; atau secara gradual
dan Vietnam. namun berkelanjutan. Jalan pertama banyak
Dalam Tap MPR No. IX tahun 2001 didukung oleh kalangan pemerhati agraria,
pasal 2 disebutkan: “Pembaruan agraria terutama dari golongan LSM, dimana aspek
mencakup suatu proses yang berkesinam- landreform merupakan fokus utamanya.
bungan berkenaan dengan penataan kembali Sementara, jalan yang kedua yang terkesan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pe- lebih “soft” didukung oleh kalangan birokrasi
manfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan terutama departemen-departemen teknis, mi-
dalam rangka tercapainya kepastian dan salnya Departemen Pertanian. Kalangan ini
perlindungan hukum serta keadilan dan beranggapan bahwa untuk mengimplimentasi-
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia”. kan jalan pertama syarat yang dibutuhkan

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

91
lebih berat, misalnya diperlukan pembiayaan Digul, bagian Selatan Kepala Burung, dan
yang besar dan sekaligus, pendataan secara Lembah Membramo. Sementara untuk pe-
menyeluruh, melibatkan banyak organisasi, ngembangan tanaman pangan semusim di
dan resiko politik yang sangat besar. Selain lahan kering, terdapat potensi seluas 25,3 juta
itu, perkembangan ekonomi juga akan ter- ha, dan untuk tanaman perkebunan ada
sendat dalam jangka pendek semenjak refor- seluas 50,9 juta ha. Perhitungan ini didasarkan
ma agraria tersebut dijalankan. atas karateristik tanah, iklim, dan kesesuaian
agronomis tanaman; sementara aspek pe-
nguasaan dan pemilikan, serta aksesibiltas
STRUKTUR PENGGUNAAN DAN dan keuntungan belum diperhitungkan.
PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA
Dalam makalah Kepala BPN (2001)
disebutkan, bahwa berdasarkan indeks rata-
Penataan tanah ditentukan oleh dua rata nasional penggunaan kawasan budidaya,
faktor pokok, yaitu bagaimana struktur pe- menunjukkan bahwa masih tersisa 57,74
nguasaan dan bagaimana pula struktur peng- persen kawasan budidaya yang berupa hutan.
gunaan tanah. Pihak yang memiliki hak Artinya, masih tersedia potensi pengemba-
menguasai akan memiliki kuasa pula untuk ngan kawasan budidaya dalam jumlah yang
menggunakannya sesuai dengan kepentingan- cukup besar. Kawasan tersebut berada di luar
nya. Meskipun tidak didukung oleh program Jawa, secara berturut-turut dari yang terluas
landreform yang sistematis dan komprehensif, adalah di Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara
namun berbagai faktor seperti peningkatan dan Maluku, serta Sumatera.
penduduk, ketersediaan modal dan teknologi Data tersebut dapat dimaknai, bahwa
pertanian, pengembangan prasarana, dan lain- sesungguhnya masih terdapat potensi yang
lain telah membentuk suatu struktur peng- besar untuk pengembangan pertanian (prog-
gunaan dan penguasaan tanah di Indonesia ram ekstensifikasi), karena tanah yang dapat
yang berubah secara dinamis dari waktu ke dijadikan kawasan budidaya masih cukup luas.
waktu. Namun demikian, salah satu kendala untuk
Dari total luas daratan di Indonesia memanfaatkannya adalah perihal penguasaan
hampir 191 juta ha, sebagian besar (66,16 yang belum jelas dan kuat secara hukum.
persen) merupakan kawasan hutan, sedang- Karena itu, program landreform dapat menjadi
kan untuk pertanian dengan berbagai agro- jalan untuk mewujudkan potensi tersebut, yaitu
ekologi (sawah, tegalan, dan perkebunan) dengan memberi kepastian hukum kepada
adalah 36,35 juta ha (18,72 persen). Perluas- penduduk untuk menguasainya.
an lahan pertanian di Indonesia berkembang Dari sisi struktur penguasaan, khusus
agak lambat. Dalam makalah Puslitbangtanak untuk perkebunan, dari total 14,46 juta ha
(2002) dipaparkan bahwa, perbandingan perkebunan di Indonesia, 4,56 juta ha (32
antara dua titik waktu tahun 1986 dan tahun persen) merupakan pekebunan swasta besar
1999, lahan sawah berkembang dari 7,75 dengan dasar penguasaan berupa Hak Guna
menjadi 8,70 juta ha, sedangkan lahan kering Usaha (HGU). Sebagian besar HGU terdapat
lebih lambat lagi yaitu dari 11,27 menjadi di wilayah Jawa dan Bali (45 %) dan Sumatera
12,23 juta ha. Hanya perkebunan yang cepat (37 %) (BPN, 2001). Meskipun perkebunan
berkembang, yaitu dari 8,05 menjadi lebih dari rakyat luasnya cukup besar (68 %), namun
17 juta ha pada kurun waktu tersebut. dibandingkan dengan jumlah petani pekebun
Dari sisi peluang pemanfaatan lahan, yang menggantungkan hidupnya secara lang-
berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Perta- sung pada usaha perkebunan rakyat, maka
nian Indonesia skala 1:1.000.000 (Puslitbang- luasan tersebut masih belum memuaskan.
tanak, 2001), luas potensi lahan basah di Secara teoritis, dapat dibuat tiga tipe
Indonesia masih tiga kali lipat yaitu 24,5 juta struktur agraria di dunia, yaitu: (1) tipe kapi-
ha. Lahan yang luas tersebut terutama berada talis, dimana tanah dikuasai para pemilik besar
di wilayah Papua, Sumatera, dan Kalimantan. misalnya swasta, (2) tipe sosialis, dimana
Di wilayah Papua saja, terdapat potensi negara menguasai tanah secara terpusat, dan
pengembangan lahan basah seluas 7,2 juta (3) tipe populis, dimana masyarakat memiliki
ha, yang tersebar di dataran aluvial Sungai hak untuk menguasai tanah-tanah secara

