Anda di halaman 1dari 12

1.

Pencucian uang atau Money Laundering adalah proses menyembunyikan sumber


uang yang berasal dari kegiatan kriminal, biasanya dengan menyerahkannya melalui
bisnis atau lembaga keuangan yang sah.

Memahami Money Laundering

Money Laundering adalah ilegal dan memainkan peran penting dalam organisasi kriminal.
“Uang kotor (Dirty Money)” adalah uang tunai yang berasal dari kegiatan terlarang, seperti
perdagangan narkoba. Penjahat (kriminal) menggunakan teknik pencucian uang yang
berbeda untuk menyembunyikan dari mana uang itu berasal – pencucian uang membuatnya
“bersih.”

Dengan menemukan cara untuk meneruskan uang melalui bisnis yang sah dan menyetor
uang ini ke lembaga keuangan yang sah, penjahat dapat membuat dana ini seolah- olah
berasal dari sumber yang sah. Setelah uang itu dicuci, penjahat kemudian dapat
menggunakan dana untuk tujuan apa pun.

CONTOH

Apakah kamu pernah menonton ‘Breaking Bad’? Jika demikian, kamu tahu bahwa Walter
White – mantan guru sains sekolah menengah berubah menjadi gembong narkoba (meth
kingpin). Menghasilkan uang kotor dengan menjual meth (sejenis narkoba).

Dia kemudian menjalankan uang itu melalui bisnis yang terlihat sah, semua bisnis (seperti
salon kuku dan cuci mobil) digunakan untuk membersihkan dan dijadikan sebagai sumber
yang sah untuk dana tersebut. Proses tersebut adalah contoh klasik dari pencucian uang.

Kesimpulan

Money laundering adaalah seperti mesin cuci …

Penjahat mengambil “uang kotor” dan mencuci uang itu sehingga keluar dalam keadaan
bersih dan dapat digunakan, serta bebas dari kecurigaan. Umumnya mesin cuci seperti
bisnis legal atau lembaga keuangan yang dapat menyembunyikan dari mana uang itu
berasal. Setelah melewati mesin cuci, dana itu menjadi bagian dari sistem keuangan yang
sah.
Ketahui Lebih Lanjut …

Bagaimana cara kerja pencucian uang?

Apakah pencucian uang elektronik itu?

Mengapa money launderring itu ilegal?

Bagaimana mencegah money laundering?

Bagaimana Cara Kerja Pencucian Uang?

Money laundering adalah proses yang umumnya melewati tiga tahap berurutan yaitu :

1. Penempatan,

2. Lapisan,

3. Integrasi

Pencucian uang juga dapat melibatkan lebih banyak langkah, tergantung pada skema.
Tujuan utamanya adalah untuk melepaskan dana dari aktivitas ilegal, seperti perdagangan
narkoba atau kejahatan terorganisir, sehingga kamu dapat menggunakannya dengan bebas.

Penempatan (Placement)

Penempatan adalah tempat para penjahat mengambil hasil kejahatan dan memasukkannya
ke dalam sistem keuangan yang sah.

Salah satu metode penempatan menggunakan bisnis berbasis kas yang sah, seperti binatu.
Penjahat mencampurkan uang kotor dengan uang hasil sesungguhnya dari bisnis binatu.
Mereka juga dapat menyertakan faktur palsu dan kwitansi untuk memberikan lebih banyak
ilusi penjualan. Pencuci uang menyetor semua dana bersama ke dalam rekening bank
bisnis.

“Cadangan (smurfing)” atau “penataan (structuring)” adalah metode penempatan lain.


Bank- bank A.S. diwajibkan untuk melaporkan transaksi apa pun di atas $ 10.000. Dengan
metode ini, penjahat merekrut “smurf (orang cadangan)” untuk menyetor sejumlah kecil
uang kotor ke bank yang berbeda, di bawah ambang batas $ 10.000.

