Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat
dan Rahmat-Nya serta oleh karena kebaikkan-Nya saya dapat meneyelesaikan
pembuatan makalah ini yang berjudul “Kasus Pencucian Uang ” tapet waktu.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki, saya


yakin masih ada banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu
saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari teman-teman
beserta ibu dosen demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, Saya ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat


bermanfaat untuk kita semua. Salam sejahtera.

Timika, 10 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………i

Daftar Isi……………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………….………………….1

1.2 Rumusan Masalah……………………….………………………………2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………..………………..2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan pengertian Pencucian Uang…………………………………3

2.2 Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang……………....………...6

2.3 Alasan Memerangi Pencucian Uang……………………………………..7

2.4 Undang-Undang Pencucian Uang………………………………………..8

2.5 Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang…………………………………11

2.6 Profil Anas Urbaningrum…………………………………………..…..13

2.7 Kronologi Kasus yang menjerat Anas………………………………….13

2.8 Kasus Hukum Anas……………………………………………………14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………......17

3.2 Saran…………………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perbuatan pencucian uang di samping sangat merugikan
masyarakat, juga sangat merugikan Negara karena dapat mempengaruhi
atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan Negara
dengan meningkatkan berbagai kejahatan.
Praktik pencucian uang kotor, uang tunai atau kekayaan lain yang berasal
dari aktivitas criminal termasuk hasil korupsi guna menghilangkan asal-
usul merupakan suatu bisnis yang menggiurkan.
Berdasarkan statistic IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui
bank-bank diperkirakan hamper mencapai nilai sebesar US$1.500 miliar
pertahun. Sementara itu menurut Associated Press, kegiatan pencucian
uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya
sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan
menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai
US$ 600 miliar per tahun. Ini berarti sama dengan GDP seluruh dunia.
Namun Micheal Camdessus (Managing Director IMF), memperkirakan
dari folume dari cross-border money laundering adalah 2 % sampai
dengan 5 % dari Gross Domestic Product (GDP) dunia. Bahkan, batas
terbawah dari kisaran tersebut, yaitu jumlah yang dihasilkan dari kegiatan
narcotics, trafficking, arms trafficking, bank fraud, counterfeiting, dan
kejahatan yang sejenis itu, yang di cuci di seluruh dunia setiap tahun
mencapai jumlah hamper US$ 600 miliar.
Sebuah data yang disebutkan oleh FATF (Financial Action Task
Force) pada tanggal 22 Juni 2001 menyebut ada 17 negara yang masuk
dalam daftar hitam, diantatanya Kepualauan Cook, Dominica, Kepulauan
Marshall, Israel, Lebanon Filipina, Rusia, Mesir, Guatemala, Hungaria,
Myanmar, Nigeria, dan Indosesia. Negara itu dianggap tidak kooperatif
(Non-cooperative countries and territories-NCCT) dalam memberantas
pencucian uang.
Walau akhirnya nasib Indonesia membaik di mata dunia, dengan di
keluarkannya dari daftar hitam negera yang tidak kooperatif (Non
Cooperative Countries and Teritories/NCCT) terhadap tindakan pencucian
uang pada siding Financial Action Task Force (FATF) di paris, 9-11
Februari 2005. Hal itu menggembirakan, namun bukan berarti Indonesia
dapat berbangga diri sebagai Negara yang bersih dan bebas dari tindak
pidana.

1
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang?
2 Bagaimana Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang?
3 Apa Alasan Memerangi Pencucian Uang?
4 Bagaimana Undang-Undang Pencucian Uang?
5 Apa Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang?
6 Siapa Anas Urbaningrum?
7 Bagaimana Kronologi Kasus yang menjerat Anas Urbaningrum?
8 Bagaimana Kasus Hukum Anas?

