214
ISSN 2580-2151 (Online)
Abstract: Discussion of agrarian reform is interesting especially on its factual implementation that is
fully dynamics and not just a promise to redistribute nine million hectares of land. The existing concept
needs to be reevaluated and re-discussed. Reorganizing inequality of land redistribution requires
compatible and comprehensive rules. This paper uses a case study approach, giving an overview of the
challenges to be addressed in order to implement agrarian reform properly. Cross-ministries
coordination is inevitable, since in real practice access reform cannot be implemented linearly but
requires holistic and systematic integrations with other ministries.
Intisari: Diskusi reforma agraria memang menarik terlebih implementasi faktualnya yang penuh dinamika
tidak sekedar janji untuk meredistribusi sembilan juta hektar. Konsep yang ada perlu diperdebatkan
kembali. Menata ulang ketimpangan dalam redistribusi tanah butuh aturan yang kompatibel dan
komprehensif. Tulisan ini menggunakan pendekatan studi kasus untuk memberikan gambaran kendala dan
tantangan yang harus diurai agar hutang negara dalam reforma agraria menjadi sebuah kebijakan yang
terimplementasi secara tepat. Sinergi dengan lintas kementerian mutlak diperlukan sebab secara nyata
akses reform tidak bisa bergerak secara linier tetapi memerlukan integrasi yang holistik dan sistematis
dengan kementerian lain.
dengan program
A. Pendahuluan
Salah satu rumusan dari sembilan
agenda prioritas (Nawacita) yang merupakan
implementasi dari Visi Misi Pemerintahan
Jokowi-JK adalah meningkatkan kualitas
hidup manusia Indonesia melalui
peningkatan kualitas pendidikan dan
pelatihan dengan program Indonesia Pintar,
serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
murah yang disubsidi serta jaminan sosial
Indonesia Kerja dan Indonesia untuk rakyat di tahun 2019.1
Sejahtera dengan mendorong landreform
dan program kepemilikan tanah seluas 1 Agenda Nawacita Presiden Joko Widodo
9 juta hektar, program rumah dan Yusuf kalla saat terpilih menjadi
Presiden RI 2014-2019
kampung deret atau rumah susun
Naskah Diterima: 30 Januari 2018 Direview: 13 April 2018 Disetujui: 08 Mei 2018
Arditya Wicaksono dan Yudha Pubawa, Hutang Negara dalam Reforma Agraria ... 25- 25
40
2 Pada masa orde baru, Menteri Urusan memperhitungkan berapa jumlah tanah
Agraria diperkecil menjadi Direktorat yang terdistribusi dan
Jenderal di bawah Menteri Dalam Negeri. Di
tahun 1968, program redistribusi tanah lebih
dari 450 ribu hektar telah diredistribusikan
untuk 500 ribu keluarga di Jawa. Penerima
reforma agraria menerima tanah kurang dari
satu hektar. Menurut Utrecht angka tersebut
tidak bisa diandalkan karena tidak
26 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018
telah diambil alih lagi oleh pemilik lama dengan
terbuka atau tersembunyi. Pada era ini
lembaga pertanahan lebih bersifat administrasi
semata sehingga redistribusi tanah hanya
dimaknai sebatas bagi-bagi tanah. Hilang esensi
ruhnya bahwa tanah merupakan sumber
kehidupan. Pada akhir era orde baru kembali
bangkit kajian reforma agraria dengan maksud
memperbaiki tatanan reforma agraria yang lebih
baik bukan sekedar administrasi.
memerlukan tanah sebagai media. (Michael Lipton 2009, 161).
