Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kesadaran Hukum

1. Pengertian Kesadaran Hukum

Persoalan tentang kesadaran hukum ini pada mulanya timbul sehubungan

dengan usaha untuk mencari dasar sahnya suatu peraturan hukum sebagai akibat

dari berbagai masalah yang timbul dalam rangka penerapan suatu ketentuan

hukum (hukum tertulis). Kemudian hal ini berkembang menjadi suatu problema

tentang apakah yang menjadi dasar sahnya hukum itu berupa “komando” dari

pihak penguasa ataukah berupa kesadaran dari masyarakat. Permasalahan yang

demikian timbul karena dalam kenyataannya banyak sekali ketentuan-ketentuan

hukum yang tidak ditaati oleh masyarakat. Jadi, masalahnya sudah menyangkut

efektivitas atau tidaknya suatu peraturan hukum. (Heri Tahir, 2010 : 115)

Simposium kesadaran hukum dalam masyarakat transisi mengemukakan

bahwa kesadaran hukum itu meliputi pengetahuan tentang hukum, penghayatan

tentang hukum dan ketaatan pada hukum. (Heri Tahir, 2010 : 114)

Sementara itu, Setsuo Miyajawa menyatakan bahwa kesadaran hukum

mempunyai tiga elemen, yaitu : persepsi (perception), pertimbangan nilai (value

judgement), emosi (emotion) yang mengacu kepada tiga elemen sikap yang

diberikan oleh Rosenberg dan Hovland. Analisis kesadarana hukum yang

diharapkan untuk mengadakan penjelasan tingkah laku hukum individu pada

tingkat terdekat yaitu tingkat motivasional. (Heri Tahir, 2010 : 116)

8
9

Menurut AW. Widjaja (1984 : 14) mengenai definisi kesadaran hukum

yaitu sebagai berikut:

“Sadar diartikan merasa, tahu, ingat kepada keadaan yang sebenarnya,


keadaan ingat akan dirinya. Kesadaran diartikan keadaan tahu, mengerti
dan merasa akan dirinya. Hukum diartikan sebagai peraturan yang dibuat
sesuatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang
banyak (manusia dan masyarakat) atau segala perundang-undangan,
peraturan dan ketentuan dan sebagainya untuk mengatur hidup dalam
msyarakat”.

Kesadaran hukum disini, masyarakat tidak hanya patuh dan taat karena

terdapat aturan yang berlaku, dan tidak hanya diperintahkan dan atau diawasi

karena merasa sebagai paksaan, melainkan kesadaran yang dinamis dan penuh

tanggungjawab. Kesadaran yang dinamis dan penuh tanggungjawab yang

dimaksud adalah dimana manusia dan masyarakat mempunyai keinginan yang

kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan lebih lanjut. Kesadaran tidak

hanya untuk mengerti dan menaati ketentuan dan peraturan yang ada, akan tetapi

menaati etik dan moral sesuai dengan adat dan kebiasaan yang ada dan hidup.

Kesadaran hukum yang belum sepenuhnya belum dilakukan oleh masyarakat,

maka ketaatan akan kesadaran tersebut masih terpendam. Hal ini disebabkan

manusia dan masyarakat tidak atau belum menyadari sepenuhnya jiwa dan

semangat yang tercermin dalam pandangan hidup yang meliputi hidup dan

kehidupan masyarakat. (AW. Widjaja, 1984 : 14-15)

Penegasan diatas menyatakan bahwa kesadaran hukum disini adalah

sebagai keadaan dimana tidak terdapat benturan-benturan hidup dalam

masyarakat, sehingga masyarakat disini dalam keadaan seimbang, selaras dan

serasi. Kesadaran hukum diterima secara kesadaran bukan diterima sebagai


10

paksaan, walaupun ada pengekangan dari luar diri manusia dan masyarakat sendiri

dalam bentuk perundangan-undangan, peraturan dan ketentuan. Kesadaran hukum

dikaitkan dengan tingkah laku masyarakat, karena yang menjadi titik tolak

perhatian adalah manusia sendiri sebagai masyarakat. Kesadaran hukum banyak

dihubungkan dengan perilaku masyarakat demi tujuan masyarakat itu sendiri, hal

ini akan tampak perilaku masyarakat itu melaksanakan atau mempraktekan

kesadaran hukum di dalam dirinya, yaitu pelaksanaan aturan, ketentuan

perundangan dalam kaitannya dengan moral dan etik sesuai dengan adat dan

kebiasaan.

“Kesadaran hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan


hukum, sikap hukum dan perilaku hukum yang patuh terhadap hukum.
Secara teori ketiga indikator inilah yang dapat dijadikan tolak ukur dari
kesadaran hukum, karena jika pengetahuan hukum, sikap hukum dan
perilaku hukumnya rendah maka kesadaran hukumnya rendah atau
sebaliknya. Kesadaran hukum yang rendah atau tinggi pada masyarakat
mempengaruhi pelaksanaan hukum. Kesadaran hukum yang rendah akan
menjadi kendala dalam pelaksanaan hukum, baik berupa tingginya tingkat
pelanggaran hukum maupun kurang berpartisipasinya masyarakat dalam
pelaksanaan hukum” (Ishak, 2016 : 303)

Menurut Soerjono Soekanto, kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan

warga masyarakat mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila

kesadaran hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga

tidak tinggi. (Ishak, 2016 : 304)

Hal tersebut berakaitan dengan fungsinya hukum dalam masyarakat atau

efektivitas dari ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya. Sesorang yang

mempunyai kesadaran hukum, akan memiliki penilaian terhadap hukum yang

dinilainya dari segi tujuan dan tugasnya. Penilaian semacam ini ada pada setiap
11

warga masyarakat, oleh karena itu manusia pada umumnya mempunyai hasrat

untuk senantiasa hidup dengan teratur.

Kesadaran hukum merupakan suatu proses psikis yang yang terdapat

dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin juga tidak timbul. Jadi

kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri

manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.

