Anda di halaman 1dari 4

Nama : Riyan Rafli Neka Ichsan

Nim : 1800024297

Kelas : D

JAWABAN

1.

Hukum pidana khusus adalah ketentuan – ketentuan tentang hukum pidana yang ada
diluar kodifikasi hukum pidana itu sendiri atau berlaku terhadap orang tertentu , Hukum
tindak pidana khusus berada di luar hukum pidana umum yang mengatur kodifikasi
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil (hukum) dengan memuat norma, sanksi,
dan asas hukum yang disusun khusus menyimpang karena kebutuhan masyarakat
terhadap hukum pidana yang mengandung, peraturan dari anasir-anasir kejahatan yang
konvensional dan kebutuhan terhadap hukum pidana khusus untuk mengatur beberapa
subyek hukum dan/atau perbuatan pidana khusus, dan oleh sebab itu memuat ketentuan
dan asas yang menyimpang dari peraturan hukum pidana umum.

2.

a. Sifat – sifat UU TPE :


 Temporer : Sifat UU TPE hanya digunakan pada saat negara dalam kesulitan/krisis
ekonomi
 Selektif : mengingat bahwa ruang lingkup perekonomian sangat luas, maka peraturan
perundang-undangan terkait TPE ditegakkan secara selektif untuk penegakan hukum bagi
kebutuhan ekonomi yang vital dan sektor perekonomian yang ditegaskan sedang dalam
kesulitan
 Elastis : peraturan perundang-undangan terkait TPE selalu berubah sesuai dengan
perubahan sosial ekonomi masyarakat.
b. Kekhususan/ Penyimpangan UU TPE
 Adanya penyelesaian diluar pengadilan
 Dalam pasal 82 KUHP (ayat 1- 4) menjelaskan bahwa tindak pidana yang hukumannya
hanya denda saja menjadi hapus jika dengan sukarela maksimum dengan sukarela di
bayar dengan denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah di
mulai. Bila dikenai dengan perampasan maka barang yang dikenai perampasan harus
diserahkan pula, atau di bayar dengan taksiran harga.
 Ketentuan Elastis dan Mudah Berubah Hukum Pidana Ekonomi
 Tindak pidana bidang ekonomi biasanya menggunakan modus operandi yang sulit di
bedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi yang biasanya. Dari sulit dibedakan
tersebut, maka ketentuan mengenai hukum pidana bidang ekonomi elastis dan mudah
berubah penafsirannya.
 Dalam Perbedaan antara istilah economic crimes dan istilah economic criminality
Economic crimes menunjuk kepada kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam kegiatan
atau aktivitas ekonomi (dalam arti luas) Economic criminality menunjuk kepada
kejahatan konvensional, yang mencari keuntungan yang bersifat ekonomis, misalnya
pencurian, penggelapan, pencopetan, perampokan, pemalsuan dan penipuan. Istilah
tindak pidana ekonomi yang dikenal di Indonesia dalam UU No. 7 drt 1855 lebih
condong ke dalam istilah economic crimes dalam arti sempit. Sebab UU tersebut secara
subtansil hanya memuat ketentuan yang mengatur sebagian kecil dari kegiatan ekonomi
secara keseluruhan (UU No. 7 drt 1955).
 Penafsiran Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Hukum Pidana Ekonomi

Pasal 2 (1 - 3) UUTPE Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 1 c adalah
kejahatan atau pelanggaran, sekadar tindak itu menurut ketentuan dalam undang-undang
yang bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. Tindak pidana ekonomi yang
lainnya, yang tersebut dalam Pasal 1 sub 1 e adalah kejahatan, apabila tindak itu
dilakukan dengan sengaja. Jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja, maka tindak
itu adalah pelanggaran.

Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 3e adalah kejahatan, apabila tindak itu
mengandung anasir sengaja; jika tindak itu tidak mengandung anasir sengaja, tindak
pidana itu adalah pelanggaran; satu dengan lainnya, jika dengan undang-undang itu tidak
ditentukan lain.