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 89 - 101

92
privat dan kolektif. Di Indonesia, baik swasta, Jawa yang petaninya sudah merasakan keku-
negara dan masyarakat diberi hak untuk dapat rangan tanah garapan. Namun bagi petani
menguasai tanah. Permasalahannya adalah bertanah luas, landreform merupakan anca-
tidak cukupnya tanah yang dikuasai masyara- man bagi mereka, baik secara politik maupun
kat secara privat, sedangkan pihak swasta dan ekonomi, yaitu kekhawatiran terhadap akan
negara dikritik karena menguasai tanah secara menurunnya luas penguasaan tanah mereka
lebih luas. Semakin sempitnya tanah yang yang akhirnya berimplikasi kepada penurunan
dikuasai masyarakat, khususnya petani, selain pendapatan keluarga dan kesejahteraan.
karena permasalahan internal dalam masyara- Program landreform hanya berjalan
kat itu sendiri, adalah karena tingginya tarikan intensif dari tahun 1961 sampai tahun 1965.
swasta dalam mekanisme pasar berupa alih Namun demikian, pemerintahan Orde Baru
fungsi lahan, dan kewenangan negara yang yang berkuasa pada masa berikutnya meng-
besar dan sepihak dalam mekanisme hukum klaim bahwa landrefrom tetap dilaksanakan
formal. Dengan kata lain, “otoritas” petani meskipun secara terbatas. Dalam makalah
terhadap tanah lemah dalam berhadapan de- Posterman (2002) diuraikan, bahwa dari tahun
ngan swasta dan pemerintah. Dalam konteks 1960 sampai 2000 secara akumulatif tercatat
ini, maka landreform merupakan kebijakan telah berhasil dilakukan distribusi lahan dalam
yang sangat solutif, karena memberi otoritas konteks landreform seluas 850.128 ha. Jumlah
formal kepada masyarakat untuk dapat me- rumah tangga tani yang menerima adalah
nguasai tanah secara layak dari sisi ekonomi. 1.292.851 keluarga, dengan rata-rata keluarga
menerima 0,66 ha.
PELAKSANAAN LANDREFORM DI Data ini sedikit berbeda dengan yang
INDONESIA dikeluarkan oleh BPN (Kepala BPN, 2001),
dimana dari total obyek tanah landreform
1.601.957 ha, pada kurun waktu 1961-2001
Landreform di Indonesia pernah diim- telah diredistribusikan tanah seluas 837.082
plementasikan dalam kurun waktu 1961 sam- ha (52%) kepada 1.921.762 petani penerima.
pai 1965, namun kurang berhasil (Rajagukguk, Selain itu, untuk tanah absentee dan tanah
1995). Landasan hukum pelaksanaan land- kelebihan maksimum telah dilakukan ganti rugi
reform di Indonesia adalah UUPA No. 5 tahun oleh pemerintah seluas 134.558 ha kepada
1960, yaitu pasal 7 dan 17 untuk sumber pe- 3.385 orang bekas pemilik, dengan nilai ganti
ngaturan pembatasan luas tanah maksimum, rugi lebih dari Rp. 88 trilyun.
pasal 10 tentang larangan tanah absentee,
dan pasal 53 yang mengatur hak-hak semen- Khusus selama era pemerintahan
tara atas tanah pertanian. Produk hukum yang Orde Baru, untuk menghindari kerawanan so-
secara lebih tajam lagi dalam konteks ini sial politik yang besar, maka landreform di-
adalah UU Nomor 56 tahun 1960 tentang implementasikan dengan bentuk yang sangat
Penetapan Luas Tanah Pertanian, serta PP berbeda. Peningkatan akses petani kepada
No 224/ 1961 dan PP No 41/1964 tentang tanah dilakukan melalui kebijakan berupa
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi. penyeimbangan sebaran penduduk dengan
luas tanah, dengan cara memindahkan pendu-
Saat program landreform tersebut di- duk ke daerah-daerah yang tanahnya luas
luncurkan, kondisi politik di Indonesia sedang melalui transmigrasi. Program ini kemudian
labil. Pada masa itu dikenal pendekatan “politik dibarengi dengan program pengembangan
sebagai panglima”, dimana tiap kebijakan PIR (Perkebunan Inti Rakyat). Luas tanah
pemerintah dimaknai dalam konteks politik. yang diberikan kepada transmigran dan petani
Partai Komunis Indonesia (PKI) kemudian plasma mengikuti ketentuan batas minimum
menjadikan landreform sebagai alat yang penguasaan yaitu 2 ha lahan garapan per
ampuh untuk memikat simpatisan. Landreform keluarga.
diklaim sebagai alat perjuangan partai mereka,
dengan menjanjikan tanah sebagai faktor
penarik untuk perekrutan anggota. Pola ini Peluang Pelaksanaan Landreform
memang kemudian menjadikan PKI cepat Pembaruan agraria secara umum
disenangi oleh masyarakat luas terutama di mensyaratkan dua hal pokok, dalam posisi

