Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
kemudahan dan kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan sebuah makalah
kelompok untuk mata kuliah Hukum Acara Pidana dengan tema Upaya Paksa Penangkapan dan
Penahanan. Makalah yang sudah kami susun ini untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum
Acara Pidana yang mesti digarap bersama karena membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup
besar.
Kemudian makalah berikut bisa rampung berkat pihak-pihak yang sudah membantu,
khususnya Ibu Nisa Lestari, S.H.,M.H. selaku dosen pengampumata kuliah Hukum Acara
Pidana, dan teman-teman kelompok penyusun.
Kami pun menyadari jika isi makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan kami.
Oleh sebab itu, kami harapkan adanya umpan balik berupa kritik dan saran yang membangun
agar di kemudian hari kami sanggup makalah yang lebih maksimal. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua terutama kami seaku penyusun makalah ini. Terimakasih.
Penyusun
1
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
A. Upaya Paksa ..........................................................................................................................5
B. Penangkapan ...........................................................................................................................6
1. Pengertian Penangkapan ..........................................................................................6
2. Bukti Permulaan.......................................................................................................7
3. Melaksanakan Penangkapan ....................................................................................9
4. Proses dan Syarat Penangkapan .............................................................................10
5. Mengapa Penangkapan Dilakukan .........................................................................11
6. Siapa yang Berhak Melakukan Penangkapan ....................................................... 11
C. Penahanan .............................................................................................................................13
1. Pengertian Penahanan ............................................................................................13
2. Jenia Penahanan .....................................................................................................15
3. Lamanya Penahanan ...............................................................................................16
4. Penangguhan Penahanan ........................................................................................18
5. Pelaksanaan Penangguhan Penahanan Dengan Jaminan Orang dan atau Jaminan
Uang .......................................................................................................................20
D. Contoh Kasus ...................................................................................................................... 21
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan .......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya paksa merupakan suatu tindakan yang bersifat memaksa yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum pidana atas kebebasan seseorang atau kebebasan memiliki
serta menguasai suatu batangang atau kebebasan pribadinya untuk tidak memperoleh
gangguan dari tidak ada. Upaya paksa adalah bagian dari penyidik yang dilakukan oleh
para penyidik. Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHAP, dikatakan bahwa "Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya." Kepentingan pemeriksaan
tindak pidana bisa terlaksana dengan baik karena undang-undang memberi kewenangan
kepada penyidik dan melakukan umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa
penangkapan, pengasingan, penyataan, dan sebagainya. Takan melakukan upaya paksa
yang dikenakan instansi penegak hukum adalah pengurangan bertindak kemerdekaan
serta hak asasi tersangka. Tindakan ini harus dilakukan secara bertanggung jawab
mengikuti ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang
demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan
semata-mata. Maka dari itu. Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah hukum yang
hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang
tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum
tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap Hukum
Acara Pidana merupakan keseluruhan aturan hukum yang mengatur warga Negara.
Bagaimana negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan
wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pelaku tindak pidana. Didalam
KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur
tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang
dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan.
Pemaparan diatas sangat menarik dan melatar belakanngi penulis untuk membahas
3
mengenai penangkapan yang dilakukan oleh petugas terhadap tersangka pelaku tindak
pidana.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjabaran belakang masalah diatas, kami menemukan beberapa Pokok
permasalahan yang akan kami kaji lebih lanjut dalam pada makalah ini yaitu:
1. Apa alasan penangkapan dan terpencil dalam suatu penyidik suatu perkara
pidana?
2. Bagaimana pelaksanaan upaya paksa penanganan terhadap tersangka menurut
Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana?
3. Bagaimana persyaratan terpencil sebagai upaya paksa menurut Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat mengetahui mengenai apa saja upaya paksa dalam pelaksanaan Hukum
Acara Pindana.
2. Dapat mengetahui tentang Penangkapan dan Penahanan.
3. Dapat mengetahui tentang proses penangkapan dan penahanan serta mengapa
penangkapan dan penahanan dilakukan.
4. Mengetahui siapa yang berhak melakukan penangkapan dan penahanan.
5. Mengetahui jenis penahanan, lamanya penahanan, dan penangguhan
penahanan.