Lapisan (Layering)

Lapisan (layering) adalah tempat para penjahat berusaha menyembunyikan dan


mengaburkan asal usul uang itu. Mereka memindahkan uang mereka melalui berbagai
transaksi. Misalnya, mereka dapat mengambil dana dari bank untuk membeli properti yang
dapat diperdagangkan, seperti karya seni mahal, obligasi emas, mobil mewah, atau real
estate. Pilihan lain adalah berinvestasi dalam bisnis yang legal. Beberapa penjahat melapisi
dengan cara mentransfer dana masuk dan keluar dari beberapa rekening bank yang berbeda
dan berada di beberapa negara.

Integrasi

Tahap integrasi adalah waktu untuk “mengumpulkan cucian.” Langkah terakhir ini adalah
mengembalikan uang kepada penjahat asli atau rekannya sehingga mereka dapat
menghabiskan uang bersih. Hal ini mungkin berarti menjual properti yang dapat
diperdagangkan yang dibeli pada tahap layering (lapisan). Jika penjahat berinvestasi dalam
bisnis, ini mungkin berarti aliran pendapatan tetap dalam bentuk laba atau gaji yang besar.

Sekarang, penjahat dapat memperkenalkan kembali uang ini ke ekonomi arus utama
(mainstream economics) dan menghabiskan uang bersih tanpa ada yang mengajukan
pertanyaan (curiga).

Contoh Pencucian Uang Hipotetis

Katakanlah kamu telah memutuskan untuk menjalani kehidupan kejahatan (kriminal). Tiba-
tiba kamu memiliki uang tunai $ 1 juta. Uang kotor ini terlalu berbahaya untuk
dibelanjakan secara terbuka tanpa ketahuan.

Langkah 1: Penempatan. Kamu berjalan ke kasino dengan uang tunai dan membeli chips.
Kamu bermain sebentar dan meletakkan beberapa taruhan kecil. Kemudian, kamu
menguangkan chip dan mengambil pembayaran dalam bentuk cek. Sekarang, kamu dapat
menyetor cek ke bank sebagai kemenangan judi.
Langkah 2: Lapisan. Kamu mengambil uang dari rekening bank untuk membeli dan
menjual mobil mahal dan eksotis.

Langkah 3: Integrasi. Kamu menjual mobil dan menjaga uang tunai tetap bersih. Uang
kamu tidak lagi kotor karena kembali kepadamu melalui transaksi yang sah – yaitu melalui
penjualan mobilmu.

Apakah Money Laundering Elektronik Itu?

Munculnya teknologi dan Internet telah menciptakan berbagai jenis pencucian uang. Uang
dapat berpindah tangan secara instan melalui transfer peer-to-peer (P2P) di ponsel dan
layanan pembayaran online. Munculnya jaringan pribadi virtual (VPN) juga dapat
menyembunyikan alamat IP kamu atau bahkan membuatnya tampak seperti kamu berada di
negara yang berbeda. Alat-alat ini dapat membuat transaksimu tampak seperti tanpa
identitas.

Teknologi telah membuatnya jauh lebih menantang untuk mengikuti jejak uang. Teknik
pencucian uang yang lebih baru melibatkan cryptocurrency (mata uang digital yang
beroperasi di luar bank sentral). Mata uang virtual, seperti Bitcoin, memiliki anonimitas
(suatu kondisi dimana identitas pribadi seseorang tidak diketahui publik) lebih besar
daripada mata uang tradisional, yang membuat transaksi ilegal lebih sulit dilacak.

Karena cryptocurrency adalah digital, lebih mudah untuk mengambil dana dari banyak
orang, mencampurkannya, dan kemudian mendistribusikan kembali cryptocurrency kepada
setiap orang. Tujuannya adalah untuk mencampur dana yang berpotensi dapat diidentifikasi
– seperti uang kotor – dengan orang lain untuk mengaburkan sumber asli uang tersebut.
Layanan ini dikenal sebagai pencampuran cryptocurrency (mixer cryptocurrency).

Mengapa Money Laundering Itu Ilegal?