Dengan demikian, jelaslah bahwa kesadaran hukum sebetulnya menjadi dasar

bagi penegakan hukum sebagai proses. (Ishak, 2016 : 304)

”Kesadaran hukum ada dua yaitu Kesadaran hukum positif (identik dengan
“ketaatan hukum”) dan kesadaran hukum negatif (identik dengan
“ketidaktaatan hukum”). Kesadaran hukum terbentuk dalam tindakan dan
karenanya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris.
Dengan kata lain kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai
pelaku” dan bukan “hukum sebagai aturan, norma, atau asas”. (Achmad
Ali, 2009 : 300)

Jadi istilah kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang

terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

diharapkan ada. Kesadaran hukum digunakan untuk mengacu ke cara-cara dimana

orang-orang memaknakan hukum dan institusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-

pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-

orang.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat

terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, apabila

kesadaran warga masyarakat terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya juga

rendah. Dengan demikian, masalah kesadaran hukum warga masyarakat


12

sebenarnya menyangkut faktor-faktor apakan suatu ketentuan hukum tertentu

diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai. Apabila warga masyarakat hanya

mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih

rendah dari mereka yang memahaminya, dan seterusnya. Hal itulah yang disebut

legal consciousness atau knowledge and opinion about law. (Zainuddin Ali, 2005

: 66)

Di samping konsep kesadaran hukum juga dikenal istilah kepatuhan

hukum. Ada konsep yang menyamakan keduanya, dan ada pula yang

membedakannya dengan tajam. Namun ada juga yang menggambarkan keduanya

sebagai dua hal yang tak terpisahkan, bagai satu koin dengan dua sisi mata uang.

Hal ini senada dengan pandangan Laica Marzuki yang menulis bahwa kesadaran

hukum seseorang atau kelompok orang dalam mematuhi hukum tidak lain dari

perwujudan perilaku yang berkesadaran hukum. Kesadaran hukum pada

hakikatnya merupakan pula pematuhan akan nilai-nilai etika hukum (values of

legal ethic) yang mendasari kaidah-kaidah hukum. (Heri Tahir, 2010 : 114)

Adapun kesadaran hukum guna terciptanya kepatuhan oleh Ahmad Sanusi

(1991: 227) yaitu :

Kesadaran hukum ialah potensi memasyarakat dan membudaya dengan


kaidah-kaidah mengikat dan dapat dipaksakan. Kesadaran hukum bersifat
relatif dalam isinya maupun kekuatannya terhadap waktu dan tempat, ia
berlangsung dalam proses pembentukannya, perkembangannya dan
kestabilannya untuk kemudian berubah dengan pembaharuan lagi. Sebagai
batasan yang khusus dapat diartikan tentang kesadaran hukum itu sebagai
potensi atau daya yang mengandung :
a. Persepsi pengenalan, ketahuan, dan pengertian tentang hukum,
termasuk konsekuensi-konsekuensinya
b. Harapan, kepercayaan, bahwa hukum dapat memberi sesuatu kegunaan
serta memberi perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa
keadilan
13

c. Perasaan perlu dan butuh akan jasa-jasa hukum, dan karena itu sedia
menghormatinya
d. Perasaan khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika dilanggar
maka sanksi-sanksinya dapat dipaksakan
e. Orientasi, perhatian, kesanggupan, kemauan baik, sikap dan kesediaan
serta keberanian mentaati hukum dalam hak maupun kewajibannya,
karena kebenaran, keadilan dan kepastian hukum itu adalah
kepentingan umum.

Ada asumsi yang menyatakan bahwa semakin tinggi taraf kesadaran

hukum seseorang akan semakin tinggi pula ketaatan atau kepatuhannya terhadap

hukum. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran hukum seseorang maka

akan semakin rendah pula ketaatan dan kepatuhannya terhadap hukum. Kesadaran

hukum ini berpangkal pada adanya suatu pengetahuan tentang hukum dan nilai-

nilai hukum yang mengetur hidup dan kehidupannya. Dari pengetahuan inilah

akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum

dimaksud dan timbulnya sikap penghayatan terhadap hukum tersebut. Bila mana

telah terdapat suatu penghayatan terhadap hukum, maka dengan sendirinya

ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum akan terwujud. Kalau kondisi yang

demikian sudah tercipta berarti kesadaran hukum telah terbina di dalam suatu

masyarakat. (Heri Tahir, 2010 : 118)

Jadi kesimpulannya, semakin tinggi kesadaran hukum seseorang maka

akan semakin tinggi pula ketaatan atau kepatuhannya terhadap hukum.

Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran hukum seseorang maka akan

semakin rendah pula ketaatan dan kepatuhannya terhadap hukum. Dengan

demikian, masalah kesadaran hukum warga masyarakat sebenarnya menyangkut

faktor-faktor apakan suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, dipahami, ditaati


14

dan dihargai. apabila seseorang sudah memiliki kesadaran akan hukum, maka

dengan sendirinya terciptalah ketaatan hukum.

2. Usaha-Usaha Meningkatkan Kesadaran Hukum

Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum oleh

Zainuddin Ali (2005 : 66) yaitu :

a. Pengetahuan hukum

Bila suatu peraturan perundangan-undangan telah diundangkan dan

diterbitkan menurut prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan

perundang-undangan itu berlaku.

Pengetahuan hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan

seperangkat pertanyaan mengenai pengetahuan hukum tertentu. Pertanyaan

dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat

mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai pengetahuan hukum yang

benar. Sebaliknya, bila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan

benar, dapat dikatakan masyarakat itu belum atau kurang mempunyai

pengetahuan hukum.

b. Pemahaman hukum

Apabila pengetahuan hukum saja yang dimiliki oleh masyarakat, hal itu

belumlah memadai, masih diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku.

Melalui pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan

perundang-undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya

diatur oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.


15

Pemahaman hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan

seperangkat pertanyaan mengenai pemahaman hukum tertentu. Pertanyaan

dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat

mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai pemahaman hukum yang

benar. Sebaliknya, bila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan

benar, dapat dikatakan bahwa masyarakat itu belum memahami hukum.

c. Penaatan hukum

Seorang warga masyarakat menaati hukum karena pelbagai sebab. Sebab-

sebab yang dimaksud dapat dicontohkan sebagai berikut :

1) Takut karena sanksi negatif, apabila hukum dilanggar.

2) Untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa.

3) Untuk menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan sesamanya.

4) Karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.