1.3 Tujuan Penulisan


1 Untuk Mengetahui Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang.
2 Untuk Mengetahui Tahap-Tahap atau Mekanisme Pencucian Uang.
3 Untuk Mengetahui Alasan Memerangi Pencucian Uang.
4 Untuk Mengetahui Undang-Undang Pencucian Uang.
5 Untuk Mengetahui Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang.
6 Untuk Mengetahui Siapa itu Anas Urbaningrum.
7 Untuk Mengetahui Kronologi Kasus yang menjerat Anas
Urbaningrum.
8 Untuk Mengetahui Kasus Hukum Anas Urbaningrum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)


a. Sejarah Pencucian Uang

Istilah pencucian uang atau money loundering ini telah


dikenal sejak dekade tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika
seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai
strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian
pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika
Serikat.Pada dekade 1920-1930 ada kelompok penjahat yang
dipimpin Al Capone adalah seorang penjahat terkenal dari Amerika
Serikat. Ia melakukan money laundry terhadap uang haram yang
didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas
bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah
melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money
loundering. Usaha binatu milik Al Capone ini ternyata berkembang
maju dengan berbagai perolehan hasil uang haram dari proses
kejahatan lain yang berpa cabang usaha yang ditanamkan ke
perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil proses
minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil perusahaan
pelacuran.

Al Capone pun dijebloskan ke dalam penjara berdasarkan


pelanggaran terhadap Volsted Act. Suatu hal yang sangat luar biasa
pada saat mana kepolisian yang bersenjata tidak pernah berhasil
menangkapnya. Bahkan konfrontasi bersenjata yang dilakukan
polisi untuk menghancurkan kelompok Al Capone dan
menangkapnya selalu gagal, karena kelompok itu pun memiliki
persenjataan yang sama lengkap dan mematikan dengan yang
dimiliki polisi.
Charlie Lucky Luciano, seorang gembong kejahatan
Amerika yang memiliki spesialisasi dalam menyelundupkan
alcohol dan perjudian gelap, mengirim rekannya, Meyer Lansky
untuk mengambil bagian dalam emas Nazi. Lansky berangkat ke
Swiss dan membantu mentransfer lebih dari US$300 juta ke dalam
rekening-rekening lain hingga sampai ke tangan bosnya yang licik,
Al Capone.
Pada saat yang bersamaan karena pemberlakuan prinsip
rahasia bank di swiss pada awal tahun 1930 an, pencucian uang

3
memperoleh pijakah kokoh. Petinggi –petinggi militer nazi Jerman
melakukan pencurian uang dengan memanfaatkan prinsip rahasia
di bank swiss. Pada saat itu swiss tidak mengkatagorikan
penggelapan dan pengelakan pajak sebagai suatu kejahatan,
sehingga siapapun yang menyimpan uang dibank – bank swiss
tidak akan ditanya soal itu. Identitas nasbah hanya menjadi otoritas
direktur bank. Hanya direktur bank yang mengetahui sipa nasabah
pemilik nomor tersebut. Oleh karena itu, identitas nasabah hanya
berupa nomor kode.
Bagi organisasi kejahatan, Harta Kekayaan sebagai hasil kejahatan
ibarat darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran
Harta Kekayaan melalui system perbankan internasional yang
dilakukan diputuskan, maka organisasi kejahatan tersebut lama-
kelamaan akan menjadi lemah, berkurang aktivitasnya, bahkan
menjadi mati. Oleh karena itu, harta kekayaan merupakan bagian
yang sangat penting bagi suatu organisasi kejahatan. Untuk itu,
terdapat suatu dorongan bagi organisasi kejahatan melakukan
pencucian uang agar asal-usul Harta Kekayaan yang sangat
dibutuhkan tersebut sulit atau tidak dapat dilacak oleh penegak
hukum.
b. Pengertian Pencucian Uang
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang
bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana
yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah
berasal dari kegiatan yang sah.
Dalam buku kitab Blak’s Law Dictiniory, istilah money
laundering di artikan dengan, term applied to taking money gotten
illegally and washing or laundering it so it appears to have been
gotten legall (istilah yang diterapkan untuk mengambilan uang
yang didapat secara ilegal dan mencucinya atau pencucian
sehingga tampaknya didapatkan secara legall).
Sedangkan menurut para ahli hukum, pencucian uang atau
money laundering memiliki berbagai pengertian dari masing-
masing ahli hokum tersebut. Seperti pengertian dari ahli hukum
Sarah N. Welling, the process by which one conceals the existence,
illegal source, or illegal application of income, and than disguises
that income to make it appear legitimate (sebuah proses dimana
untuk menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau cara ilegal
pendapatan, dan juga penyamaran hingga pendapatan untuk

