Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM BISNIS

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Oleh:
Anindi 200501110251

DOSEN AKADEMIK:
Prof. Dr. H. MUHAMMAD DJAKFAR, SH., M.Ag

PROGRAM SARJANA EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang
“Tindak Pidana Pencucian uang” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk diri saya sendiri dan juga
pembaca dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita dalam mengetahui
tindak pidana dalam pencucian uang. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya sangat
berharap adanya kritik dan saran untuk perbaikan makalah yang telah saya buat di masa
yang akan datang.
Makalah ini akan tidak selesai tepat waktu tanpa bantuan dari keluarga dan teman-
teman yang lain. Dengan ini, saya menyatakan terimakasih banyak kepada yang
terhormat:
1. Keluarga yang selalu memberikan semangat agar makalah ini selesai.
2. UIN Maulana Malik Irahim Malang, khususnya Bapak Prof. Dr. H. Muhammad
Djakfar, S.H., M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis yang
telah memberi tanggungan tugas kepada saya hingga bisa mengasah kemampuan
dan menyusun makalah.
Demikian makalah ini disusun, mohon maaf atas kesalahan kata-kata atau
penyampaian di dalam makalah yang kurang berkenan bagi pembaca.

Malang, 10 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana dan Pencucian Uang ......................... 3
2.2 Bentuk Sanksi (Hukuman) ...................................................................................... 4
2.3 Pelapor dan Posisinya di Depan Hukum ................................................................. 6
2.4 Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif Syariah ................................................. 7
BAB III ......................................................................................................................... 9
PENUTUP .................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 9
3.2 Saran ........................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya segala kemajuan di era reformasi ini tidak
menutup kemungkinan dengan meningkatnya kejahatan di segala bidang. Baik
tegnologi, pendidikan, bisnis dan ekonomi. Dalam hal nya di dunia bisnis sudah
tidak asing lagi kita kenal tindak kejahatan berupa pencucian uang misalnya. Jadi
bukan hanya korupsi, bahkan di Indonesia sudah sangat sering terjadi pencucian
uang oleh pihak-pihak yang serakah akan duniawi. Korupsi dan pencucian uang
adalah dua hal yang berbeda tetapi tetap berhubungan dan sangat signifikan.
Korupsi ialah model pencurian yang biasanya dilakukan oleh satu orang secara
diam-diam sedangkan pencucian uang adalah menyembunyikan fakta dari hasil
korupsi tersebut.
Tindak pidana pencucian uang atau lebih dikenal oleh masyarakat dengan
istilah money laundering, merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai
media massa, oleh sebab itu banyak pengertian yang berkembang sehubungan
dengan istilah pencucian uang. Dewasa ini istilah money laundering sudah lazim
digunakan untuk menggambarkan usaha-usaha yang dilakukan oleh seseorang
atau badan hukum untuk melegalisasi uang “kotor”, yang diperoleh dari hasil
tindak pidana.
Salah satu wujud upaya pemerintah Indonesia dalam menekan maraknya
tindak pidana pencucian uang atau money laundering adalah memberi perhatian
khusus dalam hal aspek pembuktian. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa
melakukan perbuatan yang didakwakan, menjadi bagian yang terpenting acara
pidana. Dalam hal inipun hak asasi manusia dipertaruhkan.
Namun perangkat hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas
itu sendiri belum memadai dan masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis
kejahatan baik yang dilakukan perorangan, kelompok ataupun korporasi dengan
mudah terjadi, dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar dan
tidak sedikit jumlahnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian tentang pencucian uang?
2. Bagaimana bentuk-bentuk sanksi di dalam tindak pidana pencucian uang?
3. Bagaimana peran pelapor dan posisinya didepan hukum?
4. Bagaimana tindak pidana pencucian uang ditinjau dari perspektif syariah?

