Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG


Aspek Kerahasiaan dan Tindak Pidana Lain Dalam Money
Laundering
Dosen Pemampu: Dr. Davit Ramadhan S.H M.H

DISUSUN OLEH :

Muhammad Fahlebvy 1809124650


M. Ikrom (1809112464)
Radika Tiara Faranisha (1809112669)
Tania Hotmaida Sihombing (1809112520)

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan Rahmat, Karunia, dan Hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Aspek Kerahasiaan dan Tindak Pidana Lain Dalam Money
Laundering” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
penulis berterima kasih pada bapak Dr. Davit Ramadhan S.H M.H selaku Dosen
mata kuliah Tidan Pidana Pencucian Uang yang telah memberikan tugas ini
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Aspek Kerahasiaan dan
Tindak Pidana Lain Dalam Money Laundering”. Juga mengenai materi-materi
lainnya yang berkaitan dengan Pengaturan dan Pengawasan Perbankan. Penulis
juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam Makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi memperbaiki makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang
membangun
Semoga makalah yang kami buat dapat dipahami dan juga dimengerti oleh
kita semua bagi siapapun yang membaca dan melihatnya.

Pekanbaru, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i

Daftar isi ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 3
1.4 Landasan Teori/Kerangka Teoritis ............................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aspek Kerahasiaan dan Tindak Pidana Lain dalam


Pencucian Uang......................................................................... 6
Konsep dan Hubungan Pidana Lain dalam Pencucian Uang..... 10
2.2 Tahapan dan Modus dalam Melakukan Tindak Pidana
Pencucian Uang ........................................................................ 14
2.3 Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang........................ 19

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan............................................................................... 23
3.2. Saran......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pencucian uang (money laundry) adalah suatu perbuatan merubah dan
menyembunyikan uang tunai atau aset yang diperoleh dari suatu kejahatan, yang
terlihat seperti berasal dari sumber yang sah. Dana haram (illifict funds) tidak
bersifat seperti dunia pada umumnya, karena dana ini dapat merusak pasar,
merugikan peserta pasar yang sah dan selalu tidak memberikan kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi jangka panjang dan stabilitas pasar tempat
dimana dana tersebut tersembunyi. Problematik pencucian uang yang dalam
bahasa Inggris dikenal dengan nama “money laundry” mulai sekarang dibahas,
karena banyak menyita perhatian dunia internasional disebabkan dimensi dan
implikasinya yang melanggar batas-batas negara.
Terdapat beberapa versi mengenai asal-usul penggunaan istilah “money
laundering” atau “pencucian uang”. Istilah “pencucian uang” pertama kali
digunakan dalam surat kabar yang berkaitan dengan skandal Watergate di
Amerika Serikat yang melibatkan Presiden Richard Nixon pada tahun 1973. 1
Menurut Jeffrey Robinson, latar belakang mengenai istilah “pencucian uang”
digunakan karena proses yang digunakan menunjukkan bagaimana mengubah
uang yang berkaitan dengan kejahatan atau diperoleh secara illegal atau kotor
untuk kemudian diproses sedemikian rupa hingga seolah-olah menjadi uang yang
diperoleh secara legal atau bersih.2 Proses perubahan uang tersebut biasanya
dilakukan melalui kegiatan usaha, pembelian aset, atau pemindahan uang dari satu
rekening ke rekening lain
Money laundering merupakan suatu aspek perbuatan kriminal karena sifat
kriminalitasnya adalah berkaitan dengan latar belakang dari perolehan sejumlah
uang yang sifatnya gelap, haram atau kotor, lalu sejumlah uang kotor ini
kemudian dikelola dengan aktivitas-aktivitas tertentu seperti dengan membentuk

1
Jeffresy Robinson, The Laundryman, Dikutip dalam Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak
Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 2004), hal. 6
2
Ibid

1
usaha, mentransfer atau mengkonversikannya ke bank atau valuta asing sebagai
langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut
Fokus dunia barat yang cukup besar terhadap praktik pencucian uang
sebagai suatu tindak kejahatan, pada awalnya muncul akibat mengguritanya
kejahatan perdagangan gelap obat bius (drugtrafficking). Kejahatan tersebut selain
memiliki dampak negatifakibat penyalahgunaan obat bius di kalangan masyarakat
tetapi juga berimplikasi secara luas terhadap perekonomian karena melibatkan
dana yang sangat besar. Lebih lanjut penggunaan dana dari hasil kejahatan yang
sedemikian besar tersebut didasari dapat mengkontaminasi dan menimbulkan
distorsi di segala aspek baik pemerintahan, ekonomi, politik dan sosial.
Perhatian dunia internasional terhadap kejahatan pencucian uang mulai
muncul ketika terungkap bahwa banyak sindikat-sindikat kejahatan narkotika
yang menggunakan modus pencucian uang sebagai cara menyembunyikan aset
mereka dari penegak hukum. Apalagi dengan perkiraan jumlah uang yang diputar
dalam kejahatan pencucian uang tersebut. Bahkan hingga saat ini, dengan
berbagai kebijakan dan tindakan pemberantasan mafia narkotika yang diterapkan
secara global, tetap menunjukkan besaran uang yang diputar. Laporan UNODC
pada tahun 2009 yang dibuat oleh memperkirakan bahwa hasil kejahatan yang
telah “dicuci” mencapai 2.7 % dari Global Gross Domestic. Meski memang
bahwa angka ini memang bukanlah angka yang pasti, mengingat sulit untuk
mendeteksi secara pasti besaran uang yang dihasilkan dan berkaitan dengan
kejahatan-kejahatan dikarenakan modusnya yang rapi dan sistematis
Selain itu sistem kerahasiaan bank yang dianut suatu negara juga
merupakan salah satu faktor sarana untuk pencucian uang, semakin ketat suatu
kerahasiaan perbankan suatu negara, maka semakin intens pula dipergunakan
sebagai sarana untuk pencucian uang. Melalui ketentuan rahasia Bank terdapat
berbagai bentuk kepentingan dapat terjadi, misalnya berkaitan dengan
penghitungan dan penagihan pajak oleh petugas pajak, tunggakan kredit yang
merugikan negara dan masyarakat, masalah audit yang dilakukan pengawas
keuangan negara, pemberantasan korupsi, perdagangan narkoba, kasus illegal
Logging dan sebagainya.