5) Kepentingannya terjamin.

d. Pengharapan Terhadap Hukum

Suatu norma hukum akan dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah

mengetahui, memahami, dan menaatinya. Artinya, dia benar-benar dapat

merasakan baahwa hukum tersebut menghasilkan ketertiban serta ketentraman

dalam dirinya. Hukuim tidak hanya berkaitan dengan segi lahiriah dari manusia,

akan tetapi juga dari segi batiniah.

e. Peningkatan Kesadaran Hukum

Peningkatan kesadaran hukum seyogyanya dilakukan melalui penerangan

dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap.
16

Penyuluhan hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui dan memahami

hukum-hukum tertentu.

Penyuluhan hukum merupakan tahapan selanjutnya dari penerangan

hukum. Tujuan utama dari penerangan dan penyuluhan hukum adalah agar warga

masyarakat memahami hukum-hukum tertentu, sesuai masalah-masalah hukum

yang sedang dihadapi pada suatu saat. Penyuluhan hukum harus berisikan hak dan

kewajiban di bidang-bidang tertentu, serta manfaatnya bila hukum dimaksud

ditaati.

Penerangan dan penyuluhan hukum menjadi tugas dari kalangan hukum

pada umumnya, dan khususnya mereka yang mungkin secara langsung

berhubungan dengan warga masyarakat, yaitu petugas hukum. Yang disebut

terakhir ini harus diberikan pendidikan khusus, supaya mampu memberikan

penerangan dan penyuluhan hukum. Jangan sampai terjadi petugas-petugas itulah

yang jusru memanfaatkan hukum untuk kepentingan pribadi, dengan jalan

menakut-nakuti warga masyarakat yang awam terhadap hukum.

3. Kondisi Kesadaran Hukum Masyarakat

Kondisi suatu masyarakat terhadap kesadaran hukum dapat dikemukakan

dalam beberapa parameter, antara lain ditinjau dari segi bentuk pelanggaran, segi

pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan dari segi hukum.

a. Tinjauan bentuk pelanggaran

Bentuk-bentuk pelanggaran yang lagi marak belakangan ini meliputi

tindak kriminalitas, pelanggaran lalu lintas oleh para pengguna motor,


17

pelanggaran HAM, tindak anarkis dan terorisme, KKN dan penyalahgunaan hak

dan wewenang, pemerkosaan dan lain sebagainya.

b. Tinjauan Pelaksanaan Hukum

Pelaksanaan hukum sekarang ini dapat dikatakan tidak ada ketegasan sikap

terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut. Indicator yang dapat dijadikan

parameter adalah banyaknya kasus yang tertunda dan bahkan tidak surut, laporan-

laporan dari masyarakat tentang terjadinya pelanggaran kurang ditanggapi.

Bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelaksanaan hukum hanya

berpihak pada mereka yang secara financial mampu memberikan nilai lebih dan

jaminan. Terbukti sekarang dengan adanya auditisasi pada setiap departemen dan

menjaring setiap pejabat terbukti korupsi.

c. Tinjauan Jurnalistik

Peristiwa-peristiwa pelanggaran maupun pelaksanaan hukum hampir

setiap hari dapat dibaca di media cetak dan elektronik, ataupun diakses melalui

internet. Memang harus kita akui bahwa jurnalistik terkadang mengusung sensasi

dalam pemberitaan, karena sensasi menarik perhatian pembaca dan berita tentang

pelanggaran hokum dan peradilan selalu menarik perhatian.

d. Tinjauan Hukum

Ditinjau dari segi hukum, maka dengan makin banyak pemberitaan tentang

pelanggaran hukum, kejahatan, dan kebathilan berarti kesadaran akan banyak

terjadinya “onrecht”. Hal ini juga memberikan implikasi makin berkurangnya

toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesadaran


18

hukum masyarakat sekarang ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan

merosotnya kewibawaan masyarakat juga.

Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum yang rendah cenderung

pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum seseorang

makin tinggi ketaatan hukumnya. Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan

terhadap kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat

disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari bahwa hukum melindungi

kepentingannya, tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada petugas penegak

hukum, sistem pendidikan yang kurang menaruh perhatiannya dalam

menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum.

Soerjono Soekanto, menambahkan bahwa menurunya kesadaran hukum

masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang menyadari akan

kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan tujuan

serta fungsi pembangunan.

4. Cara-Cara Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat

Kita harus menyadari bahwa setelah mengetahui kesadaran hukum

masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita hakikatnya bukanlah semata-

mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, tetapi juga membina

kesadaran hukum masyarakat. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat pada

dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dalam bentuk tindakan (action)

dan pendidikan (education).


19

Berikut akan dijelaskan cara-cara untuk meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat.

a. Tindakan (action)

Tindakan penyadaran hukum pada masyarakat dapat dilakukan berupa

tindakan drastik, yaitu dengan memperberat ancaman hukuman atau dengan lebih

mangetatkan pengawasan ketaatan warga negara terhadap undang-undang. Cara

ini bersifat isidentil dan kejutan dan bukan merupakan tindakan yang tepat untuk

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat

b. Pendidikan (education)

Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Hal

yang perlu diperhatikan dan ditanamkan dalam pendidikan formal/nonformal

adalah pada pokoknya tentang bagaimana menjadi warganegara yang baik,

tentang apa hak serta kewajiban seorang warga negara.

Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai

kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh

karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran

hukum masyarakat usaha pembinaan yang efektif dan efesien ialah dengan

pendidikan.

1) Pendidikan formal

Pendidikan sekolah merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Pendidikan kesadaran hukum di sekolah harus

dilakukan dari tingkat rendah/TK sampai jenjang pendidikan tinggi (perguruan

tinggi).
20

a) Tingkat TK

Di Taman Kanak-kanak sudah tentu tidak mungkin ditanamkan

pengertian-pengertian abstrak tentang hukum atau disuruh menghafalkan

undang-undang. Yang harus ditanamkan kepada murid Taman Kanak-

kanak ialah bagaimana berbuat baik terhadap teman sekelas atau orang

lain, bagaimana mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah.

