Anda di halaman 1dari 23

Delik Khusus di Luar KUHP

TINDAK
PIDANA
EKONOMI
Kelompok 2

Dosen Pengampu :
Sri Riski, S.H., M.H.
Anggota
Kelompok
Daud Bunar Buwono Akbar Rayhan Nugroho
(2212011331) (2212011334)
Abdul Halim
(2212011052)

Stephen Danuarta Simamrmata Kelvin Akhmad Kuranii


(2212011229) (2212011324)
PENGERTIAN TINDAK PIDANA EKONOMI

Di dalam ketentuan UUTPE, tidak akan


ditemukan pengertian atau definisi apa yang
dimaksud dengan Tindak Pidana Ekonomi, yang
akan kita temukan adalah suatu perumusan
yang bersifat kategoris, maksudnya : yang ada
adalah daftar peraturan, baik yang berupa
ordonanntie, verordening, undang-undang
maupun peraturan pemerintah yang ditentukan
dalam Pasal 1 UU Tindak Pidana Ekonomi.
PENGERTIAN TINDAK PIDANA EKONOMI (2)
Untuk lebih jelas tentang apa yang dimaksud dengan “Tindak Pidana Ekonomi”, berikut
akan diulas pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana ekonomi, yaitu :
Pasal 1 UUTPE, berbunyi :
“Yang disebut tindak-pidana ekonomi ialah” :
1e. pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan :
a. "Ordonnantie Gecontroleerde Goederen 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 144),
sebagaimana diubah dan ditambah dengan "Staatsblad" 1949 No. 160;
b. "Prijsbeheersing-ordonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 295);
c. "Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951 " (Lembaran Negara tahun 1953
No.4);
d. "Rijsterdonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No. 253);
e. "Undang-undang Darurat kewajiban penggilingan padi" (Lembaran Negara tahun 1952
No.33); f. "Deviezen Ordonnantie 1940" ("Staatsbld" 1940 No. 205).
2e. tindak-tindak pidana tersebut dalam pasal-pasal 26, 32 dan 33 undang-undang
darurat ini;
3e. pelanggaran sesatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekadar
undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak-pidana ekonomi.
MASALAH KEJAHATAN & PELANGGARAN TPE
Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran dapat dilihat melalui dua krteria yakni perbedaan yang
bersifat kualitatif dan perbedaan yang bersifat kuantitatif.

Perbedaan Kualitatif
Kejahatan merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, baik perbuatan Perbedaan Kuantitatif
tersebut diatur dalam UU ataupun tidak. Kejahatan lebih berat daripada pelanggaran
Pelanggaran merupakan perbuatan yang disadari (begitupun pidana bagi kejahatan lebih berat
oleh masyarakat umum sebagai suatu tindak daripada pidana bagi pelanggaran);
pidana karena UU. Pelanggaran lebih ringan daripada kejahatan
(begitupun pidana bagi pelanggaran lebih ringan
daripada pidana bagi kejahatan).
KEJAHATAN & PELANGGARAN TPE
Dalam UU Tindak Pidana Ekonomi, tindak pidana ekonomi terbagi menjadi
kejahatan dan pelanggaran Tindak Pidana Ekonomi.

Hal ini diatur dalam Pasal 2 UU Tindak Pidana Ekonomi :


(1) Tindak ekonomi tersebut pada Pasal 1 sub 1e adalah kejahatan atau
pelanggaran, sekedar tindak pidana itu menurut ketentuan undang-undang yang
bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. Tindak pidana ekonomi yang
lainnya terebut dalam Pasal 1 sub 1e adalah kejahatan, apabila tindak pidana itu
dilakukan dengan sengaja. Jika tindak pidana itu tidak dilakukan dengan sengaja,
maka tindak pidana itu adalah pelanggaran.

(2) Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 2e adalah kejahatan.