2
Dalam perkembangannya, tindak pidana Pencucian Uang semakin
kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang
semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah
merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action
Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar
internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang. Dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana Pencucian Uang perlu dilakukan kerja sama regional
dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak
pidana yang menghasilkan atau melibatkan Harta Kekayaan yang jumlahnya besar
dapat diminimalisasi.3 Dalam perkembangan dan kemajuan teknologi, bentuk
tindak pidana ini telah dianggap sebagai kejahatan kerah putih (white collar
crime) serta menembus lintas batas antar Negara (transnational crime), karena
dilakukan melalui wire system oleh sindikat kejahatan yang profesional sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan keuangan Negara dan
perekonomian Negara atau bahkan dapat merusak tujuan pembangunan nasional
yang telah ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Di Indonesia itu sendiri setelah adanya Undang-Undang No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, barulah diketahui bahwa banyak
perbuatan yang ternyata merupakan perbuatan pencucian uang. Namun, tidaklah
semudah iu menentukan telah terjadinya tindak pidana pencucian uang. Dalam
KUHAP, untuk menentukan seseorang bersalah terhadap kejahatan yang
dilakukannya diperlukan minimal dua alat bukti. Namun, dalam tindak pidana
pencucian uang, setiap perkara akan dihadapkan kepada dua jenis tindak pidana,
yaitu tindak pidana pencucian uang sendiri dan juga tindak pidana semula. Ini
juga disebut dalam tindak pidana asal, delik awal, atau predicate crime
Oleh Karena itu nampak bahwa tindak pidana pencucian uang
mengandung dua tindak pidana. Pertama, tindak pidana asal (predicate offence),
tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang menjadi sumber asal dari harta
haram (dirty money) atau hasil tindak pidana (criminal proceeds) yang kemudian
dicuci (Arief, 2013: 144). Jenis tindak pidana asal secara limitatif diatur dalam
3
Penjelasan Umum Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

3
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti tindak pidana korupsi,
tindak pidana perdagangan narkoba atau tindak pidana lain yang diancam pidana
penjara empat tahun atau lebih. Kedua, tindak pidana pencucian uang, tindak
pidana ini merupakan tindakan atau perbuatan menyamarkan atau
menyembunyikan harta kekayaan hasil tindak pidana asal dengan tujuan agar asal
usul harta kekayaan tidak diketahui, sehingga harta kekayaan yang sebenarnya
hasil dari tindak pidana (ilegal) menjadi seolah-olah harta kekayaan yang sah
Oleh karena itu banyak terjadi kejahatan pencucian uang yang susah untuk
di buktikan dikarenakan adanya indikasi tindak pidana lain yang bisa dilakukan
sebanyak 25 jenis tindak pidana yang bisa menjadi tindak pidana awal dalam
melakukan pencucian uang dan tentu yang susah untuk membuktikan adanya
aspek kerahasian dalam melakukan pencucian uang dan juga tindakan pidana
yang biar berhubungan dengan negara lain atau lintas negara.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam Aspek Kerahasiaan dan Tindak Pidana Lain
Dalam Money Laundering adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan Aspek Kerahasian dan Tindak Pidana lain
dalam Money Laundering ?
2. Bagaimana Konsep dalam Hubungan tindak pidana lain dalam mencari tau
indikasi Money Laundering Tahapan dan Modus dari Tindak Pidana
Pencucian Uang yang berawal dari pidana asal ?
3. Bagaimana
4. Bagaimana Pemberantasan dari adanya pidana dalam kasus Money
Laundering?
1.3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui maksud dari aspek kerahasian dan tindak pidana lain
dalam Money Laundering.
2. Untuk Mengetahui bagaimana Konsep dalam Hubungan terjadinya tindak
pidana lain dalam melakukan kejahatan money laundering.

4
3. Untuk mengetahui tahap-tahap dalam melakukan pencucian uang dan modus
pelaku dalam memberishkan uang yang di dapat dari pidana lain.
4. Untuk Mengetahui bagaimana pemberantasan yang akan dilakukan terhadap
indikasi tindak pidana kasus money laundering.

1.4. Landasan Teori/Kerangka Teori


Bahwa dalam penulisan ini kami mengambil beberapa teori dan asas yang
melandaskan dari pembuatan makalah tugas mengenai Tindak Pidana Pencucian
Uang. Money laundering sangat erat hubungannya dengan tindak pidana
/kejahatan, oleh karena itu pemberantasannya juga berarti penanggulangan
kejahatan yang melatar belakanginya, terutama terhadap organized crimes, seperti
ketentuan tindak pidana lain, antara lain seperti: korupsi, penyuapan,
penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran,
perbankan, pasar modal, Asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia,
perdagangan gelap senjata, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan,
penipuan,pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan dan
lingkungan hidup. Oleh sebab itu tindak pidana pencucian uang ini berlandaskan
oleh teori penegakan hukum. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya
upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini dikarenakan pelaku
melakukan tindak pidana pencucian uang lebih dari satu kasus tindak pidana yang
dimana pidana asalnya di rahasiakan atau ditutup-tutupi agar terlihat bersih. Selain
itu gabungan pemidanaan atau hukuman ada manakala terdapat gabungan atau
perbuatan pidana masing-masing perbuatan pidana tersebut belum mendapatkan
keputusan tetap. Menurut Tegus Prasetro, dalam bukunya hukum Pidana
menjelaskan tentang gabungan melakukan tindak pidana mempunyai tiga bentuk,
concursus ini diatur dalam KUHP, yaitu concursus idealis (Pasal 62 KUHP),
perbuatan berlanjut (Pasal 64 kuhp), concursus realis (Pasal 67 Sampai 71
KUHP). Di dalam pemidanaan bagi perbuatan pidana terdapat empat cara dalam
memberikan hukuman bagi seseorang melakukan tindak pidana lebih dari satu