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

93
ibarat dua sisi mata uang, yaitu komitmen dapat dilaksanakan atau tidak sama sekali.
politik pemerintah yang kuat di satu sisi, dan Kunci pelaksanaan landreform bukanlah pada
tersedianya modal sosial (social capital) perencana, pakar, ataupun undang-undang,
misalnya berkembangnya civil society yang meskipun dalam tataran wacana semua pihak
memadai. Dapat dikatakan, keduanya saat ini boleh dan memang sebaiknya ikut terlibat.
masih dalam kondisi tidak siap. Hambatan lain Kesadaran dan kemauan pihak politisi
datang dari intervensi yang tak terbantahkan dapat ditelusuri dari produk kebijakan yang
dari ideologi kapitalisme, khususnya melalui mereka hasilkan. Dengan didasari Keppres No
instrumen pasar global, yang telah menembus 131 tahun 1961 yang kemudian disempurna-
seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal kan dengan Keppres no 263 tahun 1964,
sistem agraria suatu negara. Jika selama ini dibentuk Panitia Landreform di Indonesia mulai
pemerintah yang menjadi penguasa terhadap dari tingkat provinsi, kabupaten, sampai de-
petani dengan menggunakan tanah sebagai ngan kecamatan dan desa. Hal ini menanda-
alat politiknya, terutama dalam era “Tanam kan bahwa pemerintah menaruh perhatian
Paksa”, maka di era pasar bebas ketika komo- yang tinggi, meskipun masih terkesan sentra-
ditas ditentukan oleh kehendak pasar, maka listik.
pasarlah yang menjadi penguasa. Dengan
kata lain, sistem agraria yang akan berjalan di Namun kemudian keluar Keppres No
suatu negara, baik penguasaan, pemilikan, 55 tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata
dan penggunaan; akan lebih ditentukan oleh Kerja Penyelenggaraan Landreform, dimana
pasar dengan ideologinya sendiri misalnya Panitia Landrfeorm tersebut dibubarkan dan
dengan penerapan prinsip-prinsip efisiensi dan dialihkan wewenangnya kepada jajaran
keuntungan. birokrasi Departemen Dalam Negeri, mulai dari
menteri sampai dengan camat dan kepala
Secara umum ada empat faktor pen- desa. Semakin jelas dari kebijakan ini, bahwa
ting sebagai prasyarat pelaksanaan land- landreform dianggap sebagai bagian pekerja-
reform, yaitu: (1) elit politik yang sadar dan an rutin belaka oleh pemrintah, namun akses
mendukung, (2) organisasi petani dan masya- masyarakat dan swasta untuk terlibat kurang
rakat yang kuat, (3) ketersediaan data yang jelas posisi dan perannya.
lengkap dan akurat, serta (4) ketersediaan
anggaran yang memadai. Untuk Indonesia, Dapat dikatakan, kebijakan landreform
dapat dikatakan keempat faktor tersebut saat di masa Orde Baru mengambang dan kabur.
ini sedang dalam kondisi lemah. Narasi secara Sikap ini dapat dimaknai sebagai sebuah sikap
ringkas tentang kondisi keempat aspek untuk mengambil keuntungan secara politis
tersebut diuraikan berikut ini. dalam perebutan penguasaan lahan ketika
berhadapan dengan petani dan masyarakat.
Dalam konteks otonomi daerah, di
Lemahnya Keinginan Elite Politik dan mana pemerintahan daerah semakin diper-
Kapasitas Pemerintah Lokal kuat, namun aspek landreform secara umum
Kunci pokok pelaksanaan landreform masih menjadi kewenangan dari pusat. Lebih
ada pada politisi, karena permasalahan land- ironisnya, pemerintah lokal yang lebih berpihak
reform ada dalam aspek politik. Hal ini dinyata- kepada investor swasta, cenderung menjadi
kan oleh Walinsky (1997; dalam Abdurrahman, makelar untuk penyediaan tanah bagi mereka.
2004), yaitu: “ The key to who makes agrarian Kebijakan landreform jelas bukan merupakan
reform, and to what determines whether an ide yang menguntungkan untuk meraih inves-
attempted reform will be successful is political. tor, retribusi, dan pendapatan daerah.
Technical expertise in prepering and Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun
administering the necessary legislation in 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah
indispensible but experts do not make reform. diberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
Politician and only politicians, make good or bertanggung jawab kepada daerah secara
poor reform or do not make them at all”. Di proporsional. Kewenangan daerah Kabupaten/
pundak para politikuslah masalah besar land- Kota, meliputi:
reform terletak. Hanya mereka yang mampu
melakukannya, atau sebaliknya pada mereka (1) Pemberian izin lokasi, pengaturan perse-
jugalah yang memastikan apakah landreform diaan dan peruntukan tanah;