Baik didapat dari hasil kejahatan, tindakan pencucian uang adalah ilegal. Pencucian uang
adalah kejahatan berdasi (White Collar Crime). Umumnya, hukuman maksimum untuk
pencucian uang adalah 20 tahun penjara dan denda.
Pencucian uang melanggar hukum karena memungkinkan penjahat mendapat untung dari
kegiatan ilegal. Uang tunai yang dicuci berasal dari kejahatan. Jadi, uang itu diperoleh
secara ilegal.

Kekhawatiran lain adalah bahwa uang yang telah dicuci juga dapat digunakan untuk
mendanai kegiatan kriminal lainnya. Menuntut pencucian uang dapat memotong dana dan
sumber daya yang digunakan untuk melakukan lebih banyak kejahatan. Kelompok teroris
sering didanai melalui pencucian uang.

Secara keseluruhan, dengan membuat pencucian uang ilegal, pemerintah dapat membantu
mengambil keuntungan dari kejahatan dan berpotensi menangkap lebih banyak penjahat
dengan cara mengikuti uang kotor.

Bagaimana Mencegah Money Laundering?

Undang-undang federal, organisasi anti pencucian uang, dan perangkat lunak anti
pencucian uang adalah beberapa cara agar pencucian uang dapat dideteksi dan dicegah.

Hukum Anti Pencucian Uang (Anti Money Laundering Laws)

Undang-undang pencucian uang pertama adalah Undang-Undang Kerahasiaan Bank (Bank


Secrecy Act) tahun 1970. Persyaratan pencatatan dan pelaporan yang ditetapkan ini
membantu mengidentifikasi jejak kertas untuk semua dana gelap. Undang-undang ini juga
mengharuskan bank untuk melaporkan transaksi tunai lebih dari $ 10.000 guna mencegah
setoran besar dari sumber yang dipertanyakan.

Pencucian uang tidak menjadi kejahatan federal sampai tahun 1986. Undang-Undang
Pengendalian Pencucian Uang (The Money Laundering Control Act) tahun 1986
memungkinkan pemerintah untuk menuntut pencucian uang sebagai kejahatan federal
selama dapat membuktikan bahwa pelaku berusaha menyembunyikan asal mula uang
tersebut. 

Karena tahap pertama pencucian uang adalah menyetor uang tunai ke bank, lembaga
perbankan mulai menerapkan prosedur anti pencucian uang yang lebih ketat. Misalnya,
Undang-Undang Anti Pencucian Uang Annunzio-Wylie tahun 1992 mengharuskan bank
untuk memverifikasi dan menyimpan catatan untuk semua transfer kawat (wire transfer).
Hanya dua tahun kemudian, UU Penindasan Pencucian Uang mewajibkan semua agen
perbankan untuk mengembangkan prosedur pemeriksaan anti pencucian uang. Persyaratan
program anti-pencucian ini kemudian diperluas untuk mencakup lebih banyak lembaga
keuangan, seperti bisnis perusahaan.

Organisasi Anti Pencucian Uang (Anti Money Laundering Organizations)

Saat ini, beberapa lembaga penegak hukum membantu mencegah pencucian uang. Pada
November 2019, Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF) adalah lembaga antar pemerintah
dengan 39 anggota global. Misinya adalah memerangi pencucian uang dan pendanaan
teroris.

Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan (FinCEN) adalah biro pemerintah yang mencegah
dan menuntut kejahatan keuangan, termasuk pencucian uang. Di bawah FinCEN,
Kelompok Penasihat Rahasia Kerahasiaan Bank (BSAAG) memberi nasihat kepada
Departemen Keuangan tentang cara beroperasi di bawah Undang-Undang Kerahasiaan
Bank tahun 1970.

Akhirnya, Satuan Tugas Pencucian Uang Intensitas Tinggi dan Kejahatan Keuangan
Terkait (HIFCA) memusatkan penegakan hukum di zona lokal di mana pencucian uang
adalah yang paling umum.