4
menjadi tampak sah). Kemudian Sarah N welling mengemukakan
pengertian money laundering sebagai proses yang dilakukan oleh
seseorang menyembunyikan keberadaan ,seumber ilegal atau
aplikasi ilegal dari pendapatan yang kemudian menyamarkan
pendapatan itu menjadi sah.Welling menekankan bahwa pencucian
uang adalah suatu proses mengaburkan ,menyembunyikan uang-
uang- ilegal melalui sistem keuangan sehingga ia akan meuncul
kembali sebagai uang yang sah.
Selanjutnya menurut ahli hukum Fraser, money laundering
dimaknai sebagai, money laundering is quite simply the process
through which “dirty” money (proceeds of crime), is washed
through “clean” or legitimate sources and enterprises so that the
“bad guys” may more safely enjoy their ill gotten gains (pencucian
uang adalah proses sederhana dimana uang "kotor" (hasil
kejahatan), dicuci melalui sumber "bersih" atau sah dan
perusahaan, sehingga "orang jahat" akan lebih aman menikmati
keuntungan kotor mereka).
Begitu juga dengan pengertian dari Pamela H. Bucy dalam
bukunya yang berjudul white Collar Crime: Cases and Materials.
Bahwa Money laundering adalah sebagai berikut, Money
laundering is the concealment of the existence, nature of illegal
source of illicit funds in such a manner that the funds will appear
legitimate if discovered.] Maknanya adalah Pencucian uang
sebagai penyembunyian keberadaan, sifat atau sumber illegal,
pergerakan atau kepemilikan uang demi alasan apapun.
Pengertian pencucian uang dalam UU no. 25 Tahun 2003
adalah perbuatan menempatkan, menstranfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas
harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil
tindakan pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta Kekayaan yang sah (Pasal 1 angka 1 Undang-undang
No. 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang).
Sedangkan dalam UU No. 8 Tahun 2010 tantang Pencegahan dan
pembarantasan tindak Pidana Pencucian uang, pengertian
pencucian uang mengalami perluasan menjadi segala perbuatan
yang memenuhi unsure-unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.

5
2.2 Tahap-Tahap atau mekanisme Pencucian Uang
Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha
pencucian uang, yaitu sebagai berikut.
1 Tahap Penempatan (Placement)

a) Menempatkan dana pada bank. Kadang kegiatan ini diikuti


dengan pengajuan kredit/pembiayaan.
b) Menyetorkan uang pada bank atau perusahaan jasa keuangan
lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit
trail.
c) Menyelundupkan uang dari suatu Negara ke Negara lain.
d) Membiayai suatu usaha yang seola-olah sah atau terkait
dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga
mengubah kas menjadi kredit pembiayaan.
e) Membeli barang-barang berharga yang bernila tinggi untuk
keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal
sebagai penghargaan atau hadiah kepada pihak lain yang
pembayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa
keuangan lain.

Tahap Placement, memindahkan uang haram dari sumbernya untuk


menghindarkan jejak dengan metode smurfing. Metode ini mengelabui
ketentuan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Dalam tahap ini bisa juga penempatan uang hasil criminal
itu dimasukkan dalam sisten keuangan, baik dengan cara memasukkan ke
deposito, saham, atau mengonversikannya ke dalam mata uang lain.

