Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DISUSUN OLEH

HAFIZ ADILFI

NIM. :19111017

UNIVERSITAS DHARMAWANGSA

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang


masih memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANGl”.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Lilis
Sugi Rahayu yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna untuk mengingatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjuan Umum Tindak Pidana Pencucian Uang..........................................6
B. Dampak Tindak Pidana Pencucian Uang Terhadap
Sektor Ekonomi dan Bisnis........................................................................13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...............................................................................................21
B. Saran.........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik pencucian uang hasil dari tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh Pejabat Negara di Indonesia telah sangat memberikan

dampak yang signifikan terhadap meningkatnya tindak pidana pencucian

uang, yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan pelaku tindak

pidana menghindari dirinya dari jeratan hukum atau pembayaran uang

pengganti dengan cara menyembunyikan atau mengaburkan hasil

kejahatannya melalui pencucian uang (money laundering).1

Supremasi hukum bermakna sebagai optimalisasi peran hukum

dalam pembangunan, memberi jaminan bahwa agenda pembangunan

nasional berjalan dengan cara yang teratur, dapat diramalkan akibat dari

langkah-langkah yang diambil (predictability), yang didasarkan pada

kepastian hukum (rechtszekerheid), kemanfaatan, dan keadilan

(gerechtigheid).

Hubungan yang erat antara korupsi dengan pencucian uang

terungkap dalam praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi. Hal itu tercermin dalam beberapa perkara

penting yang diajukan, dibuktikan, dan diputus oleh hakim yang

berkekuatan hukum tetap maupun yang masih dalam upaya hukum

1
Laode M. Syarif dan Didik E. Purwoleksono. Hukum Anti Korupsi, (Jakarta,
The Asia Foundation, 20l2), hal. 243
1
tingkat banding atau tingkat kasasi, dimana pelaku tindak pidana korupsi

tidak hanya melakukan korupsi saja tetapi juga melakukan tindak pidana

pencucian uang.2 Lord Acton pernah membuat sebuah ungkapan yang

menghubungkan antara “Korupsi” dengan “Kekuasaan”, yakni “Power

tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”, bahwa

“Kekuasaan cenderung untuk korupsi dan kekuasaan yang absolute

cenderung korupsi absolute”.3

Adanya ungkapan di atas disebabkan realitas saat ini

menunjukkan memang benar seperti itu. Kekuasaan yang absolut

cenderung koruptif, apalagi jika tidak ada transparansi, akuntabilitas dan

check and balances. Untuk itu dalam sistem peradilan pidana perkara

pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan prioritas utama. Hal ini

dapat dilihat dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menentukan bahwa

“penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam

perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna

penyelesaian secepatnya”.

Seiring perkembangan dan kemajuan zaman, para pelaku tindak

pidana korupsi pun semakin meningkatkan cara dan modus operandinya,

baik dalam proses melakukan tindak pidana korupsi maupun dalam

2
Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Perspektif
Hukum Progresif, (Yogyakarta, Thafa Media, 2015), hal. 4
3
Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK; Komisi
Pemberantasan Korupsi; Kajian Yuridis Normative UU Nomor 31 Tahun 1999 Junto
UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002, (Jakarta, Sinar Grafika,
2009), hal. 1
2
proses menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dari harta

kekayaannya. Salah satunya dengan cara yang selama ini dikenal dengan

istilah pencucian uang (money laundering). Pencucian uang (Money

Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak

pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta

kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang

sah/legal. 4

Penempatan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal

(predicate crime), merupakan pendapat dari pembentuk undang-undang

yang memandang bahwa korupsi merupakan persoalan bangsa yang

paling mendesak dalam penanganannya. Sistem peradilan pidana selama

ini, pada tindak pidana pencucian uang tidak dibuktikan terlebih dahulu

tindak pidana asalnya (predicate crime). Penuntut Umum dalam

mengajukan dakwaan pencucian uang lepas dari tindak pidana asal, tidak

betul-betul dibuktikan tindak pidana asalnya. Namun belakangan ini

Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi telah menggabungkan

perkara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. Jika

pun ada terdakwa yang lolos dari dakwaan tindak pidana korupsi bukan

berarti dia dapat lolos dari jeratan tindak pidana pencucian uang.

