Anda di halaman 1dari 6

Nama : Jenni Desebrina Gultom

NPM / No. Presensi : 1806157036 / 6

Mata Kuliah : Filsafat Hukum

Kelas : Hukum Ekonomi Pagi

ANALISIS UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 7 TAHUN 1955


TENTANG PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK
PIDANA EKONOMI

1. Kekhususan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1955 (UUTPE) dibandingkan


dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
1.1. Kekhususan Formil

a. Perluasan Subjek Hukum dalam UUTPE

Dalam KUHP pasal 2 sampai pasal 9 dinyatakan bahwa subjek hukum merupakan setiap
orang yang melakukan delik di Indonesia atau di luar wilayah Indonesia (maksudnya di
dalam kapal atau pesawat yang berbendera Indonesia).

Sedangkan dalam UU TPE, tepatnya pada pasal 15 ayat 1 sampai ayat 4 dijelaskan bahwa
yang dijadikan subjek hukum adalah suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu
perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan. Pasal tersebut menyatakan suatu tindak
pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu
perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka dijatuhkan hukuman pidana
maupun tata tertib pada perseroan, perserikatan, maupun yayasan ataupun yang menjadi
pimpinan dalam perbuatan atau kelalaian tersebut. Jika delik tersebut dilakukan juga oleh
atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu
yayasan, jika tindak itu dilakukan oleh orang-orang yang, baik berdasar hubungan-kerja
maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan,
perserikatan atau yayasan itu, tak perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri
melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak-
pidana tersebut. Apabila suatu tuntutan-pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum,
suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka badan hukum, perseroan,
perserikatan atau yayasan itu pada waktu penuntutan itu diwakili oleh seorang pengurus
atau, jika ada lebih dari seorang pengurus, oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat
diwakili oleh orang lain, Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus menghadap
sendiri di pengadilan, dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus itu di bawa ke muka
hakim. tuntutan-pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu
perserikatan orang atau suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap dan segala
penyerahan surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus atau di tempat
tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor. Dalam pasal
15 juga ditetapkan bahwa suatu hukuman atau tindakan dapat juga dijatuhkan terhadap
badan-badan hukum, perseroan, yayasan, dan perserikatan.

b. Adanya Peradilan Absentia dalam UU TPE

Dalam KUHP ditetapkan tentang hapusnya penuntutan dikarenakan terdakwa meninggal


atau lewatnya batas waktu penuntutan, atau penuntutan hapus karena lewat waktu.
Ketentuan ini diatur dalam pasal 77 sampai dengan pasal 80 KUHP>

Sedangkan dalam UU TPE, pada pasal 16 ayat 1 sampai ayat 6, diatur mengenai
peradilan absentia dengan beberapa ketentuan yang mengatur jalannya proses peradilan
tersebut. Diantaranya:

(1) Jika ada cukup alasan untuk menduga, bahwa seseorang yang meninggal dunia, sebelum
atas perkaranya ada putusan yang tak dapat diubah lagi, telah melakukan tindak pidana
ekonomi, maka hakim - atas tuntutan penuntut umum dengan putusan pengadilan dapat:

a. memutus perampasan barang-barang yang telah disita. Dalam hal itu pasal 10
undang-undang darurat ini berlaku sepadan;

b. memutus bahwa tindakan tata tertib yang disebut pada pasal 8 sub c dan d
dilakukan dengan memberatkannya pada harta orang yang meninggal dunia itu.

(2) Putusan itu diumumkan oleh panitera dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih
surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim. Turunan dari putusan itu disampaikan kepada
rumah di mana orang itu meninggal dunia.

(3) Setiap orang yang berkepentingan dapat memajukan surat keberatan kepada panitera
pengadilan atas putusan itu dalam masa tiga bulan setelah pengumuman termaksud ayat 2.

(4) Dalam hal itu jaksa didengar; pihak yang berkepentingan itu didengar juga,
setidaktidaknya dipanggil semestinya untuk menghadap.

(5) Putusan hakim harus memuat alasan-alasan. Terhadap putusan itu tidak dapat
dimintakan bandingan atau kasasi.