2 Tahap Pelapisan atau Layering


Tahap Layering merupakan upaya untuk mengurangi jejak
asal uang tersebut atau cirri-siri asli dari uang hasil kejahatan
tersebut atau nama pemilik uang hasil tindak pidana, dengan
melibatkan tempat-tempat atau bank di Negara-negara dimana
kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang.
Tindakan ini dapat berupa transfer dana ke Negara lain dalam
bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian saham
pada bursa efek menggunakan deposit di bank A untuk meminjam
uang di bank B dan sebagainya.
Layering (pelapisan) adalah suatu proses pemindahan dana
dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya
placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang
kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber

6
uang haram tersebut, misalnya bearer bonds, forex market, stocks.
Disamping cara tersebut, langkah lain yang digunakan adalah
dengan menciptakan sebanyak mungkin account dari perusahaan
fiktif/semu dengan memanfaatkan aspek kerahasiaan bank dan
keistimewaan hubungan antara nasabah bank dengan pengacara.
Upaya ini dilakukan untuk menghilangkan jejak atau usaha audit
sehingga seolah-olah merupakan transaksi finansial yang legal.
3 Tahap Penggabungan atau Tahap Integration
Tahap Integration merupakan tahap pengumpulan dan
menyatukan kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui
tahap pelapisan dalam suatu proses arus keuangan yang sah. Pada
tahap ini uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit
dikenali hasil tindak pidana, dan muncul kembali sebagai asset
investasi yang tampaknya legal.
Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang
yang diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke
dalam aktivitas-aktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa
ada hubungan/links ke dalam bisnis haram sebelumnya. Pada
tahap ini uang haram yang telah diputihkan dimasukkan kembali
ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang sesuai dengan aturan
hukum, dan telah berubah menjadi legal. Ada tulisan yang
menyebutkan bahwa cara tersebut juga disebut spin dry yang
merupakan gabungan antara repatriation dan integration.

2.3 Alasan Memerangi Pencucian Uang


Pencucian uang secara potensial dapat menghancurkan ekonomi,
keamanan dan membawa dampak sosial. Pencucian uang menyediakan
bahan bakar bagi penyelundupan narkoba, penyapan dan lainnya untuk
menjalankan dan memperluas perusahaan mereka. Secara faktual kegiatan
pencucian uang sulit untuk ditindak dan diberantas, tetapi pencucian uang
harus di persempit ruang geraknya /diperangi, karena kegiatan itu telah
mengganggu sistem ekonomi suatu bangsa dan sistem-sistem lainnya.
Adapun dampak buruk pencucian uang antara lain :
1 Melemahkan sektor swasta yang sah

Pencucian uang dapat mendirikan perusahaan topeng yang


bergerak dalam kegiatan bisnis. Misalnya di Amerika
serikat ,misalnya kejahan terorganisasi menggunakan kedai-kedai
pissa untuk menopengi hasil penyelundupan heroin dan kedai pizza
tersebut menjual pissa dengan haraga murah yang membuat
pengusaha pissa dan perusahaan lainnya yang bersih akan akan

7
kalah saing. Bila keadaan ini bertahan lama perusahaaan yang sah
tidak bertahan lama dan kejahatan akan semakin sulit diberantas.