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 89 - 101

94
(2) Penyelesaian masalah sengketa tanah Dalam studi terhadap berbagai doku-
garapan di atas tanah negara; men pembangunan yang dikeluarkan berbagai
(3) Penguasaan pendudukan tanah tanpa ijin instansi, hukum dan peraturan tentang agraria,
dari pihak yang berwenang oleh pihak terutama Tap MPR No. IX tahun 2001, belum
yang tidak berhak/kuasanya; menjadi produk hukum yang dipedomani. Be-
lum ditemukan adanya kebijakan pemerintah
(4) Penyelesaian ganti rugi dan santunan yang secara langsung berupaya untuk mem-
dalam pengadaan tanah; perbaiki sistem agraria secara komprehensif.
(5) Penyelesaian dan penetapan hak ulayat Satu peristiwa penting yang patut di-
masyarakat hukum adat; catat pada kurun waktu tahun 2004 ini adalah
(6) Penertiban dan pendayagunaan tanah dirintisnya pembentukan komisi khusus guna
terlantar; menangani konflik agraria oleh Komnas HAM
(7) Penyelesaian dan pemanfaatan sementa- dengan nama Komnas untuk Penyelesaian
ra tanah kosong; Konflik Agraria (KNuPKA), termasuk nanti di
dalamnya peradilan khusus (land claim court).
(8) Pengaturan tanah reklamasi dan tanah Pembentukan lembaga ini bertolak dari kenya-
timbul; taan besarnya permasalahan konflik agraria di
(9) Rekomendasi obyek, subyek, redistribusi Indonesia, dimana sepanjang tahun 1999 saja
tanah obyek landreform; Komnas HAM telah menerima pengaduan 520
(10) Penetapan penyelenggaraan bagi hasil kasus, dan ini merupakan nomor tiga terba-
(tanah pertanian); dan nyak dibandingkan bidang lain (KPA, 2004).
Keberadaan Komnas HAM terbatas karena
(11) Penetapan harga dasar tanah; dan pene- meskipun dapat menerima permasalahan
tapan kawasan siap bangun. berkenaan dengan kekerasan, penyiksaan,
Dalam PP no 25 tahun 2000, disebut- dan diskriminasi, namun tidak menyinggung
kan bahwa kewenangan penetapan persyarat- tentang sengketa tanahnya. Hal ini merupakan
an landreform berada pada pemerintah pusat indikasi semakin baiknya kesadaran dan duku-
bersama-sama dengan antara lain: penetapan ngan dari golongan elit dalam memperjuang-
persyaratan pemberian hak atas tanah, pene- kan permasalahan reforma agraria secara
tapan standar administrasi pertanahan, dan luas. Namun demikian, melihat lambatnya
penetapan pedoman biaya pelayanan perta- perkembangan yang terjadi, maka aroma
naham. Namun dalam Keppres Nomor 34 pesimisme dari dukungan elit politik sangat
tahun 2003, pemerintah daerah Kabupaten/ terasa.
Kota berwenang dalam menetapkan subyek
dan obyek redistribusi tanah, serta ganti keru-
Ketiadaan Organisasi Masyarakat Tani
gian tanah kelebihan maksimum dan tanah
yang Kuat dan Terintegrasi
absentee. Menurut penilaian Hutagalung
(2004), kewenangan pemerintah daerah relatif Jika ditelusuri perkembangan kebera-
kecil dalam pelaksanaan landreform. daan kelembagaan (atau adakalanya disebut
organisasi) dalam masyarakat pertanian dan
Terlihat bahwa, sudah cukup banyak
pedesaan, terlihat bahwa kelembagaan umum-
bentuk kewenangan yang diberikan kepada
nya dibentuk dari atas, dan lebih sebagai
pemerintah daerah agar lebih leluasa dalam
wadah untuk distribusi bantuan dari pemerin-
mengelola daerahnya. Meskipun demikian,
tah sekaligus untuk memudahkan pengontrol-
dalam wawancara dengan berbagai pihak
annya (Syahyuti, 2003). Ribuan kelompok tani
(dalam penelitian ”Studi Peluang dan Prospek
yang dibuat serta ditambah ribuan lagi kope-
Reforma Agraria di Sektor Pertanian” yang
rasi, umumnya bukan berasal dari ide dan
penulis ikuti tahun anggaran 2004), ditemukan
kesan yang cenderung kurang peduli kepada kebutuhan masyarakat setempat. Jenis kelem-
kebijakan landreform. Mereka cenderung ber- bagaan seperti ini tentu bukan merupakan
lindung di balik sikap bahwa landreform adalah wadah perjuangan yang representatif untuk
mengimplementasikan landrefrom, karena
suatu yang sulit dan membutuhkan biaya yang
selain kondisi individualnya yang lemah, juga
besar, karena itu biarlah menjadi prioritas yang
tidak terstruktur dan terintegrasi satu sama
kesekian.
lain.

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

95
Kelompok tani dibangun lebih sebagai yang mampu berperan sebagai basis untuk
sebuah organisasi ekonomi dan sosial, bukan mengimplementasikan gerakan landreform
organisasi untuk aktifitas politik praktis. Selain ataupun reforma agraria secara lebih luas.
itu, beberapa organisasi yang sudah terbentuk Beberapa demonstrasi yang sering diberitakan
semenjak era Orde Baru, misalnya Himpunan media massa menjadikan reforma agraria
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) selain masih sebagai topiknya, namun baru sebatas tun-
terjebak kepada kalangan elit (petani), juga tutan dengan tujuan memberi kesadaran
pada awalnya kurang diberi keleluasaan dalam kepada khalayak. Organisasi itu pun masih
perjuangan politik. bersifat parsial dan temporal, dan tampaknya
Namun semenjak era reformasi, orga- masih bergantung kepada inspirator-inspirator
nisasi-organisasi masyarakat yang tumbuh yang berasal dari luar.
dari bawah banyak bermunculan, dan seba- Beberapa demonstrasi petani yang
gian mengklaim sebagai organisasi yang menonjol akhir-akhir ini antara lain adalah: (1)
berskala nasional. Salah satu lembaga yang demo ribuan petani yang tergabung dalam
banyak memperjuangkan ide-ide tersebut Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)
adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 30 April 2003 di Bundaran Hotel
yang juga terlibat langsung dalam aksi-aksi di Indonesia menuntut agar Tap MPR No. IX
lapangan. tahun 2001 segera direalisasikan, (2) demo
Beberapa organisasi menegaskan diri lebih kurang sembilan ribu petani AGRA di
bahwa mereka memiliki identitas lokal yang Kabupaten Wonosobo pada 24 februai 2004
sangat spesifik. Kekuatan ini harus diperhi- dalam rangkaian Konferensi pertama AGRA
tungkan, karena sebagian tampaknya memiliki yang diikuti 200 petani dari 11 provinsi, dan (3)
kaitan yang kuat kepada basis komunitasnya. demo ribuan petani di Jl. Thamrin, Bundaran
Namun, bagaimana kata ”lokal” harus didefini- HI, dan Gedung DPR/MPR menolak RUU
sikan perlu menelusuri kesatuan-kesatuan Perkebunan dan menuntut penyelesaian
sosial masyarakat yang fungsional secara konflik dan reforma agraria pada 8 Juni 2004.
sosiologis. Ada beberapa batasan tentang Hal ini perlu diungkapkan untuk menunjukkan
istilah lokal. Dalam Uphoff (1986), lokal adalah telah mulai tumbuhnya kegairahan dalam
komponen masyarakat setempat yang batas- memperjuangkan reforma agraria, dan sekali-
batasnya bersifat abstrak subyektif, dalam gus beberapa organisasi masyarakat yang
skala kira-kira seluas satu kecamatan. mulai tumbuh dari bawah.
Khusus tentang stakeholders di tingkat Secara umum, mengintroduksikan wa-
lokal, tampaknya ada suatu kompetisi antara cana landreform kepada masyarakat petani
pemerintahan daerah dengan masyarakat adat yang berada pada level sedikit di atas garis
misalnya. Salah satunya adalah misalnya batas subsistensi merupakan ide yang mahal
kesatuan-kesatuan masyarakat adat yang dan mewah. Inilah salah satu tantangan dalam
merupakan sub struktur dari Aliansi Masya- implementasi reforma agraria, yaitu untuk
rakat Adat Nusantara (AMAN). Selain orga- mendapatkan dukungan yang luas dan kokoh
nisasi lokal, perlu juga diperhitungkan tentang dari masyarakat. Kendala lain adalah karena
pemimpin-pemimpin lokal. Namun, menurut adanya pemahaman pada masyarakat, bahwa
penulis, perlu pemahaman antropologis secara segala bentuk ketimpangan dan ketidakadilan
mendalam untuk menentukan pemimpin formal dalam struktur penguasaan agraria saat ini
yang sesungguhnya, karena banyak pemimpin dianggap merupakan sesuatu yang natural,
adat ciptaan sepihak belaka, dan atau pemim- semata-mata karena mekanisme pasar, bukan
pin lokal yang terkooptasi oleh pemerintahan merupakan kesalahan skenario politik kala-
Orde Baru sehingga tidak lagi mengakar di ngan elit negara. Segala permasalahan yang
komunitasnya. dialami dalam berusahatani tidak pernah
dirasakan karena buruknya struktur dan sistem
Meskipun semenjak bergulirnya Era penguasaan tanah, namun menimpakannya
Reformasi beberapa organisasi masyarakat kepada masalah harga pupuk yang tinggi,
petani telah mulai menampakkan diri, bebe- rendahnya harga jual produk, ketiadaan air
rapa di antaranya cukup radikal, namun secara irigasi, dan lain-lain.
keseluruhan belum terbentuk satu organisasi