Perangkat Lunak Anti Pencucian Uang (Anti Money Laundering Software)

Untuk membantu mematuhi Program Kepatuhan Anti-Money Laundering (AML) dari


Otoritas Pengatur Industri Keuangan (FINL), banyak lembaga keuangan telah mengadopsi
perangkat lunak AML. Platform perangkat lunak ini menghasilkan sejumlah besar data
yang terkait dengan pelanggan perusahaan dan transaksi keuangan.

Perangkat lunak AML dapat menganalisis data perusahaan untuk membantu memantau dan
menandai kegiatan pencucian uang yang potensial. Jika ada sesuatu yang terdeteksi,
perusahaan kemudian dapat mengajukan Laporan Aktivitas Mencurigakan dengan Jaringan
Penegakan Kejahatan Keuangan (FinCEN) pada platform perangkat lunak AML.
“Uang kotor (Dirty Money)” adalah uang tunai yang berasal dari kegiatan terlarang, seperti
perdagangan narkoba. Penjahat (kriminal) menggunakan teknik pencucian uang yang berbeda
untuk menyembunyikan dari mana uang itu berasal – pencucian uang membuatnya “bersih.”

2. Pendapat saya tentang Pembentukan Undang-Undang Nomer 26 Tahun 2000 tentang


Pengadilan Hak Asasi Manusia dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum dalam
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat khususnya kejahatan
genosida(Genocide0 dan kejahatan terhadap kemanusiaan(crime againts humanity0

3. Dimanakah Kejahatan Perang diatur? Pengaturan tentang kejahatan perang tertuang di


dalam Konvensi Jenewa 1949. Konvensi Jenewa adalah serangkaian aturan untuk
memperlakukan warga sipil, tawanan perang, dan tentara yang berada dalam kondisi tidak
mampu tempur, sejauh ini ada 196 negara yang sudah menandatangani dan meratifikasi
Konvensi Jenewa 1949.20 Dalam Konvensi Jenewa terdapat pada Pasal 50 menyatakan
bahwa:21 “Pelanggaran-pelanggaran berat (grave breaches) yang dimaksudkan oleh pasal-
pasal terdahulu adalah pelanggaranpelanggaran yang meliputi perbuatan-perbuatan berikut,
apabila dilakukan terhadap orang atau milik yang dilindungi oleh Konvensi: pembunuhan
disengaja, penganiayaan atau perlakuan tidak berperikemanusiaan, termasuk percobaan-
percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau luka berat atas
badan atau kesehatan, serta penghancuran yang luas dan tindakan perampasan atas harta
benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan yang dilaksanakan dengan
melawan hukum serta dengan semenamena.” Selain dalam Pasal 50 Konvesi Jenewa 1949
“grave breaches” juga diatur dalam Pasal 85 Protokol Tambahan 1977. Dari pasal tersebut
yang perlu dikemukakan adalah ayat (1), yang menyatakan:22 “Ketentuan-ketentuan
Konvensi tentang penindakan terhadap pelanggaran dan pelanggaran berat yang ditambah
dengan bagian ini, akan berlaku terhadap penindakan pelanggaran dan
pelanggaranpelanggaran berat Protokol ini.” Dijelaskan pula dalam ayat (5), yang
menyatakan: “Tanpa mengurangi penerapan Konvensi dan Protokol ini, pelanggaran-
pelanggaran berat atas piagam-piagam tersebut harus disebut kejahatan perang.” Berdasarkan
uraian pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelanggaran-pelanggaran berat/grave breaches
yang dicantumkan baik dalam Konvensi Jenewa maupun Protokol Tambahan 1977, dapat
dianggap sebagai kejahatan perang (war crimes). Secara Konvensial, kejahatan perang dibagi
menjadi empat kategori: penggunaan senjata yang dilarang, keterlibatan dalam piranti
pertempuran yang dilarang, pengubahan status penduduk sipil, dan kejahatan terarah.
Kategori pertama kejahatan perang tersebut berupaya melindungi baik para kombatan
maupun non kombatan dengan cara melarang penggunaan senjata yang secara alamiah
menyebabkan bahaya berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu atau tidak pandang bulu.
Statuta ICC (International Criminal Court) misalnya melarang penggunaan senjata beracun,
gas asphyxiating, dan peluru yang menyebar ketika ditembakkan. 23 Kategori kedua, Statuta
ICC berisi daftar campuran mengenai piranti perang yang dilarang. Pirantipiranti yang
dilarang tersebut mencakup, namun tidak terbatas pada, membunuh atau melukai kombatan
yang telah meletakkan senjata, perampasan, kekerasan seksual, dan penggunaan orang-orang
sipil sebagai tameng hidup.24 Kategori ketiga, pengubahan status orang sipil pada masa
perang dikembangkan untuk mencegah pihak-pihak yang tengah berperang agar tidak
menggunakan taktik yang bisa menghancurkan struktur nasional atau komunitas tertentu
(Bantekas & Nash, 2007;120) Adalah termasuk kejahatan perang, misalnya memaksa orang
sipil dari negara musuh untuk ambil bagian dalam kekejaman terhadap negara mereka
sendiri.25 Kategori terarah melibatkan pelanggaran terhadap prinsip yang menyatakan bahwa
para partisipan dalam konflik bersenjata hanya boleh menargetkan kombatan dan objekobjek
militer, dan harus menahan diri untuk tidak menargetkan penduduk dan objek sipil.