Penggabungan perkara merupakan salah satu bagian yang krusial

dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. Penggabungan perkara

yang dimaksudkan di sini adalah penggabungan perkara antara tindak


4
Laode M. Syarif, Hukum Anti Korupsi, Op. Cit, hal. 236
3
pidana asal, khususnya tindak pidana korupsi dengan tindak pidana

pencucian uang. Penggabungan perkara itu bisa terjadi ditingkat

penyidikan maupun penuntutan/persidangan.

Disisi lain dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 juga menimbulkan pemahaman yang terlanjur diyakini

kebenarannya walaupun belum tentu sepenuhnya benar,5 yaitu Penuntut

Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap baru bisa

melakukan penyidikan dan penuntutan tindak pidana pencucian uang

dalam hal sedang menangani tindak pidana korupsi yang kemudian

menemukan tindak pidana pencucian uang yang predicat crime-nya

tindak pidana korupsi yang kemudian membawa konsekuensi seolah-olah

Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bisa mengajukan tindak pidana

pencucian uang secara terpisah dari tindak pidana asalnya.

Beberapa putusan hakim terkait penggabungan perkara tindak

pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan

oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkadang terjadi perbedaan

pendapat (dissenting opinion) oleh majelis hakim dalam memutuskan

perkara, sehingga ke depannya dikhawatirkan akan bebasnya pelaku

tindak pidana korupsi dan pelaku tindak pidana pencucian uang dari

jeratan hukum, padahal jika ditelisik lebih jauh hal ini mengindikasikan

bahwa keduanya merupakan dua tindak pidana yang dilakukan secara

bersama-sama dalam waktu tertentu.

5
Ibid. hal. 226
4
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut,

maka dalam penelitian hukum ini penulis menyusun penulisan makalah

dengan judul: “PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

akan dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tinjauan umum tindak pidana pencucian uang

2. Bagaimana dampak tindak pidana pencucian uang terhadap

sektor ekonomi dan bisnis

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penuisan

yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tinjauan umum tindak pidana pencucian

uang

2. Untuk mengetahui dampak tindak pidana pencucian uang

terhadap sektor ekonomi dan bisnis

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana Pencucian Uang

Pencucian uang atau juga dikenal dengan money laundering

adalah perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta

kekayaan melalui berbagai transaksi keuangan sehingga seolah-olah

diperoleh dengan cara yang sah. Lebih lanjut dikemukakan bahwa tujuan

utama dari pencucian uang adalah menyamarkan bahwa harta kekayaan

itu diperoleh dari tindak pidana, sehingga dapat menikmati hasilnya

untuk kegiatan yang sah.6

Pengertian tindak pidana pencucian uang yang lain adalah

sebagaimana dijumpai dalam Black Law Dictionary.7

“Money laundering is term applied to taking money gotten

illegally and washing or laundering it so appears to have been

gotten legally.”

Artinya: “pencucian uang adalah istilah yang diterapkan untuk

mengambil uang dan mendapatkannya secara ilegal dan pencucian

tersebut telah tampak dimulai secara melawan hukum”. Berdasarkan

pengertian ini terlihat bahwa money laundering adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan perolehan uang secara tidak sah dan

menggunakannya seolah-olah tampak diperoleh secara sah.


6
Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Op. Cit, h.
17.
7
Ibid. hal. 18
6
Istilah ini menggambarkan juga, bahwa pencucian uang (money

laundering) adalah penyetoran atau penanaman uang atau bentuk lain

dari pemindahan atau pengalihan uang yang berasal dari pemerasan,

transaksi narkotika, dan sumber- sumber lain yang ilegal melalui saluran

legal, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat diketahui atau

dilacak.8

Money Laundering merupakan suatu proses yang dengan cara itu

aset, terutama aset tunai yang diperoleh dari tindak pidana dimanipulasi

sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah-olah berasal dari sumber

yang sah. Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana

lanjutan (predicate crime), atau yang dikenal dengan istilah kejahatan

asal. Hasil tindak pidana dimaksudkan adalah harta kekayaan yang

diperoleh dari tindak pidana. Korupsi menjadi sumber utama dari

perolehan uang yang tidak sah sehingga dapat diartikan bahwa korupsi

menjadi salah satu sumber utama predicate crime dalam pencucian uang.