Kondisi ini yang memicu konflik agraria Pengaturan tentang
baik berupa perselisihan tanah di tingkat penguasaan pemilikan tanah telah disadari
rumah tangga petani, meningkatnya sejak berabad- abad lamanya oleh negara-
penguasaan tanah skala besar, konversi negara di dunia. Perombakan dan
penggunaan tanah yang tidak terencana, pembaharuan struktur keagrarian terutama
tata ruang yang tidak konsisten dan tanah, dilakukan untuk meningkatkan
tumpang tindih. Hal ini tidak hanya kesejahteraan rakyat terutama rakyat tani
berdampak pada masyarakat secara yang semula tidak memiliki lahan
langsung tetapi juga pada program garapan untuk memiliki tanah, oleh
pemerintah seperti ketahanan pangan, Parlindungan dikatakan bahwa negara yang
perumahan rakyat, dan lingkungan hidup ingin maju harus mengadakan
(Shohibuddin dan Salim, 2012), maka landreform (Parlindungan, 1980).
menjadi suatu keniscayaan untuk Berdasarkan laporan kekayaan
melaksanakan reforma agraria sebagai global yang diterbitkan oleh Credit Suisse,
upaya mengatasi ketimpangan penguasaan jumlah penduduk miskin di Indonesia
dan pemilikan tanah sebagai sumber tahun 2017 adalah sebesar 28,01 juta jiwa
utama permasalahan, yang pada akhirnya (10,8%) dan sebesar49,30%
bermuara pada pengurangan kemiskinan. sumberdayaekonomi Indonesia dikuasai
Sumberdaya manusia di suatu negara hanya oleh 1% penduduk Indonesia. Badan
umumnya sebanding dengan kemajuan Pusat Statsitik (BPS) mencatat pada Maret
negara tersebut, apalagi ditunjang oleh 2016 angka indeks gini rasio umum
sumber daya alam yang dimiliki oleh negara sebesar 0,39%, dan gini rasio penguasaan
yang didistribusikan secara adil dan merata. tanah sebesar 0,59%, korporasi menguasai
Sebaliknyaakan menimbulkan masalah hampir 60% lahan perkebunan sawit di
apabila pemerataan pemilikan dan Indonesia (Direktorat Jenderal Penataan
penguasaannya tidak diperhatikan dan Agraria, 2017).
ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Reforma agraria diharapkan mampu
Pengalaman sejarah dunia mencatat, menjadi solusi persoalan ketimpangan dan
ketidakseimbangan pemilikan tanah dan penguasaan tanah. Untuk menjadikan reforma
sumber-sumber (Agraria) yang paling agraria sebagai landasan pembangunan
banyak menimbulkan masalah dan Indonesia, maka pelaksanaan reforma agraria
penyengsaraan rakyat. Sebaliknya indikasi perlu didasari oleh struktur hukum yang kuat
sejahtera tidaknya rakyat di suatu negara dan komprehensif, agar dapat mewujudkan
ditentukan oleh adanya pemerataan keadilan. Dalam hukum agraria, struktur
pemilikan dan penguasaan agraria. Lipton, hukum terkait dengan segala sesuatu yang
menteorisasi dan membuat taksonomi berhubungan dengan aspek penguasaan
praktek Landreform di beberapa negara dan pemilikan tanah dan atau sumber
yang sedang berkembang. Ia mendefinisikan daya alam. Pada tataran kebijakan,
landreform sebagai perundang-undangan ketimpangan struktur penguasaan dan
(legislasi) yang diperuntukkan mendistribusi pemilikan tanah dan sumber daya alam
kepemilikan klaim-klaim atas tanah atau hak- lainnya, justru lebih banyak disebabkan oleh
hak atas tanah pertanian dan dijalankan tidak adanya tafsir resmi atas asas hak
untuk memberi manfaat pada kaum miskin menguasai negara terhadap bumi, air dan
dengan cara meningkatkan status kekuasaan kekayaan alam yang terkandung di
dan pendapatan absolut atau relatif mereka dalamnya sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 (Ida Nurlinda
2015, 9).
sekunder, dan menghasilkan berbagai deskripsi
Tafsir “Hak Menguasai Negara”
tentang sejarah timbulnya reforma agraria,
merupakan penguasaan negara atas
sumberdaya agraria (SDA) yang disebut
dengan hak menguasai negara (HMN)
merupakan wewenang yang diperoleh
negara berdasarkan prinsip atribusi dari UUD
1945. Dalam konsepsi Hukum Tanah
Nasional, HMN merupakan pelimpahan
hak publik berupa amanat untuk mengelola
dari Hak Bangsa sebagai hak yang tertinggi
kepada negara. Atas dasar pelimpahan
tersebut, negara berwewenang untuk
merumuskan kebijakan, melakukan
pengaturan, pengurusan, pengelolaan
dan pengawasan terhadap SDA. Untuk
menghindari kesewenang-wenangan dari
HMN, maka kewenangan negara dibatasi oleh
3 (tiga) hal yaitu: oleh tujuan dari HMN itu
sendiri yaitu untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat; oleh hak perseorangan
dan badan hukum; serta oleh hak
ulayat masyarakat adat (Julius Sembiring
2016).