1.3 Tujuan Masalah


1. Ingin mengetahui pengertian tentang pencucian uang.
2. Ingin mengetahui bentuk-bentuk sanksi di dalam tindak pidana pencucian
uang.
3. Ingin mengetahui peran pelapor dan posisinya didepan hukum.
4. Ingin mengetahui tindak pidana pencucian uang ditinjau dari perspektif
syariah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana dan Pencucian Uang


Yang dimaksud dengan pencucian uang adalah perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa keluar negeri, menitipkan atau perbuatan lainnya atas kekayaan
yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah.1
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang harta kekayaan yang diperoleh dari
hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah
berasal dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan Pasal 2 Undang–Undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang tindak pidana pencucian uang (sebagaimana diubah dengan Undang–
Undang Nomor 25 tahun 2003), tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian
uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/ wanita/ anak/ senjata gelap,
penculikan, terorisme, pencucian, penggelapan, dan penipuan. Menurut Undang–Undang
Nomor 8 Tahun 2010, pencucian uang adalah segalah perbuatan yang memenuhi unsur–
unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang–Undang ini (Fuady, 2001).2
Tindak pidana ekonomi mengenai pencucian uang dewasa ini juga sangat marak
terjadi. Kejahatan ini tidak tidak dapat dibatasi oleh upaya apapun yang sudah pernah
dicoba pemerintah. Yang mana kejahatan tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah
suatu negara tetapi meluas bahkan melintasi batas negara lain. Kejahatan pencucian uang
merupakan perbuatan dari pelaku kejahatan untuk menyembunyikan bahkan
menyamarkan asal usul harta kekayaan seakan-akan harta tersebut berasal hasil yang
legal. Dalam kasus ini, perlu kekuatan pembuktian untuk dapat membuktikan secara
benar terjadinya suatu kejahatan pencucian uang. Perlu pemahaman lebih dalam

1
Toman Sony Tambunan dan Wilson R.G. Tambunan, Hukum Bisnis Edisi Pertama (Jakarta:
Prenadamedia Group: 2020)
2
Nur Nugroho, Sunarmi , Mahmul Siregar & Riswan Munthe, Analisis terhadap Pencegahan Tindak
Pidana Pencucian Uang oleh Bank Negara Indonesia Analysis of the Prevention of Criminal Acts of Money
Laundering by Bank Negara Indonesia, Jurnal Ilmiah Magister Hukum, 2020: 100-110

3
mengenai prinsip dasar pencucian uang, beserta modus operandi edan bagaimana metode
pembuktian dapat dilakukan, yang biasanya bersifat tidak langsung.
Mengenai subjek tindak pidana ekonomi disamping perseorangan, badan hukum
juga dapat melakukan tindak pidana ekonomi dan dapat dijatuhi hukuman pidana. Badan
hukum seperti perseroan, yayasan atau koperasi dianggap dapat melakukan tindak pidana
ekonomi yang dilakukan oleh orang-orang yang berdasar hubungan kerja bertindak untuk
dan dalam lingkungan badan tersebut.
Tidak semua perbuatan digolongkan kedalam bentyuk kejahatan pencucian uang.
Ada unsur-unsur yang menjadi syarat untuk penggolongan perbuatan tersebut sehingga
dapat dikatakan sebagain tindak pidana pencucian uang sebagai berikut:3

1. Pelaku, perbuatan ini tidak mungkin bisa terjadi tanpa ada subjek dari yang
melakukannya.
2. Ada transaksi yang diketahui atau patut diduga dalam menempatkan,
menyembunyikan atau menyamarkan, asal usul kekayaan.
3. Ada harta kekayaan yang merupakan buktri bahwa sang pelaku telah melakukan
perbuatan yang melawan hukum.
4. Merupakan hasil tindak kejahatan atau perbuatan tindak pidana yang tentu melawan
hukum dan berpotensi merugikan banyak pihak.

2.2 Bentuk Sanksi (Hukuman)

Tindak pidana pencucian uang di Indonesia diatur dalam Undang Undang Nomor
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(selanjutnya disingkat dengan UU No. 8 Tahun 2010). Dalam Pasal 3 UU No 8 Tahun
2010 menyebutkan “Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian

3
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, Edisi Revisi (Malang: UIN-Maliki Press: 2016), hal. 442-443

4
Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pada umumnya pelaku pencucian uang
tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan. Karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan
asal usul uang, sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman.4
Sedangkan pengertian tindak pidana pencucian uang tercantum dalam Pasal 3, 4,
dan 5 UU No 8 Tahun 2010, sebagai berikut: Pasal 3 Setiap orang yang menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena
tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4 Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian
uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 5 (1) Setiap orang yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendapaling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

4
Renata Amalia, PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
MENURUT HUKUM ISLAM, Volume 2, Nomor 2, al-Jinâyah: Jurnal Hukum Pidana Islam, Desember 2016

5
2.3 Pelapor dan Posisinya di Depan Hukum

Dalam Rezim Anti Pencucian Uang pihak pelapor merupakan front liner yang
memiliki peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan
ataupun melaporkan transaksi tertentu sesuai dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU).
Berdasarkan UU PPTPPU, selain kewajiban, terdapat pula perlindungan khusus bagi
pihak pelapor. Kewajiban indentifikasi transaksi keuangan dan pelaporan oleh pelapor
juga merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian dan bagian dari manajemen
risiko, untuk mencegah digunakannya PJK/PBJ sebagai sarana ataupun sasaran pencucian
uang oleh nasabah/pihak pengguna jasa. Dalam hal ini, menghindarkan diri bagi PJK dan
PBJ terhadap resiko reputasi, resiko operasional, resiko hukum dan resiko konsentrasi.