2 Merusak intregitas Pasar keuangan


Jika pencucian uang hasil kejahatan masuk kedalam ranah
negara (yang biasanya masuk dalam jumlah besar maka hampir
dipastikan akan menimbulkan likuiditas .Institusi keuangan yang
menerima hasil kejahatan memiliki tantangan tambahan dalam
mengelola aset ,liabilitas dan operasi mereka .Contoh sejumlah
besar uang hasil kejahatan yang telah dicuci mungkin ada di
institusi keuangan ,tetapi menghilang tiba-tiba tanpa
pemberitahuan ,melalui transfer elektronek sebagai respons
terhadap faktor non pasar mseperti penegakan hukum .Hal ini
dapat berdampak pada bank itu sendiri yag menimbulkan masalah
likuiditas .Penarikan uang yang telah dicuci menyebabkan krisis
likuiditas dan kegaglan bannk ,karena bank mengelola sebagian
besar hasil kejahatan .Hal ini akan menimbulakan krisis keuangan
dan bank akan tutup sperti Europa Bank union dan BCCI.
3 Berisiko Pada Reputasi Negara
Pencucian uang dapat merudsak reputasi negara .Tidak stu
negara pun di dunia ,terlebih di era global saat ini ,yang bersedia
kehilangan reputasinya akibat pencucian uang. Kepercayaan pasar
akan terkikis karena kegiatan jahat tersebut . Kemudian negara
akan kehilangan kexempatan yang sah untuk memperoleh
keuntungan dari industri keuangannya.
4 Menimbulakan Biaya Sosial
Pencucian uang merupakan proses yang paling penting
dalam organisasi sehingga dapat melaksanakan kejahatan
mereka .Pencucian uang memungkinkan para penjua dan pengedar
narkoba ,penyelundup dan lainnya akan memperluas
kegiatannya .Hal ini dapat berakibat pada pemberantasan 
kejahatan tersebut /penanganan dan penegakan hukum .Pencucian
uang bisa-bisa memindahkan ekonomi pasar ,pemerintah ,dan
warga negar kepada para penjahat .Tidak mustahil ,bila terus
menerus meluas ,dalam kasus ekstrim hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya pengambilalihan kekuasaan pemerintah yang sah.
2.4 Undang – Undang Pencucian Uang
Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang
dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-

8
Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang,
telah menunjukkan arah positif. Hal itu, tercermin dari meningkatnya
kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang tindak Pidana
Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan
kewajiban pelaporan, lembaga Pegawas dan Pengatur dalam pembuatan
peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil
analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administrative
(UU No. 8 Tahun 2010).
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 memuat materi muatan, yaitu:
1 Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana
Pencucian uang.
2 Penyempurnaan Kriminalisasi tindak pidana Pencucian uang.
3 Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi
administrative.
4 Pengukuran penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa
5 Perluasan pihak Pelapor.
6 Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau
jasa lainnya.
7 Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan.
8 Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda
transaksi.
9 Perluasan kewenangan Direktorat jenderal Bea dan Cukai terhadap
pembawaan uang tunai dan instrument pembayaran lain ke dalam
atau ke luar daerah pabean.
10 Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk
menyidik dugaan tindak pidana Pencucian uang
11 Perluasan instasi yang berhak menerima hasil analisis atau
pemeriksaan PPATK.
12 Penataan kembali kelembagaan PPATK.
13 Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk
menghentikan sementara Transaksi.
14 Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana
Pencucian uang, dan
15 Pengaturan mengenaii penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dati
tindakan pidana.

Di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tersebut pencucian


uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

9
a. Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang
yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau
surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan.
(Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

Berdasarkan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian uang, perbbuatan pencucian uang dapat
dikelompokkan menjadi aktif dan pasif (Husein 2010). Tindak
pidana pencucian uang yang aktif melibatkan orang yang sengaja
melakukan pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan
Pasal 4 yaitu:
 Pasal 3
Setiap orang yang menempatkan, mentranfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas Harta kekayaan yang diketahui atau perlu diduganya
merupakan hasil tindak pidana.
 Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU Pencegahan


Pemberantasan Tindak Pidana pencucian uang, yang dimaksud
dengan harta kekayaan adalah semua benda bergerak maupun
benda tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud,
yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan
kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya

10
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama
dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi
Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No.
8 Tahun 2010).
Berdasarkan Pasal 5 pelaku tindak pidana pasis adalah
setiap orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana melalui:
1 Penempatan
2 Pentransferan
3 Pembayaran
4 Hibah
5 Sumbangan
6 penitipan
7 Penukaran
8 Menggunakan harta kekayaan.