(3) Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 3e adalah kejahatan,
apabila tindak pidana itu mengandung anasir sengaja. Jika tindak pidana itu
tidak mengandung anasir sengaja, tindak pidana itu adalah pelanggaran, satu
dengan lainnya, jika dengan undang-undang itu tidak ditentukan lain.
KEJAHATAN & PELANGGARAN TPE (2)
Pembentuk undang-udang dalam mengkualifikaikan suatu tindak
pidana ekonomi termasuk ke dalam kejahatan atau pelanggaran
dengan menggunakan kriteria-kriteria, yaitu :

(1) Diserahkan pada undang-undang yang bersangkutan, artinya


“suatu jenis tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan ataukah
pelanggaran diserahkan sepenuhnya kepada undang-undang;

(2) Apabila undang-undang yang bersangkutan tidak


menentukannya, maka dalam hal ini yang dipakai adalah kriteria
adalah unsur “kesengajaan” yang artinya “apabila suatu tindak
pidana ekonomi itu dilakukan dengan sengaja, maka merupakan
kesalahan. Sedangkan, apabila dilakukan dengan tidak sengaja
(lalai/culpa), maka tindak pidana terebut adalah pelanggaran.
PERLUASAN TPE
Di dalam UU Tindak Pidana Ekonomi, ditemukan hal-hal
mengenai perluasan atau penyimpangan, baik itu tentang
berlakunya maupun tentang arti tindak pidana ekonomi itu
sendiri.

1. Perluasan Berlakunya Tindak Pidana Ekonomi


Perluasan berlakunya tindak pidana ekonomi diatur dalam
Pasal 3 UUTPE, yang berbunyi :
“Barang-siapa turut melakukan suatu tindak-pidana ekonomi,
yang dilakukan di dalam daerah-hukum Republik Indonesia,
dapat dihukum pidana; begitu pula jika ia turut melakukan
tindak-pidana ekonomi itu di luar Negeri”.
PERLUASAN TPE (2)
Perluasan Arti Tindak Pidana Ekonomi
Perluasan arti tindak pidana ekonomi, diatur dalam Pasal 4 UUTPE, yang
berbunyi :
“Jika dalam undang-undang darurat ini disebut tindak-pidana ekonomi
pada umumnya atau suatu tindak-pidana ekonomi pada khususnya, maka
di dalamnya termasuk pemberian bantuan pada atau untuk melakukan
tindak-pidana itu dan percobaan untuk melakukan tindak-pidana itu,
sekadar suatu ketentuan tidak menetapkan sebaliknya”.

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa percobaan


pembantuan melakukan tindak pidana ekonomi disamakan dengan
melakukan tindak pidana hingga selesai, sehingga ketentuan Percobaan
dalam Pasal 53 KUHP dan Pembantuan dalam Pasal 56 KUHP tidak berlaku.
SANKSI TPE
Berdasarkan ketentuan Pasal 6, 7 dan 8-UUTPE serta perubahan dan penambahan terhadap
UUTPE oleh UU No. 5/PNPS/1959 dan UU No 21/Prp/1959, maka jenis sanksi dalam UUTPE
adalah sebagai berikut:
Pidana Tambahan
a. Pidana tambahan menurut Pasal 10 sub (b) KUHP, yaitu :
Pencabutan hak-hak tertentu;
Perampasan barang-barang tertentu;
Pidana Pokok
Pengumuman putusan hakim.
Pidana mati; b. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan si terhukum;
Pidana penjara; c. Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan
Pidana kurungan. yang tak berwujud;
d. Perampasan barang-barang tetap yang berwujud dan
yang tak berwujud;
e. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau
penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu.
SANKSI TPE (2)
Tindakan Tata Tertib
Tindakan tata tertib diatur dalam Pasal 8-10 UUTPE.
Adapun macam-macam Tindakan Tata Tertib yang diatur dalam UUTPE, yaitu :
a. Penempatan perusahaan si terhukum di bawah pengampuan;
b. Mewajibkan membayar uang jaminan;
c. Mewajibkan membayar sejumlah uang sebagai “pencabutan keuntungan”
d. Kewajiban untuk melakukan sesuatu, berupa :
Mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
Meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak;
Melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat.