Berbagai penelitian dan kajian terkait
reforma agraria di Indonesia sudah pernah
dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang)
Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional sendiri.
Puslitbang pernah melakukan kajian
mengenai model redistribusi tanah dalam
skala kecil pada tahun 2005; Penelitian
mengenai pengaturan penguasaan tanah batas
maksimum dan minimum penguasaan dan
pemilikan tanah pada tahun 2006;
Penelitian kondisi awal sosial ekonomi
masyarakat penerima program pembaruan
agraria nasional pada tahun 2007;
Penelitian selektifitas & penetapan kriteria
kemiskinan subyek reforma agraria pada
tahun 2008 dan 2009; dan Kajian mengenai
reforma agraria dalam sejarah dan
implementasinya pada tahun 2011 (Puslitbang,
2017). Dalam kajian tahun 2011 tentang sejarah
dan implementasi reforma agraria, merupakan
kajian studi literatur yang menggunakan data
deskripsi reforma agraria di negara lain, dan
deskripsi reforma agraria di Indonesia,
namun belum pernah ada penelitian
maupun kajian yang dilakukan untuk
melihat bagaimana implementasi terhadap
mandat 9 juta hektar tanah reforma agraria
di Indonesia, dimana mandat ini merupakan
salah satu dari Program Nawacita
Pemerintahan Republik Indonesia pada saat
ini.
Berdasarkan pada data dan fakta
tersebut di atas, maka tulisan ini hendak
mengkaji tentang bagaimana implementasi
pelaksanaan reforma agraria di Indonesia
terkait dengan program nawacita
Pemerintah tentang Reforma Agraria
terhadap 9 juta hektar tanah? dengan
melihat studi kasus pada beberapa daerah di
Indonesia. Selain itu kasus-kasus persoalan
yang muncul dimaksudkan untuk
menggambarkan bagaimana implementasi
pelaksanaan reforma agraria di Indonesia
dengan melihat studi kasus pada beberapa
daerah terkait dengan program nawacita
Pemerintah.
Berdasarkan tabel 2 dan hasil Barito Kuala sampai sekarang belum ada
pengamatan lapangan serta data-data hasil kegiatan akses reform padahal
rekapitulasi nasional reforma agrarian masih redistribusi tanah nya ada sejak tahun 2014.
belum optimal terlaksana di lokasi sampel,
sebab persoalan mendasarnya terletak pada D. Merancang Implementasi Reforma
pasca sertipikasi tanah yang belum tentu ada Agraria secara Holistik Integratif
kejelasan akses reform. Ada dua hal yang dan Sistematis.
membuat akses itu sulit pasca sertipikasi;
Pekerjaan besar yang menuntut
Pertama karena koordinasi antar Kantor
komitmen bersama dan lintas
Pertahanan dengan dinas atau Pemerintah
kementerian patut membuat
Daerah dan pihak lain terhambat; Kedua
langkah strategis, hal ini menyangkut siapa
masyarakatnya yang kurang proaktif (enggan)
melakukan apa dan bagaimana. Michael
dalam pengusulan kegiatan pasca sertipikasi.