Unsure obyektif dalam Pasal 5 di atas adalah perbuatan


penempatan, pentranferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Sedangkan unsure subyektifnya adalah mengetahui, atau patut
diduga, bahwa harta kekayaan yang didapat merupakan hasil
tindak pidana.

c. Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi
mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang
dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan
hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun
dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

2.5 Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang


Mengenai sanksi terhadap orang yang telah melakukan pencucian
uang telah diatur sedemikian rupa dalam UU TPPU .Seperti halnya dalam
Pasal 3 dalam UU TPPU Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,

11
menitipkan,membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dapat
dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Dengan demikian, disinilah peran Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga independen yang
dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana
Pencucian Uang dengan cara menyediakan informasi inteligen yang
dihasilkan dari analisis terhadap laporan-laporan yang disampaikan kepada
PPATK . Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai fungsi
sebagai berikut (Pasal 40 UU No. 8 Tahun 2010):
1 Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
2 Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh ppatk
3 Pengawasan terhadap kepatuhan pihak  pelapor
4  Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau
tindak pidana lain.

Selain itu PPATK sendiri sudah memiliki banyak mitra dalam


membantu menelusuri aliran dana mencurigakan tersebut seperti
Kejaksaan, Kepolisian, Bea Cukai, Direktorat Pajak bahkan Koperasi
Simpan Pinjam serta BNN.   

12
2.6 Profil Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum lahir di Blitar, 47 tahun silam. Dulunya ia


adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat, sejak 23 Mei 2010, hingga
resmi diberhentikan pada 30 Maret 2013. Sebelumnya, ia adalah Ketua
Fraksi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Anas terpilih
menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan Jawa
Timur VI (Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri
dan Kabupaten Tulungagung) dengan meraih suara terbanyak.

Sejak ia menjabat sebagai anggota DPR, banyak hal yang ia


lakukan. Bukan karena prestasinya di DPR, tetapi suatu tindakan yang
mengarah pada perbuatan melawan hukum.

Sejak terpilih menjadi ketua partai, ia mengundurkan diri dari


jabatannya di DPR. Ia ingin fokus membesarkan partainya, tetapi hanya
dua tahun berselang semua rencananya buyar dan terhenti seketika. Anas
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2012. Ia didakwa
terjerat kasus korupsi sekaligus kejahatan pencucian uang, dengan tuntutan
15 tahun penjara, denda Rp500 juta, uang pengganti sebesar Rp 94,18
miliar dan USD 5,26 juta, dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak
untuk dipilih dalam jabatan politik.

2.7 Kronologi Kasus yang menjerat Anas Urbaningrum


Sejak ia menjabat sebagai anggota DPR RI, ada upaya dengan
sengaja menyembunyikan atau menyamarkan hasil kekayaan yang

13
diperoleh dari perbuatan korupsi. Proyek-proyek pemerintah diatur
sedemikian rupa sehingga terjadi mark-up, penyuapan, penerimaan
gratifikasi, dan penyalahgunaan wewenang, sehingga berimbas pada
gagalnya pelaksanaan beberapa proyek yang bernilai puluhan bahkan
ratusan milyar di Kemenpora, Kemendiknas dan BUMN.

Tahun 2008, ia bergabung dengan Permai Group bersama M.


Nazaruddin untuk menggarap proyek-proyek pemerintah. Lalu pada tahun
2009, setelah Anas menjadi anggota DPR, ia juga membentuk kantong-
kantong dana yang bersumber dari proyek pemerintah dan BUMN. Ia
dibantu oleh Yulianis dan Mindo Rosalina Manulang untuk proyek di
Kemendiknas dan Kemenpora, Munadi Herlambang untuk menggarap
proyek pemerintah bidang Konstruksi dan BUMN, dan Machfud Suroso
untuk menggarap proyek di Universitas dan juga proyek Hambalang.
Selain itu, ia juga bersekongkol dengan beberapa rekannya di partai
Demokrat diantaranya Mahyudi (Ketua Komisi X DPR RI) dan Angelina
Sondakh (Koordinator Banggar) untuk memuluskan rencananya.