(6) Ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada permulaan kalimat dan di bawah a berlaku juga,
jika berdasarkan alasan-alasan dapat diterima bahwa tindak pidana ekonomi itu dilakukan
oleh seorang yang tidak dikenal. Putusan itu diumumkan dalam Berita Negara dan di dalam
satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim.. Pada intinya pasal tersebut
menerangkan bahwa ketika seseorang yang diduga melakukan tindak pidana ekonomi telah
meninggal dunia, maka proses peradilan tindak pidana ekonomi tersebut masih berjalan, hal
tersebut menjadi ciri kekhususan bahwa tindak pidana ekonomi adalah hukum khusus dari
hukum pidana.

c. Perbedaan Peradilan

Dalam UU TPE pasal 35 ayat 1 ditentukan bahwa di setiap Pengadilan Negeri


ditempatkan seorang hakim atuau lebih, dibantu oleh seorang panitera atau lebih, dan
seorang jaksa atau lebih yang dikhususkan tugasnya untuk mengadili dan menuntut perkara
pidana ekonomi. Pada ayat 2 pasal yang sama disebutkan pengadilan yang tersebut pada
ayat 1 disebut Pengadilan Ekonomi.

d. Adanya Penyelesaian di luar Peradilan

Dalam pasal 82 KUHP ayat 1 sampai ayat 4 dijelaskan bahwa tindak pidana yang
hukumannya hanya denda saja menjadi hapus jika dengan sukarela maksimum dengan
sukarela dibayar dengan denda dan baiaya-biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan
telah dimulai. Bila dikenai dengan perampasan maka barang yang dikenai perampasan harus
diserahkan pula, atau dibayar dengan taksiran harga.

Dalam UU TPE dikenal adanya lembaga Schikking yang merupakan lembaga penyelesaian
di luar pengadilan, yaitu berupa denda damai.

1.2. Kekhususan Materiil

a. Penafsiran Kejahatan dan Pelanggaran dalam UU TPE

Dalam UU TPE, dijabarkan dengan jelas perbedaan antara tindak pidana ekonomi yang
berupa kejahatan dan tindak pidaha ekonomi yang berupa pelanggaran. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 2 ayat 1 sampai ayat 3. Pasal 2 ini menjelaskan bahwa,

- Tindak pidana ekonomi yang diatur dalam Pasal 1 sub 1 c adalah kejahatan atau
pelanggaran sekedar tindak itu menurut ketentuan undang-undang yang
bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. Tindak pidana ekonomi yang lain
yang tersebut dalam pasal 1 sub e adalah kejahatan apabila tindak itu dilakukan
dengan sengaja. Jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja itu adalah
pelanggaran.
- Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 2e adalah kejahatan.

- Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 3e adalah kejahatan, apabila
tindak itu mengandung anasir sengaja; jika tindak itu tidak mengandung anasir
sengaja, tindak pidana itu adalah pelanggaran; satu dengan lainnya, jika dengan
undang-undang itu tidak ditentukan lain.

Pasal ini membedakan dengan jelas antara tindak pidana ekonomi yang dianggap
kejahatan dan tindak pidana ekonomi yang dianggap pelanggaran.
b. Percobaan dan Membantu Pelanggaran dapat Dipidana dalam Ketentuan UU TPE

Dalam ketentuan KUHP, mencoba dan membantu pelanggaran tidak dapat dipidana.
Ketentuan ini diatur dalam pasal 54 sampai pasal 60 KUHP, dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwa seseorang yang melakukan percobaan dan turut serta membantu pelanggaran maka
seseorang tersebut tidak termaksud sebagai pelaku dan atau pembuat delik, maka
seseorang tersebut tidak dapat dipidana.

Sedangkan UU TPE menyebutkan bahwa tindakan percobaan dan membantu


pelanggaran dapat dikenakan pidana. Ketentuan ini diatur dalam pasal 4 UU TPE, yang mana
dalam pasal tersebut dijelaskan jika dalam undang-undang ini disebut tindak pidana
ekonomi pada umumnya atau suatu tindak pidana ekonomi pada khususnya, maka di
dalamnya termasuk pemberian bantuan pada atau untuk melakukan tindak pidana itu dan
percobaan untuk melakukan tindak pidana itu, sekedar suatu ketentuan tidak menetapkan
sebaliknya. Pasal ini jelas menyimpang dari ketentuan pasal 54 dan pasal 60 KUHP. hukuman
maksimum yang mengancam tindakan percobaan atau ikut membantu perbuatan tersebut
adalah maksimum hukuman pokok dari pelanggaran ekonomi yang bersangkutan dikurangi
sepertigganya.

c. Perluasan Berlakunya Hukum Pidana

Dalam KUHP pada pasal 2 menjelaskan bahwa ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia hanya berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu delik di
Indonesia. Ketentuan pasal tersebut menyebutkan bahwa peraturan pidana tersebut hanya
berlaku di wilayah Indonesia saja, tidak berlaku bagi delik yang terjadi di luar Indonesia.