Asal muasal money laundering dilakukan oleh organisasi

kriminal yang sering dikenal dengan sebutan mafia. Money laundering

biasanya dilakukan atas beberapa alasan, seperti karena dana yang

dimiliki adalah hasil curian/korupsi, hasil kejahatan (semisal pada

sindikat kriminal), penjualan ganja, pelacuran, penggelapan pajak, dan

sebagainya. Atas hal tersebut maka uang tersebut harus “dicuci” atau

ditransaksikan ke pihak ketiga, lewat badan hukum, atau melalui negara

8
Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, (Jakarta: Visimedia, 2012),
halaman 4
7
dunia ketiga. Sehingga uang tersebut dapat diterima kembali oleh

pemilik asal uang tersebut seolah-olah berasal dari hasil usaha yang

legal. Untuk itu, perlu diperketat mengenai pengawasan aliran dana baik

asal usul sumbernya maupun tujuan dana pemakaian dana tersebut.

Tujuannya adalah tidak lain untuk memutus dan mencegah rantai aliran

dana yang tidak jelas tersebut yang akan “dicucikan” oleh pemiliknya.9

Di sisi lain, sarana hukum yang berhubungan dengan masalah

keuangan dan perbankan serta pasar modal telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan khusus diperkuat oleh ketentuan mengenai sanksi,

meliputi sanksi administrative, sanksi keperdataan sampai pada sanksi

pidana,. Peraturan perundang-undangan pidana tersebut termasuk “lex

specialis systematic”.

Money laundering di Indonesia diatur dalam hukum positif yaitu

sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang kemudian

disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Memberikan definisi pada Pasal 1 Angka 1 bahwa:

“Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-

unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang ini”.

Pengertian pelaku tindak pidana pencucian uang menurut

9
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Malang, Citra Aditya Bakti,
2008), hal. 1.
8
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 pada Pasal 3 sebagai berikut:

“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,

membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,

membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan

mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta

kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul

harta kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 20

(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). ”

Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius, baik

terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara

keseluruhan. Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana

multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan

jumlah uang yang cukup besar. Tindak pidana pencucian uang (Money

Laundering) merupakan organized crime sehingga penangulangannya

merupakan tanggung jawab negara setiap negara yang diwujudkan dalam

kerjasama regional atau internasional melalui forum bilateral dan

multilateral.

Untuk melaksanakan tindak pidana pencucian uang, para pelaku

memiliki metode tersendiri dalam melakukan tindak pidana tersebut.

9
Walaupun setiap pelaku sering melakukan dengan metode yang

bervariasi tetapi secara garis besar metode pencucian uang dapat dibagi

menjadi tiga tahap yaitu placement, layering, dan integration. Walaupun

ketiga metode tersebut dapat berdiri sendiri atau mandiri terkadang dan

tidak menutup kemungkinan ketiga metode tersebut dilakukan secara

bersamaan. Tahap-tahap yang dimaksud yaitu:10

1. Tahap placement yaitu upaya untuk menempatkan harta

kekayaan yang dihasilkan dari kejahatan atau diperoleh secara

tidak sah ke dalam sistem keuangan, misal dengan

menempatkan di bank, menyetorkan sebagai pembayaran

kredit, menyeludupkan dalam bentuk tunai, membiayai

kegiatan atau usaha yang sah, membeli barang-barang yang

berharga dan sebagainya.

2. Tahap layering yaitu upaya untuk memisahkan hasil tindak

pidana dari sumbernya yaitu tindak pidananya melalui

beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan

atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan. Hal ini

dilakukan misalnya dengan mentransfer dari satu bank ke

bank lain termasuk antar wilayah atau negara menggunakan

simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi

yang sah, memindahkan uang tunai lintas negara, dan lain-

lain.

