Anda di halaman 1dari 14

TINDAK PIDANA KORUPS I

KORUPSI

✔ Kata korupsi berasal dari bahasa Latin "corruptio" atau ”corruptus” Selanjutnya disebutkan bahwa
"corruption" itu berasai dari kata asal "corrumpere", suatu bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah
turun kebanyakan bahasa Eropa, seperti Inggris; corruption dan corrupt. Dalam bahasa Perancis; corruption,
dan bahasa Belanda; corruptie. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah kata itu turun
ke bahasa Indonesia; "korupsi.
✔ Pengertian Korupsi berdasarkan Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat selaku Penguasa Militer
No.Prt/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi adalah :
a. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga, baik untuk kepentingan diri sendiri, kepentingan
orang lain atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebutkan
kerugian bagi keuangan perekonomian negara;
b. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara
atau daerah ataupun suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, yang
dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh
jabatan, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan materil baginya.
✔ Pengertian korupsi secara yuridis baik jenis maupun unsurnya telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
SUBJEK HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

✔ Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggunakan istilah setiap orang, yang
kemudian dalam Pasal 1 ke 3 diatur bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan
termasuk korporasi.
✔ Kemudian terdapat secara khusus didalam pasal-pasal tertentu bahwa subjeknya adalah pegawai negeri,
sehingga subjek hukum dalam tindak pidana Korupsi meliputi :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
b. Setiap orang adalah orang perseorangan termasuk korporasi

✔ Dari segi tata bahasa, setiap orang itu berarti "siapa saja" tidak terbatas pada sekelompok atau golongan
profesi saja. Seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan tindak pidana yang telan
ditentukan dalam suatu ketentuan hukum pidana maka orang itu telah memenuhi persyaratan untuk
didakwa melakukan tindak pidana. Dalam hal ini, penegak hukum wajib untuk memprosesnya untuk diajukan
ke pengadiian. Itulah pegangan penuntut umum untuk mengajukan seseorang ke pengadilan dan
mendakwanya telah melakukan tindak pidana. Rumusan delik yang telah ditentukan Undang-Undanglah yang
harus dipenuhinya.
• Bukan hanya terbatas pada pegawai negeri, swasta pun dapat menjadi subjek hukum karena Pasal 1 ayat (1)
sub a itu telah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung ("MA") surat putusan No. 471 K/Kr/1979).
• Karena adanya perbedaan penafsiran antara para ahli hukum dalam UU No. 3 Tahun 1971, maka daiam UU
No. 30 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 diperjelas, kapan subyek hukum dapat berlaku kepada siapa
saja tanpa ada kualitas tertentu, dan juga kapan subyek hukum dari pasal tersebut harus merupakan
seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara.
PEGAWAI NEGERI

✔ Pengertian Pegawai Negeri menurut Pasal 1 ke 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, meliputi:
a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang kepegawaian;
b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP;
c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d. Orang yang menerirna gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dan keuangan
negara atau daerah, atau
e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas
dari negara atau masyarakat.

✔ Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perUndang-Undang yang berlaku.
PENYELENGGARA NEGARA
✔ Pengertian Penyelenggara Negara dirumuskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, meliputi:
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku; dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku.
✔ Penjelasan Angka 7 mengatakan yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi strategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam
melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang meliputi:
1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN sudah dibubarkan dianggap tidak ada.
3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
4. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Jaksa;
6. Penyidik;
7. Panitera Pengadilan; dan
8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
KORPORASI

✔ Pada awalnya di Indonesia hanya dikenal satu subyek hukum, yaitu orang sebagai subyek hukum. Beban
tugas mengurus pada suatu badan hukum berada pada pengurusnya, korporasi bukanlah suatu subyek
hukum pidana. Pendapat ini kemudian berkembang menjadi pengakuan bahwa korporasi dapat menjadi
peiaku tindak pidana, namun pertanggungjawaban pidananya tetap berada pada pengurusnya. Pidana baru
bisa dihapus jika pengurus dapat membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat. Dalam KUHP hanya mengenal
manusia sebagai peiaku tindak pidana, tidak terdapat satu pasalpun yang menentukan pelaku tindak
pidana selain manusia (natural person).

✔ Menurut Pasal 59 KUHP, subjek hukum korporasi tidak dikenal. Apabila pengurus korporasi melakukan
tindak pidana yang dilakukan dalam rangka mewakili atau dilakukan untuk dan atas nama korporasi, maka
pertanggungjawaban pidana dibebankan hanya kepada pengurus yang melakukan tindak pidana itu. Bunyi
lengkap Pasal 59 KUHP adalah sebagai berikut:
“Dalam hal-hal mana pelanggaran ditentukan pidanya diancamkan kepada pengurus, anggota-anggota
badan pengurus atau komisaris komisaris, maka tidak dipidana pengurus, anggota badan pengurus atau
komisaris' yang ternyata tidak ikut campur tangan melakukan pelanggaran."
KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