Namun ketentuan dalam UU TPE tidak demikian. UU TPE memperluas berlakunya


Hukum Pidana Indonesia. Hal ini diatur dalam pasal 3 UU TPE, dimana pasal tersebut
menyatakan bahwa barang siapa turut melakukan suatu tindak pidana ekonomi, yang
dilakukan di dalam daerah hukum republic Indonesia, dapat dihukum pidana; begitu pula
jika ia turut melakukan tindak pidana eknomi itu di luar Indonesia. Ketentuan ini merupakan
perluasan dari pasal 2 KUHP. yang maksudnya undang-undang ini berlaku bagi setiap delik
yang dilakukan di wilayah hukum republic Indonesia, daan berlaku juga bagi setiap warga
Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana ekonomi di luar wilayah Indonesia.

d. Adanya Perbedaan Sanksi Pidana

Dalam KUHP hanya terdapat dua jenis pidana. Hal itu diatur daalam pasal 10 sampai
pasal 43 tentang pidana konvensional. Jenis pidana tersebut adalah pidana pokok dan
pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan,
pidana denda, dan pidaana tutupan. Pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak-hak
tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan putusan hakim.

UU TPE mengatur tentang pidana non-konvensional dalam pasal 6 sampai pasal 8 dan
pasal 27. Dalam pasal 6 diatur tentang hukuman dan tindakan tata tertib yang pada
umumnya dapat dijatuhkan terhadap tindak pidana ekonomi. Ayat 1 dan ayat 2 mengatur
hukuman pokok, ayat 3 mengatur hukuman tambahan dan tindakan tata tertib. Hukuman
pokok sama dengan hukuman pokok dalam KUHP tapi maksimum hukuman pokok tersebut
lebih berat daripada yang lazim digunakan. Pasal 7 mengatur mengenai hukuman tambahan.
Hukuman tambahan dapat dijatuhkan terhadap kejahatan maupun pelanggaran. Kemudian
pada pasal 8 diatur mengenai tindakan-tindakan tata tertib yang dapat diambil jika
dilakukan sesuatu tindak pidana ekonomi. Ketentuan pasal 8 adalah suatu tambahan yang
penting sekali. Dalam poin a pasal tersebut disebut tentang pengampuan, poin b mengatur
tentang uang jaminan, poin c mengatur tentan, pembayaran sejumlah uang sebagai
pencabutan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, poin d mengenai kewajiban
untuk mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak atau meniadakan apa yang dilakukan
tanpa ha katas biaya si terhukum. Tindakan itu diambil disamping hukuman pokok yang
mungkin terdiri dari hukuman denda. Pelaksanaan dari tindakan tata tertib ini dapat diatur
oleh hakim berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat 1 dan 2.

Pasal 27 sampai pasal 30 menjelaskan suapaya gangguan dalam dunia perekonomian


yang terjadi karena dilakukan suatu tindak pidana ekonomi dapat ditiadakan dengan segera,
sedang reaksi yang dengan segera dapat dilakukan atas tindak pidana itu menimbulkan
suatu preventieve werking.

2. Penimbunan Barang dalam UU TPE


UU TPE menyebut mengenai Penimbunan Barang pada Pasal 1 angka 1 sub c. Pasal
tersebut menjabarkan mengenai jenis-jenis pelanggaran. Yang mana pasal tersebut
menyatakan:

Yang disebut tindak-pidana ekonomi ialah :

le. Pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan :

a. "Ordonnantie Gecontroleerde Goederen 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 144),


sebagaimana diubah dan ditambah dengan "Staatsblad" 1949 No. 160;

b. "Prijsbeheersing-ordonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 295);

c. "Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951 " (Lembaran Negara tahun


1953 No.4);

d. "Rijsterdonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 253);

e. "Undang-undang Darurat kewajiban penggilingan padi" (Lembaran Negara tahun


1952 No.33);

f. "Deviezen Ordonnantie 1940" ("Staatsbld" 1940 No. 205).

2e. Tindak-tindak pidana tersebut dalam pasal-pasal 26, 32 dan 33 undang-undang darurat
ini; 3e. pelanggaran sesatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekadar
undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi.

Dalam pasal 2 undang-undang yang sama disebutkan bahwa penimbunan barang yang
disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 poin c tersebut adalah kejahatan atau pelanggaran
sekedar tindak itu menurut ketentuan undang-undang yang bersangkutan adalah kejahatan
atau pelanggaran.

UU TPE tidak mengatur secara mendetail mengenai Penimbunan Barang, karena


Penimbunan Barang sudah diatur secara khusus dalam undang-Undang tersendiri, yaitu
Undang-Undang Penimbunan Barang Tahun 1951. UU TPE hanya menyebutkan dalam pasal
1 nya bahwa Penimbunan barang termasuk ke dalam tindak pidana ekonomi yang
berdasarkan pada undang-undang penimbunan barang 1951.

Anda mungkin juga menyukai