5
yaitu asas absorpsi, asas komulasi, asas absorpsi yang di pertajam, dan yang
keempat asas komulasi sedang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Aspek Kerahasian dan Tindak Pidana Lain dalam Pencucian Uang
Perbuatan pencucian uang berawal dari adanya perbuatan pidana (eenfeit).
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan dan akan
dikenai sanksi jika dilanggar. Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan
yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau
harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah
menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.4
Menurut Heru Supratomo memberi contoh praktik money laundring
melalui sistem perbankan: suatu sindikat kejahatan internasional melakukan
transfer uang dari bank di suatu negara ke suatu negara ke suatu bank di negara
lain dengan dokumen palsu dengan cara memalsukan "tested telex" uang tersebut
di negara tujuan dimasukkan ke dalam beberapa rekening anggota. Kemudian
uang itu ditarik secara tunai dan dimasukkan ke rekening anggota sindikat lainnya
. Apabila di negara tersebut tidak ada kewajiban untuk meminta informasi
mengenai asal usul uang itu, baik dari segi ekonomi maupun yuridis, maka uang
tersebut aman dari pendeteksian, sehingga hal ini dikategorikan sebagai uang yang
sudah di putihkan.
Pencucian Uang dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2002 tentang
pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentranfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar
negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga

4
Adrian Sutedi, 2008, Tindak pidana pencucian uang. PT. Citra aditya bakti.,
bandung, Hlm 12

6
solah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”. Pengertian Money Laundering
tersebut, Financial Action Task Force on Maney Laudering (FATF) merumuskan
bahwa money laundering adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul hasil kejahatan. Proses tersebut untuk kepentingan penghilangan jejak
sehingga memungkinkan pelakunya menikmati keuntungan-keuntungan itu
dengan tanpa mengungkap sumber perolehan.
Sutan Remy Sjahdeini mendefiniskan pengertian pencucian uang atau
money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang
dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang dari
tindak pidana, dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan asal usul uang
tersebut dari pemerintah ataupun otoritas yang berwenang melakukan penindakan
terhadap tindak pidana dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang
tersebut dalam sistem keuangan (financial system). Sehingga uang tersebut
kemudian dapat dikeluarkan dengan sistem keuangan tersebut sebagai uang yang
halal.5
Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dikenal apa yang disebut sebagai
predicate crime atau kejahatan asal. Keberadaan predicate crime ini yang
membedakan tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan lain, di mana tindak
pidana pencucian uang bukanlah sebuah kejahatan tunggal, melainkan selalu ada
kejahatan pendahulunya. Meski tindak pidana pencucian uang selalu berkaitan
dengan kejahatan pendahulunya, akan tetapi apabila pembuktian tindak pidana
pencurian uang mengharuskan dibuktikan terlebih dahulu maka penanganan
perkara tindak pidana pencucian akan sangat sulit.
Dalam Hal Tindak pidana lain yang menjadi dasar atau awal dalam
melakukan pidana pencucian uang disebut pidana asal, atau delik awal. Tindak
Pidana asal (predicate crime) adalah tindak pidana yang memicu dan menjadi
sumber terjadinya tindak pidana pencucian. Pencucian uang adalah tindak pidana
ikutan (underlying crime) dari tindak pidana asal (predicate crime). Pidana asal
tersebut akan menjadi dasar apakah suatu transaksi dapat dijerat dengan undang-
undang anti pencucian uang. Jika suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak
5
R. Wiyono, S.H, 2014 “Pembahasan Undang undang Pencegahan dan
pembertantasan Tindak Pidana Pencucian Uang“ Sinar Grafika., Jakarta hlm 21-22

7
pidana, maka uang hasil kegiatan tersebut akan dikategorikan sebagai tindak
pidana pencucian uang.
Adanya ketentuan bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan
kejahatan yang berdiri sendiri pun dalam prakteknya belum dapat diterapkan
secara murni. Pembuktian tindak pidana pencucian uang dalam hal ini masih
memerlukan adanya suatu tindak pidana yang menghasilkan seluruh atau sebagian
dari harta kekayaan yang akan dirampas. Selain itu, penerapan pembuktian
terbalik oleh terdakwa pun sangat dimungkinkan justru merugikan proses
penuntutan, mengingat pelaku sangat memungkinkan untuk menunjukkan sumber
perolehan kekayaannya yang tidak wajar berasal dari bisnis, padahal merupakan
hasil rekayasa.
Didalam dunia internasional dikarenakan Tindakan pencucian uang sudah
memasuki lintas negara maka Beberapa instrumen internasional yang mendukung
kriminalisasi pencucian uang meliputi Konvensi PBB di Wina tahun 1988,
Konvensi Dewan Eropa tahun 1990. Konvensi PBB melawan Pendanaan
Terorisme tahun 1999, Konvensi PBB melawan Kejahatan Terorganisir Lintas
negara tahun 2000, dan Konvensi PBB melawan Korupsi tahun 2003. Pada saat
bersamaan, instrumen-instrumen ini juga berfungsi sebagai langkah represif
terhadap pencucian uang. Berikut ini akan dianalisis peran instrumen-instrumen
hukum ini dalam lingkup upaya atau langkah represif dalam memerangi praktik
pencucian uang.
Kriminalisasi pencucian uang diatur dalam pasal 3. Dalam pasal ini, istilah
'pencucian-uang didefinisikan dengan empat cara: pertama, pengubahan atau
pengalihan kekayaan, dengan mengetahui bahwa kekayaan itu berasal dari suatu
pelanggaran, untuk tujuan menutup tutup atau menyamarkan asal-muasal
kekayaan ilegal, atau membantu orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan
pelanggaran untuk menghindari konsekuensi hukum dari perbuatannya; kedua,
menutup-nutupi atau menyamarkan sifat, sumber, lokasi penyediaan, pemindahan
atau pemilikan yang sesungguhnya atas kekayaan, dengan mengetahui bahwa
kekayaan itu diperoleh dan pelanggaran dan dari tindak partisipasi dalam
pelanggaran itu; ketiga, pemerolehan, pemilikan atau penggunaan kekayaan,
dengan mengetahui pada saat penerimaan, bahwa kekayaan itu berasal dari