✔ Dalam perkembangan Hukum Pidana Indonesia, menurut Mardjono Reksodiputro terdapat tiga sistem
pertanggungjawaban korporasi sebagai subjek tindak pidana, yaitu:
a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab;
• Sistem pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan
korporasi dibatasi pada perorangan. Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan
korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus korporasi. Hal ini serupa dengan
apa yang diatur dalam Pasal 59 KUHP, dimana pengurus yang tidak memenuhi kewajiban yang
sebenarnya merupakan Kewajiban korporasi dapat dinyatakan bertanggung jawab.
b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggungjawab;
• Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab ditandai dengan pengakuan yang
timbul dalam perumusan Undang-Undang bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh korporasi,
akan tetapi tanggung jawab untuk itu menjadi tanggungjawab pengurus korporasi asal saja dinyatakan
secara tegas dalam peraturan tersebut, contoh Undang-Undang yang menganut sistem
pertanggungjawaban yang kedua ini adalah Pasal 27 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan. Perburuhan, Pasal 4 ayat (1) UU No. 38 Tahun 1960 tentang Penggunaan dan
Penetapan Luas Tanah, Pasal 35 UU No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan.
c. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab.
• Sistem pertanggungjawaban korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab merupakan
tanggung jawab langsung dari korporasi. Dalam sistem ini dibuka kemungkinan untuk menuntut
korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum pndana. Peraturan
perUndang-Undangan yang menempatkan Korporasi sebagai subyek tindak pidana dan secara
langsung dapat dipertanggung jawabkan adalah dalam Pasal 15 UU No. 7 Darurat Tahun 1955
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Perumusan serupa terdapat
juga dalam Pasal 39 UU No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, UU No, 24 Tahun 1992 tentang
Perasuransian, Pasal 108 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan juga dalam UU No. 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 8 Tahun 1998 tentang perlindungan konsumen.
Unsur-unsur Pasal dalam Tindak Pidana Korupsi dikaitkan dengan Modus Operandi dalam Praktek.

✔ Pasal 2 ayat (1).


1. Unsur “setiap orang”.
2. Unsur “secara melawan hukum”.
3. Unsur “melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”.
4. Unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

✔ Unsur “Melawan hukum”.


1. Terjemahan dari Wederrechtelijk pengertian umum melawan hukum adalah bertentangan dengan
hukum, bertentangan dengan hak orang lain atau tanpa hak sendiri.
2. Perbuatan melawan hukum formil dan materiil.
3. Perbuatan melawan hukum formil adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
hukum tertulis.
4. Perbuatan melawan hukum materiil adalah suatu perbuatan yang dianggap tercela karena tidak sesuai
dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat.
5. Perbuatan melawan hukum materiil dalam fungsi positif dipidana.
6. Perbuatan melawan hukum materiil dalam fungsi negatif tidak
✔ Unsur melawan hukum ini antara lain dapat diberikan contoh, sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan APBN/APBD.
2. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
3. Penyaluran dana bantuan sosial.
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak.

✔ Dalam ukuran umum, Korupsi adalah semua tindakan tidak jujur dengan memanfaatkan jabatan atau kuasa
yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Berbagai macam tindakan
korupsi dalam peraturan adalah:
1. Melawan hukum, memperkaya diri, orang/badan lain,
2. Yang merugikan keuangan/ perekonomian negara.
3. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan;
kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara.
4. Penyuapan.
5. penggelapan dalam jabatan.
6. Pemerasan dalam jabatan.
7. Berkaitan dengan pemborongan.
8. Gratifikasi.
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI GUGATAN PERDATA

✔ Penanganan perkara korupsi tidak selalu harus diselesaikan menggunakan hukum pidana. Dalam keadaan tertentu,
suatu perkara korupsi dapat diselesaikan dengan menggunakan mekanisme hukum perdata. Pasal 32 ayat (1)
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa apabila telah terdapat kerugian negara sedangkan salah satu
atau ebih unsur tindakan pidana korupsi tidak cukup bukti maka penyidik dapat menyerahkan kepada Jaksa
Pengacara Negara atau instansi yang dirugikan untuk ditindaklanjuti melalui proses gugatan perdata. Perihal secara
nyata telah ada kerugian keuangan Negara menurut penjelasan Pasal 32 ayat (1) adalah kerugian yang sudah dapat
dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
✔ Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tidak bertujuan menghukum dengan pidana badan saja tetapi juga
memiliki tujuan pengembalian aset negara yang dikorupsi. Hal ini terilhat dari ketentuan pasal 32 ayat (2) yang
menyatakan bahwa putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk
menuntut ganti kerugian. Dalam hal tersangka meninggal dunia, baik pada tingkat penyidikan ataupun
pemeriksaan di sidang pengadilan maka upaya pengembalian kerugian negara tidak berhenti. Pengajuan
gugatan ditujukan kepada ahli waris tersangka pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini diatur di dalam ketentuan
Pasal 33 dan Pasal 34 UU No. 31 Tahun 1999.
✔ Alasan pengajuan gugatan perdata pada umumnya didasarkan pada dua hal yaitu karena wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum. Berdasarkan ketentuan Pasal 1365 dan 1366 KUHPerd gugatan perdata dapat
dilakukan karena perbuatan hukum yang dilakukan secara sengaja atau perbuatan melawan hukum yang
dilakukan karena kelalaian/kealpaan.
TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MENIMBULKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU)

✔ Dalam tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan Negara cukup besar, maka
diperlukan bagi Tersangka untuk menyimpan, mengalihkan, menggunakan uang hasil korupsi tersebut
agar tidak diketahui pihak lain. Upaya tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang,
sehingga dalam menyidik tindak pidana korupsi harus selalu dicari fakta tentang aliran atau
penggunaan uang untuk dilakukan penyitaan. Selain itu apabila terdapat harta milik tersangka yang
diperkirakan tidak wajar bila dibandingkan dengan penghasilan tersangka juga dapat dilakukan
penyitaan dengan dasar tindak pidana pencucian uang.
✔ Terkait TPPU berikut unsur-unsur yang harus dipenuhi :
• Pasal 3
a. Unsur “Setiap orang”
b. Unsur “menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain”
c. Unsur “Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana”
d. Unsur “dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan”
• Pasal 4
a. Unsur “Setiap Orang”
b. Unsur “menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan
hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya”
c. Unsur “Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana”

Anda mungkin juga menyukai