Anda di halaman 1dari 4

1.

Apa saja perubahan dalam bidang perizinan yang diatur melalui UU 11/2020 

Bidang Pengaturan sebelum UU cipta Kerja Pengaturan sesudah UU cipta kerja


Perizinan

usaha
Melalui PP Nomor 24 Tahun 2018 UU Cipta Kerja mengubah konsepsi
Tentang Perizinan Berusaha kegiatan berusaha dari berbasis izin
Terintegrasi Secara Elektronik diatur menjadi penerapan standar dan
mengenai proses perizinan usaha. berbasis  risiko.
Ditegaskan dalam PP ini, jenis
Perizinan Berusaha terdiri atas: 1. Risiko tinggi, perizinan
berusaha berupa Izin
a. Izin Usaha; dan 2. Risiko menengah, perizinan
berusaha berupa Sertifikat
b. Izin Komersial atau Operasional. Standar
3. Risiko rendah, perizinan
Sementara pemohon Perizinan berusaha berupa pendaftaran/
Berusaha terdiri atas: NIB (Nomor Induk Berusaha)
dari OSS).
a. Pelaku Usaha perseorangan; dan

b. Pelaku Usaha non perseorangan.

Perizinan Berusaha, menurut PP ini,


diterbitkan oleh menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai
kewenangannya, termasuk Perizinan
Berusaha yang kewenangan
penerbitannya telah dilimpahkan atau
didelegasikan kepada pejabat lainnya.

Dalam Pasal 19 PP No. 24 tahun


2018 ditegaskan:

“Pelaksanaan kewenangan penerbitan


Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud, termasuk penerbitan
dokuman lain yang berkaitan dengan
Perizinan Berusaha wajib dilakukan
melalui Lembaga OSS,”. Lembaga
OSS berdasarkan ketentuan PP ini,
untuk dan atas nama menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau
bupati/wali kota menerbitkan Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud,
dalam bentuk Dokumen Elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang
informasi dan transaksi elektronik.
Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud disertai dengan Tanda
Tangan Elektronik, yang berlaku sah
dan mengikat berdasarkan hukum
serta merupakan alat bukti yang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan dapat
dicetak (print out).

Pertanahan
UU Bangunan Gedung UU Bangunan Gedung

Pasal 6 Pasal 6 (menghapus IMB dan diganti


dengan PBG).
1. Fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Fungsi bangunan gedung
5 harus sesuai dengan peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
lokasi yang diatur dalam Peraturan harus sesuai dengan peruntukan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang lokasi yang diatur dalam RDTR
Wilayah Kabupaten/Kota. (Rencana Detail Tata Ruang).

2. Fungsi bangunan gedung 2. Fungsi bangunan gedung


sebagaimana dimaksud dalam ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) ditetapkan oleh Pemerintah dicantumkan dalam Persetujuan
Daerah dan dicantumkan dalam izin Bangunan Gedung.
mendirikan bangunan.
3. Perubahan fungsi bangunan gedung
3. Perubahan fungsi bangunan harus mendapatkan persetujuan
gedung yang telah ditetapkan kembali dari Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) harus mendapatkan persetujuan 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai
dan penetapan kembali oleh tata cara memperoleh Persetujuan
Pemerintah Daerah. Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
4. Ketentuan mengenai tata cara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
penetapan dan perubahan fungsi (Dalam pasal 1 ayat 11 disebutkan,
bangunan gedung sebagaimana Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih adalah perizinan yang diberikan
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. kepada pemilik bangunan gedung
untuk membangun baru, mengubah,
Pasal 7 memperluas, mengurangi, dan/atau
merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administratif dan
1. Setiap bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan administratif persyaratan teknis yang berlaku).
dan persyaratan teknis sesuai dengan
fungsi bangunan gedung. Pasal 7
1. Setiap bangunan gedung harus
2. Persyaratan administratif bangunan memenuhi standar teknis bangunan
gedung sebagaimana dimaksud gedung sesuai dengan fungsi dan
dalam ayat (1) meliputi persyaratan klasifikasi bangunan gedung.
status hak atas tanah, status 2. Penggunaan ruang di atas dan/atau
kepemilikan bangunan gedung, dan di bawah tanah dan/atau air untuk
izin mendirikan bangunan. bangunan gedung harus sesuai
dengan ketentuan peraturan
3. Persyaratan teknis bangunan perundang-undangan.
gedung sebagaimana dimaksud 3. Dalam hal bangunan gedung
dalam ayat (1) meliputi persyaratan merupakan bangunan gedung adat
tata bangunan dan persyaratan dan cagar budaya, bangunan gedung
keandalan bangunan gedung. mengikuti ketentuan khusus sesuai
dengan ketentuan peraturan
4. Penggunaan ruang di atas dan/atau perundang-undangan.
di bawah tanah dan/atau air untuk 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai
bangunan gedung harus memiliki izin standar teknis sebagaimana dimaksud
penggunaan sesuai ketentuan yang pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
berlaku. Pemerintah.