PERLINDUNGAN DAN SANKSI

A. PELINDUNGAN

• Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib
merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor (Pasal 83 ayat (1). Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan hak kepada
pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan
(Pasal 83 ayat (2) UU PPTPPU).
• Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan hak kepada pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti
kerugian melalui pengadilan (Pasal 83 ayat (2) UU PPTPPU).
• Setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang
wajib diberi pelindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang
membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya (Pasal 84 UU
PPTPPU).
• Di sidang pengadilan, saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang terkait
dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang
menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal lain yang memungkinkan dapat
terungkapnya identitas pelapor (Pasal 85 UU PPTPPU).)

6
• Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana,
atas laporan dan/atau kesaksian yang diberikan oleh yang bersangkutan (Pasal 87
UU PPTPPU).

B. PENGENAAN SANKSI

Pihak pelapor yang tidak menyampaikan laporan kepada PPATK secara tepat waktu
dikenai sanksi administratif. Pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh Lembaga
Pengawas dan Pengatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
hal Lembaga Pengawas dan Pengatur belum dibentuk, pengenaan sanksi administratif
terhadap PBJ dilakukan oleh PPATK. Sanksi administratif dapat berupa:

1. Teguran tertulis;
2. Pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi;
3. Peringatan; dan/atau
4. Denda administratif.5

2.4 Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif Syariah


Pencucian uang dalam hukum Islam tidak dijelaskan secara tekstual dalam al-
Qur’an maupun as-Sunnah, tetapi al-Qur’an mengungkap prinsip-prinsip umum untuk
mengantisipasi perkembangan zaman, dimana dalam kasus-kasus yang baru dapat
diberikan status hukumnya, pengelompokan jarimahnya, dan sanksi yang akan
diberikan. Dalam hal ini Islam sangat memperhatikan adanya kejelasan dalam
perolehan harta benda seseorang. Hukum Islam secara detail memang tidak pernah
menyebutkan pelarangan perbuatan pencucian uang, karena memang istilah ini belum
ada pada zaman Nabi. Akan tetapi secara umum, ajaran Islam telah mengharamkan
mencari rejeki dengan cara-cara yang bathil dan penguasaan yang bukan hak miliknya,
seperti perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan
menimbulkan kerugian bagi orang lain atau korban itu sendiri. Namun, berangkat dari
kenyataan yang meresahkan, membahayakan, dan merusak, maka hukum pidana Islam

5
PEDOMAN PELAPORAN, https://www.ppatk.go.id/pelaporan/read/50/pedoman-pelaporan.html, 2016

7
perlu membahasnya, bahwa kejahatan ini bisa diklasifikasikan sebagai jarimah ta’zir,
dimana benuk hukumannya diserahkan kepada ulil amri.

‫اْلثْ ِم َوا َ ْنت ُ ْم‬ ِ َّ‫اط ِل َوت ُ ْدلُ ْوا ِب َها اِلَى ْال ُح َّك ِام ِلت َأ ْ ُكلُ ْوا فَ ِريْقا ِ ِّم ْن اَ ْم َوا ِل الن‬
ِ ْ ‫اس ِب‬ ِ َ‫َو َْل ت َأ ْ ُكلُ ْوا ا َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالب‬
6
‫ت َ ْعلَ ُم ْون‬
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.”