4
BAB 2 PEMBAHASAN
A. UPAYA PAKSA
Dalam Hukum Acara Pidana dikenal sebuah konsep yang disebut sebagai upaya
paksa. Upaya paksa adalah segala bentuk tindakan yang dapat dipaksakan oleh aparat
penegak hukum pidana terhadap kebebasan bergerak seseorang atau untuk memiliki dan
menguasai suatu barang, atau terhadap kemerdekaan pribadinya untuk tidak mendapat
gangguan terhadap siapapun.[1] Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut sebagai KUHAP) ada beberapa jenis upaya paksa,
yaitu penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat. Dalam
tulisan ini, upaya paksa yang akan dibahas adalah penangkapan. Berdasarkan Pasal 1 angka
20 KUHAP dinyatakan bahwa:
1. keterangan saksi;
2. keterangan ahli;
3. surat;
4. petunjuk;
5. keterangan terdakwa.”
5
Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “permulaan bukti yang
cukup” pada Pasal 17 KUHAP adalah minimal 2 (dua) alat bukti pada Pasal 184 ayat (1)
KUHAP yang telah dijabarkan di atas dan dengan adanya pemeriksaan calon tersangka.
Selanjutnya, penjelasan Pasal 17 KUHAP menyatakan bahwa perintah penangkapan tidak
dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-
betul melakukan tindak pidana. Berdasarkan Pasal 16 KUHAP, pihak yang berwenang
untuk melakukan penangkapan adalah penyelidik atas perintah penyidik, penyidik, dan
penyidik pembantu.
Selain itu, penangkapan memliki batas waktu yang diatur oleh Pasal 19 ayat (1)
KUHAP. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa penangkapan dapat
dilakukan paling lama 1 (satu) hari. Jika penangkapan dilakukan lewat dari 1 (satu) hari,
maka telah terjadi pelanggaran hukum yang menyebabkan tersangka harus dibebaskan demi
hukum.
B. PENANGKAPAN
1. Penegrtian Penangkapan
6
Jika definisi ini dibandingkan dengan bunyi Pasal 16 yang mengatur tentang
penangkapan, maka nyata tidak cocok. Pasal 16 mengatakan sebagai berikut:
a. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik
berwenang melakukan penangkapan
b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.
Adapun yang berwenang melakukan penangkapan itu adalah:
a. Penyidik
b. Penyidik Pembantu, dan
c. Penyelidik atas perintah Penyidik.
2. Bukti Permulaan
7
hukum. Oleh karena itu di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai "bukti
permulaan" itu, sebagai berikut:
a. Menurut Kapolri
Kapolri dalam surat keputusannya No. Pol. SKEEP/04/1/1982. tangga; 18
Februari 1982 menentukan, bahwa bukti permulaan yang cukup itu, adalah
bukti yang merupakan keterangan dan data yang terkandung di dalam dua di
antara:
1) Laporan Polisi
2) Berita Acara Pemeriksaan di TKP
3) Laporan Hasil Penyelidikan
4) Keterangan Saksi/Saksi Ahli; dan
5) Barang Bukti
Yang setelah disimpulkan menunjukkan telah terjadi tindak pidana
kejahatan (Din Muhamad, S.H. 1987:12).
8
d. Menurut Pengadilan Negeri Sidikalang Pengadilan Negeri Sidikalang-
Sumatera Utara, melalui penetap- annya No. 4/Pred-Sdk/1982, tanggal 14
Desember 1982 menen- tukan sebagai berikut:
1) Bahwa Penyidik berwenang untuk melakukan penangkapandan penahanan
Pasal 17 dan 21 (1) KUHAP, yaitu penangkapan berdasarkan bukti
permulaan yang cukup dan penahanan berdasarkan bukti yang cukup dan
tentu saja bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup tersebut ada
terlebih dahulu sebelum diadakannya penangkapan dan penahanan;
2) Bahwa bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup dikemukakan di
atas kiranya tidak merupakan dan tidak termasuk salah satu alat bukti yang
disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, dan menurut Pengadilan Negeri hal
tersebut sebagai bukti lebih merupakan informasi untuk mengusut dari
pada sebagai alat bukti yang memberikan dugaan keras, bahwa pemohon
telah melakukan tindak pidana perkosaan dan pembunuhan Rbp;
3) Penangkapan dan penahanan atas diri pemohon adalah tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang. Dari penetapan pengadilan negeri Sidikalang
ini dapat di- simpulkan, bahwa "Bukti Permulaan yang Cukup" itu
haruslah mengenai alat-alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 (1)
KUHAP, bukan yang lain-lainnya, seperti: Laporan Polisi, dan lain-lain.