Tindakan Tata Tertib pada dasarnya tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri,
karena bersifat accesoir (tambahan), artinya bergantung pada ada atau
tidaknya pidana pokok.
SUBJEK HUKUM TPE
Subjek hukum dalam tindak pidana ekonomi diatur dalam
Pasal 15 ayat (1) UUTPE, yang menyatakan:

“Jika suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama


suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang
yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan-pidana dilakukan
dan hukuman-pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik
terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu,
baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak
pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam
perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya”.
SUBJEK HUKUM TPE (2)
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui siapa saja
subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawabannya, yaitu :
Badan hukum;
Orang yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai
pemimpin; atau
Kedua-duanya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa subjek hukum tindak
pidana ekonomi adalah :
Badan hukum, dan
Orang
PERADILAN IN ABSENTIA
Peradilan In Absentia merupakan peradilan yang dilaksanakan di luar kehadiran si
terdakwa, setelah prosedur pemanggilan secara hukum dilakukan, namun
terdakwa tidak hadir (tidak dapat dihadirkan) di sidang pengadilan.

Peradilan In Absentia diatur dalam Pasal 16 UUTPE


PERADILAN IN ABSENTIA (2)
Berdasarkan ketentuan Pasal 16 UUTPE, dapat dikatakan bahwa Peradilan In Absentia
dalam tindak pidana ekonomi dapat dilaksanakan, apabila ;
1. Pelaku tindak pidana ekonomi meninggal dunia; atau
2. Pelaku tindak pidana ekonomi tidak dikenal.

Meskipun secara hukum dibenarkan, namun peradilan in absentia menyimpang dari


asas-asas yang ada dalam hukum pidana maupun hukum acara pidana, yaitu :
Aturan yang menyatakan bahwa meninggalnya seseorang menghapuskan
kewenangan penuntutan (Pasal 63 KUHP);
Asas peradilan langsung dan diadakan tanya-jawab.

Dalam praktik lembaga peradilan in absentia harus dilaksanakan secara ketat dan
hati-hati, karena setelah putusan dijatuhkan, bisa saja pelaku muncul dan mengajukan
keberatan. Sedangkan terhadap keputusan hakim dalam peradilan in absentia
bersifat final, dalam arti tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.

Hal ini menimbulkan persoalan keadilan bagi terdakwa atau terpidana yang masih
hidup dan muncul kembali.
PENGUSUTAN TPE
Tata cara pengusutan tindak pidana ekonomi diatur dalam
Pasal 17 UUTPE, yang berbunyi :

(1) Selain daripada mereka yang pada umumnya dibebani


pengusutan tindak-pidana, maka yang berhak mengusut tindak-
pidana ekonomi ialah pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh
Perdana Menteri setelah mendengar Menteri yang bersangkutan;

(2) Semua pegawai, yang dibebani pengusutan tindak-pidana


ekonomi, dibebani juga pengusutan tindak-pidana yang disebut
dalam pasal 26, 32 dan 33 undang-undang darurat ini;

(3) Jika untuk mereka yang disebut pada ayat 1 belum ditentukan
sumpah-jabatan, maka sumpah itu akan ditentukan oleh Perdana
Menteri.
PENGUSUTAN TPE
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 UUTPE di atas, maka dapat diketahu bahwa
pejabat yang dibebani tugas pengusutan terdiri dari:
a.Pengusut yang "pada umumnya dibebani pengusutan tindak pidana"
Pengusut yang “pada umumnya dibebani pengusutan tindak pidana” menurut
UUTPE dan KUHAP adalah :
1. Polisi,
2. PPNS yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang, dan
3. Jaksa