Pasal ini mengadakan perbedaan antara tindak pidana ekonomi yang dianggap kejahatan
dan tindak pidana ekonomi yang dianggap pelanggaran. Mengadakan perbedaan ini perlu
karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengadakan perbedaan antara kejahatan
dan pelanggaran dan perbedaan akibat antara kejahatan dan pelanggaran itu.

 Percobaan dan Membantu Pelanggaran Dapat Dipidana Dalam Hukum Pidana Ekonomi

Pasal 54 – 60 KUHP menerangkan bahwa mencoba dan membantu pelanggaran tidak di


pidana, dari pasal tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan percobaan
pelanggaran dan turut serta membantu pelanggaran maka seseorang tersebut tidak
termaksud sebagai pelaku dan atau pembuat delik, maka sesorang tersebut tidak dapat
dipidana.

Dalam pasal 4 UUTPE disebut jika dalam undang-undang darurat ini disebut tindak
pidana ekonomi pada umumnya atau suatu tindak pidana ekonomi pada khususnya, maka
di dalamnya termasuk pemberian bantuan pada atau untuk melakukan tindak pidana itu
dan percobaan untuk melakukan tindak pidana itu, sekadar suatu ketentuan tidak
menetapkan sebaliknya. Pasal ini menyimpang dari pasal 54 dan 60 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana. Hal ini dianggap perlu mengenai tindak pidana ekonomi yang
dipandang pelanggaran. Maksimum hukuman pokok yang mengancam pelanggaran
ekonomi itu dikurangi dengan sepertiga, jika dilakukan percobaan atau ikut membantu
perbuatan itu.

3.

Terdapat 2 unsur ada perbuatan dan yang kedua itu ada mensreanya. Perbuatan
penimbunan suatu barang, itu sama-sama perbuatan fakta. Tapi, kemudian mensreanya
berbeda. Ada yang menimbun untuk pertolongan dan kemudian dibagikan kepada
masyarakat.dan kemudian ada juga yang menimbun ingin mencari keuntungan sehingga
dengan harga berapapun orang harus membeli karena dalam keadaan panic. Itulah yang
bisa ditindak oleh polisi. Seperti diketahui, sanksi pidana itu tercantum dalam pasal 107
uu perdagangan. Dalam pasal itu disebutkan, pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp.50 miliyar. Jika menyimpan barang kebutuhan pokok
dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan
barang. Jadi yang di lakukan oleh co ro na dan PT WFH merupakan sebuah tindak
pidana dalam bidang ekonomi.

4.
A. Penerapan prinsip retroaktif di dalam Undang-Undang Nomor 26, Tahun 2000,
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia mengundang pro-kontra para ahli. Sebagian
dapat menerima dengan argumentasi bahwa pelanggaran HAM berat merupakan “extra
ordinary crimes” (kejahatan luar biasa) yang memerlukan penanganan khusus.
Hukum kebiasaan internasional telah mengakui bahwa terhadap pelanggaran HAM
berat, seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dapat digunakan asas
retroaktif. Hal ini juga dimungkinkan berdasarkan pasal 28J ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 yang berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis”.

B. tanggapan saya mengenai hal ini walaupun pemberlakuan surut dapat diterapkan
dalam peraturan bukan berarti setiap peraturan yang bukan kategori norma pidana dan
pembebanan masyarakat dengan mudah diberlakusurutkan sebab untuk diberlakusurutkan
suatu peraturan harus ada alasan yang kuat kenapa harus diberlakukan, tanpa alasan yang
kuat tentu berlaku surut tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan
menjadi alat kesewenang-wenangan.

5.
 Yuridiksi materiil : pembunuhan terhadap sebagian besar anggota kelompok dari etnis
tertentu yang mereka anggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kriris
ekonomi
 Yuridiksi temporal : perbuatannya dilakukan pada september – Oktober 2020
 Yuridiksi teritorial : terjadi di Yogyakarta, jawa tengan, dan jawa timur
 Yuridiksi personal/individual : Gerakan Pemurnian Etnis Indonesia

Anda mungkin juga menyukai