3. Melaksanakan Penangkapan
a. Pada waktu melaksanakan penangkapan, petugas wajib
1) Menyerahkan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka, yang memuat
identitas tersangka (nama lengkap, umur, pe- kerjaan, agama), alasan
penangkapan yang dilakukan atas diri tersangka dan uraian singkat perkara
kejahatan yang dipersangkakan, serta tempat tersangka diperiksa.
2) Menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga
tersangka.
9
4. Proses dan Syarat Penangkapan
Untuk mencegah terjadinya tindakan secara sewenang-wenang terhadap tersangka
atau terdakwa, maka pelaksanaan penangkapan harus dilakukan sesuai dengan
persyaratan ketentuan yang diatur KUHAP, yaitu sebagai berikut:
a. Tindakan penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan
penuntutan/peradilan (pasal 1 butir 20)
b. Perintah penangkapan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan
tindak pidana, baru dilakukan apabila penyidik telah memiliki alat bukti
permulaan yang cukup; (pasal 1 butir 20 JO 17 KUHAP)
c. Pelaksanaan penangkapan dilakukan dengan surat perintah penangkapan
(model serse: A-5) yang ditanda tangani oleh kepala kesatuan/Instansi
(KAPOLWIL, KAPOLRES atau KAPOLSEK) selaku penyidik [pasal 1 butir
60 JO 16 ayat (2): Apabila yang melaksanakan penangkapan adalah
penyidik/penyidik membantu, maka petugasnya cukup memberikan satu
lembar kepada tersangka dan satu lembar kepada keluarga yang disangka
ditangkap (pasal 18)
d. Surat perintah penangkapan berisi:
1. Pertimbangan dan dasar hukum tindakan penangkapan
2. Nama-nam petugas, pangkat. Nrp. jabatan
3. Identitas penangkapan yang tidak ditangkap (ditulis secara jelas atau
lengkap
4. Uraian singkat tentang tindak pidana yang dipersangkakan
5. Tempat atau kantor dimana tersangka akan diperiksa (pasal 18 ayat 1)
6. Jangka waktu berlakunya Surat Perintah penangkapan.
7. Selain untuk kepentingan penyidikan. Penyidik atau Penyedik pembantu
berwenang melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka atau
terdakwa atas permintaan PU untuk kepentingan penuntutan, atau atas
permintaan Hakim untuk kepentingan peradilan atau atas permintaan
instansi atau penyidik lain atau Interpol (pasal 7 ayat 1 huruf j Jo pasal 1
butir 20 KUHAP)
10
8. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran, meskipun tidak dapat ditangkap
akan tetapi apabila sudah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut
tidak mau memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah, dapat ditanggap
oleh Penyidik (pasal 19 ayat 2 KUHAP)
11
keras digunakan untuk melakukan tindak pidana, dimana benda tersebut
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau
melakukan tindak pidana tersebut. Setelah dilakukan penangkapan tanpa
surat perintah, polisi harus memperhatikan hal-hal ketentuan dalam Pasal
111. Pasal 18 ayat (2), Pasal 5 ayat (2) KUHAP.
2) Penangkapan Dengan Surat Perintah Syarat penangkapan dengan surat
perintah adalah sebagaimana syarat penangkapan pada umumnya yang
dinilai sah apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
a) Petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus
membawa surat perintah penangkapan. Surat perintah
penangkapan merupakan syarat formal yang bersifat imperatif. Hal
ini demi kepastian hukum dan menghindari penyalahgunaan
jabatan serta menjaga ketertiban masyarakat.
b) Surat perintah penangkapan harus diperlihatkan kepada orang yang
disangka melakukan tindak pidana. Surat tersebut berisi :
i) Identitas tersangka, seperti nama, umur, dan tempat tinggal.
Apabila identitas dalam surat tersebut tidak sesuai, maka
yang bersangkutan berhak menolak sebab surat perintah
tersebut dinilai tidak berlaku.
ii) Alasan penangkapan, misalnya untuk pemeriksaan atas
kasus pencurian dan lain sebagainya.
iii) Uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan
terhadap tersangka, misalnya disangka melakukan
kejahatan pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362
KUHP.
iv) Tempat pemeriksaan dilakukan
12
kepada pihak keluarga. mereka dapat mengajukan pemeriksaan Praperadilan
tentang ketidakabsahan penangkapan sekaligus dapat menuntut ganti kerugian.
C. PENAHANAN
1. Pengertian Penahanan
Tidak ada perdebatan terkait penggunaan istilah. Karena di dalam pasal 21ayat (1)
ditegaskan, bahwa penahanan dapat dilakukan berdasarkan bukti yang cukup. Selain bukti
yang cukup terdapat syarat syarat lain untuk dapat dilakukannya penahanan, syarat syarat
tersebut antara lain dengan syarat subjektif dan syarat objektif.