8
pelanggaran, dan terakhir, partisipasi dalam, dan asosiasi atau konspirasi untuk
melakukan, berupaya melakukan dan membantu, bersekongkol, memfasilitasi dan
memberi saran pelaksanaan.
Kejahatan pencucian uang (Money Laundering) melibatkan dan
menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Modus yang
digunakan adalah dengan mengintegrasikan harta kekayaan dari hasil kejahatan
asal ke dalam sistem perbankan dengan kepentingan mengaburkan asal-usul harta
tersebut sehingga akhirnya dapat dikeluarkan secara sah. Perbankan merupakan
salah satu penyedia jasa keuangan yang menyimpan dan menyalurkan uang yang
berasal dari negara maupun dari masyarakat yang berasal dari para nasabahnya.
Namun lembaga perbankan juga telah dijadikan sarana utama untuk
menyimpan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana tersebut. Target
pelaku Money Laundering adalah negara-negara yang mempunyai ketentuan yang
minim dalam bidang perbankan, yaitu negara yang masih menjunjung tinggi
prinsip rahasia bank yang ketat. Minimnya ketentuan dibidang perbankan dan
rahasia bank yang ketat disuatu negara dapat memungkinkan bagi para pencuci
uang dengan leluasa memanfaatkan fasilitas perbankan untuk kepentingan
mengaburkan hasil kejahatan. Sifat kaku dan tertutup dalam prinsip rahasia bank
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan maraknya praktik-praktik
pencucian uang di satu negara dan juga menjadi faktor berhasil atau tidaknya
pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang.
Oleh karena itu juga pemerintah Indonesia membuat regulasi-regulasi
yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang yaitu sebagai berikut.
a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
b. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur bentuk-bentuk TPPU dalam 7 pasal,
yakni Pasal 3 hingga Pasal 10. Adapun bentuk-bentuk tindak pidana lain yang
berkaitan dengan TPPU dalam 6 pasal, yakni Pasal 11 hingga Pasal 16.

9
d. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain.

2.2 Konsep dalam Hubungan Pidana Lain dalam Penncucian Uang


Terkait dengan penegakan hukum tindak pidana yang berbarengan dengan
tindak pidana pencucian uang dikenal sebagai Concurcus Realis. Concurcus
Realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan pidana, dan masing-
masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana (hal ini tidak
perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Hukum pidana mengenal 3 (tiga) jenis
perbarengan tindak pidana yaitu:6
1. Perbarengan peraturan (concurcus idealis)
2. Perbuatan Berlanjut (vorgezette handelings)
3. Perbarengan Perbuatan (concurcus realis).

Uraian dari jenis-jenis perbarengan tindak pidana yang akan menjadi dasar
dari tindak pidana pencucian uang sebagai berikut:
1. Perbarengan peraturan (concurcus idealis) atau eendaaadse semenloop
Jika terdapat suatu perbuatan yang meskipun dicakup dalam lebih dari suatu
perumusan perbuatan pidana secara yuridis dipandang sebagai suatu
perbuatan.12 Ketentuan yang mengatur adalah Pasal 63 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Perbuatan Berlanjut (vorgezette handelings)
Terjadi beberapa perbuatan pidana bertalian satu dengan lainnya sehingga
harus dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut. Ketentuan yang mengatur
adalah Pasal 64 KUHP.
3. Perbarengan Perbuatan (concurcus realis)
Dimana perbarengan perbuatan terjadi apabila seseorang yang melakukan dua
atau lebih tindak pidana sehingga karenanya ia secara hukum dipandang telah
melanggar dua atau lebih tindak pidana sehingga karenanya ia secara hukum

6
Ali, Mahrus. 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 135.

10
dipandang telah melanggar dua atau lebih aturan pidana, atau dengan kata
lain seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungannya satu
sama lain dan masing-masing perbuatan itu merupakan tindak pidana yang
berdiri sendiri.

Selanjutnya, jika dilihat dari uraian di atas maka tindak pidana pencucian
uang dengan tindak pidana asal, termasuk pada perbarengan perbuatan pidana
(concurcus realis). Meski pada awalnya bahwa kelahiran Rezim Anti-Money
Laundering (AML) banyak berkaitan dengan upaya pemberantasan narkotika,
dalam perkembangannya ternyata Rezim AML juga banyak dimasukkan dalam
berbagai instrumen pemberantasan kejahatan. Hal ini dikarenakan modus TPPU
sering digunakan dalam berbagai macam kejahatan, khususnya ketika berkaitan
dengan upaya pemanfaatan uang-uang tersebut baik yang dihasilkan maupun yang
akan digunakan untuk kejahatan. Karakteristik dari TPPU menjadikan TPPU
sebagai kejahatan ganda. Hal ini berarti munculnya TPPU selalu didahului oleh
kejahatan asalnya. Undang-undang TPPU sendiri menentukan macam-macam
kejahatan yang menjadi sumber harta kekayaan yang kemudian disamarkan asal-
usulnya tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 8
Tahun 2010 yakni:
1. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana:
a. Korupsi;
b. Penyuapan
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;