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 89 - 101

96
Miskinnya Ketersediaan Data Pertanahan masyarakat pedesaan; (3) persepsi masyara-
dan Keagrariaan kat tentang hak-hak atas tanah dan fungsi
Data yang komprehensif merupakan tanah; (4) kedudukan dan sikap berbagai
kebutuhan yang pokok untuk merumuskan kelompok terhadap gagasan reforma agraria;
program landreform (dan bahkan reforma dan (5) konflik pertanahan. Didorong atas
agraria) secara nasional, misalnya untuk keprihatinan ketersediaan data pertanahan di
kebutuhan menyusun hukum payung yang Indonesia, maka pada tahun 2000, dilaksa-
komprehensif. Selain data kuantitatif juga nakan Seminar dan Lokakarya di Bogor
diperlukan berbagai data kualitatif dalam tentang Metode Penelitian Agraria kerjasama
konteks sosioagraria. Menurut laporan Kepala beberapa lembaga penelitian dan Perguruan
BPN (2001), dari seluruh wilayah di Indonesia Tinggi.
hanya 4 persen atau 2,8 juta ha tanah saja Sebagai sebuah bidang yang caku-
yang sudah memiliki peta dasar pendaftaran pannya luas dan beragam, maka bentuk
tanah. penelitian yang dibutuhkan bersifat induktif-
Dari sisi akedemis dibutuhkan peng- partisipatif. Semenjak era reformasi ini, banyak
kayaan dari kondisi dan permasalahan spesifik referensi berupa buku maupun makalah dalam
sosioagraria di luar Jawa, karena pemben- seminar yang cenderung mengangkat “roman-
tukan hukum nasional selama ini sebagaimana tisme hukum adat”. Penulis berpendapat,
dikritik beberapa pihak, bias hanya dari peng- narasi tekstual hukum adat hanya dapat
galian antropologis di Jawa saja. Pengaruh menjadi titik tolak dalam menelusuri akar nilai
pemerintahan kolonial sehingga administrasi untuk memahami tatanan hukum agraria yang
pertanahan di Jawa lebih baik tidak ditemukan eksis saat ini. Transformasi tata nilai yang
di luar Jawa, kecuali hanya beberapa lokasi, telah berlangsung secara gradual, tak dapat
misalnya di sebagian daerah Sulawesi menjadikannya otomatis sebagai aspirasi yang
Selatan. betul-betul hidup saat ini. Dalam konteks ini,
UUPA No. 5 tahun 1960 pasal 5 mengakui
Untuk mengimplementasikan land- keberadaan hukum adat sepanjang tatanan
reform, maka beberapa pertanyaan pokok, hukum adat tersebut masih ada. Selanjutnya,
yang sesungguhnya merupakan data-data uta- Peraturan Menteri Negara Agraria No. 5 tahun
ma, perlu dijawab terlebih dahulu Posterman 1999 memungkinkan dilakukannya pensertifi-
(2002) yaitu: siapa yang harus menerima katan tanah secara komunal dengan sistem
lahan hasil landreform, dimana harus diseleng- perwalian. Kebijakan ini dapat dipandang
garakan, berapa tanah yang harus diberikan sebagai salah satu bentuk kompromi antara
kepada penerima, apa jenis tanah yang penguasaan komunal dari hukum adat dan
menjadi objeknya, berapa biaya yang harus penguasaan secara privat dalam hukum
dikeluarkan, apakah penerima harus memba- formal.
yar, siapa saja yang berperan serta, dan pada
level pemerintahan yang mana yang bertang- Metodologi penelitian yang bersifat in-
gung jawab dan memonitor. Seluruh perta- duktif akan lebih terbuka terhadap keragaman
nyaan ini baru bisa dijawab jika tersedia data kondisi lapangan, sehingga dapat memberikan
yang lengkap. gambaran yang lebih “berani” di luar dari
mainstream yang sudah ada. Penelitian
Suatu lokakarya internasional tentang kualitatif yang menganalisis struktur politik-
Reforma Agraria pernah dilaksanakan di kekuasaan juga dirasa akan lebih objektif dan
Selabintana, Sukabumi, Jawa Barat tahun akan menghindarkan dari bias ke arah
1981, yang kemudian menghasilkan sebuah romatisme hukum adat. Karena beragamnya
inventarisasi sejumlah topik sebagai agenda stakeholders, maka penelitian yang partisipatif
penelitian. Seluruh topik penelitian tersebut akan lebih solutif dan implementatif nantinya.
dirangkum oleh Wiradi (2000) menjadi 12
topik, di antaranya adalah (1) tentang adminis- Masalah agraria juga dapat didekati
trasi pertanahan berupa peta pemilikan, dari sisi kelembagaan. Kelembagaan agraria
penguasaan, dan penggunaan secara lengkap secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
termasuk pendaftaran tanah; (2) perilaku dan suatu tata hubungan sosial (struktur, perilaku,
hubungan sosial diantara pemilik tanah, dan norma sosial) antara seluruh pihak baik
dengan petani tak bertanah, dan dengan individu maupun lembaga terhadap sumber-