Yang penting dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak ialah

menanamkan pada anak-anak pengertian bahwa setiap orang harus berbuat

baik dan bahwa larangan-larangan tidak boleh dilanggar dan si pelanggar

pasti menerima akibatnya

b) Tingkat SD, SMP, dan SMA

Pada tingkat ini perlu ditanamkan lebih intensif lagi: hak dan

kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan

Undang-undang Dasar, pasal-pasal yang penting dari KUHP, bagaimana

cara memperoleh perlindungan hukum. Perlu diadakan peraturan-peraturan

sekolah. Setiap pelanggar harus ditindak. Untuk itu dan juga untuk

menanamkan ”sense of justice” pada murid-murid perlu dibentuk suatu

”dewan murid” dengan pengawasan guru yang akan mengadili pelanggar-

pelanggar terhadap peraturan sekolah. Di samping buku pelajaran yang

berhubungan dengan kesadaran hukum perlu diterbitkan juga buku-buku

bacaan yang berisi cerita-cerita yang heroik.

Secara periodik perlu diadakan kampanye dalam bentuk pekan

(pekan kesadaran hukum, pekan lalu lintas dan sebagainya) yang diisi
21

dengan perlombaan-perlombaan (lomba mengarang, lomba membuat

motto yang ada hubungannya dengan kesadaran hukum), pemilihan warga

negara teladan terutama dihubungkan dengan ketaatan mematuhi

peraturan-peraturan.

c) Tingkat Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi, khususnya Fakultas Hukum mempunyi peranan

penting dalam hal meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, karena di

dalanya menghasilkan orang-orang yang memiliki pendidikan hukum yang

tinggi.

2) Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal ditujukan kepada masyarakat luas meliputi segala

lapisan dalam masyarakat. Pedidikan non formal dapat dilakukan dengan

beberapa cara, antara lain : penyuluhan hukum, kampanye, dan pameran. Berikut

penjelasannya :

a) Penyuluhan Hukum

Penyuluhan hukum adakah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran

hukum masyarakat berupa penyampaian dan penjelasan peraturan hukum

kepada masyarakat dalam suasana informal agar setiap masyarakat

mengetahui dan memahami apa yang menjadi hak, kewajiban dan

wewenangnya, sehingga tercipta sikap dan prilaku berdasarkan hukum,

yakni disamping mengetahui, memahami, menghayati sekaligus

mematuhi/mentaatinya.
22

Penyuluhan hukum dapat dilakukan melalui dua cara : pertama,

penyuluhan hukum langsung yaitu kegiatan penyuluhan hukum

berhadapan dengan masyarakat yang disuluh, dapat berdialog dan

bersambung rasa misalnya : ceramah, diskusi, temu, simulasi dan

sebagainya. Kedua, penyuluhan hukum tidak langsung yaitu kegiatan

penyuluhan hukum yang dilakukan tidak berhadapan dengan masyarakat

yang disuluh, melainkan melalui media/perantara,seperti : radio, televisi,

video, majalah, surat kabar, film,dan lain sebagainya.

Penyuluhan hukum yang tidak langsung dalam bentuk bahan

bacaan, terutama ceritera bergambar atau strip yang bersifat heroik akan

sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

Buku pengangan yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara

Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan/Undang-undang Dasar,

pasa-pasal yang penting dalam KUHP, bagaimana caranya memperoleh

perlindungan hukum perlu diterbitkan.

Penyuluhan hukum bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum

yang tinggi dalam masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat

menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam rangka

tegaknya hukum, keadilan, perlindungan terhadap harkat dan martabat

manusia, ketertiban, ketentraman, dan terbentuknya perilaku warga negara

yang taat pada hukum.

b) Kampanye
23

Kampanye peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilakukan

secara ajeg yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang disusun dan

direncanakan, seperti : ceramah, berbagai macam perlombaan, pemilihan

warga negara teladan dan lain sebagainya.

c) Pameran

Suatu pameran mempunyai fungsi yang informatif edukatif. Maka

tidak dapat disangkal peranannya yang positif dalam meningkatkan dan

membina kesadaran hukum masyarakat. Dalam pameran hendaknya

disediakan buku vademecum, brochure serta leaflets di samping

diperlihatkan film, slide, VCD dan sebagainya yang merupakan visualisasi

kesadaran hukum yang akan memiliki daya tarik masyarakat yang besar.

Dan pada akhirnya dalam upaya mensukseskan peningkatan kesadaran

hukum masyarakat masih diperlukan partisipasi dari para pejabat dan

pemimpin-pemimpin.

B. Faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Hukum

1. Efektivitas hukum dalam masyarakat

Bila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat berarti

membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan/atau memaksa

masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektivitas hukum dimaksud, berarti

mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara

yuridis, berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis. Oleh karena itu,

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat,


24

yaitu (1) kaidah hukum/peraturan itu sendiri; (2) petugas/penegak hukum; (3)

sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum; (4) kesadaran

masyarakat. Hal itu akan diuraikan secara berurutan sebagai berikut. (Zainuddin

Ali, 2005 : 62)

a. Kaidah hukum

Di dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam hal

mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu diungkapkan sebagai berikut.

1) Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada

kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah

ditetapkan.

2) Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.

Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa

walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah

itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

3) Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai

nilai positif yang tertinggi.

Kalau dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap

kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur diatas, sebab: (1) bila kaidah

hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan

kaidah mati; (2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan,

maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa; (3) apabila hanya berlaku secara

filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-

citakan (ius constituendum).


25

b. Penegak hukum

Penegak hukum atau orang yang bertugas merupakan hukum mencakup

ruang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut petugas pada strata atas,

menengah, dan bawah. Artinya, di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan

hukum, petugas seyogyanya harus memiliki suatu pedoman, di antaranya

peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalam

hal penegakan hukum dimaksud, kemungkinan petugas penegak hukum

menghadapi hal-hal sebagai berikut.

1) Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada?

2) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan?

3) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masarakat.

4) Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang

diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas

pada wewenangnya?

Faktor petugas memainkan perang penting dalam memfungsikan hukum.

Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada

masalah. Demikian pula sebaliknya, apabila peraturannya buruk, sedangkan

kualitas petugasnya baik, mungkin pula timbul masalah-masalah.

c. Sarana/Fasilitas

Fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan

tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi

sebagai faktor pendukung. Memang sering terjadi bahwa suatu peraturan sudah
26

difungsikan, padahak fasilitasnya belum tersedia lengkap.peraturan yang semula

bertujuan untuk memperlancar proses, malahan mengakibatkan terjadinya

kemacetan.

d. Warga masyarakat

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga

masyarakat. Yang dimaksud di sini adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu

peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara

sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

Sebagi contoh, apabila derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu

lalu lintas adalah tinggi maka peraturan lalu lintas dimaksud, pasti akan berfungsi,

yaitu mengatur waktu penyebrangan pada persimpangan jalan. Oleh karena itu,

bila rambu-rambu lalu lintas warna kuning menyala, para pengemudi diharapkan

memperlambat laju kendaraannya. Namun bila terjadi sebaliknya, kendaraan yang

dikemudikan makin dipercepat lajunya atau tancap gas, besar kemungkinan akan

terjadi tabrakan.