10
Sutan Remi Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme, (Jakarta, PT. Pustaka Utama Gravity, 2007), halaman 60
10
3. Tahap integration yaitu upaya pada harta yang telah tampak

sah, baik untuk dinikmati secara langsung maupun secara

tidak langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk

kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk

membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk

membiayai kembali tindak pidana. Dalam melakukan

pencucian uang pelaku tidak mempertimbangkan hasil yang

akan diperoleh, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan

karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau

menghilangkan asal-usul uang sehingga hasil tindak pidana

akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman.

Ketiga kegiatan tersebut di atas dapat terjadi secara terpisah atau

stimulan, namun secara umum dilakukan secara tumpang tindih. Modus

operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan

menggunakan technology dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal

itu terjadi baik pada tahapan placement, layering, maupun integration

sehingga penanganannya pun menjadi semakin sulit dan membutuhkan

peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan

berkesinambungan. Pemilihan modus operandi pencucian uang

bergantung pada kebutuhan pelaku tindak pidana.

Keberhasilan PPATK sejak didirikannya pada Tahun 2003

memang belum cukup menyakinkan terutama dari kacamata

internasional di mana data statistik perkara TPPU sampai Tahun 2010

11
hanya mencapai 30 (tiga puluh) perkara yang dijatuhi putusan pengadilan

PPATK mengemukakan bahwa ada 7 (tujuh) kelemahan dalam

penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang, yaitu sebagai

berikut :11

a) Kriminilalisasi perbuatan pencucian uang yang multi

interpretative, banyaknya unsure yang harus dipenuhi atau

dibuktikan sehingga menyulitkan dalam hal pembuktian.

b) Kurang sistematis dan tidak jelasnya klasifikasi perbuatan

yang perbuatan yang dapat dijatuhi sanksi berikut bentuk-

bentuk sanksinya;

c) masih terbatasnya pihak pelapor (reporting parties) yang

harus menyampaikan laporan kepada PPATK termasuk jenis

laporannya;

d) Tidak adanya landasan hukum mengenai perlunya penerapan

prinsip mengenali penggunaan jasa (costumer due diligence)

oleh pihak pelapor; yang ada hanya “know your costumer

(KYC)”.

e) Terbatasnya instrument formal untuk melakukan deteksi dan

penafsiran serta penyitaan asset hasil kejahatan; dan

f) Terbatasnya kewenangan PPATK

Tujuh kelemahan di atas membuktikan bahwa PPATK menyadari

sepenuhnya masih terdapat celah hukum (loopholes) yang menghambat

11
Romli, Atmasasmita. Kapita Selekta Kejahatan Bisnis dan Hukum Pidana.
Fikahati Aneska, . 2013, hal 67
12
implementasi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang telah diubanh

dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian

Uang. Diantara ke-tujuh kelemahan tersebut, maka dua kelemahan dari

sisi perundangan-undangan (legilasi), satu mengenai landasan ketentuan

dalam penyelidikan dan penyidikan pencucian uang (d dan e) serta dua

kelemahan bersifat teknis (c dan f).12 Pembahasan mengenai politik

hukum mengenai tindak pidana pencucian berkaitan dengan kelemahan

dari sisi perundang- undangan.

B. Dampak Tindak Pidana Pencucian Uang Terhadap Sektor Ekonomi

dan Bisnis

Pada dasarnya tindak pidana pencucian uang tidak merugikan

seorang atau perusahaan tertentu secara langsung. Sepintas lalu

tampaknya tindak pidana pencucian uang tidak ada korbannya.

Pencucian uang tidak seperti halnya dengan perampokan, pencurian, atau

pembunuhan yang ada korbannya dan yang menimbulkan kerugian bagi

korbannya. Pencucian uang, menurut Billy Steel, merupakan “it seem to

be a victimless crime”.13 Tetapi betulkah tindak pidana pencucian

uang (money laundering) tidak berdampak sama sekali terhadap

perekonomian atau menimbulkan kerugian di sektor bisnis? Berkenaan

dengan hal ini, IMF melalui kertas kerja berjudul Money Laundering

12
Ibid. hal. 68
13
Billy Steel, Money Laundering-What is Money Laundering, Billy’s Money
Laundering Information Website, http://www.laundryman.u-net.com, diakses 07 April
2020
13
and The International Financial System yang disusun oleh Vito

Tanzi pada tahun 1996 mengemukakan sebagai berikut: 14

“The international laundering of money has the potential to

impose significant cost on the world economy by (a) harming

the effective operations of the national economies and by

promoting poorer economic policies, especially in some countries;

(b) slowly corrupting the financial market and reducing the

public’s confidence in the international financial system, thus

increasing risk and the instability of that system; and (c) as a

consequence (…reducing the rate of growth of the world

economic)”.