Lipton (2009, 178) berargumen untuk
Sebagai ilustrasi di Jambi sudah digagas
membuat reforma agraria itu bisa berhasil,
di Desa Pulau Mentaro, akan tetapi pasca
setidaknya ada 10 (sepuluh) hal yang perlu
pergantian Bupati, kegiatan lintas sektor
diurus oleh pemerintah secara terpimpin
yang digagas Kantor Pertanahan, dinas
dan sistematis, yakni: (1) mandat
pertanian serta kelompok tani juga sedikit
konstitusional; (2) regulasi perundang-
mengalami kendala. Kondisi di Brebes masih
undangan dan penegakannya;
lebih baik tetapi bantuan modal (akses)
(3) organisasi pelaksana reforma agraria;
reform berupa permodalan oleh Bank,
(4) sistem administrasi agraria; (5) pengadilan
sayangnya tidak ikuti oleh pembebanan hak
dan mekanisme penyelesaian konflik; (6)
tanggungan. Kondisi di Kabupaten Tanah
desain rencana dan evaluasi; (7)
Laut justru akses reform tersebut difasilitasi
pendidikan dan latihan; (8) pembiayaan;
oleh Dinas Pertanian dua tahun setelah
(9) pemerintahan daerah; dan (10)
proses sertipikasi tanah selesai, ini berarti
partisipasi masyarakat, terutama organisasi
akses reform yang ada baru dua tahun
rakyat pedesaan.
kemudian. Kondisi ini mencerminkan bahwa
Dalam konteks di Indonesia kondisi
aset dan akses reform tidak beriringan,
seperti pendapat Lipton belum menjadi
terlaksana dengan baik. Kondisi di
sebuah textbook (sistematis, integratif, dan
Kabupaten
holistic) dalam pelaksanaannya. Perlu
mendapat
catatan penting sebagai kementerian yang c. Pendampingan dalam rangka Peng-
memiliki produk layanan berupa sertipikat, organisasian kelompok masyarakat
disisi lain ada beberapa langkah yang perlu Penyusunan rencana usaha masyarakat
diambil dalam mempercepat akses reform d. Fasilitasi dan kerjasama dengan
pasca sertipikasi. Komponen penting instansi/SKPD dan pemangku
dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan kepentingan terkait lainnya
Masyarakat Pasca Legalisasi Aset, meliputi: pelaksanaan rencana usaha sebagai
1. Organisasi pembentukan kelompok wujud pemberian akses ke sumber-
masyarakat yang akan diberdayakan sumber ekonomi.
melalui akses reform berdasarkan bidang e. Pendampingan kepada kelompok
usaha dan kebutuhan yang diperlukan. masyarakat dalam pelaksanaan
2. Pembangunan infrastruktur meliputi pemberian akses oleh instansi/SKPD
Pembangunan sarana dan prasana untuk dan pemangku kepentingan terkait
menunjang kegiatan akses reform bagi lainnya.
masyarakat, antara lain: jalan, f. Pemantauan dan evaluasi terhadap
komunikasi, irigasi, dan lain-lain. pelaksanaan pemberian akses oleh
Kegiatan ini melibatkan pihak instansi/SKPD dan pemangku kepen-
Instansi/SKPD dan Pemangku tingan terkait lainnya. Untuk me-
Kepentingan terkait. laksanakan langkah-langkah tersebut
3. Pembinaan dan Pelatihan untuk diatas, perlu di alokasikan anggaran
Pemberian pembinaan dan pelatihan- yang cukup dan memadai, sehingga
pelatihan khusus yang dibutuhkan Program Pemberdayaan Masyarakat
masyarakat untuk meningkatkan Pasca sertipikasi dapat dilaksanakan
keterampilan dan kemampuan dalam sesuai dengan rencana dan tepat
menjalankan aktivitas usaha, produksi, sasaran.
dan lain-lain dalam rangka
mengembangkan/meningkatkan usaha. Point 1-5 di atas sebaiknya mulai digagas
4. Permodalan Akses permodalan yang di awal utamanya bagi masyarakat
dibutuhkan untuk pembiayaan dalam penerima program reforma agraria dengan
rangka peningkatan dan pengembangan sinergi dengan pemerintah daerah harus
usaha, antara lain melalui penjaminan juga terpetakan di desa tersebut. Potensi
sertipikat hak atas tanah sebagai agunan utama untuk penunjang akses reformnya
untuk memperoleh kredit perbankan. seperti apa dan sebelum melangkah, ada
5. Pemasaran dan Tata Niaga, bagaimana hubungan sinergi antara Kantor
Fasilitasi pemasaran/penyaluran produk Pertanahan dengan Pemerintah Daerah agar
sebagai bahan baku bagi industri-industri menggerakkan kegiatan ekonomi atau
hilir. Dalam rangka pelaksanaan Program program unggulan daerah di desa-desa
Pembedayaan Masyarakat Pasca Legalisasi yang tanahnya ada program sertipikasi
Aset tersebut diperlukan langkah- redistribusi tanah atau legalisasi asset.