2. Arti penegakan hukum

Penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap

masyarakat. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan,

melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih

luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan

konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Proses penegakan hukum dalam


27

kenyataannya memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum

itu sendiri.

Dalam hukum pidana, penegakan hukum adalah suatu sistem pengendalian

kejahatan yang dilakukan oleh lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

lembaga pemasyarakatan. (Kadri husin, 1999 : 2)

Penegakah hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan

sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,

memelihara, dan mempertahankan perdamaian pergaulan hidup. (Soerjono

Soekanto, 1993 : 3)

Selanjutnya, penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya


merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh
kaidah-kaidah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. (Soejono
Soekanto, 1990 : 4 dan 6)

Kemudian dalam melakukan upaya penegakan hukum, yaitu melaksanakan

sanksi represif bersama komponen penegak hukum lainnya yang dilandasi

perangkat atau peraturan hukum dan menghormati hak-hak dasar manusia. Hal ini

dilakukan dengan cara mengusahakan ketaatan diri warga masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan proses peradilan pidana,

dan mencegah timbulnya penyakit masyarakat yang dapat menyebabkan

terjadinya kejahatan.

3. Faktor yang mempengaruhi Penegakan hukum

soerjono Soekanto menulis bahwa penegakan hukum sebenarnya terletak

pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut


28

mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada

isi faktor tersebut, sebagai berikut. (Heri Tahir, 2010 : 115)

a. Faktor hukumnya sendiri;

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan; dan

e. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Lebih lanjut dijelaskan Soerjono Soekanto bahwa kelima faktor tersebut di

atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari

penegakan hukum, serta merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.

4. Pelaksanaan hukum

Hukum dapat dilihat bentuknya melalui kaidah yang dirumuskan secara

eksplisit. Di dalam kaidah atau peraturan hukum itulah terkandung tindakan yang

harus dilaksanakan., yang tidak lain berupa penegakan hukum itu. Hukum

diciptakan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika

dikatakan bahwa hukum tidak bisa lagi disebut sebagai hukum, apabila tidak

pernah dilaksanakan.

Pelaksanaan hukum selalu melibatkan manusia dan tingkah lakunya.

Hukum tidak bisa terlaksana dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu
29

untuk mewujudkan sendiri janji serta kehendak yang tercantum dalam peraturan

hukum itu. (Ishak, 2016 : 305)

Janji dan kehendak itu, misalnya adalah untuk memberikan perlindungan

kepada seseorang, untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah

melakukan tindak pidana. Dalam rangka pelaksanaan hukum itu tidak hanya

terlihat sebagai seperangkat peraturan yang bersifat statis, melainkan sebagai

suatu proses.

Hukum itu muncul di dalam sidang-sidang pengadilan, dalam tindakan

para pejabat atau pelaksana hukum, dalam kantor para pengusaha, dan juga dalam

hubungan yang dilaksanakan oleh dan di antara para anggota masyarakat sendiri

satu sama lain. (Satjipto Rahardjo, 1986 : 70)

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum

Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum:

1. Pengetahuan Tentang Kesadaran Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum yang pertama adalah

pengetahuan tentang kesadaran hukum. Peraturan dalam hukum harus disebarkan

secara luas dan telah sah. Maka dengan sendirinya peraturan itu akan tersebar dan

cepat diketahui oleh masyarakat. Masyarakat yang melanggar belum tentu mereka

melanggar hukum. Bisa jadi karena kurang memiliki pengetahuan tentang

kesadaran hukum dan peraturan yang berlaku dalam hukum itu sendiri. Jika

menemui hal ini, maka dapat dipastikan negara harus menempuh jalur untuk

menyebarkan luaskan segala peraturan di dalam hukum agar masyarakat dapat


30

mengetahui peraturan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam hukum

negara.

2. Pengakuan Terhadap Ketentuan Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah

pengakuan terhadap ketentuan hukum. Masyarakat yang mengetahui ketentuan

dalam hukum dan kegunaannya dalam norma hukum. Artinya, ada beberapa

masyarakat yang memahami terhadap peraturan yang ada di dalam hukum.

Namun, hal ini belum cukup untuk membuat masyarakat mengakui ketentuan

tersebut. Adakalanya memang masyarakat yang lebih mengetahui peraturan dalam

hukum lebih berpotensi untuk mematuhi hukum. Dan juga biasanya mereka lebih

sadar terhadap hukum yang berlaku.

3. Penghargaan Terhadap Ketentuan Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah

penghargaan terhadap ketentuan hukum. Pengertian ini mengandung arti bahwa

sejauh manakah suatu tindakan maupun perbuatan dari masyarakat yang dilarang

oleh hukum. Selain itu, juga dengan reaksi masyarakat yang berdasarkan pada

sistem nilai yang berlaku di masyarakat tersebut. Bisa jadi sangat dimungkinkan

masyarakat dapat menentang dan juga dapat mematuhi ketentuan hukum yang

berlaku. Hal itu sesuai dengan kepentingan masyarakat yang sudah terjamin

pemenuhannya.

4. Penataan Terhadap Ketentuan Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah penataan

terhadap ketentuan hukum. Prinsip utama dari tugas hukum itu sendiri adalah
31

untuk mengatur segala kepentingan warga masyarakat. Pada dasarnya kepentingan

itu terlahir dari berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat itu

sendiri. Biasanya hal itu akan merujuk pada anggapan tentang apa yang mereka

lakukan yakni baik atau buruknya kepentingan itu sendiri.

5. Ketaatan Masyarakat Terhadap Hukum

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah tentang

ketaan masyarakat terhadap hukum. Dengan demikian seluruh kepentingan

masyarakat akan bergantung pada ketentuan dalam hukum itu sendiri. Namun

juga ada anggapan bahwa kepatuhan hukum justru disebabkan dengan adanya

takut terhadap hukuman ataupun sanksi yang akan didapatkan ketika melanggar

hukum.

D. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Masyarakat Mematuhi Hukum

Masalah kepatuhan hukum merupakan proses psikologis yang dapat

ditinjau dari 3 (tiga) proses dasar. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan

masyarakat mematuhi hukum antara lain sebagai berikut. (Soerjono Soekanto,

1982 : 230)

1. Compliance

Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada

harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman

yang mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu

keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih didasarkan

pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya, kepatuhan


32

hukum akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-

kaidah hukum tersebut.

2. Identification

Identification terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan

karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggaotaan kelompok tetap terjaga

serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan

kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang

diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhanpun tergantung

pada baik buruknya interaksi tadi.

3. Internalization

Seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum dikarekan secara intrinsik

kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan

orang tadi terhadap tujuan dari kaedah-kaedah bersangkutan, terlepas dari

perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan

maupun pengawasannya.

Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang

membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut dan sanksi, sebab ia

merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang

telah dilakukan secara ilmiah, nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang

hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah masyarakat

(peserta didik). Kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-

undangan yang biasa disebut derajat kepatuhan secara sederhana dapat dikatakan,
33

bahwa derajat kepatuhan masyarakat (peserta didik) terhadap hukum merupakan

salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

E. Pengaturan UU Lalu Lintas di Dalam Hukum Positif Indonesia

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009

yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 2009. Undang-

Undang ini adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992,

terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang signifikan

dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan 74

pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.

Jika melihat UU sebelumnya yakni UU Nomor 14 Tahun 1992

menyebutkan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan

Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam

pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin

pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan

sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian,

memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

kehidupan bangsa dan negara.

Berbeda dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, UU ini melihat

bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam
34

mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya

memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan

bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :

a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat,

tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong

perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh

persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat

bangsa;

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:

a. Kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;

b. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan; dan

c. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan

Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa

Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Mencermati lebih dalam dari semangat yang telah disebutkan di atas, maka

kita harus lebih dalam lagi melihat isi dari Pasal-Pasal yang ada di UU Nomor 22

Tahun 2009. Dari sini kita akan tahu apakah semangat tersebut seirama dengan isi

dari pengaturan-pengaturannya, atau justru berbeda. Selanjutkan kita dapat

melihat bagaimana UU ini akan berjalan dimasyarakat serta bagaimana


35

pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat mengawasi serta melakukan

penegakannya.

2. Pengertian Lalu Lintas

Lalu lintas memiliki karakteristik dan keunggulan tersendiri maka perlu

dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah

dan pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan sarana

transportasi lain. Menyadari peranan transportasi maka lalu lintas ditata dalam

sistem transpotasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya

jasa trnasportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas yang tertib,

selamat, aman, nyaman, cepat, teratur, lancar, dan biaya yang terjangkau oleh

masyarakat. Pengembangan lalu lintas yang ditata dalam satu kesatuan sistem

dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendominasikan unsurnya yang terdiri

dari jaringan transportasi jalan kendaraan beserta dengan pengemudinya,

peraturanperaturan dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas

yang utuh, berdayaguna, dan berhasil.

Lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara

berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan

pelayanan kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besarnya

kepentingan umum dan kemampuan/kebutuhan masyarakat, kelestarian

lingkungan, koordinasi antara wewenang pusat dan daerah serta unsur instansi

sektor, dan antar unsur terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban

masyarakat dalam penyelesaian lalu lintas dan angkutan jalan, serta sekaligus

dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu.
36

Lalu lintas berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 2009 didefinisikan

sebagai gerak kendaraan dan/atau orang di ruang lalu lintas jalan adalah prasarana

yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang

berupa jalan dan fasilitas pendukung. Pemerintah mempunyai tujuan untuk

mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,

tertib dan teratur melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. Tata cara

berlalu lintas di jalan di atur dengan peraturan perundangan menyangkut arah lalu

lintas, prioritas menggunakan jalan, laju lalu lintas, jalur lalu lintas dan

pengendalian arus di persimpangan. Lalu lintas diartikan sebagai gerak (bola

balik) manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan

menggunakan sarana jalanan umum.

Dengan demikian, lalu lintas adalah merupakan gerak lintas manusia dan

atau barang yang menggunakan barang atau ruang didarat, baik dengan alat gerak

ataupun kegiatan lalu lintas di jalan yang dapat menimbulkan permasalahan

seperti terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan lalu lintas adalah

kegiatan kendaraan dengan menggunakan jalan raya sebagai jalur lintas umum

sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur kendaraan bermotor yang ramai

menjadi jalur kebutuhan masyarakat umum. Oleh karena itu lalu lintas identik

pula dengan penerapan tata tertib bermotor dalam menggunakan jalan raya.
37

Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas, yaitu : ( UU Nomor 22 Tahun

2009)

a. Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan

kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang

berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan

fisik dan psikologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar

seperti cuaca, penerangan/lampu, jalan dan tat ruang. Kendaraan digunakan

oleh pengemudi mempunyai karakteristik dengna kecepatan, percepatan,

perlambatan, dimensi dan muatan ruang lalu lintas yan secukupnya untuk bisa

bermanuver dalam lalu lintas.

b. Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kendaraan bermotor

maupun tida bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan

untuk mampu mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu

mendukung beban muatan sumbu kendaraan serta aman sehingga dapat

meredam angka kecelakaan lalu lintas.

c. Dalam berlalu lintas ada beberapa tata tertib yang harus dipatuhi oleh

pengguna jalan, antara lain :

1) Wajib menggunakan helm bagi pengendara kendaraan bermotor roda dua

2) Wajib menggunakan sabuk keselamatan bagi pengendara kendaraan

bermotor roda empat

3) Wajib membawa kelengkapan surat kendaraan bermotor (SIM) dan surat

tanda nomor kendaraan (STNK).


38

4) Wajib mematuhi dan memperhatikan rambu-rambu dan marka jalan yang

telah ada

5) Wajib memarkir kendaraan ditempat parkir yang telah disediakan.

Berdasarkan uraian diatas, lalu lintas identik dengan pelanggaran.

