Anda di halaman 1dari 4

Nama : M Farrel Iwaldo

NIM : 1800024305
Kelas :G
MK : Hukum Pidana Khusus

UTS HUKUM PIDANA KHUSUS

1. Hukum pidana khusus adalah ketentuan – ketentuan tentang hukum pidana yang ada diluar
kodifikasi hukum pidana itu sendiri atau berlaku terhadap orang tertentu ,
Hukum tindak pidana khusus berada di luar hukum pidana umum yang mengatur
kodifikasi hukum pidana materiil dan hukum pidana formil (hukum) dengan memuat norma,
sanksi, dan asas hukum yang disusun khusus menyimpang karena kebutuhan masyarakat
terhadap hukum pidana yang mengandung, peraturan dari anasir-anasir kejahatan yang
konvensional dan kebutuhan terhadap hukum pidana khusus untuk mengatur beberapa subyek
hukum dan/atau perbuatan pidana khusus, dan oleh sebab itu memuat ketentuan dan asas
yang menyimpang dari peraturan hukum pidana umum.

2. UU Tindak Pidana Ekonomi (UU TPE)

A. Sifat – sifat UU TPE : 


- Temporer : Sifat UU TPE hanya digunakan pada saat negara dalam kesulitan/krisis
ekonomi 
- Selektif : mengingat bahwa ruang lingkup perekonomian sangat luas, maka peraturan
perundang-undangan terkait TPE ditegakkan secara selektif untuk penegakan hukum bagi
kebutuhan ekonomi yang vital dan sektor perekonomian yang ditegaskan sedang dalam
kesulitan 
-  Elastis : peraturan perundang-undangan terkait TPE selalu berubah sesuai dengan
perubahan sosial ekonomi masyarakat. 

b. Kekhususan/ Penyimpangan UU TPE 


- Adanya penyelesaian diluar pengadilan 
Dalam pasal 82 KUHP (ayat 1- 4) menjelaskan bahwa tindak pidana yang hukumannya
hanya denda saja menjadi hapus jika dengan sukarela maksimum dengan sukarela di bayar
dengan denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah di mulai.
- Ketentuan Elastis dan Mudah Berubah Hukum Pidana Ekonomi 
Tindak pidana bidang ekonomi biasanya menggunakan modus operandi yang sulit di bedakan
dengan modus operandi kegiatan ekonomi yang biasanya. Dari sulit dibedakan tersebut, maka
ketentuan mengenai hukum pidana bidang ekonomi elastis dan mudah berubah
penafsirannya. 
penipuan.
-  Penafsiran Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Hukum Pidana Ekonomi 
Pasal 2 (1 - 3) UUTPE Tindak pidana ekonomi tersebut dalam Pasal 1 sub 1 c adalah
kejahatan atau pelanggaran, sekadar tindak itu menurut ketentuan dalam undang-undang 
yang bersangkutan adalah kejahatan atau pelanggaran. Tindak pidana ekonomi yang lainnya,
yang tersebut dalam Pasal 1 sub 1 e adalah kejahatan, apabila tindak itu dilakukan dengan
sengaja. Jika tindak itu tidak dilakukan dengan sengaja, maka tindak itu adalah
pelanggaran.Pasal ini mengadakan perbedaan antara tindak pidana ekonomi yang dianggap
kejahatan dan tindak pidana ekonomi yang dianggap pelanggaran. Mengadakan perbedaan ini
perlu karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengadakan perbedaan antara kejahatan
dan pelanggaran dan perbedaan akibat antara kejahatan dan pelanggaran itu. 
•       Percobaan dan Membantu Pelanggaran Dapat Dipidana Dalam Hukum Pidana Ekonomi 
Pasal 54 – 60 KUHP menerangkan bahwa mencoba dan membantu pelanggaran tidak di
pidana, dari pasal tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan percobaan
pelanggaran dan turut serta membantu pelanggaran maka seseorang tersebut tidak termaksud
sebagai pelaku dan atau pembuat delik, maka sesorang tersebut tidak dapat dipidana. 
Dalam pasal 4 UUTPE  disebut jika dalam undang-undang darurat ini disebut tindak pidana
ekonomi pada umumnya atau suatu tindak pidana ekonomi pada khususnya, maka di
dalamnya termasuk pemberian bantuan pada atau untuk melakukan tindak pidana itu dan
percobaan untuk melakukan tindak pidana itu, sekadar suatu ketentuan tidak menetapkan
sebaliknya. Pasal ini menyimpang dari pasal 54 dan 60 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Hal ini dianggap perlu mengenai tindak pidana ekonomi yang dipandang pelanggaran.
Maksimum hukuman pokok yang mengancam pelanggaran ekonomi itu dikurangi dengan
sepertiga, jika dilakukan percobaan atau ikut membantu perbuatan itu.