langkah sebagai berikut:
a. Pemetaan sosial/inventarisasi potensi E. Hambatan antar kelembagaan
fisik lokasi, sosial dan ekonomi Konsep kebijakan di bidang Agraria
masyarakat ; sangat menarik pada tingkatan gagasan, akan
b. Analisis potensi yang ada pada tetapi pada tingkatan implementasi sangat sulit
masyarakat ; direalisasi, karena butuh bantuan banyak
pihak.
Satu sisi pemerintah mendorong dengan kuat, Pada lokasi tanah-tanah program Prona
disisi yang lain secara ekonomi negara tidak dan
memiliki kemampauan yang cukup untuk KonsolidasiTanahmasyarakatnyasecaraekonomi
terus berada dalam posisi terdepan dalam lebih baik, karena aksesibilitas dan wilayahnya
penggerak ekonomi, perlu campur tangan para lebih dekat dengan pusat pertumbuhan
pemodal untuk berpartisipasi. Kondisi ini sehingga tingkat ekonominya lebih
memerlukan pencermatan dan perhitungan berkembang. Desa yang berada dekat dengan
yang dapat menguntungkan dan saling wilayah kebun atau wilayah desa, dekat
berkolaborasi, sebab tanpa didukung formulasi dengan pusat pertumbuhan lebih mudah
yang tepat akan berakibat penguasaan mendapatkan akses reform meski di
segelintir pihak terhadap pihak yang lainnya. prakarsai oleh BPN atau tidak ada prakarsa
Fakta ini tidak bisa disalahkan reforma agraria BPN. Tingkat pengetahuan akan informasi
ideal masih terkendala kemauan politik akses ekonomi dan peningkatan keterampilan
pimpinan tertinggi. Ada dua hal menurut membutuhkan sosialisasi yang intens kepada
penulis, pertama, belum pulihnya esensi masyarakat, terkadang pasca mendapat
UUPA sebagai aturan dasar mengelola sertipikat, masyarakat mengetahui sertipikat
sumber-sumber agraria yang bukan tanah tanah bisa diagunkan di bank, tetapi
semata; kedua, makna Reforma agraria yang bagaimana administrasi/persyaratan
masih identik dengan lembaga pertanahan. dan kewajiban dalam proses pengajuan perlu
Penulis ingin mengutarakan bahwa reforma digalakkan kembali.
agraria salah satu upaya peningkatan
Gambar 3. Skema Kelompok Kerja Reforma Agraria
perekonomian masyarakat berbasis tanah yang Lintas Kementerian
mewajibkan seluruh kementerian lembaga
yang memiliki fungsi peningkatan ekonomi
untuk mengadopsi dan mensinergikan diri,
tentu mekanisme dan aturan mainnya tetap
perlu disepakati dengan aturan hukum yang
jelas dan sistematis dikoordinasikan oleh
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
Berdasarkan hasil di lapangan
mencerminkan beberapa hal yang
perlu diperhatikan lokasi-lokasi tanah
redistribusi tanah perlu untuk mendapat
perhatian lebih serius dan secara
komprehensif, sebab pada lokasi ini secara Sumber: Paparan Joko Heriyadi dalam Seminar Akhir
Penelitian Implementasi Reforma Agraria Tahun 2017,
geografis jauh dari pusat ekonomi dan diselenggarakan oleh Puslitbang Kementerian ATR/BPN
pusat pertumbuhan serta masyarakatnya Tanggal 9 November 2017 di Jakarta.
