Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ugi putri pamungkas

Nim : 02121027

Kelas :A

Matkul : hukum pidana khusus

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PENGATURAN TINDAK PIDANA KHUSUS


Tindak pidana khusus merupakan jenis perkara-perkara pidana yang pengaturan
hukumnya berada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan
kitab undang-undang yang terkodifikasi, mempunyai karakteristik dan penanganan perkara
yang khusus dan spesifik, baik dari aturan hukum yang diberlakukan, hukum acaranya,
penegak hukumnya, maupun pengacara yang menanganinya. Awalnya, tindak pidana khusus
dikenal sebagai hukum pidana khusus, kemudian berubah menjadi hukum tindak pidana
khusus. Salah satu yang termasuk dalam tindak pidana khusus adalah korupsi. Tindak pidana
korupsi merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan
perekonomian maupun keuangan negara. Objek hukum dari tindak pidana korupsi dapat
berupa korporasi dan pegawai negeri. Tindak pidana korupsi diatur di dalam UU No. 31
Tahun 1999, sedangkan pemberantasan tindak pidana korupsi diatur dalam UU No. 20 Tahun
2001.

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PENGATURAN TINDAK PIDANA KHUSUS


Hukum tindak pidana khusus dibentuk untuk memenuhi kebutuhan hukum dan
mengimbangi masyarakat yang berkembang pesat. Munculnya berbagai undang- undang
tindak pidana khusus sebagai hukum tindak pidana yang di luar kodifikasi (KUHP)
merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Ahli hukum pidana, Muladi menyebutkan, hal ini
disebabkan oleh semakin berkembangnya berbagai kejahatan luar biasa, seperti korupsi,
terorisme, narkotika, dan lain sebagainya, yang membutuhkan penanganan yang luar biasa
pula. Tak jarang, cara-cara luar biasa ini harus menyimpang dari asas-asas hukum pidana
umum. Andi Hamzah sejalan dengan pendapat tersebut. Menurutnya, penyebab perlunya
hukum tindak pidana khusus, yakni: Adanya perubahan sosial, sehingga harus disertai pula
dengan peraturan hukum dengan sanksi pidananya; Kehidupan moderen semakin kompleks,
sehingga di samping peraturan hukum yang tahan lama (KUHP), dibutuhkan juga peraturan
pidana yang bersifat temporer; Perlunya perundang-undangan di bidang perdata, tata negara,
terutama administrasi negara, untuk dikaitkan dengan sanksi pidana agar peraturan tersebut
ditaati. Misalnya, peraturan perdagangan, perindustrian, perikanan, dan lain-lain.

ASAS HUKUM PIDANA


1. Asas Legalitas
Asas legalitas atau the principle of legality merupakan asas yang menentukan bahwa
tindak pidana haruslah diatur terlebih dulu dalam undang-undang atau suatu aturan hukum
sebelum seseorang melakukan pelanggaran atau perbuatannya.
2. Asas Teritorial
Asas hukum pidana yang satu ini dilandasi oleh kedaulatan negara. Negara yang
berdaulat wajib menjamin ketertiban hukum di wilayahnya dan oleh sebab itu, negara berhak
menjatuhkan pidana bagi siapapun yang melakukan tindak pidana di wilayahnya.
3. Asas Nasional Aktif atau Asas Personalitas
Jika diartikan, dengan asas personalitas atau nasional aktif, peraturan perundang-undangan
pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan warga negara di mana pun
warga tersebut berada, sekalipun di luar negeri.

-tindak pidana ekonomi


-tindak pidana Narkotika
-tindak pidana korupsi
-tindak pidana perpajakan
-tindak pidana kepabeanan
-tindak pidana pencucian uang
-tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) -tindak pidana pornografi
-tindak pidana kejahatan.