Pengertian “kejahatan perang” dalam London Charter termuat dalam Pasal 6 (b) yang secara
tegas menyatakan: “War Crimes: Namely, violations of the laws or customs of war. Such
violations shall include, but not to be limited to, murder, illtreatment or deportation to slave
labour or for any other purpose of civilian populations of or in occupied territory, murder or
illtreatment of prisoners of war or persons on the seas, killing of hostages, plunder of public
or private property, wanton destruction of cities, towns or villages, or devastation not justified
by military necessity.27 Sementara dalam Charter Of The Internationally Military Tribunal
For The Far East, istilah ‘kejahatan perang’ tercantum dalam pasal 5 (b) yang dengan singkat
menyebutkan. “Conventional War Crimes: Namely, violations of the laws or customs of
war”.

Untuk keperluan Statuta ini, “kejahatan perang” berarti: (a) Pelanggaran berat terhadap
Konvensi Jenewa tertanggal 12 Agustus 1949, yaitu masing-masing dari perbuatan berikut ini
terhadap orang-orang atau hak-milik yang dilindungi berdasarkan ketentuan Konvensi
Jenewa yang bersangkutan: (i) Pembunuhan yang dilakukan dengan sadar; (ii) Penyiksaan
atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis; (iii) Secara sadar
menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau kesehatan; (iv)
Perusakan meluas dan perampasan hak-milik, yang tidak dibenarkan oleh kebutuhan militer
dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan; (v) Memaksa seorang tawanan perang atau
orang lain yang dilindungi untuk berdinas dalam pasukan dari suatu Angkatan Perang lawan;
(vi) Secara sadar merampas hak-hak seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi
atas pengadilan yang jujur dan adil; (vii) Deportasi tidak sah atau pemindahan atau
penahanan tidak sah; (viii) Menahan sandera. (b) Pelanggaran serius lain terhadap hukum dan
kebiasaan yang dapat diterapkan dalam sengketa bersenjata internasional, dalam rangka
hukum internasional yang ditetapkan, yaitu salah satu perbuatan – perbuatan berikut ini: (i)
Secara sengaja melancarkan serangan terhadap sekelompok penduduk sipil atau terhadap
setiap orang sipil yang tidak ikut serta secara langsung dalam pertikaian itu; (ii) Secara
sengaja melakukan serangan terhadap objekobjek sipil, yaitu, objek yang bukan merupakan
sasaran militer; (iii) Secara sengaja melakukan serangan terhadap personil, instalasi, material,
satuan atau kendaraan yang terlibat dalam suatu bantuan kemanusiaan atau misi penjaga
perdamaian sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, sejauh bahwa mereka berhak
atas perlindungan yang diberikan kepada objekobjek sipil berdasarkan hukum internasional
mengenai sengketa bersenjata; (iv) Secara sengaja melancarkan suatu serangan dengan