b.Pengusut yang "ditunjuk oleh Perdana Menteri setelah mendengar


Menteri yang bersangkutan".
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UUTPE, maka pejabat yang berwenang
mengusut tindak pidana ekonomi terdiri dari:
1. Polisi.
2. PPNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
3. Jaksa.
4. Petugas tertentu yang ditunjuk oleh Presiden cq. Menteri
WEWENANG PENUNTUT
Hak untuk menyita atau menuntut penyerahan untuk disita semua barang yang
dapat dipergunakan untuk mendapat keterangan atau yang dapat dirampas
atau dimusnahkan menurut ketentuan-ketentuan undang-undang (Pasal 18).
Hak untuk menuntut diperlihatkannya segala surat yang dipandang perlu untuk
diketahui oleh pengusut agar dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya (Pasal
19 UUTPE). Orang yang diwajibkan untuk merahasiakan surat-surat itu dapat
menoiak.
Hak untuk setiap waktu dapat memasuki setiap tempat untuk mengadakan
pemeriksaan (Pasal 20 UUTPE).
Hak mengambil monster/contoh dari barang-barang:
yang berada di tempat umum;
di tempat yang boleh dimasuki oleh pengusut, atau
yang ditawarkan, diangkut atau yang ditawarkan untuk diangkut, diimport,
atau dieksport,
yang diserahkan. (Pasal 21 UUTPE)
Hak untuk membuka bungkusan barang (Pasal 22 UUTPE).
Hak untuk menghentikan kendaraan dan kalau perlu memerintahkan
membongkar muatan (Pasal 23 UUTPE).
PENUNTUTAN TPE
Penuntutan dalam perkara tindak pidana ekonomi tidak menimbulkan
persoalan sebagaimana halnya pengusutan tindak pidana ekonomi
berkaitan dengan siapa yang berhak. Penuntutan dalam perkara tindak
pidana ekonomi mutlak merupakan hak Jaksa.

Hal ini ditentukan dalam Pasal 35 UUTPE sebagai berikut:


(1) Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau
lebih dibantu oleh seorang panitera atau lebih dan seorang Jaksa atau
lebih yang semata-mata diberi tugas masing-masing mengadili dan
menuntut perkara pidana ekonomi.

(2) Pengadilan tersebut pada ayat (1) disebut “Pengadilan Ekonomi”.


PENUNTUTAN TPE (2)
Tugas Jaksa Ekonomi berbeda dengan tugas Jaksa Biasa, yaitu
hanya bertugas dalam penuntutan dan peradilan tindak pidana
ekonomi saja. Perbedaan lainnya, Jaksa Ekonomi berhak mendapat
tunjangan khusus menurut surat putusan Presiden RI tanggal 17
November 1964 No. R.a/ D/144/1964.

Syarat untuk diangkat menjadi Jaksa Ekonomi adalah harus menjadi


Jaksa Biasa terlebih dahulu. Syarat khusus belum ditetapkan dengan
tegas, hanya saja dalam penjelasan UUTPE disyaratkan adanya
keahlian dalam soal- soal perekonomian.
WEWENANG JAKSA DALAM PENUNTUTAN TPE
Jika ada hal yang dirasa memberatkan tersangka dan kepentingan
yang dilindungi oleh ketentuan-ketentuan yang disangka telah
dilanggar memerlukan tindakan segera.

Jaksa berwenang mengajukan tuntutan, agar pengadilan


mengambil tindakan sementara untuk :
1. Menutup sebagian/seluruhnya perusahaan tersangka
2. Penempatan perusahaan tersangka dimana tindak pidana
ekonomi telah dilakukan dibawah pengampuan.
3. Pencabutan seluruh/sebagai hak-hak tertentu atau pencabutan
seluruh atau sebagian keuntungan.
4. Supaya si tersangka tidak melakukan perbuatan yang tertentu.
5. Supaya si tersangka berusaha supaya barang-barang dalam
perintah itu dapat disita dikumpulkan dan disimpan ditempat
yang ditujuk dalam perintah.
PENGADILAN TPE
Pengadilan Tindak Pidana Ekonomi ada 3 tingkat, yaitu :
Pengadilan tingkat pertama adalah Pengadilan Ekonomi
Pengadilan tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi
Ekonomi
Pengadilan Kasasi yaitu Mahkamah Agung

Di dalam Pasal 35 ayat (1) UUTPE menentukan : "Pada tiap-tiap


Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih dibantu
oleh seorang panitera atau lebih atau seorang jaksa atau lebih
yang semata-mata diberi tugas masing-masing mengadili dan
menuntut perkara pidana ekonomi"

Dari ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa di tiap


Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih dan
seorang jaksa atau lebih semata-mata diberi tugas untuk
memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana ekonomi,
sehingga disebut "Pengadilan Ekonomi" (Pasal 35 ayat (2)).
THANK
YOU!

Anda mungkin juga menyukai