Dari uraian yang disampaikan dalam kertas kerja IMF

ini terlihat bahwa pencucian uang (money loundering) dapat

membahayakan kinrja ekonomi nasional dan sistem keuangan

internasional serta lebih jauh lagi akan berdampak terhadap

penurunan angka pertumbuhan ekonomi dunia. Secara makro,

money laundering dapat mempersulit pengendalian moneter,

mengurangi pendapatan negara dan meningkatnya country risk,

sementara secara mikro akan menimbulkan high cost economy

dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.15

Berbagai dampak tindak pidana pencucian uang terhadap sektor

perekonomian dan bisnis. Dampak-dampak tindak pidana pencucian


14
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit. hal. 17
15
Yunus Husein, Pembangunan Rezim Anti Pencucian Uang Di Indonesia
Dan Implikasinya Terhadap Profesi Akuntan, (Padang, FIESTA, 2006), hlm. 1-2
14
uang itu sebagai berikut :16

a. Merongrong sektor bisnis swasta yang sah (undermining the

legitimate private bussines sector)

Salah satu dampak mikro ekonomi dari tindak pidana pencucian uang

terasa di sektor swasta. Para pencuci uang sering menggunakan

perusahaan- perusahaan (front companies) untuk mencampur uang

haram dengan uang yang sah, dengan maksud untuk

menyembunyikan uang hasil kegiatan kejahatannya. Misalnya saja di

AS, kejahatan terorganisasi (organized crime) menggunakan took-

toko pizza untuk menyembunyikan uang hasil perdagangan

heroin.Perusahaan-perusahaan front companies tersebut mempunyai

akses kepada dana-dana haram yang besar jumlahnya, yang

memungkinkan mereka mensubsidi barang-barang dan jasa yang

dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut sehingga barang-barang

dan jasa itu bisa dijual jauh dibawah harga pasar. Hal ini dapat

mengakibatkan terpukulnya bisnis yang sah karena tidak dapat

bersaing dengan perusahaan-perusahaan tersebut dan pada akhirnya

dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang sah tersebut

gulung tikar.

b. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan (undermining the

integrity of financial market)

Lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan kegiatannya pada

dana yang bersumber dari hasil kejahatan dapat menghadapi bahaya


16
Ibid. hal. 18-20
15
likuiditas.Uang dalam jumlah besar yang dicuci dan baru saja

ditempatkan pada sebuah bank dapat tiba-tiba menghilang dari bank

tersebut tanpa pemberitahuan terlebih dahulu karena dengan tiba-tiba

dipindahkan oleh pemiliknya melalui internet transfer. Hal ini tentu

saja dapat menimbulkan masalah likuiditas yang serius bagi lembaga

keuangan yang bersangkutan.

c. Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan

ekonominya (Loss of control of economic policy)

Tindak pidana pencucian uang dapat pula menimbulkan dampak yang

tidak diharapkan terhadap nilai mata uang dan tingkat suku bunga.

Hal itu terjadi karena setelah pencucian uang, para pencuci lebih suka

menanamkan dana- dana tersebut di negara-negara dimana kegiatan

mereka itu kecil sekali kemungkinannya untuk dapat dideteksi.