IMPLIKASI/AKIBAT ADANYA HUKUM PIDANA KHUSUS


Adanya akibat pidana khusus adalah :
1. Memberi corak tentang hukum pidana kita yang terpecah – pecah seakan akan adanya
hukum pidana dinegara kita berbeda – beda, akibat hukum pidana terpecah – pecah terlihat
diadakan upaya penanggulangannya kalau hukum pidana umum dan khusus yang
menanggulanginya berbeda – beda dari hakim, polisi, penyidik
2. Polisi atau kejaksaan dalam penanggulangan kejahatan juga akan berbeda – beda Contoh :
Pelanggaran terhadap pidana khusus lebih berat dari pidana umum
3. Adanya pengertian hukum pidana khusus ini akan berperan dalam penyusunan

KASUS KASUS HUKUM PIDANA KHUSUS


1. Surya darmadi
Surya Darmadi, resmi ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka
terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang
merugikan negara hingga Rp 78 triliun. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan kerugian
negara tersebut timbul akibat penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di
Kawasan Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektare. Kasus ini merupakan
pengembangan dari perkara yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun dan kawan-
kawan yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap alih fungsi lahan pada September
2014. Akhir bulan lalu, Mejelis Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis
Annas 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Dirinya bahkan sempat tercatat sebagai orang
terkaya ke-28 di Indonesia versi majalah Forbes tahun 2018 dengan kekayaan Rp20,73 triliun
ini diduga menyuap Annas Maamun dengan uang Rp3 miliar untuk mengubah lokasi
perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan.

2. Jiwasraya
Pada 2006 laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29
triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban. Oleh
karenanya, BPK memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan 2006 dan 2007 karena
penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Pada 2015, OJK
melakukan pemeriksaan langsung terhadap JS dengan aspek pemeriksaan investasi dan
pertanggungan. Audit BPK di 2015 menunjukkan terdapat dugaan penyalahgunaan
wewenang JS dan laporan aset investasi keuangan yang overstated dan kewajiban yang
understated.
Pada Mei 2018 terjadi pergantian direksi. Setelah itu, direksi baru melaporkan terdapat
kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Hasil audit KAP atas laporan
keuangan JS 2017 antara lain mengoreksi laporan keuangan interim yang semula
mencatatkan laba Rp 2,4 triliun menjadi Rp 428 miliar.
Atas perbuatan itu jaksa mendakwa para korporasi manajer investasi dengan pasal Pasal 2
Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan
ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHP
Selain itu, pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian, pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Subsidair pasal 4
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.

UU Pidana yang masih dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus adalah UU
No 7 Drt 1955 (Hukum Pidana Ekonomi), UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2002
dan UU No 1/Perpu/2002 dan UU No 2/Perpu/ Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur
perbuatan tertentu atau untuk orang/golong- an tertentu. Hukum Tindak Pidana Khusus
menyimpang dari Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formal. Penyimpangan
diperlukan atas dasar kepentingan hukum. Dasar Hukum UU Pidana Khusus dilihat dari
hukum pidana adalah Pasal 103 KUHP. Pasal 103 ini mengandung pengertian : 1. Semua
ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU
itu tidak menentukan lain. 2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU Pidana di luar KUHP,
karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya (tidak lengkap dan tidak
mungkin lengkap). Perundang-undangan Pidana : 1. UU pidana dalam arti sesungguhnya,
yaitu hak memberi pidana dari negara; 2. Peraturan Hukum Pidana dalam arti tersendiri,
adalah memberi sanksi pidana terhadap aturan yang berada di luar hukum pidana umum

Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap
hukum pidana umum, baik dibidang Hukum Pidana Materiil maupun dibidang Hukum Pidana
Formal. Hukum Tindak Pidana Khusus berlaku terhadap perbuatan tertentu dan atau untuk
golongan / orang-orang tertentu. Adapun kekhususan dari Tindak Pidana Khusus dapat
berupa : 1. Kekhususan Hukum Tindak Pidana Khusus dibidang Hk. Pidana Materil
Penyimpangan dalam pengertian menyimpang dari ketentuan Hukum Pidana Umum dan
dapat berupa: Menentukan sendiri yang sebelumnya tidak ada dalam HPU disebut dengan
ketentuan khusus Hukum Pidana bersifat elastis (ketentuan khusus) Percobaan dan membantu
melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman (menyimpang) Pengaturan tersendiri
tindak pidana kejahatan dan pelanggaran (ket. khs) Perluasan berlakunya asas teritorial
(ekstra teritorial). (menyimpang/ket.khs) Sub. Hukum berhubungan / ditentukan berdasarkan
kerugian keuangan dan perekonomian negara (ket. Khs)

Anda mungkin juga menyukai