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

97
sumber agraria. Khusus dalam konteks bagaimana struktur relasi antar departemen
agraria, kelembagaan tersebut dapat dilihat kehutanan, pertanian dan dalam BUMN
dalam aras mikro dan makro. Keduanya terhadap satu areal tanah perkebunan; dan
memiliki kaitan yang langsung dalam sisi lain-lain. Dalam konteks mikro, pembahasan
politik, ekonomi dan sosial. Kelembagaan tentang struktur dapat membicarakan relasi
dalam konteks mikro mempelajari bagaimana antar kelas sosial antara petani lahan luas dan
tata hubungan (struktur, perilaku, dan norma sempit, antara pemilik dengan buruh tani,
sosial) antara pemilik tanah, penyakap, buruh antara petani dan non-petani, dan lain-lain.
tani, buruh traktor, pedagang gabah, dan lain- Sementara dari aspek kelembagaan adalah
lain. Sementara, kelembagaan dalam konteks misalnya bagaimana sistem penyakapan (land
makro mempelajari bagaimana tata hubungan tenure), norma dalam pewarisan tanah, konflik
seluruh pihak yang memiliki kewenangan antara hukum formal dan hukum adat,
dalam aspek hukum dan pengaturan pengua- perkembangan hukum penguasaan (berupa
saan maupun penggunaan objek-objek agra- hak milik, hak guna usaha, hak sewa, hak
ria, yaitu mulai dari pihak legislatif dan pakai, dan lain-lain), dan hukum penggunaan
eksekutif, Badan Pertanahan, departemen (Rencana Tata Ruang Wilayah, dan lain-lain).
teknis, pemerintah daerah, lembaga non Permasalahan elit, data, dan anggaran
pemerintah, swasta, dan kelompok-kelompok akan lebih banyak ditemukan dalam level
masyarakat; baik pada level pusat maupun makro, sedangkan permasalahan organisasi
daerah/lokal. Pemahaman terhadap kedua masyarakat lebih banyak dipelajari pada level
level kelembagaan tersebut juga masih lemah, mikro. Khusus untuk objek “keorganisasian
apalagi bila diingat bahwa kelembagaan di masyarakat”, sebagaimana metode yang dite-
level mikro akan sangat beragam antar rapkan Cohen (1978) dalam penelitian sosio-
wilayah. logi tentang agraria, akan difokuskan kepada
Sitorus (2002) menyebutkan bahwa hubungan antar kelompok dan kelas sosial,
lingkup hubungan-hubungan agraria menca- serta sikap terhadap perubahan. Kesadaran,
kup sumber-sumber agraria (tanah, air, bahan pengetahuan, sikap dan keinginan terhadap
tambang, dll) serta pemerintah, swasta, dan ide reforma agraria dapat ditangkap melalui
komunitas. Ketiga pihak dimaksud selalu dapat kuesioner persepsi; sedangkan eksistensi
ditemui pada level mikro maupun makro. kelembagaan masyarakat pada level mikro
Menurut Cohen (1978), dua hal pokok yang dapat dipahami melalui pengamatan, wawan-
menjadi perhatian ilmu sosiologi dalam cara mendalam, dan diskusi grup.
agrarian structure dan agrarian reform adalah
mempelajari bagaimana tata hubungan antar
kelompok sosial (intergroup relations) dan Ketersediaan dan Alokasi Anggaran yang
bagaimana pola sikap terhadap perubahan Kecil
(attitudes towards social change). Pelaksanaan landreform secara seren-
Berdasarkan konsep yang dikembang- tak dan menyeluruh akan menuntut biaya yang
kan Syahyuti (2003), dua aspek yang dilihat sangat besar, mulai dari persiapannya, pem-
dalam kelembagaan adalah aspek keorganisa- bentukan organisasi pelaksana, implementasi,
sian (terutama struktur) dan aspek kelembaga- sampai dengan pengawasan pasca redistri-
an (yaitu perilaku yang didalami melalui nor- busi. Landreform di berbagai negara dunia
ma, aturan, serta hukum dan perundang- ketiga yang dilaksanakan pada era tahun
undangan). Struktur agraria merupakan peta 1960-an dimungkinkan karena sesuai dengan
yang menggambarkan posisi tiap pihak, konstelasi politik dunia saat itu, dimana setelah
termasuk otoritas, serta hak dan kewajibannya Perang Dunia II landreform dianggap salah
masing-masing tehadap satu objek sumber satu kebijakan yang sangat penting untuk
agraria. Dalam konteks ini dapat dilihat bagai- pembangunan, mengatasi kemiskinan dan
mana struktur hubungan antara pemerintah ketimpangan sosial. Saat itu negara-negara
pusat dan pemerintah daerah; bagaimana besar dan lembaga donor mendukungnya
komposisi kekuasaan antara pemerintah, (Bahari, 2004).
swasta, dan masyarakat; bagaimana relasi Namun, setelah era tersebut, land-
antara pemerintah dan masyarakat adat; reform tampaknya tidak lagi menjadi prioritas.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 89 - 101