Karena preferensi para pencuci uang yang demikian itu, maka

pencucian uang dapat meningkatkan ancaman ketidakstabilan

moneter. Singkatnya, tindak pidana pencucian uang dapat

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan terhadap jumlah

permintaan uang (money demand) dan meningkatkan volatilitas dari

arus modal internasional, bunga dan nilai tukar mata uang yang tidak

dapat dijelaskan apa penyebabnya. Kejadian-kejadian seperti ini

berakibat lebih lanjut kepada lepasnya kendali pemerintah terhadap

kebijakan perekonomian negara.

d. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (Economic

16
distortion and instability)

Para pencuci uang tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan dari

investasi-investasi mereka, tetapi mereka lebih tertarik untuk

melindungi hasil kejahatan yang mereka lakukan. Hal tersebut karena

hasil keuntungan yang mereka peroleh dari kegiatan kriminal sudah

luar biasa besarnya. Mereka tidak lagi mengharapkan keuntungan

tambahan dengan menanamkan hasil kejahatan itu di investasi-

investasi yang memberikan return yang tinggi. Mereka lebih tertarik

untuk “menginvestasikan” dana- dana mereka di kegiatan-kegiatan

yang aman bagi mereka dari kejaran otoritas penegak hukum

sekalipun secara ekonomis tidak menghasilkan return of investment

yang tinggi. Akibat sikap mereka yang demikian itu, pertumbuhan

ekonomi dari negara di mana investasi mereka itu dilakukan dapat

terganggu.

Salah satunya tindak pidana yang berdampak dalam

perekonomian ada di pasar modal. Pengertian tindak pidana

pencucian uang di pasar modal mengandung makna bahwa,

pencucian uang dapat dilakukan atas harta kekayaan yang berasal

dari hasil tindak pidana pasar modal yang merupakan tindak pidana

asal berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU TPPU. Selain itu, tindak

pidana asalnya dapat pula berupa tindak pidana lainnya di luar

tindak pidana pasar modal, sehingga dengan demikian, diperoleh

pemahaman bahwa pencucian uang di pasar modal dapat

17
bermakna:

(1) Pencucian uang di pasar modal atas hasil tindak Pidana pasar

modal; atau

(2) Pencucian uang di pasar modal atas tindak pidana lainnya

seperti korupsi, pembalakan liar, penipuan, bisnis narkoba,

dan lain-lain.

Jika mengacu pada UU TPPU Pasal 2 ayat 1 yaitu semua harta

kekayaan yang berasal dari tindak pidana korupsi, penyuapan,

penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan

imigran, di bidang perbankan, di bidang asuransi, narkotika,

psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap,

penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan

uang, perjudian prostitusi, di bidang perpajakan, dibidang kehutanan, di

bidang lingkungan hidup, dibidang kelautan dan tindak pidana lainnya

dapat dicuci di pasar modal.

Pasar modal memang dianggap tempat potensial untuk terjadinya

pencucian uang sepertia yang dinyatakan oleh Financial Action Task

Force (FATF) bahwa sektor pasar modal pada skala global ditandai

dengan keragaman, kemudahan perdagangan yang dapat dilakukan

melalui perdagangan elektronik, misalnya, dan kemampuan untuk

bertransaksi di pasar tanpa mempedulikan batas negara. Karakteristik ini

membuat pasar modal menarik bagi investor biasa yang mencari

pendapatan yang bagus. Karakteristik yang sama, bersamaan dengan

18
volume transaksi di banyak pasar, juga membuat pasar modal secara

potensial mengundang terjadinya pencucian dana yang berasal dari

sumber-sumber kejahatan.