Atas berbagai aksi dan manuvernya itu, Anas menerima kekayaan antara
lain:
Penerimaan gratifikasi berupa uang sebesar Rp 2 milyar dari PT
Adhi Karya;
Penerimaan gratifikasi berupa uang dari Nazaruddin (Permai Group)
sebesar Rp 84,516 milyar dan USD 36 ribu untuk keperluan persiapan
pencalonan ketua umum Partai Demokrat;
Penerimaan gratifikasi berupa uang dari Nazaruddin (Permai Group)
sebesar Rp 30 milyar dan USD 5,2 juta untuk keperluan pelaksanaan
pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat;
Penerimaan gratifikasi berupa 1 unit mobil Toyota Harrier seharga Rp 670
juta
Penerimaan gratifikasi lainnya senilai ratusan juta rupiah. Jika ditotal,
lebih dari Rp 117 miliar dan USD 5,5 juta (jika dirupiahkan sekitar Rp71,5
miliar) uang yang dikumpulkan Anas dari hasil korupsi proyek-proyek
pemerintah, sekaligus merupakan bentuk kejahatan pencucian uang. Ia
mengumpulkannya hanya dalam waktu beberapa bulan di tahun 2010.
2.8 Kasus Hukum Anas Urbaningrum
KPK memberikan dakwaan berlapis kepada Anas, yakni dijerat
dengan UU Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dakwaan kesatu primer, Anas dijerat dengan Pasal 12 huruf-a jo Pasal 18
UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

14
sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang
perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, yang berbunyi:
"Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya."

Lalu dakwaan subsidair kesatu, Anas dijerat dengan Pasal 11 jo


Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001
tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, yang berbunyi:
"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya."

Dakwaan subsidair kedua, Anas dijerat dengan Pasal 3 UU RI No 8


tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1), yang berbunyi: "Setiap Orang yang
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah)."

15
Dakwaan subsidair ketiga, Anas dijerat dengan Pasal 3 ayat (1)
huruf c UU RI No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU RI No. 15 tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berbunyi:
"Setiap orang yang dengan sengaja: (c) membayarkan atau membelanjakan
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama
pihak lain, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah)."

Mengacu pada pasal-pasal yang didakwakan kepada Anas, dan


berdasar pada tuntutan yang diajukan KPK kepada Majelis Hakim,
Mahkamah Agung kemudian menyatakan Anas bersalah telah melakukan
tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. MA menjatuhkan
vonis pidana penjara 14 (empat belas) tahun dikurangi masa tahanan,
denda Rp5 miliar subsidair 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan kurungan, uang
pengganti Rp57,59 miliar dan USD 5,26 juta subsidair 4 (empat) tahun
penjara. Pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam
jabatan politik.