11
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun
atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia.
2. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau
digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Dari berbagai macam berbagai bentuk kejahatan, salah satunya adalah


tindak pidana korupsi. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dalam pengaturan United
Nation Covention Againts Corruption atau UNCAC yang dibentuk pada tahun
2004 di mana pengaturan money laundering disebut berkali-kali. Keterkaitan
TPPU dengan Tindak Pidana Korupsi ini dikarenakan sering kali modus
pencucian uang digunakan oleh koruptor sebagai upaya mengamankan aset yang
diperoleh dari kejahatan korupsi yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilihat dalam

12
beberapa kasus di Indonesia di mana koruptor mengalihkan hasil korupsinya
dalam berbagai bentuk aset, investasi, serta kegiatan usaha.
Mengenai tindak pidana lain yang merupakan menjadi suatu pidana asal
atau delik awal yang akan menjadi dasar penghasilan dari tindak pencucian uang
diatur dalam Undang-Undang Pencucian Uang yaitu :
a. Pasal 8
Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan
laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)
b. Pasal 9
Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai uang tunai berupa
rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih atau mata
uang asing yang nilainya setara dengan itu yang dibawa ke dalam atau ke luar
wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan Pidana denda paling
sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
c. Pasal 10 PPATK, Penyidik, saksi, penuntut umum, hakim atau orang lain,
yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang
diperiksa melanggar ketentuan sebagaimana simaksud dalam pasal 39 ayat 1
(satu) dan pasal 41 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(tahun) dan paling lama 3 (tiga) tahun.
d. Pasal 10A
1. Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim
dan siapapun juga yang memperoleh dokumen dan / atau keterangan
dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini, wajib
merahasiakan dokumen dan / atau keterangan tersebut kecuali untuk
memenuhi kewajiban menurut undang-undang ini.
2. Sumber keterangan dan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
wajib dirahasiakan dalam persidangan pengadilan.

13
3. Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim
dan siapapun juga yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan pada
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat1
(tahun) dan paling lama 3 (tiga) tahun
4. Jika pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan dengan sengaja, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun.
e. Pasal 11
1. Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Bab II dan Bab III, Pidana denda tersebut diganti
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
2. Pidana Penjara sebagai pengganti pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan hakim.

2.3. Tahapan dan Modus dalam Melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam melakukan Tindakan pidana pencucian uang maka ada beberapa
tahap agar aspek kerahasian dalam pidana lain tidak mudah tercium oleh aparat
penegak hukum yaitu sebagai berikut.7
a. Plecement atau Tahap Penyimpanan
Placement adalah tahap yang paling lemah dan paling mudah untuk
dilakukan pendeteksian terhadap upaya pencucian uang. Fase ini
memindahkan uang haram dari sumber dimana uang itu diperoleh untuk
menghindarkan jejaknya ke dalam sistem keuangan (financial system) atau
upaya menempatkan uang giral (cek, wesel bank, sertifikat deposito dan
lain-lain) kembali kedalam sistem keuangan, terutama perbankan baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Atau secara lebih sederhana agar
sumber uang haram tidak diketahui oleh pihak penegak hukum.
Penempatan uang tersebut biasanya dilakukan dengan pemecahan
sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok
untuk ditempatkan dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan
7
M. Arief Amrullah, 2010, Tindak Pidana Money Laundering, Banyumedia Publishing.,Malang,
Hlm. 12

14
rekening simpanan bank atau dipergunakan untuk membeli sejumlah
instrumen keuangan (cheques, many orders) yang akan ditagihkan dan
selanjutnya di depositokan di rekening bank yang berada dilokasi lain
Metode yang paling umum dilakukan dari placement ini adalah apa yang
disebut sebagai smurfing. Melalui smurfing ini, maka keharusan untuk
melaporkan transaksi tunai sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku dapat dikelabui atau dihindari. Dalam hal ini contohnya adalah
memasukkan dalam deposito bank, polis asuransi, membeli aset seperti
rumah, kapal, atau perhiasan.
b. Layering atau Pelapisan
merupakan tahap selanjutnya dari placement ̧ di mana pemilik uang
melakukan transaksi berlapis secara anonim atas aset yang berasal dari
peralihan uang tindak pidana yang telah berhasil di tempatkan kedalam
penyedia jasa keuangan. Transfer harta kekayaan kejahatan ini dilakukan
berkali-kali, melintasi negara, memanfaatkan semua wahana investasi.
Dengan dilakukan layering, penegak hukum mengalami kesulitan untuk
dapat mengetahui asal-usul harta kekayaan tersebut atau mempersulit
pelacakan (audittrail). Misal dalam hal ini digunakan metode penjualan
aset tersebut, dan dana hasil penjualannya ditransfer melalui “wire
transfer” ke berbagai rekening di dalam satu negara, atau antar negara
lain. Strategi layering pada umumnya meliputi, mengubah uang tunai
menjadi aset fisik, seperti membeli kendaraan bermotor, barang-barang
perhiasan dari emas, atau batu-batu permata yang mahal atau real estate
dan lain-lain. Hal ini bertujuan mempersulit pelacakan asal mula dana
tersebut. Bentuk kegiatan ini antara lain
1. Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan atau
antarwilayah/negara.
2. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung
transaksi yang sah
3. Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui jaringan kegiatan
usaha yang sah maupun shell company.

15
4. Pembelian barang dengan under lying transaction yang tidak memiliki
alasan ekonomis

c. Integration atau Penggabungan


Mengintegrasikan dana dengan cara legitimasi ke dalam proses ekonomi
yang normal, hal ini dilakukan dengan cara menyampaikan laporan palsu
yang menyangkut pinjaman uang, atau upaya menggunakan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah masuk ke dalam
sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga menjadi harta
kekayaan halal (clean money). Semua perbuatan dalam proses pencucian
uang haram ini memungkinkan para raja uang haram ini menggunakan
dana yang begitu besar, dalam rangka mempertahankan ruang lingkup
kejahatan mereka, atau untuk terus berproses dalam dunia kejahatan yang
menyangkut terutama narkotika atau para pejabat yang korupsi. Transaksi
ini dimasukkan kembali ke dalam rekening pelaku melalui transaksi sah,
sehingga tidak terlihat asal mula dana. Bentuk kegiatan ini antara lain:
1. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi yang
pembayarannya menggunakan fasilitas yang disediakan PJK.
2. Membeli properti yang sumber dananya berasal darikegiatan bisnis
yang sebagian modalnya berasal dari hasiltindak pidana.