Hukum pidana Islam secara eksplisit tidak pernah menyebutkan pelarangan


perbuatan pencucian uang. Secara umum, ajaran Islam mengharamkan mencari rejeki
dengan cara-cara yang bathil dan penguasaan yang bukan hak miliknya, seperti
perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan menimbulkan
kerugian bagi orang lain atau korban itu sendiri. Namun, berangkat dari kenyataan
yang meresahkan, membahayakan, dan merusak, maka hukum pidana Islam perlu
membahasnya, bahwa kejahatan ini bisa diklasifikasikan sebagai jarimah ta’zier.
Jarimah ta’zir adalah perbuatan maksiat yakni meninggalkan perintah yang diwajibkan
dan melakukan perbuatan yang diharamkan, di mana perbuatan itu dikenakan
hukuman had maupun kifarat. Maka, tindak pidana pencucian uang masuk dalam
kategori jarimah ta’zir. Kejahatan model ini merupakan suatu penyalahgunaan
kewenangan (publik) untuk kepentingan pribadi yang merugikan kepentingan umum.
Sebab uang adalah benda, dan benda tidak dapat disifati/dihukumi dengan halal atau
haram, yang dapat disifati/dihukumi halal atau haram adalah perbuatan (perilaku)
manusia.
Hal ini jelas bertentangan dengan tujuan hukum Islam. Para pelaku kejahatan
pencucian uang membawa luka dan mengganggu ketertiban, kedamaian serta
ketentraman hajat hidup orang banyak, hal inilah yang dikatakan sebagai jarimah
ta’zir. Di samping itu, money laundering juga mengakibatkan hilangnya kendali
pemerintah terhadap kebijakan ekonomi, timbulnya distorsi dan ketidakstabilan

6
QS. Al-Baqarah Ayat 188

8
ekonomi, hilangnya pendapatan negara, menimbulkan rusaknya reputasi negara, dan
menimbulkan biaya sosial yang tinggi. Akibat yang ditimbulkannya pun sangat besar
terhadap kehidupan manusia.

BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan, hal ini didasari
berdasarkan pola terjadinya tindak pidana pencucian uang yang didahului terjadinya
tindak pidana asal yang menghasilkan harta kekayaan, kemudian dilakukan proses
pencucian baik dengan cara mentransfer, membelanjakan, menghibahkan, membawa
keluar negeri dan lain-lain. Pada sisi yang lain, sebagaimana yang diungkapkan dalam
penulisan hukum ini, tindak pidana pencucian uang merupakan sebuah tindak pidana
yang lazimnya merupakan tindak pidana lanjutan dari berbagai tindak pidana lain demi
mengaburkan atau menyembunyikan asal-usul harta kekayaan tersebut sehingga hasil
tindak pidana dapat dinikmati oleh pelakunya. Salah satu fakta yang tak dapat
dipungkiri pula adalah situasi dan kondisi negara Indonesia yang sebenarnya dapat
dikatakan darurat atas maraknya tindak pidana korupsi yang menjamur pada kalangan
elite dan tidak sedikit yang memilih untuk melakukan pencucian uang atas hasil tindak
pidananya. Alhasil, di Indonesia nilai yang terlibat dalam tindak pidana pencucian
uang mencapai angka yang cukup fantastis sehingga, niscaya pemerintah pun tak boleh
tinggal diam dalam melakukan upaya penanganan masalah ini.

3.2 Saran
Harapannya dari makalah ini bisa membantu para pembaca untuk lebih mengetahui
cara bahaya dari tindak kejahatan pencucian uang bagi keberlangsungan hidup di dunia
maupun di akhirat agar terhindar dari sifar tercela tersebut dan bersyukur atas apa yang
di milikinya. Dan juga para pembaca bisa lebih memahami tentang hukum-hukum
dalam Islam yang berlaku dalam bisnis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Muhammad. 2016. Hukum Bisnis. Malang: (UIN-Maliki Press).


Amrullah, Arief. 2003. “Money Laundering”. Malang: (Bayumedia Publishing).
Tambunan, Sony. 2020. “Hukum Bisnis”. jakarta: (Prenadamedia Group).
Purwaningsih, Endang, 2010. Hukum Bisnis”. Bogor: (Ghalia Indonesia).
Imaniyati, S. (2005). Pencucian uang (money laundering) dalam perspektif hukum
perbankan dan hukum islam : Vol. XXI No. 1.
Amalia, R. (2016). “pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana
pencucian uang menurut hukum islam” , al-Jinâyah: Jurnal Hukum Pidana Islam,
Volume 2, Nomor 2, 386-407.
Amalia, R. (2016). “pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana
pencucian uang menurut hukum islam” , al-Jinâyah: Jurnal Hukum Pidana Islam,
Volume 2, Nomor 2, 386-407.
Kurniawan,I. Perkembangan tindak pidana pencucian uang (money laundering)
dan dampaknya terhadap sektor ekonomi dan bisnis: jurnal ilmu hukum, Vol 3 No 1

10

Anda mungkin juga menyukai