16
BAB III

PENUTUP

3.3 Kesimpulan
 Istilah pencucian uang atau money loundering ini telah dikenal
sejak dekade tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang
mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya.
Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau
disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika Serikat.Pada
dekade 1920-1930 ada kelompok penjahat yang dipimpin Al
Capone adalah seorang penjahat terkenal dari Amerika Serikat. Ia
melakukan money laundry terhadap uang haram yang didapatnya
dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama Meyer
Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah melalui usaha
binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money loundering.
 Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau
harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang
kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal
dari kegiatan yang sah.
 Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha
pencucian uang, yaitu:
 Tahap Penempatan (Placement), memindahkan uang haram
dari sumbernya untuk menghindarkan jejak dengan metode
smurfing. Metode ini mengelabui ketentuan untuk
melaporkan transaksi uang tunai sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Dalam tahap ini bisa juga penempatan uang
hasil criminal itu dimasukkan dalam sisten keuangan, baik
dengan cara memasukkan ke deposito, saham, atau
mengonversikannya ke dalam mata uang lain.
 Tahap Pelapisan (Layering) merupakan upaya untuk
mengurangi jejak asal uang tersebut atau cirri-siri asli dari
uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil
tindak pidana, dengan melibatkan tempat-tempat atau bank
di Negara-negara dimana kerahasiaan bank akan
menyulitkan pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat
berupa transfer dana ke Negara lain dalam bentuk mata
uang asing, pembelian property, pembelian saham pada
bursa efek menggunakan deposit di bank A untuk
meminjam uang di bank B dan sebagainya.

17
 Tahap Penggabungan (Integration) merupakan tahap
pengumpulan dan menyatukan kembali uang hasil kejahatan
yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus
keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan
benar-benar telah bersih dan sulit dikenali hasil tindak
pidana, dan muncul kembali sebagai asset investasi yang
tampaknya legal.
 Pencucian uang secara potensial dapat menghancurkan ekonomi,
keamanan dan membawa dampak sosial. Pencucian uang
menyediakan bahan bakar bagi penyelundupan narkoba, penyapan
dan lainnya untuk menjalankan dan memperluas perusahaan
mereka. Secara faktual kegiatan pencucian uang sulit untuk
ditindak dan diberantas, tetapi pencucian uang harus di persempit
ruang geraknya /diperangi, karena kegiatan itu telah mengganggu
sistem ekonomi suatu bangsa dan sistem-sistem lainnya.
 Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang
dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian uang, telah menunjukkan arah positif.
 Pasal 3
Setiap orang yang menempatkan, mentranfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain
atas Harta kekayaan yang diketahui atau perlu diduganya
merupakan hasil tindak pidana.
 Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak,
atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana.
 Mengenai sanksi terhadap orang yang telah melakukan pencucian
uang telah diatur sedemikian rupa dalam UU TPPU .Seperti halnya
dalam Pasal 3 dalam UU TPPU Setiap Orang yang menempatkan,
mentransfer mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan,membawa ke luar negeri, mengubah
bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau

18
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dapat dipidana karena
tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
 Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari
2012. Ia didakwa terjerat kasus korupsi sekaligus kejahatan
pencucian uang, dengan tuntutan 15 tahun penjara, denda Rp500
juta, uang pengganti sebesar Rp 94,18 miliar dan USD 5,26 juta,
dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih
dalam jabatan politik.
 lebih dari Rp 117 miliar dan USD 5,5 juta (jika dirupiahkan sekitar
Rp71,5 miliar) uang yang dikumpulkan Anas dari hasil korupsi
proyek-proyek pemerintah, sekaligus merupakan bentuk kejahatan
pencucian uang.
 MA menjatuhkan vonis pidana penjara 14 (empat belas) tahun
dikurangi masa tahanan, denda Rp5 miliar subsidair 1 (satu) tahun
4 (empat) bulan kurungan, uang pengganti Rp57,59 miliar dan
USD 5,26 juta subsidair 4 (empat) tahun penjara. Pidana tambahan
berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan politik.

3.8 Saran
Diperlukan peran serta masyarakat untuk melaporkan setiap
transaksi yang mencurigakan serta lembaga-lembaga suatu “kelompok
pengawas” yang secara konsisten melakukan pengawasan terhadap
penguasa dan jajaran pemerintahannya misalnya lembaga PPATK di setiap
kabupaten atau kota untuk mengawsi perilaku yang menyimpang.

19
DAFTAR PUSTAKA
https://acch.kpk.go.id
http://id.wikipedia
http://news.liputan6.com
https://merdeka.com

20

Anda mungkin juga menyukai