98
Lembaga donor lebih tertarik untuk meng- kewenangan pertanahan kepada pemerintah
implementasikan program industrialisasi di daerah kabupaten/kota. Namun, RUU Sumber
negara-negara berkembang dibandingkan Daya Agraria yang diajukan ke pemerintah
landreform. Kebijakan ini dipilih karena tersebut belum final, dan bahkan menghasil-
risikonya lebih kecil, dan tidak menimbulkan kan ketidakpuasan dan kontroversi dengan
gejolak politik yang mahal. Bersamaan dengan kalangan pakar dan LSM. Misalnya, pada
itu, lahirnya revolusi hijau, semakin menga- bulan Juli 2004, HKTI menolak RUU tersebut
burkan perhatian kepada landreform. Dengan karena dikawatirkan tidak akan mampu men-
teknologi baru, terutama introduksi varietas- jamin kemudahan petani untuk mendapatkan
varietas unggul (high yield variety), maka tanah.
kemajuan ekonomi pedesaan telah tercapai. Dalam beberapa kasus dijumpai ban-
Pada kurun selanjutnya, penemuan baru tuan langsung pemerintah dalam pembiayaan
tentang rekayasa genetika (genetic modified pensertifikatan tanah, misalnya melalui prog-
organism) dan rekayasa sosial melalui sistem ram nasional (PRONA). Namun, yang
agribisnis dipercaya sebagai jawaban untuk dibutuhkan sesungguhnya lebih jauh dari itu,
meningkatkan produksi pertanian dan sekali- misalnya dapatkah disediakan kredit lunak
gus kesejahteraan petani. bagi petani untuk mendapatkan lahan,
Sebagai negara berkembang, sebagi- misalnya dengan membeli tanah yang dikuasai
an modal pembangunan Indonesia berasal oleh petani luas atau dari swasta. Dari laporan
dari pinjaman dari lembaga asing. Lembaga Kepala BPN (2001) terbaca bahwa, dari total
donor tersebut berkuasa untuk mengontrol lebih kurang 85 juta bidang tanah diseluruh
penggunaan pinjaman tersebut. Keterbatasan daratan Indonesia, sampai tahun 2001 telah
anggaran merupakan satu alasan pokok diterbitkan 24.224.041 sertifikat, yaitu melalui
mengapa pemerintahan Orde Baru tidak pola sporadis (16.290.086 lembar), ajudikasi
memilih program landreform yang biayanya (1.898.532 lembar), PRONA (3.091.975
besar dan hasilnya belum tampak dalam lembar), PP10 dan PP 24 (410.437 lembar),
jangka pendek. Sebaliknya, karena tekanan dan melalui program transmigrasi (2.533.011
ekonomi kapitalis, maka tanah dijadikan komo- lembar).
ditas untuk menarik investor asing menanam-
kan modalnya, misalnya dengan regulasi da-
lam pengembangan perkebunan besar swasta. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Bahkan sampai sekarang, yaitu pada
Kabinet Gorong Royong semenjak era Refor- Dari paparan di atas, kondisi yang
masi, landreform belum pernah dijadikan dihadapi untuk mengimplementasikan program
agenda pemerintahan yang tegas, apalagi landreform di Indonesia sangat berat, dalam
untuk menyisihkan dana anggaran secara kondisi ekonomi dan politik yang belum
khusus. Dari sisi hukum dan perundang- mapan, setelah beberapa tahun dilanda krisis
undangan telah ada beberapa kemajuan dila- multidimensi. Beratnya permasalahan yang
kukan, namun belum dalam bentuk program ditanggung bahkan sudah terasa semenjak
aksi. Kalangan MPR telah mendukung dengan dalam tataran wacana, yang masih merupakan
mengeluarkan Tap No IX tahun 2001 tentang langkah awal ke tahap perencanaan. Namun
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber demikian, beberapa tahun trakhir ini, khusus-
Daya Alam, meskipun belum diikuti oleh nya semenjak kejatuhan pemerintahan Orde
perbaikan dan sinkronisasi undang-undang Baru, telah nampak kegairahan yang besar
sektoral. pada sebagian pihak dalam membicarakan
Selain itu, Presiden memerintahkan tentang reforma agraria dan landrefrom secara
kepada BPN melalui Keppres No. 34 tahun terbuka.
2003 untuk: (1) Menyusun RUU untuk Memasuki abad ke 21 ini, dukungan
menyempurnakan UUPA dan RUU tentang internasional dan lembaga-lembaga donor
Hak Atas Tanah, (2) Membangun sistem dapat dikatakan negatif terhadap ide reforma
informasi dan manajemen pertanahan untuk agraria. Ditambah dengan kondisi politik dan
menunjang landrefrom dan pemberian hak keuangan dalam negeri yang masih sulit,
atas tanah, dan (3) Penyerahan sembilan jenis maka wajar kalau kalangan elite politik menjadi