mengetahui bahwa serangan tersebut akan menyebabkan kerugian insidentil terhadap
kehidupan atau kerugian terhadap orang-orang sipil atau kerusakan terhadap objek-objek sipil
atau kerusakan yang meluas, berjangka - panjang dan berat terhadap lingkungan alam yang
jelas-jelas terlalu besar dalam kaitan dengan keunggulan militer keseluruhan secara konkret
dan langsung dan yang dapat diantisipasi; (v) Menyerang atau membom, dengan sarana apa
pun, kota-kota, desa, perumahan atau gedung yang tidak dipertahankan atau bukan objek
militer; (vi) Membunuh atau melukai seorang lawan yang, setelah meletakkan senjata atau
tidak mempunyai sarana pertahanan lagi, telah menyerahkan diri atas kemauannya sendiri;
(vii) Memanfaatkan secara tidak benar bendera gencatan senjata, atau bendera atau lencana
dan seragam militer dari pihak lawan atau milik Perserikatan Bangsa-Bangsa, maupun tanda-
tanda khusus dari Konvensi Jenewa, yang menyebabkan kematian atau luka-luka serius pada
individu-individu tertentu; (viii) Pemindahan, secara langsung atau tidak langsung, oleh
Pasukan Pendudukan terhadap sebagian dari penduduk sipilnya sendiri ke wilayah yang
didudukinya, atau deportasi atau pemindahan semua atau Sebagian dari wilayah yang
diduduki itu baik di dalam wilayah itu sendiri maupun ke luar wilayah tersebut; (ix) Secara
sengaja melakukan serangan terhadap gedunggedung yang digunakan untuk tujuan - tujuan
keagamaan, pendidikan, kesenian, keilmuan atau sosial, monumen bersejarah, rumah sakit
dan tempat – tempat di mana orang-orang sakit dan terluka dikumpulkan, sejauh bahwa
tempat tersebut bukan objek militer; (x) Membuat orang-orang yang berada dalam kekuasaan
suatu pihak yang bermusuhan menjadi sasaran perusakan fisik atau percobaan medis atau
ilmiah dari berbagai jenis yang tidak dapat dibenarkan oleh perawatan medis, gigi atau rumah
sakit dari orang yang bersangkutan ataupun yang dilakukan tidak demi kepentingannya, dan
yang menyebabkan kematian atau sangat membahayakan kesehatan orang atau orang-orang
tersebut; (xi) Membunuh atau melukai secara curang orang-orang yang termasuk pada bangsa
atau angkatan perang lawan; (xii) Menyatakan bahwa tidak akan diberikan tempat tinggal
bagi para tawanan; (xiii) Menghancurkan atau merampas hak-milik lawan kecuali kalau
penghancuran atau perampasan tersebut dituntut oleh kebutuhan perang yang tak dapat
dihindarkan; (xiv) Menyatakan penghapusan, penangguhan atau tidak dapat diterimanya
dalam suatu pengadilan hak-hak dan tindakan warga negara dari pihak lawan; (xv) Memaksa
warga negara dari pihak yang bemusuhan ntuk ambil bagian dalam operasi perang yang
ditujukan terhadap negaranya sendiri, bahkan kalau mereka berada dalam dinas lawan
sebelum dimulainya perang.