Seseorang itu melakukan tindak pidana pencucian uang dalam

pasar modal. Pertama adalah perdagangan di pasar saham/modal itu

sifatnya internasional, itu mendasari seseorang bisa membeli saham di

mana pun (artinya seseorang bisa melakukan, membeli saham di mana

saja). Ada kemungkinan jika koruptor yang dari Indonesia bisa membeli

saham di negara yang sistem keuangannya lemah dan sebaliknya. Kedua

instrument yg diperdagangkan dalam pasar modal antara lain seperti

saham, reksa dana, yg sifatnya liquid (mudah diuangkan,dicairkan, dibeli

atau mudah dijual). Ketiga, kompetisi pelaku dalam pasar modal itu

sangat kompetitif, maksudnya pelaku industri dalam pasar modal seperti

bursa efek, majemen infestasi (broker), dan infestor yang punya banyak

uang, dikatakan sangat kompetitif contonya ketika ada seorang agen

sebagai perusahaan efek ingin membeli efek itu sendiri tanpa

memperhatikan keabsahan/legalitas uang dari investor, yang terpenting

ialah keuntungan dari membeli saham lebih diutamakan sebelum dibeli

oleh infestor lain, itulah yang mendorong orang untuk melakukan tindak

pidana pencucian uang tanpa ada yang memperhatikan dari mana asal-

usul uang tersebut. Keempat, dalam pembelian produk-produk dalam

pasar modal antara lain seperti saham, itu biasanya menggunakan nama

orang lain, memakai nama orang lain, atau menyuruh orang lain

19
menggunakan namanya tanpa mesti bertanya-tanya asal usul uangnya.

Pelaku tindak pidana pencucian uang yang bermain dalam pasar

modal biasanya tidaklah mencari keuntungan dari pasar modal tersebut

melainkan tujuannya iyalah untuk menyamarkan/menyembunyikan asal-

usul uangnya. Sehingga ketika penegak hukum/orang pajak menanyakan

dari mana hasil uangnya pelaku tersebut bisa berdalih uangnya hasil dari

permainan saham. Dan ketika penegak hukum tidak percaya, pelaku

mengelak dengan menjawab silahkan bertanya kepada managemen

investasi, akan tetapi polisi tidak dapat menerima informasi tersebut dari

managemen investasi sebab tidak ada kasus yang sedang diperiksa.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pencucian uang atau juga dikenal dengan money laundering adalah

perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta

kekayaan melalui berbagai transaksi keuangan sehingga seolah-olah

diperoleh dengan cara yang sah. Lebih lanjut dikemukakan bahwa

tujuan utama dari pencucian uang adalah menyamarkan bahwa harta

kekayaan itu diperoleh dari tindak pidana, sehingga dapat menikmati

hasilnya untuk kegiatan yang sah.

2. Tindak pidana pencucian uang ini telah menimbulkan dampak atau

pengaruh yang negatif terhadap bidang perekonomian dan

bisnis yaitu, merongrong sektor bisnis swasta yang sah,

merongrong integritas pasar- pasar keuangan, mengakibatkan

hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya,

dan timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi.

B. Saran

1. Perlunya Penguatan peraturan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang

(Anti Money Laundering) untuk mencegah tumpang tindihnya antar

peraturan terkait penegakan tindak pidana pencucian uang (Anti

Money Laundering)

21
2. Perlu dilakukan kerjasama yang kooperatif terhadap setiap lembaga

dalam ligkup penegakan hukum di bidang tindak pidana pencucian

uang dan pasar modal. Kurangnya pemahaman mekanisme pasar

modal dari berbagai pihak menyebabkan tindak pidana pencucian

uang menjadi sangat rentan dilakukan, khususnya di dalam pasar

modal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK; Komisi
Pemberantasan Korupsi;Kajian Yuridis Normative UU Nomor 31
Tahun 1999 Junto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30
Tahun 2002, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.
Husein, Yunus, Pembangunan Rezim Anti Pencucian Uang Di Indonesia
Dan Implikasinya Terhadap Profesi Akuntan, Padang, FIESTA,
2006
Kristiana, Yudi, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
Perspektif Hukum Progresif. Yogyakarta, Thafa Media, 2015.
Romli, Atmasasmita. 2013. Kapita Selekta Kejahatan Bisnis dan Hukum
Pidana. Jakarta: Fikahati Aneska
Sjahdeini, Sutan Remy Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang
Dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta, PT Pustaka Utama Gravity,
2007
Sutedi, Adrian, Tindak Pidana Pencucian Uang, Malang, Citra Aditya
Bakti, 2008
Syarif, Laode M dan Didik E. Purwoleksono, Hukum Anti Korupsi,
Jakarta, The Asia Foundation, 2012.

2. Undang-undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

3. Internet
Billy Steel, Money Laundering-What is Money Laundering, Billy’s
Money Laundering Information Website, http://www.laundryman.u-
net.com

23

Anda mungkin juga menyukai