13
1. Syarat Subjektif Penahanan
Menurut terminologi bahasa.subjektif artinya adalah menurut pendapat sendiri,
atau menurut masing masing pribadi. Salah satu syarat penahanan adalah adanya
syarat subjektif. Yaitu syarat yang hanya pihak yang melakukan penahanan yang bias
memahami. Syarat ini tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, “Perintah
penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup.dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan
atau mengulangi tindak pidana”
Di dalam rumusan tersebut tercantum adanya kekhawatiran”. Yakni mengenai
kekhawatiran hanya pihak yang khawatir saja yang bisa memahami, tidak dapat
terukur dan tidak dapat dibuktikan, oleh karena itu disebut dengan alasan subjektif.
Ketika penyidik penuntut umum dan atau hakim tidak memiliki rasa khawatir bahwa
tersangka atau terdakwa akan melarikan diri. Merusak atau menghilangkan barang
bukti serta mengulangi tindak pidana, maka syarat subjektif tidak terpenuhi. Akan
tetapi walaupun syarat subjektif terpenuhi, masih dibutuhkan satu syarat lagi agar
penahanan dapat dilakukan, yaitu syarat objektif”.
2. Syarat Objektif Penahanan
Objektif memiliki makna berkenaan dengan keadaan sebenarnya tanpa
dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Syarat ini menjadi syarat berikutnya
dalam menentukan penahanan. Pasal 21ayat (4) masyarakat.
Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka Atau terdakwa
yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam
tindak pidana tersebut dalam Hal:
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3). Pasal 296,
Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal
378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan
Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26
Rechtordonantic (Pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir
14
diubah dengan staatblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1. Pasal 2 dan Pasal 4
Undang Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor 8 drt.
Tahun 1955 Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal
41. Pasal 42. Pasal 43. Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-Undang nomor 9 Tahun
1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3086).
Ketentuan tersebut dinamakan syarat objektif karena terukur dan dapat dibuktikan
tidak atas penilaian pribadi masing-masing pihak Ukurannya jelas yaitu untuk tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih dan untuk tindak pidana
walaupun tidak diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih akan tetapi mengganggu dan
membahayakan ketertiban umum dapat dikenai upaya paksa penahanan.
2. Jenis Penahanan
Terdapat tiga macam jenis penahanan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 22
ayat (1) KUHAP, yaitu:
a. Penahanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Selama belum ada rumah
tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan rumah. Tahanan
negara dapat dilakukan:
a) Di kantor kepolisian negara:
b) Di kantor kejaksaan negeri;
c) Di lembaga pemasyarakatan;
d) Di rumah sakit. (penjelasan Pasal 22 ayat (1) KUHAP)
e) Di tempat lain dalam keadaan yang memaksa, misalnya
f) Tersangka atau terdakwa pecandu narkotika, sejauh
g) Mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus
h) Merupakan tempat perawatan (penjelasan Pasal 21
KUHAP).
b. Penahanan Rumah
a) Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal Atau
rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan Mengadakan
Pengawasan terhadapnya untuk Menghindarkan segala sesuatu
15
yang dapat menimbulkan Kesulitan dalam penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan di Sidang pengadilan (Pasal 22 ayat (2) KUHAP)
b) Oleh karena itu tahanan rumah juga merupakan jenis penahanan,
maka tersangka bila akan ke luar rumah harus dengan ijin
penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah
penahanan
c) Karena masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari Pidana yang
dijatuhkan, maka penahanan rumah tersebut Juga dikurangkan
yang besarnya adalah sepertiga dari Jumlah lamanya waktu
penahanan (Pasal 22 ayat (4) (5) KUHAP).
d) Di samping itu, apabila masih diperlukan maka penahanan Rumah
tersebut juga diperlukan ijin perpanjangan Penahanan.
c. Penahanan Kota
Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau Tempat
kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau
terdakwa melaporkan diri pada waktu yang ditentukan (Pasal 22 ayat (3)
KUHAP).
Demikian juga karena tahanan kota merupakan jenis Penahanan, maka
tersangka bila akan keluar kota harus seijin Pejabat yang menahan.
3. Lamanya Penahanan
Lamanya penahanan diatur dalam KUHAP masing-masing di dalam Pasal 24
untuk penyidik. Pasal 25 untuk Penuntut Umum (PU), Pasal 26 untuk hakim
16
Pengadilan Negeri (PN), Pasal 27 untuk hakim Pengadilan Tinggi (PT) dan Pasal 28
untuk Hakim Mahkamah Agung (MA).