belum sepenuhnya memiliki interaksi Mengacu pada gambar di atas konsen
dengan perbankan. Sehingga reforma agraria Kementerian ATR/BPN dan Kementerian LHK
lebih diarahkan untuk pembukaan askes hanya membuat bank data yang sinergi
ekonomi (permodalan) dan tata niaga. Desa lokasi desa mana yang representatif dalam
sukamanah dan Desa Jemah serta Desa kategori reforma agraria, baik yang ada di
Upang Marga perlu mendapatkan perhatian kawasan maupun luar kawasan. Kementerian
khusus (program redis yang telah Desa dan Pertanian lebih spesifik
dilakukan tahun 2016). memberikan basis data
keunggulan wilayah desa-desa. Bappenas Kendala dalam sebuah kebijakan adalah
dan Kemenko perekonomian mencoba hal biasa, karena setiap kebijakan merupakan
membuat skema anggaran agar sebuah langkah strategis, khususnya
penggunaannya secara faktual mengarah berkaitan dengan alokasi, distribusi, dan
pada database, bila memungkinkan redistribusi resources yang terbatas.
Kemenko menggandeng peran swasta. KSP Konsekuensi ini membawa dampak siapa
dan Kementerian Dalam Negeri mendorong mendapat apa dan bagaimana. Sehingga jika
agar supaya pemerintah daerah tertarik untuk berdasarkan pemikiran Merilee Grindle
mengawal kegiatan tersebut di tingkat lokal. (1980, 83) maka kebijakan reforma agraria
Sinergi itu bukan sebatas koordinasi tetapi di Indonesia ada gap yang terjadi antara
sinergi anggaran dan program lintas content adan context of policy jarak yang
kementerian merupakan prasyarat terjadi disini berkaitan komitmen dari
mempercepat reforma agraria. Setelah itu stakeholders yang ada, dapat diilustrasikan
reforma agraria bukan program unggulan sebagai berikut:
kementerian ATR/BPN, tetapi milik bangsa
Gambar 5. Implementasi Kebijakan dan
Indonesia. Sebagai salah satu pilihan langkah Arah Perubahannya Menurut Grindle
untuk mensejahterakan masyarakat berbasis
sumber-sumber agraria.
Reforma agraria diprediksi tidak akan
bisa tercapai dalam waktu 2,5 tahun jika
skema yang dipakai saat ini masih
digunakan. Karena belum ada peraturan yang
bisa mengakomodir kepentingan seluruh unit
kementerian yang dalam koridor peningkatan B. Kesimpulan
kesejahteraan masyarakat serta peningkatan
akses perekonomian masyarakat. Gagasan 1. Kesimpulan
konsep reforma agraria ini hendaknya
a.) Implementasi Reforma Agraria belum
tertuang dalam sebuahaturanyang
optimal, karena kurangnya dukungan
kompatibel dengan segenap kementerian
dari berbagai stakeholders terkait,
yang ada. Mulai Fase penentuan lokasi
sebab program ini akan berdampak besar
sampai produk yang dihasilkan terukur
jika didukung oleh kementerian lain
secara seksama dan memberikan dampak
yang memiliki sumber pendanaan untuk
yang signifikan. Pengamatan secara seksama
peningkatan potensi ekonomi
dan periodik diperlukan untuk mengukur
masyarakat, jika hanya internal BPN
sejauh mana reforma agraria ini dinyatakan
hanya sebatas pensertipikatan tanah
berhasil.
masyarakat;
b.) Pembagian peran dan fungsi dalam
Gambar 4. Kebijakan dan Arah Perubahan
Reforma Agraria Ilustrasi penulis terhadap koridor akses reform memerlukan
kebijakan reforma agraria secara makro landasan konseptual yang konkrit dan
jelas, berupa peraturan yang diterima
semua pihak, disini komitmen politik
dalam nawacita mendapat tantangan
untuk menyusun aturan yang disepakati
lintas kementerian/ lembaga;
c.) Keberhasilan reforma agraria mutlak Daftar Pustaka
memerlukan sinergi antara Pemerintah
A.P. Parlindungan 1980, Komentar
Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat. atas undang-undang pokok agraria,
alumni Bandung.