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

99
tidak berani dalam memperjuangkan kebijakan Seminar Nasional Pambaruan Agraria
ini. Peluang landreform semakin kecil jika untuk Kesejahteraan Rakyat. BPN, HKTI
diingat, bahwa sesungguhnya belum tumbuh Dan Chatolic Relief Services, Jakarta 24-
25 Agustus 2004.
kesadaran yang kuat pada golongan elit,
bahkan masyarakat, bahwa segala permasa- Cohen, Suleiman I. 1978. Agrarian Structures and
lahan pembangunan pertanian dan pedesaan Agrarian Reform: Exercise in Development
yang kita hadapi sekarang ini dapat diselesai- Theory and Policy. Martinus Nijhoff Social
Sciences Division, Leiden and Boston,
kan secara mendasar, yaitu melalui perbaikan
USA
struktur penguasaan dan pemilikan tanah
pertanian (=landreform). Harsono, Boedi. 2002. Menuju Penyempurnaan
Hukum Tanah Nasional dalam Hubungan-
Meskipun demikian, salah satu pe- nya dengan Tap MPR RI Nomor IX Tahun
luang yang lebih realistis adalah melaksana- 2001, Makalah pada Seminar Nasional
kan program landreform secara terbatas, yaitu Pertanahan 2002 “Pembaruan Agraria”.
untuk wilayah-wilayah yang tekanan penduduk STPN Yogyakarta, Tanggal 16 Juli 2002.
dan konflik pertanahannya masih ringan, Harsono, Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia
terutama di luar Jawa. Ide ini dapat menjadi (Sejarah Pembentukan Undang-Undang
satu point yang menarik, karena dengan Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya.
segala permasalahan yang dihadapi ini, Jilid I, Penerbit Djambatan, Edisi Revisi
berpikir untuk melakukan reforma agraria 2003.
secara serentak dan menyeluruh dapat dikata- Hussein, Benyamin. 2002. Kelembagaan Perta-
kan hampir mustahil. Landreform terbatas di nahan dalam Era Desentralisasi dan
sebagian wilayah banyak diterapkan negara- Otonomi Daerah. Diskusi Pengembangan
negara lain, misalnya di India dan Jepang. Kebijakan Pertanahan dalam Era
Desentralisasi dan Peningkatan Pelayanan
Agar diperoleh hasil yang optimal, Pertanahan Kepada Masyarakat. Direk-
maka program landreform harus dilaksanakan torat Tata Ruang dan Pertanahan, Deputi
dengan kesiapan unsur-unsur pembaruan Otonomi daerah dan Pengembangan Re-
agraria yang lain. Redistribusi lahan di satu gional, Bappenas. Jakarta, 12 September
wilayah hanya akan meningkatkan kesejah- 2002.
teraan, jika disiapkan unsur-unsur lain seperti Hutagalung, Arie S. 2004. Tantangan Pelaksanaan
infrastruktur, bentuk-bentuk usaha yang akan Land Reform dalam Konteks Otonomi
dikembangkan oleh masyarakat, dukungan Daerah. Seminar Nasional Pambaruan
permodalan untuk usahatani, serta teknologi Agraria untuk Kesejahteraan Rakyat. BPN,
HKTI Dan Chatolic Relief Services, Jakarta
dan pasar. Pelaksanaan landreform yang
24-25 Agustus 2004.
terlepas dari konteks pembaruan agraria
hanya akan menghasilkan anarkhi, konflik, Kepala BPN. 2001. Pertanahan Indonesia: Suatu
Restropeksi. Menteri Dalam Negeri dan
penelantaran tanah dan maraknya jual beli
Otonomi Daerah selaku Kepala BPN,
lahan yang bisa saja akan memperparah Jakarta.
ketimpangan. Karena itu, jika satu wilayah
akan menjalankan landreform maka seluruh Konsorsium Pembaruan Agraria. 2004. Seminar
dan Lokakarya Reforma Agraria: Tanta-
pihak harus mendukung dan siap dengan
ngan dan Agenda Kerja bagi Pemerintahan
kebijakan dan peranannya masing-masing. Baru 2004-2009. Pusat Kajian Agraria IPB
dan PBHI. 14-15 September 2004, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Posterman, Roy. 2002. Gagasan untuk Penerapan
Landreform di Indonesia. Makalah dalam
Seminar “ Mengkaji Kembali Landreform di
Abdurrahman, H. 2004. Tantangan Pelaksanaan Indonesia”. Di Kempinski Hotel, Jakarta, 8
Landreform dalam Konteks Otonomi Mei 2002.
Daerah. Seminar Nasional Pambaruan Puslitbangtanak, 2001. Atlas Arahan Tata Ruang
Agraria untuk Kesejahteraan Rakyat. BPN, Pertanian di Indonesia skala 1:1.000.000.
HKTI Dan Chatolic Relief Services, Jakarta Pusat Penelitan dan Pengembangan
24-25 Agustus 2004. Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang
Bahari, Syaiful. 2004. Landrefrom di Indonesia: Pertanian, Deptan. Bogor.
Tantangan dan Prospeknya ke Depan.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 89 - 101

100
Puslitbangtanak. 2002. Optimalisasi Pemanfaatan Sitorus, Oloan. 2002a. Pembagian Kewenangan
Sumber Daya Lahan untuk Peningkatan Pusat, Propinsi, dan Daerah di Bidang
Produksi Pertanian. Makalah Seminar Pertanahan. Diskusi Pengembangan Kebi-
Nasional Inovasi Agribisnis, Bogor 21-22 jakan Pertanahan dalam Era Desentrali-
Mei 2002. sasi dan Peningkatan Pelayanan Per-
Rajagukguk, Erman. 1995. Hukum Agraria, Pola tanahan Kepada Masyarakat.
Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup. Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan:
Chandra Pratama, Jakarta. 220 hal. Strategi Pengembangan dan Penerapan-
Scheltema, A.M.P.A. 1985. Bagi Hasil di Hindia nya dalam Penelitian Pertanian. Puslitbang
Belanda. Yayasan Obor Indonesia. Sosek Pertanian, Bogor.
Scott, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Wiradi, Gunawan. 1984. Pola Penguasaan Tanah
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. dan Reforma Agraria. Hal. 286-328. dalam
SMP Tjondronegoro dan G. Wiradi. Eds.
Sitorus, MT Felix. 2002b. Lingkup Agraria. Hal 25- 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah. PT
40. dalam E. Suhendar dkk. Eds. 2002. Gramedia, Jakarta.
Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun
Gunawan Wiradi. AKATIGA, Bandung.

KENDALA PELAKSANAAN LANDREFORM DI INDONESIA: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat
Pelaksanaan Reforma Agraria Syahyuti

101

Anda mungkin juga menyukai