Dalam melakukan aksi pengubahan uang haram atau uang hasil tindak
pidana tersebut menjadi uang yang bersih maka pelaku tindak pidana melakukan
modus-modus agar tidak mudah dilacak dan diketahui oleh aparat penegak hukum
yaitu sebagai berikut.
1. Loan Back
Dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini terinci lagi dalam bentuk
direct loan, dengan cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri berupa
Perusahaan bayangan dimana direksinya dan pemegang saham adalah dia
sendiri, Dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku peminjam uang dari
cabang bank asing secara stand by letter of credit atau certificate of deposit

16
bahwa uang didapat atas dasar uang dari kejahatan, pinjaman itu kemudian
tidak dikembalikan sehingga jaminan bank dicairkan.
2. Modus operasi C-Chase
Metode ini cukup rumit dan berliku-liku untuk menghapus jejak, Contoh
dalam kasus TUAN X Memerintahkan kurir-kurir datang ke bank A untuk
menyimpan dana sebesar US $ 10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor.
Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni Bank NY ke negara B ke
cabang bank di S, lalu disana dikonfersi dalam bentuk certiface of deposit
untuk menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang
Negara D. Loan buat negara O yang terkenal dengan tax Heavennya. Disini
Loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya dengan mencairkan sertifikat
deposito itu saja. Dari Negara D, uang terebut di transfer ke NEGARA Ug
melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut
keperluan dan bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan
aman.
3. Modus transaksi transaksi dagang internasional
Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C. Karena menjadi fokus urusan
bank baik bank koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank itu
sendiri dan tidak mengenal keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi
sasaran TPPU, berupa membuat invoice yang besar terhadap barang yang
kecil atau malahan barang itu tidak ada. Modus penyelundupan uang tunai
atau sistem bank paralel ke Negara lain. Modus ini menyelundupkan sejumah
fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung dengan cara ini terdapat resiko
seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka digunakan modus berupa
electronic transfer, yakni mentransfer dari satu Negara ke negara lain tanpa
perpindahan fisik uang itu.
4. Modus Pengambilalihan Saham (Akuisisi)
Perusahaan yang diakuisisi adalah perusahaan sendiri. Contoh seorang
pemilik perusahaan di Indonesia yang memiliki perusahaan secara gelap pula
di Cayman Island, negara tax haven. Hasil usaha di cayman didepositokan
atas nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada
di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada di Indonesia

17
(secara akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan di Indonesia memliki
dana yang sah, karena telah tercuci melalui hasil pejualan saham-sahamnya di
perusahaan Indonesia. Modus Real estate Carousel, yakni dengan menjual
suatu property berkai-kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama.
Pelaku TPPU memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas)
dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain perusahaan.
5. Modus Investasi Tertentu,
Investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi barang atau lukisan atau
antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisan dan kemudian menjualnya
kepada seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri
dengan harga mahal. Lukisan dengan harga tak terukur, dapat ditetapkan
harga setinggitingginya dan bersifat sah. Dana hasil penjualan lukisan
tersebut dapat dikategorikan sebagai dana yang sudah sah. Modus over
invoices atau double invoice. Modus ini dilakukan dengan mendirian
perusahaan ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri (yang bersistem
tax haven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company).
Perusahaan di Negara tax Haven ini mengekspor barang ke Indonesia dan
perusahaan yang ada diluar negeri itu membuat invoice pembelian dengan
harga tingi inilah yang disebut over invoice dan bila dibuat dua invoices,
maka disebut double invoices.
6. Modus Perdagangan Saham
Modus ini pernah terjadi di beberapa negara. Dalam suatu kasus di Busra efek
Negara x, dengan melibatkan perusahaan efek, dimana beberapa nasabah
perusahaan efek ini menjadi pelaku pencucian uang. Artinya dana dari
nasabahnya yang diinvestasi ini bersumber dari uang gelap. Pihak bank
membuat 2 (dua) buah rekening bagi nasabah-nasabah tersebut, yang satu
untuk nasabah yang rugi dan satu yang memiliki keuntungan. Rekening di
upayakan dibuka di tempat yang sangat terjamin proteksi kerahasaiannya,
supaya sulit ditelusuri siapa pemilik dari rekening tersebut.
7. Modus Deposit taking
Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit taking Institution (DTI).
DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uang. Kasus Money Laundrying ini

18
melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran
valuta asing, pembelian obligasi pemerintahan dan teasury bills.
8. Buy and Sell Conversions
Dilakukan melalui jual-beli barang dan jasa. Jadi uang yang berkaitan dengan
kejahatan tersebut dialihkan menjadiaset, untuk kemudian dijual lagi. Hal ini
menjadikan uang tersebut seolah-olah merupakan hasil pendapatan yang
legal.
9. Offshore Conversions
Uang yang berkaitan dengan kejahatan tersebut dialihkan ke negara-negara
yang mendapatkan julukan tax heaven untuk kemudian disimpan di bank atau
lembaga keuangan yang terdapat di negara tersebut. Dana yang disimpan di
negara ini kemudian dialihkan kembali ke bank atau lembaga keuangan
negara lain atau menjadi aset. Pengalihan ke negara tax heaven tersebut
dikarenakan kecenderungan peraturan perpajakan yang lebih longgar,
peraturan perbankan mengenai perlindungan rahasia nasabah, atau ketentuan
bisnis yang mudah. Kerahasiaan dan kemudahan ini yang menjadikan
nasabah atau investor bebas untuk memasukkan dan memutar dana-dana yang
berkaitan dengan kegiatan illegal di negara tersebut.
10. Legitimate Business Conversions
Dipraktikkan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana
untuk memindahkan dana tersebut ke dalam kegiatan usaha sehingga
tercampur dalam dana perusahaan. Kemudian dana tersebut dikonversikan
kembali melalui cek, transfer, atau instrument pembayaran lainnya dan
dialihkan ke rekening pemilik dana awal. Hal ini menjadkan asal dana
tersebut menjadi kabur karena tercampur dengan dana perusahaan. Paku
Utama, mengacu pada laporan dari Egmont Group of Financial Intelligence
Units juga membagi tipologi pencucian uang ke dalam lima bentuk, yakni:
a. Penyembunyian dalam perusahaan
b. Penyalahgunaan bisnis yang sah
c. Penggunaan dokumen atau identitas palsu
d. Eksploitasi permasalahan yurisdiksi internasional
e. Penggunaan jenis aset tidak bernama