5. Persyaratan administratif dan teknis


untuk bangunan gedung adat,
bangunan gedung

semi permanen, bangunan gedung


darurat, dan bangunan gedung yang
dibangun pada daerah lokasi bencana
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
sesuai kondisi sosial dan budaya
setempat

Lingkungan 1. Definisi Amdal 1. Definisi Amdal


hidup Definisi amdal Pasal 1 angka 11 UU Definisi tersebut sedikit berubah dalam
PPLH menyebutkan bahwa Amdal UU Cipta Kerja, sehingga Pasal 1
merupakan kajian mengenai dampak angka 11 menjadi: "kajian mengenai
penting suatu usaha dan/atau dampak penting pada lingkungan
kegiatan yang direncanakan pada hidup dari suatu usaha dan/atau
lingkungan hidup yang diperlukan bagi kegiatan yang direncanakan, untuk
proses pengambilan keputusan digunakan sebagai prasyarat
tentang penyelenggaraan usaha pengambilan keputusan tentang
dan/atau kegiatan. penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan serta termuat dalam perizinan
2. Peran pemerhati lingkungan  berusaha atau persetujuan pemerintah
Dalam Pasal 26 Ayat (3) UU PPLH pusat atau pemerintah daerah".
diatur, "dokumen Amdal disusun oleh Definisi ini juga sedikit berbeda dari
masyarakat yang terdampak draf RUU Cipta Kerja yang beredar
langsung, pemerhati lingkungan sebelum DPR bersama pemerintah
hidup, dan/atau yang terpengaruh mengesahkannya pada rapat
atas segala bentuk keputusan dalam paripurna 5 Oktober 2020
proses Amdal".
2. Peran pemerhati lingkungan 
3. Keberatan dan pelibatan pada UU Cipta Kerja tertulis
masyarakat perubahan dalam Pasal 26 Ayat (2)
Pasal 26 Ayat (2) UU PPLH yang PPLH menjadi: "penyusunan dokumen
menyebutkan bahwa pelibatan Amdal dilakukan dengan melibatkan
masyarakat harus dilakukan masyarakat yang terkena dampak
berdasarkan prinsip pemberian langsung terhadap rencana usaha
informasi yang transparan dan dan/atau kegiatan". 
lengkap serta diberitahukan sebelum
kegiatan dilaksanakan. Pasal 26 Ayat 3. Keberatan dan pelibatan
(4) yang semula mengatur bahwa masyarakat
masyarakat dapat mengajukan Pasal 26 Ayat (2) dihapus
keberatan terhadap dokumen Amdal  Pasal 26 Ayat (4) dihapus

4. Komisi penilai Amdal  4. Komisi penilai Amdal 


Dalam Pasal 29 UU Lingkungan Hidup Selain itu, UU Cipta Kerja juga
disebutkan, Komisi Penilai Amdal menghapus keberadaan Komisi
dibentuk oleh menteri, gubernur, atau Penilai Amdal. Semula, komisi ini
bupati/wali kota dan bertugas diatur dalam Pasal 29, 30 dan 31 UU
melalukan penilaian dokumen amdal.  Lingkungan Hidup.

5. Tim uji kelayakan  5. Tim uji kelayakan 


Pasal 24 Ayat (3), (4) UU Cipta Kerja selanjutnya mengatur
ketentuan baru mengenai tim uji
6. Pembatalan berdasar putusan kelayakan lingkungan hidup yang
pengadilan dibentuk oleh lembaga uji kelayakan
Pasal 38, Pasal 37 ayat (2) lingkungan hidup pemerintah pusat.
Perubahan terhadap Pasal 24 Ayat
(3), (4)

6. Pembatalan berdasar putusan


pengadilan
UU Cipta Kerja juga menghapus
ketentuan mengenai pembatalan izin
lingkungan oleh pengadilan. Semula,
ketentuan itu diatur melalui Pasal 38
UU Lingkungan Hidup yang menyebut,
selain ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin
lingkungan dapat dibatalkan melalui
keputusan pengadilan tata usaha
negara.

Anda mungkin juga menyukai