Kejahatan perang (war crime) adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum
internasional terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun
sipil. Pelaku kejahatan perang disebut sebagai penjahat perang. Kejahatan perang meliputi
semua pelanggaran yang telah ditentukan dalam hukum perang. Kejahatan perang merupakan
pelanggaranpelanggaran berat dalam Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 dan
Protokol I-II 1977 yang ditegaskan pula dalam Article 8 Statuta Roma 1998. Dikatakan
bahwa kejahatan perang merupakan pelanggaran HAM Berat karena terjadi pada masa
konflik bersenjata, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip keseimbangan
antara asas kepentingan militer dengan asas kemanusiaan yang diakui sebagai hukum
kebisaan perang. B. Tujuan hukum humaniter/hukum perang dalam berbagai kepustakaan
yaitu: memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan
yang tidak perlu (unnecessary suffering); menjamin HAM yang sangat fundamental bagi
mereka yang jatuh ke tangan musuh; mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa
mengenal batas. Di sini yang terpenting adalah asas perikemanusiaan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hubungan kejahatan perang dan hukum humaniter internasional
adalah hukum humaniter pada hakikatnya tidak melarang perang, tetapi mengatur perang
yang berperikemanusian dan memberikan sanksi-sanksi bagi para pihak yang melanggar
aturan perang (penjahat perang) sebagaimana yang telah diatur dalam Konvensi Den Haag
1907, Konvensi Jenewa 1949 dan Statuta Roma 1998 Pasal 8. Di samping itu juga hukum
perang/ humaniter mengatur alat dan cara berperang, serta mengatur perlindungan terhadap
korban perang.
4. narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis
yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.
Sementara menurut UU Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat
buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya
kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.
Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan.
Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan
ketenangan. Penyalahgunaannya bisa terkena sanksi hukum. Untuk mengetahui apa saja jenis
dan bahaya narkoba bagi kesehatan

Jenis-jenis Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan)

Kandungan yang terdapat pada narkoba tersebut memang bisa memberikan dampak yang
buruk bagi kesehatan jika disalahgunakan. Menurut UU tentang Narkotika, jenisnya dibagi
menjadi menjadi 3 golongan berdasarkan pada risiko ketergantungan.

Narkotika Golongan 1

Narkotika golongan 1 seperti ganja, opium, dan tanaman koka sangat berbahaya jika
dikonsumsi karena beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan.

Narkotika Golongan 2

Sementara narkotika golongan 2 bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai dengan
resep dokter. Jenis dari golongan ini kurang lebih ada 85 jenis, beberapa diantaranya seperti
Morfin, Alfaprodina, dan lain-lain. Golongan 2 juga berpotensi tinggi menimbulkan
ketergantungan.

Narkotika Golongan 3

Dan yang terakhir, narkotika golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup ringan
dan banyak dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa jenis narkoba yang bisa didapatkan
secara alami namun ada juga yang dibuat melalui proses kimia. Jika berdasarkan pada bahan
pembuatnya, jenis-jenis narkotika tersebut di antaranya adalah:
Narkotika Jenis Sintetis

Jenis yang satu ini didapatkan dari proses pengolahan yang rumit. Golongan ini sering
dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan dan juga penelitian. Contoh dari narkotika yang
bersifat sintetis seperti Amfetamin, Metadon, Deksamfetamin, dan sebagainya.

Narkotika Jenis Semi Sintetis

Pengolahan menggunakan bahan utama berupa narkotika alami yang kemudian diisolasi
dengan cara diekstraksi atau memakai proses lainnya. Contohnya adalah Morfin, Heroin,
Kodein, dan lain-lain.

Narkotika Jenis Alami

Ganja dan Koka menjadi contoh dari Narkotika yang bersifat alami dan langsung bisa
digunakan melalui proses sederhana. Karena kandungannya yang masih kuat, zat tersebut
tidak diperbolehkan untuk dijadikan obat. Bahaya narkoba ini sangat tinggi dan bisa
menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan jika disalahgunakan. Salah satu akibat fatalnya
adalah kematian.

4. Subyek hukum yang dapat dipidana kasus penyalahgunaan narkotika adalah orang


perorangan (individu) dan korporasi (badan hukum).

Bagaimana penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika?

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan sanksi terhadap penyalahgunaan narkotika


diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 111 sampai
dengan pasal 148. Sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkotika berupa pidana penjara
dan pidana denda.

Anda mungkin juga menyukai