19
2.4. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam melakukan pemberatasan tindak pidana pencucian uang terutama
seperti yang diketahui bahwa pencucian uang sangat susah dilacak dikarenakan
kerahasian dari uang yang didapat di tambah dengan tindak pidana asal yang tidak
mudah diketahui maka terdapat beberapa cara dalam mengetahui pelaku
melakukan tindak pidana pencucian uang yaitu sebagai berikut.
1. Gatekeeper
Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, dikenal satu istilah penting yang
sangat berkaitan dengan keberhasilan Tindak Pidana Pencucian Uang, yakni
Gatekeeper. Gatekeeper merupakan istilah yang diberikan untuk
menyebutkan keahlian profesional di bidang keuangan dan hukum dengan
keahlian, pengetahuan, dan akses khusus terhadap sistem finansial global
yang jasanya digunakan pejabat korup dengan kemampuan untuk
menyembunyikan aset illegal mereka.43tanpa adanya gatekeeper, dapat
dibilang mustahil bagi pemilik aset untuk menyembunyikan atau
menyamarkan aset mereka. Proses penyembunyian atau penyamaran aset
tersebut, sebagaimana disebutkan sebelumnya dilakukan melalui proses yang
panjang, berlapis dengan skema yang kompleks. Skema yang biasa digunakan
oleh gatekeeper antara lain:
a. transaksi dengan perusahaan fiktif,
b. menghilangkan rekam jejak pemilik aset dalam suatu transaksi komersial,
c. pengalihan kepemilikan aset secara berulang dan berlapis
d. menyamarkan kepemilikan aset dari pemilik asli

2. Follow The Money


Dalam penyelidikan dan penyidikan financial crime, atau tindak pidana yang
dilakukan dengan tujuan mencari uang atau kekayaan, kita mengenal
pendekatan follow the money dan follow the Suspect. Pendekatan follow the
money merupakan istilah lain bagi Pendekatan Anti Pencucian Uang.
Pendekatan follow the money mendahulukan mencari uang atau harta
kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari pelaku kejahatan.

20
Setelah hasil tindak pidana diperoleh melalui pendekatan analisa transaksi
keuangan (financial analysis) kemudian dicarilah pelakunya dan tindak
pidana yang dilakukan. Dalam melacak terjadinya transaksi, pelacakan dapat
dilakukan ke belakang untuk mengetahui sumber dana. Demikian juga
pelacakan ke depan untuk mengetahui siapa lawan transaksi, yang menerima
atau menikmati hasil transaksi tersebut. Pelacakan dapat dilakukan
semaksimal mungkin, sesuai kebutuhan untuk mencari adanya indikasi tindak
pidana yang dilakukan seseorang. Hasil financial analysis ini dapat
memberikan petunjuk atau indikasi mengenai dugaan adanya suatu tindak
pidana telah dilakukan seseorang. Meski demikian, financial analysis belum
dapat memastikan terjadinya tindak pidana dan bukan merupakan alat bukti
terjadinya tindak pidana tersebut. Kedua hal terakhir ini merupakan tugas
penyidik yang menerima hasil financial analysis tersebut dari suatu financial
intelligence unit seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK). Beberapa manfaat atau kelebihan yang didapatkan melalui
pendekatan follow the money adalah:
a. Jangkauannya lebih jauh sehingga dirasakan lebih adil;
b. Dapat dilakukan dengan “diam-diam”, sehingga lebih mudah, dan risiko
lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan pelaku yang kerap
memiliki potensi melakukan perlawanan;
c. Pendekatan merampas hasil kejahatan mengurangi atau menghilangkan
motivasi orang untuk melakukan tindak pidana. Harta atau uang
merupakan tulang punggung organisasi kejahatan. Sehingga dengan
mengejar dan merampas harta kekayaan hasil kejahatan akan
memperlemah pelaku kejahatan sehingga tidak membahayakan
kepentingan umum;
d. Dalam pendekatan pencucian uang, terdapat pengecualian ketentuan
rahasia bank atau rahasia lainnya sejak pelaporan transaksi oleh penyedia
jasa keuangan sampai pemeriksaan selanjutnya oleh penegak hukum

Disamping hal itu terdapat Lembaga-lembaga yang ikut membantu melacak dan
mencari tahu indikasi adanya terjadi tindak pidana pencucian uang yang membantu aparat
menemukan pelaku kejahatan pencucian uang yaitu:

21
1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan
Lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan
memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 1 angka 2. Pembentukan PPATK
sendiri dilakukan pada tahun 2003 sebagai amanat Undang-undang Nomor 25
Tahun 2002 tebtabg Tindak Pidana Pencucian Uang. Jika disandingkan
dengan negara lain, maka PPATK dapat dikategorikan sebagai Financial
Intelligence Unit (FIU) yang berfungsi sebagai pusat pengelola dan analisis
a. laporan terkait transaksi yang mencurigakan,
b. informasi lainnya yang relevan dengan kegiatan pencucian uang atau
kejahatan lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang,
dan
c. menyalurkan hasil analisis tersebut ke pihak yang berwenang guna
ditindaklanjuti.