Pelanggaran adalah suatu tindakan yang tida sesuai dengan aturan yang ada, baik

dalam norma masyarakat maupun hukum yang berlaku. Sedangkan pelanggaran

lalu lintas adalah pengabaian terhadap taat tertib lalu lintas yang dilakukan oleh

pengguna kendaraan roda dua atau lebih yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas

bagi pengguna lainnya baik kehilangan nyawa maupun luka-luka. Dalam konteks

ini pelanggaran lalu lintas adalah suatu tindakan baik sengaja ataupun tida sengaja

melakukan perbuatan untuk tida mematuhi aturan-aturan lalu lintas yang berlaku.

Pada umumnya pelanggaran lalu lintas merupakan awal terjadinya kecelakaan lalu

lintas.

Sanksi atau hukuman bagi para pengguna jalan yang melanggar peraturan

lalu lintas sangat beragam, yaitu tergantung dari tingkat pelanggaran yang

dilakukan. Sanksi yang paling ringan yaitu peringatan atau teguran agar pemakai

jalan lebih disiplin, kemudian sanksi tilang dan denda dikenakan bagi pemakai

jalan yang melakukan pelanggaran tidak mempunyai kelengkapan surat-surat

mengemudi diantaranya Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor

Kendaraan (STNK).

Dalam berlalu lintas sering terjadi pelanggaran lalu lintas. Berikut

pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi adalah :


39

1) Berkendara tidak memakai sistem pengaman yang lengkap seperti pengendara

bermotor tidak memakai helm,

2) Pengendara mobil tida memakai safety belt,

3) Menggunkan jalan dengan membahayakan diri sendiri ataupun pengendara

lain, hal ini banyak faktor penyebabnya diantaranya pengendara dalam keadaan

mabuk atau dalam keadaan terburu-buru,

4) Pengendara melanggar lampu lalu lintas, hal ini sering kita lihat di perempatan

atau pertigaan yang terdapat lampu rambu lalu lintas, kebanyakan para

pengendara melanggar lampu rambu lalu lintas karena sedang terburu-buru

atau malas menunggu karena terlalu lama,

5) Tida membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan tidak membawa

Surat Ijin mengemudi (SIM).

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 terdapat istilah tentang lalu

lintas dan angkutan jalan. Adapun beberapa pengertian dari istilah tersebut

sebagai berikut :

1) Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana

lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan serta

pengelolaannya,

2) Lalu lintas adalah gera kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan,

3) Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan,


40

4) Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan adalah ruang lalu lintas, terminal dan

perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu

lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan

pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung.

5) Kendaraan adalah suatu sarana angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor,

6) Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan

mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel,

7) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada

diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, dan/atau air, serta diatas

permukaan air kecuali jalan rel dan jalan kabel,

8) Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh

tenaga manusia dan/atau hewan,

9) Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang,

huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan,

larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan,

10) Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas

permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis

membujur, garis melintang, garis serong, serta lambing yang berfungsi untuk

mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas,
41

11) Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan

isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu

lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan,

12) Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

yang telah memiliki surat izin mengemudi,

13) Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan

tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain

mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda,

14) Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas,

15) Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan

yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan

pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan,

mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan

kelancaran lalu lintas,

16) Keamanan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terbebasnya

setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan

hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas,

17) Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan dimana

terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalu lintas yang

disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan,

18) Ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas

yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajibannya setiap

pengguna jalan,
42

19) Kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas

dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan dijalan,

20) Sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan adalah

sekumpulan subsistem yang saling berhubungan dengan melalui

penggabungan, proses, penyimpanan dan pendistribusian data yang terkait

dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.

Adapun yang dikemukakan Pemerintah RI dan DPR RI yang merupakan

dasar pertimbangan untuk mengeluarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan yaitu :

1) Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung

pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan

kesejahteraan umum sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Lalu lintas dan angkutan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus

dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan

dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pembangunan wilayah,

3) Pembangunan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, otonomi daerah, serta

akuntabilitas penyelenggaraan negara,

4) Undang-Undang Lalu Lintas No. 14 Tahun 1992 tentan Lalu Lintas dan

Angkuta Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan
43

strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini

sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru,

5) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d

perlu membentuk Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang baru.

Hukum pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi

tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran hukum. Diperjelas pula

pengertian hukum kepidanaan menurut Ilham Bisri (2005:39) sebagai berikut :

Hukum kepidanaan adalah sistem yang mengatur semua perbuatan yang

tidak boleh dilakukan (dilarang untuk dilakukan) oleh setiap warga negara di

Indonesia di sertai dengan sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar aturan pidana

tersebut serta tata cara yang harus dilalui bagi para pihak yang berkompeten

dalam penegakkannya.

Adapun beberapa poin ketentuan pidana lalu lintas dalam Undang-Undang

RI No. 22 Tahun 2009 sebagai berikut :

Pasal 310 Menjelaskan :

Pasal 310 (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang

karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan

kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan

dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap

orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya

mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan

kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal


44

229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). (3) Setiap

orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya

mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (4) Dalam hal kecelakaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain

meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta

rupiah).

Pasal 311 Menjelaskan :

Pasal 311 (1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan

Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi

nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)

tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah). (2)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak

Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan

korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang


45

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak

Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah). (4) Dalam hal perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu

Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229

ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak

Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Ketentuan pidana yang berlaku tentunya akan menjadi sarana kontrol bagi

setiap pengguna lalu lintas dalam berkendara, seperti yang dikemukakan Chazawi

(2005: 15) “Hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan

masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

Sudah menjadi hal yang mutlak segala bentuk pidana lalu lintas jalan

menjadi salah satu hal yang harus ditegakkan oleh aparat penegak hukum agar

menjadi daya dorong terciptanya kepatuhan, dengan demikian masyarakat akan

menjaga perilaku tertib, keteraturan dan rasa aman, sebagaimana pula penjelasan

tujuan hukum pidana bahwa :

Mengatur masyarakat sedemikian rupa sehingga hak dan kepentingan

masyarakat itu terlindungi. Dengan menjatuhkan sanksi pada orang-orang atau

badan yang perbuatannya membahayakan kepentingan orang lain atau


46

masyarakat, tertib dan teratur, maka segala aktivitas masyarakat menjadi tentram

dan aman. (Sugiarto, 2013: 236)

3. Pokok-pokok peraturan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus

diketahui oleh masyarakat

Sesuai dengan uraian di atas mengenai beberapa pokok peraturan lalu

lintas dan angkutan jalan, maka perlu dikemukakan secara terperinci mengenai

beberapa peraturan pokok lalu lintas dan angkutan jalan yang harus diketahui dan

dipatuhi oleh warga masyarakat pada umumnya. Soerjono Soekanto

mengemukakan beberapa pokok peraturan yang harus diketahui dan dipatuhi

masyarakat umum, yaitu: (Soerjono Soekanto, 1990 : 119)

a. Ketentuan untuk semua pemakai jalan, yaitu dilarang mempergunakan jalan

yang:

1) Merintangi kebebasan atau keamanan lalu lintas.

