Anda di halaman 1dari 19

Tindak Pidana Ekonomi/

Kejahatan Bisnis

Pengaturan regulasi
Peraturan yang mengatur TPE
 Ordonnantie gecontroleerde goederen 1948"
("Staatsblad" 1948 No. 144),
 Prijsbeheersing-ordonnantie 1948" ("Staatsblad"
1948 No. 295),
 Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951
(Lembaran-Negara tahun 1953 No. 4),
 "Rijstordonnantie 1948" ("Staatsblad" 1948 No.
253),
 Undang-undang Darurat kewajiban penggilingan
padi (Lembaran-Negara tahun 1952 No. 33),
 "Deviezen Ordonnantie 1940 ("Staatsblad" 1940
No. 205), (pasal 1 sub 1).
Sifat TPE (doeloe)
 lahirnya tindak-pidana ekonomi sebagai
tindak-pidana adalah belum lama berselang,
yakni baru sejak tahun 1941, sehingga
banyak pelanggar berpendapat, bahwa
pelanggaran tindak-pidana ekonomi
bukanlah suatu hal yang luar biasa, dan
bahwa penuntutan dan pengusutan
perbuatan itu adalah merupakan suatu
"bedrijfsrisico" biasa saja yang dapat
diperhitungkan dalam "calculatie".
(contohnya penimbunan barang)
 mengancam dan merugikan kepentingan-
kepentingan yang sangat "gecompliceerd",
sehingga orang biasa sering - para hakim
dan jaksa kadang-kadang - tidak
mempunyai gambaran yang sebenarnya
tentang kepentingan-kepentingan itu dan
dengan demikian memberikan nilai
kepadanya yang sangat berbeda satu
daripada yang lain,
 memberi keuntungan besar kepada si
pelanggar yang senantiasa sangat
menarik si pelanggar baik dengan
maupun tiada dengan
memperhitungkan laba dan rugi untuk
melakukan perbuatan itu.
 Agar diketahui oleh semua orang, bahwa
tindak-pidana ekonomi sebagaimana yang
diuraikan dalam slide sebelumnya itu adalah
merupakan tindak-pidana, sehingga perlu
dikriminalisasi tindakan tersebut dan perlu
diadakan peradilan kriminil untuk dilakukan
tindakan-tindakan "repressie" sebagaimana
diatur dalam pasal 7 dan 8 Undang-undang
Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang
PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN
PERADILAN TINDAK PIDANA EKONOMI .
Pengaturan dalam Undang-undang Darurat
No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Peradilan TPE

 jika undang-undang yang


bersangkutan tidak menentukan lain,
maka tindak-pidana adalah kejahatan,
apabila perbuatan itu dilakukan
dengan sengaja, dan pelanggaran,
apabila dilakukan tidak dengan
sengaja (pasal 1 ayat 1 )
 diadakan ancaman hukuman kumulatif
(pasal 6)
 kemungkinan menjatuhkan hukuman
langsung terhadap sesuatu badan hukum
dengan sebagainya (pasal 15)
 sebagai perluasan pasal 2 kitab Undang-
undang Hukum Pidana maka perbuatan ikut
serta yang dilakukan di luar negeri dapat
dihukum pidana juga pasal 3),
 diadakan peraturan yang melarang
adanya "verkapte bestraffing" (pasal
5),
 percobaan melakukan dan turut-
membantu melakukan tindak-pidana
ekonomi diperluas sampai
pelanggaran (pasal 4),
 tidak memenuhi tuntutan seorang pegawai
pengusut, berdasarkan Undang-undang
Darurat ini, adalah suatu tindak-pidana
ekonomi (pasal 26),
 melakukan sesuatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukuman tambahan
atau tindakan tata-tertib yang dijatuhkan,
adalah suatu tindak-pidana ekonomi (pasal
32),
 melakukan penarikan bagian-bagian
kekayaan untuk dihindarkan dari
tagihan atau pelaksanaan hukuman
atau tindakan tata-tertib adalah suatu
tindak-pidana ekonomi (pasal 33),
Ruang lingkup TPE dalam UU
No. 7 Drt 1955
 TPE Gol I, meliputi perbuatan yang melanggar
peraturan UU yang ditunjuk dalam Pasal 1 sub 1
UU No. 7 Drt 1955 (lihat Slide 2)
 TPE Gol II, meliputi pelanggaran thd ketentuan
Pasal 26, 32 dan 33
 TPE Gol III, meliputi perbuatan yang melanggar
ketetentuan UU lain dimana pelanggaran tersebut
dikategorikan sebagai TPE oleh peraturan yang
bersangkutan, seperti pada UU No. 8 Prp 1962 ttg
perdagangan barang dalam pengawasan, UU No. 9
Prp 1962 ttg Pengendalian harga
 UU No. 7 Drt Th 1955 sampai saat ini masih
merupakan hukum pidana positif, tapi
MANDUL
 Artinya sampai saat ini masih berlaku
namun tidak pernah diterapkan karena
sifatnya temporer
 Yaitu diberlakukan ketika negara
mengalami kesulitan ekonomi, dan
pemberlakuan berakhir ketika kondisi
perekonomian pulih kembali
Pengaturan yang sekarang
 Pengaturan sebagaimana yang
diterangkan dalam UU No. 7 Drt
Tahun 1955 tersebut kini telah diatur
tersendiri oleh beberapa undang-
undang yang spesifik tergantung
bidang-bidangnya
 Dalam peraturan perundang-undangan yang saat
ini ada, mengatur ketentuan pidana bagi para
pelaku bisnis seperti pada :
 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan
Persaingan Usaha tidak Sehat
 UU No. 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal
 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan
 UU No. 4 Tahun 1998 jo UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran
 Undang-undang tentang HAKI
 UU No. 15 Tahun 2002 jo No. 25 tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
 dll
 Dalam masing-masing undang-undang
tersebut baik secara implisit maupun
eksplisit menunjukkan penerimaan/
pengakuan terhadap fungsi hukum
pidana, meskipun dalam perundang-
undangan tersebut ada menyatakan
sanksi administratif harus didahulukan
dari sanksi perdata atau pidana
(expressive verbis)
 Pengakuan fungsi dan peranan hukum
pidana ke dalam kegiatan dalam
lingkup perdata di dunia internasional
terdapat dalam OECD Convention on
Combating Bribery of Foreign
PublicOfficials in International
Business Transaction
 Negara yang tergabung dalam uni
eropa telah menyusun dan
mengesahkan konvensi yang
bertujuan mencegah dan
memberantas terjadinya penyuapan
dalam kegiatan transaksi bisnis
internasional, dan mendorong iklim
usaha yang sehat dan kompetitif
 Peranan konvensi tersebut disadari
pemerintah Amerika terutama setelah kasus
ENRON dan WorldCom, dengan mengganti/
mengubah Security Exchange Commission
Act, 1934 dengan SARBANES-OXLEY Act
(SOA) pada 25 Juli 2002, dalam hal ini
ancaman pidana menjadi 20 th bagi
pegawai atau CEO, KAP atau pihak ketiga
yang terkait dalam criminal liability

Anda mungkin juga menyukai