3.Dalam masalah ini orang perseorangan itu dan usaha berbadan hukum tersebut termasuk
dalam tindak pidana dibidang ekonomi karena dari ilustrasi kasus diatas dijelasakan bahwa
“CO”, “RO”, “NA”, dan “PT WFH” telah melakukan menimbun barang kebutuhan pokok
dan/atau barang penting lainnya selama masa Pandemi Virus Corona (COVID-19)
berlangsung yang dimana telah terdapat pelanggaran yang trerjadi pada Pasal 29 ayat (1) UU
No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Dalam hukum pidana itu ada 2 unsur. Pertama ada
perbuatan dan yang kedua itu ada mensreanya. Perbuatan penimbunan suatu barang, itu
sama-sama perbuatan fakta. Tapi, kemudian mensreanya berbeda. Ada yang menimbun untuk
pertolongan dan kemudian dibagikan kepada masyarakat.dan kemudian ada juga yang
menimbun ingin mencari keuntungan sehingga dengan harga berapapun orang harus membeli
karena dalam keadaan panic. menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting
dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang jelas ini adalah tindak
pidana di bidang ekonomi.
4. UU a quo menganut Asas Retroaktif

A. Tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crimes diantaranya adalah tindak


pidana korupsi, tindak pidana terorisme dan pelanggaran HAM berat. Pengecualian atas
kejahatan yang bersifat extra ordinary terdapat dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. menentukan bahwa asas retroaktif berlaku dalam
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat. Asas retroaktif merupakan dasar
yang membolehkan suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku surut ke
belakang,dalam penyusunan peraturan agar tidak terjadi kesewenangan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan oleh pembuat kebijakan yang dapat merugikan masyarakat.
Oleh karena itu penerapan berlaku surut perlu ditelaah tidak hanya menyangkut ketentuan
pidana tetapi ketentuan lainnya yang dapat membebani masyarakat. Secara umum dari ulasan
di atas pemberlakuan surut bisa diterapkan dalam peraturan namun untuk peraturan yang
berlaku surut harus memuat status dari tindakan hukum yang terjadi atau hubungan hukum
yang ada dalam tenggang waktu antara tanggal berlaku surut dan tanggal berlakunya
peraturan tersebut.

B. Menurut saya Walaupun pemberlakuan surut dapat diterapkan dalam peraturan bukan
berarti setiap peraturan yang bukan kategori norma pidana dan pembebanan masyarakat
dengan mudah diberlakusurutkan sebab untuk diberlakusurutkan suatu peraturan harus ada
alasan yang kuat kenapa harus diberlakukan, tanpa alasan yang kuat tentu berlaku surut
tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan menjadi alat kesewenang-
wenangan.

5.Yuridiksi materiil : pembunuhan terhadap sebagian besar anggota kelompok dari etnis
tertentu yang mereka anggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kriris ekonomi 
Yuridiksi temporal : perbuatannya dilakukan pada september – Oktober 2020 
Yuridiksi teritorial : terjadi di Yogyakarta, jawa tengan, dan jawa timur 
Yuridiksi personal/individual : Gerakan Pemurnian Etnis Indonesia

Anda mungkin juga menyukai