2. Bank Indonesia
Bank Indonesia merupakan Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.56
Dengan tugas
a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran , dan
c. mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia, menjadikan Bank
Indonesia memiliki relevansi yang sangat penting akan keterlibatannya
dalam rezim anti pencucian uang.
Dalam kaitannya dengan rezim anti pencucian uang tersebut, Bank Indonesia
mengeluarkan ketentuan mengenai Know Your Customer (KYC) atau Prinsip
Mengenal Nasabah (PMN). Prinsip ini bertujuan supaya Bank lebih berhati-
hati dalam mengelola dana nasabahnya sehingga tidak menjadi sarana bagi
nasabah dalam melakukan pencucian uang. Penerapan prinsip ini juga
diawasi oleh Bank Indonesia secara berkala.
3. Pengadilan

22
Pengadilan bertugas melaksanakan pemeriksaan perkara TPPU di sidang
pengadilan dan khususnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, perkara
yang diproses selain tindak pidana korupsi juga yang merupakan TPPU yang
berasal dari Tindak Pidana Korupsi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pencucian uang (money laundry) adalah suatu perbuatan merubah dan
menyembunyikan uang tunai atau aset yang diperoleh dari suatu kejahatan, yang
terlihat seperti berasal dari sumber yang sah. Dana haram (illifict funds) tidak
bersifat seperti dunia pada umumnya, karena dana ini dapat merusak pasar,
merugikan peserta pasar yang sah dan selalu tidak memberikan kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi jangka panjang dan stabilitas pasar tempat
dimana dana tersebut tersembunyi. Problematik pencucian uang yang dalam
bahasa Inggris dikenal dengan nama “money laundry” mulai sekarang dibahas,
karena banyak menyita perhatian dunia internasional disebabkan dimensi dan
implikasinya yang melanggar batas-batas negara.
Dalam Hal Tindak pidana lain yang menjadi dasar atau awal dalam
melakukan pidana pencucian uang disebut pidana asal, atau delik awal. Tindak

23
Pidana asal (predicate crime) adalah tindak pidana yang memicu dan menjadi
sumber terjadinya tindak pidana pencucian. Pencucian uang adalah tindak pidana
ikutan (underlying crime) dari tindak pidana asal (predicate crime). Pidana asal
tersebut akan menjadi dasar apakah suatu transaksi dapat dijerat dengan undang-
undang anti pencucian uang. Jika suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak
pidana, maka uang hasil kegiatan tersebut akan dikategorikan sebagai tindak
pidana pencucian uang.
Banyak terjadi kejahatan pencucian uang yang susah untuk di buktikan
dikarenakan adanya indikasi tindak pidana lain yang bisa dilakukan sebanyak 25
jenis tindak pidana yang bisa menjadi tindak pidana awal dalam melakukan
pencucian uang dan tentu yang susah untuk membuktikan adanya aspek
kerahasian dalam melakukan pencucian uang dan juga tindakan pidana yang biar
berhubungan dengan negara lain atau lintas negara.
Oleh karena itu dengan dibuatnya aturan mengenai penegakan hukum dari
tindak pidana pencucian bisa menekan dari kasus terjadinya pencucian uang.
Selain itu dengan mengetahui tahapan-tahapan serta modus yang di lakukan oleh
pelaku para penegak hukum bisa melakukan metode-metode yang bisa mengendus
kejahatan pencucian uang tersebut. Selain itu Lembaga-lembaga yang bisa
membantu penegakan hukum dari tindak pidana pencucian uang ini dikarena
kejahatan ini sangatlah merugikan.
3.2 Saran
Bahwa saran dalam penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana
pencucian uang serta bisa membongkar bagaimana konsep pelaku kejahatan untuk
mengubah uang hasil tindak pidana asal menjadi uang bersih adalah agar aparat
harus bersinergi dengan berbagai Lembaga agar mudah melacak para pelaku
tindak pidana pencucian uang, selain itu perketat impelementasi dari Undang-
Undang Pencucian Uang dan berikan hukuman yang berat agar pelaku dapat jera
dan pelaku tidak melakukan kejahatan itu kembali (residivis) yang merugikan
negara.

24
DAFTAR PUSTAKA

Amrani. Hanafi. 2015. Hukum Pidana Pencucian Uang. Yogyakarta: Universitas


Islam Indonesia Press
Hamzah, Andi. 2010. Pengantar dalam Hukum Pidana Indonesia, Jakarta; PT.
Yarsif Watampone, Cetakan Pertama.
Jahdeini, Sutan Remy. 2004. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan
Pembiayaan Terorisme. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Renggong, Ruslan. 2017. Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-delik di Luar KUHP.
Jakarta: Kencana
Sutedi, Adrian. 2008. Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti
Sentosa, Tubagus Irman. 2017. Money Laundry Hukum Pembuktian Tindak Pidana
Pencucian Uang dalam Penetapan Tersangka. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

25
Artikel
Agus Muliadi. 2016. “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencucian Uangyang

Berasal Dari Tindak Pidana Korupsi”. Skripsi. Fakultas Hukum.


Universitas Hassanudin. Makassar
Husein, Yunus, Rezim Anti Pencucian Uang Berdasarkan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Yogyakarta, 2013
Undang-Undang No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Tim Modul Badiklat Kejaksaan R.I., Modul Tindak Pidana
Pencucian Uang, Badan Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta, 2014.
https://jurnal.kpk.go.id/Dokumen/SEMINAR_ROADSHOW/Bentuk-
praktik-dan-modus-tppu-Joni-Emirzon.pdf diakses pada tanggal 4
Oktober 2020 Pukul 20.00 WIB
http://www.bphn.go.id/data/documents/19Penelitian%20MONEY
%20LOUNDERING.pdf diakses pada tanggal 4 Oktober 2020 Pukul
20.00 WIB

26

Anda mungkin juga menyukai