Dari pasal-pasal KUHAP tersebut di atas dapat diringkas sebagai berikut:
a. Lamanya penahanan oleh:
1) Penyidik maksimum ( 20 hari )
Perpanjangan oleh penuntut umum maksimum ( 40 hari)
2) Penuntut umum maksimum ( 20 hari )
Perpanjangan oleh ketua PN maksimum ( 30 hari )
3) Hakim PN maksimum ( 30 hari )
Perpanjangan oleh ketua, PN maksimum ( 60 hari )
4) Hakim PT maksimum (30 hari )
Perpanjangan oleh ketua. PT maksimum ( 60 hari )
5) Hakim MA maksimum ( 50 hari )
Perpanjangan oleh ketua MA ( 60 hari )
a. Pada tingkat penyidikan diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP,
jangka waktu penahanan paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang oleh
penuntut umum paling lama 40 hari.
b. Pada tingkat penuntutan diatur dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP,
jangka waktu penahanan paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang oleh
Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari.
c. Pada tingkat Pemeriksaan Pengadilan Negeri diatur dalam Pasal 26 ayat (1)
dan ayat (2) KUHAP, jangka waktu penahanan paling lama 30 hari dan dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 60 hari.
d. Pada tingkat Pemeriksaan Pengadilan Tinggi diatur dalam Pasal 27 ayat (1)
dan ayat (2) KUHAP, jangka waktu penahanan paling lama 30 hari dan dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi paling lama 60 hari.
17
e. Pada Tingkat Pemeriksaan Pengadilan Kasasi, diatur dalam Pasal 28 ayat (1)
dan ayat (2) KUHAP, di mana jangka waktu penahanan paling lama 50 hari
dan dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama 60 hari.
4. Penangguhan Penahanan
Yang dimaksud syarat disini ialah wajib lapor, tidak keluar rumah
atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau
terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.
Berapa jumlah minimum uang jaminan, tidak ditentukan dalam
undang-undang, hal tersebut terserah pada kebijaksanaan penyidik,
penuntut umum atau hakim yang berwenang dalam tingkat pemeriksaan,
yang disesuaikan dengan kemampuan penjamin serta Berat ringannya
kejahatan.
Di samping besar kecilnya uang jaminan penangguhan Penahanan
hendaknya difikirkan secara bijaksana oleh pejabat yang hendak
melakukan penangguhan penahanan, pantas tidaknya seorang terdakwa
ditangguhkan penahanannya jika dilihat dari sudut keadilan, dan kepatutan
masyarakat luas.
Jadi perlu dibatasi (R. Soesilo. 1977: 41) hanya pada hal-hal yang
sungguh-sungguh perlu dan dalam hal-hal tertentu serta jangan merupakan
sesuatu kebiasaan. Namun sebaliknya para penegak hukum juga jangan
18
sampai menutup sama sekali kesempatan baik ini yang Diberikan oleh
undang-undang kepada tersangka atau terdakwa.
Pasal 1 butir 21 UU RI nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP menyebutkan bahwa :
“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu
oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya,
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Selanjutnya dalam pasal 22 ayat 1 KUHAP, penahanan tersebut
dibedakan 3 jenis penahanan yang didasarkan pada tempat dan cara
pelaksanaan penahanan itu, yaitu :
1) Apabila penahanan itu dilaksanakan di rumah tahanan Negara
maka jenis penahanannya disebut penahanan rumah Tahanan
Negara.
2) Penahanan rumah, penahanan rumah dilaksanakan di rumah
tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa
dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk
menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di
sidang pengadilan (pasal 22 ayat 2).
3) Penahanan kota, penahanan kota dilaksanakan di kota tempat
tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa dengan
kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada
waktu yang ditentukan (pasal 22 ayat 3).
19
rumah atau kota. Pada umumnya tersangka atau terdakwa banyak yang
mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada aparat hukum
yang berwenang memberikan penangguhan penahanan ini, tetapi
permohonan ini lebih banyak yang ditolak dari pada yang dikabulkan.
Meskipun para tersangka atau terdakwa tersebut bersedia dan sanggup
memenuhi semua syarat yang diajukan kepada mereka.
20
a. Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri.
b. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diridan setelah lewat waktu 3
(tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara
dan disetor ke kas negara.
D. CONTOH KASUS
21