2) Membahayakan kebebasan atau keamanan lalu lintas.

3) Menimbulkan kerusakan pada jalan.

b. Ketentuan-ketentuan bagi orang yang berjalan kaki:

1) Bagian dari jalan yang boleh dipergunakan oleh mereka yang berjalan kaki.

2) Bagaimana berjalan kaki apabila tidak ada trotoar.

3) Ketentuan tentang berjalan kaki beramai-ramai.

4) Apabila ada trotoar, di bagian mana sebaiknya tidak berhenti.

5) Berjalan kaki pada malam hari.

6) Ketentuan-ketentuan menyeberang jalan:

a) Pengguna zebra cross dan jembatan penyeberangan.


47

b) Tanda-tanda/isyarat-isyarat penyeberangan.

c) Cara-cara menyeberang jalan bila lalu lintas datang dari dua jurusan atau

apabila pemandangan terhalang oleh kendaraan

c. Ketentuan-ketentuan terhadap orang-orang yang mempergunakan kendaraan

umum:

1) Memberhentikan kendaraan umum.

2) Kewajiban-kewajiban selama berada dalam kendaraan umum

d. Ketentuan-ketentuan untuk pengemudi (khususnya kendaraan bermotor):

1) Kewajiban mempunyai SIM.

2) Kelengkapan kendaraan.

3) Kecepatan maksimum.

4) Cara-cara mengemudikan kendaraan dengan baik.

5) Pengetahuan tentang rambu-rambu lalu lintas.

6) Saat diperbolehkan menyimpang dari aturan.

7) Hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan.

8) Hal-hal yang harus dilakukan apabila kendaraan rusak.

9) Tanggungjawab pengemudi.

Dengan demikian jelaslah bahwa semua masyarakat pemakai jalan di

Indonesia harus mengetahui dan mematuhi ketentuan-ketentuan umum tentang

lalu lintas yang sering mereka gunakan dalam berlalu lintas di jalan sebagaimana

yang disebutkan dalam kutipan tersebut di atas.


48

F. Hasil Penelitian Relevan

1. Ridha Ichwanty Sabir, 2017

Kepatuhan Hukum Berlalu Lintas Siswa SMA Negeri 1 Bulukumba di

Kabupaten Bulukumba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) tingkat

kepatuhan hukum berlalu lintas siswa SMA Negeri 1 Bulukumba tergolong

rendah berdasarkan Indeks 2,42 berada pada kategori “kurang baik” (ii) faktor

determinan yang mempengaruhi kepatuhan hukum berlalu lintas siswa SMA

Negeri 1 Bulukumba adalah minimnya pengetahuan hukum dan kurangnya

kesadaran akan fungsi hukum tersebut. (iii) srategi yang telah dilakukan petugas

adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa dan masyarakat melalui

premitif, preventif, dan depresif yang maksimal, selain itu untuk memaksimalkan

tugasnya perlu dukungan dari berbagai pihak khususnya melalui pendidikan

formal, non formal, dan informal serta pemerintah terkait.

2. Andi Tabrani Rasyid, 2016

Kepatuhan Hukum Berlalu Lintas Jalan di Kabupaten Bone (Studi Kasus

Pada Kalangan Mahasiswa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Tingkat

kepatuhan hukum berlalu lintas pengguna pemula jalan raya di kabupaten Bone

berdasarkan indeks ”2,41” berada pada kategori “kurang baik” atau “C”. (2)

Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan hukum berlalu lintas pengguna

pemula jalan raya di Kabupaten Bone diakibatkan oleh minimnya pengetahuan

hukum berlalu lintas jalan dan kurangnya kesadaran hukum berlalu lintas jalan.

(3) Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan hukum berlalu

lintas pengguna pemula jalan raya di Kabupaten Bone dengan meningkatkan


49

pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui premetif, preventif, dan refresif

yang maksimal oleh kepolisian disamping itu kepolisian dalam menjalankan

tugasnya perlu dukungan dari berbagai pihak khususnya melalui pendidikan

formal, non formal dan in formal serta pemerintah terkait.

G. Kerangka Konsep

Hukum merupakan sebuah sistem yang mengatur segala bentuk aspek

kehidupan, begitupun dalam berlalu lintas jalan terdapat peraturan perundang-

undangan yang dibuat untuk dijadikan pedoman bagi setiap pengguna lalu lintas

guna terciptanya ketertiban maupun kenyamanan dan keselamatan masyarakat itu

sendiri, pengguna jalan diharapkan patuh terhadap Undang-Undang No. 22 tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan serta peraturan pemerintah RI No.

55 Tahun 2012 tentang kendaraan.

Rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat dan peserta didik dapat

mengakibatkan permasalahan dalam berlalu lintas jalan termasuk dapat

mengakibatkan meningkatnya jumlah kecelakaan, oleh karena itu faktor yang

mempengaruhi kesadaran hukum merupakan sebuah hal yang perlu diperhatikan

dan guna mengantisipasi hal demikian diperlukan sebuah strategi dalam

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.


50

Secara sistematis kerangka konsep dapat difisualisasikan seperti berikut :

Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009

Kesadaran Hukum

Strategi yang dilakukan


Tingkat Kesadaran Faktor-Faktor yang petugas (Polisi lalu lintas)
Hukum Berlalu Lintas mempengaruhi kepatuhan hukum untuk meningkatkan
Peserta Didik peserta didik kesadaran hukum peserta
didik

Efektifitas Kesadaran Hukum


Berlalu lintas Peserta Didik

Gambar 2.1: Kerangka konsep Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Peserta Didik

Anda mungkin juga menyukai