Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM MEREK

A. Hukum Merek Pada Umumnya

1. Pengertian Merek dan Dasar Pengaturan Merek

Merek selalu diindetikkan dengan identitas bagi suatu produk yang

dihasilkan oleh produsen, yang kemudian menjadi aset bagi produsen.

Merek bagi produsen merupakan citra sekaligus nama baik bagi

perusahaan, selain itu juga merupakan bagian dari stategi bisnis. Tidak

ada seorang produsen yang tidak menggunakan merek sebagai identitas

atas barang yang diproduksinya atau jasa yang diberikan. Identitas yang

diwujudkan dalam merek tersebut merupakan pengenal dan sekaligus

pembeda antara merek suatu perusahaan tertentu dengan merek

perusahaan yang lainnya.

Merek pada dasarnya merupakan tanda yang dikenal oleh konsumen

sebagai tanda suatu produk. Salah satu bidang kajian dalam HKI yang

cukup berperan dalam bisnis dewasa ini adalah mengenai merek

(trademark), dalam hal ini karena merek erat sekali kaitannya dengan

produk yang ditawarkan oleh produsen, baik berupa barang maupun jasa.

Bagi konsumen timbul suatu wibawa (prestise) tersendiri jika ia

menggunakan merek tertentu. Jadi, dalam masyarakat ada semacam


anggapan bahwa merek yang digunakan dapat menunjukkan status sosial

sang pemakai merek.

Definisi autentik mengenai merek dapat kita temukan di dalam Pasal 1

ayat (1) butir 1 UU Merek No.15 Tahun 2001 yaitu:

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf,-huruf,


angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.”1

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis mengenai pengertian merek yakni:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa


gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk
2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau
kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan
barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum
dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”2

Melihat rumusan merek masih bersifat umum, maka rumusan merek

pun dapat dijumpai dalam literatur HKI, dalam hal ini para ahli mencoba

memberikan pendapatnya mengenai rumusan tentang merek. Menurut

H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., Merek adalah suatu tanda, dengan mana

suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan

benda lain yang sejenis.3

Menurut Prof. R. Soekardono, S.H., Merek adalah suatu tanda yang

mempribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan

1
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Pasal 1 butir 1.
2
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis (LN No. 252 Tahun 2016, TLN No. 5953), Pasal angka 1
3
H.M.N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, 1984,
hlm. 82.
asalnya barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan

dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh

orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.4

Menurut Philip S. James M.A., Sarjana Inggris, menyatakan bahwa

Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seorang pengusaha

atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu bentuk tertentu dari

barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak

perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan

kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek, cukup memadai jika

barang-barang itu ada di tangannya dalam lalulintas perdagangan.5

Menurut Harsono Adisumarto, SH., MPA., Merek adalah tanda

pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain,

seperti pada pemilikkan ternak dengan memberi tanda cap pada pungung

sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan Bersama yang

luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk

menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang

tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial

dari nama pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.6

Menurut Dr. H. OK. Saidin, S.H., M.Hum., Merek adalah suatu tanda

(sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang

dihasilkan atau diprdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan

hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh
4
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1983, hlm. 149.
5
Pratasius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, hlm. 11.
6
Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Akademika Pressindo, Jakarta, 1990, hlm. 44.
orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas

mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangana barang atau jasa.7

Dari pendapat-pendapat para ahli, maupun dari peraturan merek itu

sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang

diartikan merek adalah suatu identitas yang membedakan suatu produk

dengan produk yang lainnya dengan memberi tanda kepada konsumen

mengenai sumber produk tersebut, dan melindungi konsumen maupun

produsen dari para kompetitor yang berusaha membuat produk-produk

yang tampak identik.

Oleh karena itu kompetisi dalam bisnis tidak hanya berupaya

bagaimana merebut konsumen, tetapi juga berkompetisi untuk segera

mengajukan pendaftaran merek atas setiap produk barang atau jasa.

Merek dengan nama yang menarik, mudah dikenal dan diingat tentunya

sangat diminati oleh para produsen agar produk barang/jasa miliknya juga

mudah diingat dan dikenali oleh konsumen.

Istilah merek sejauh ini diartikan dengan berbagai cara, tergantung

pada perspektif pemahaman atas merek itu sendiri. Dalam arti klasik,

merek dihubungkan dengan identifikasi sebuah produk dan

pembedaannya dari produk-produk para pesaing, baik dalam bentuk

pemakaian nama tertentu, logo spesifik, desain khusus, maupun tanda dan

simbol visual lainnya.8

7
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 457.
8
Casavera, 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm. 3.
Di Indonesia sendiri perlindungan hukum yang dimiliki bagi

pemegang hak merek diatur di dalam UU Nomor 21 Tahun 1961 yang

kemudian diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 1992 dan diubah kembali

dengan UU Nomor 15 Tahun 2001 dan yang terakhir diganti dengan UU

Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Hal ini

menandakan bahwa peranan merek sangatlah penting sehingga

diperlukannya peraturan yang lebih rinci agar dapat memberikan rasa

kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang hak merek. Adanya

perlindungan hukum bagi pemilik merek yang sah dimaksudkan untuk

memberikan hak yang sifatnya eksklusif (khusus) bagi pemilik merek

(exclusive right) agar pihak lain tidak dapat menggunakan tanda yang

sama atau mirip dengan yang dimilikinya baik untuk barang atau jasa

yang sama atau hampir sama.

Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat

bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele

Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 547 Jo. Stb. 1913 No.

214. Setelah Indonesia merdeka peraturan ini juga dinyatakan terus

berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961 ketentuan tersebut

diganti dengan UU No. 21 Tahun 1961 tentang merek perusahaan dan

merek perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan

dimuat dalam lembaran negara RI No. 290 dan penjelasannya dimuat

dalam Tambahan Lembaran RI No. 2341 yang mulai berlaku pada bulan

November 1961.9
9
OK. Saidin, Op.Cit., hlm. 443.
Kedua UU ini (RIE Tahun 1912 dan UU Merek Tahun 1961)

mempunyai banyak kesamaan. Perbedaannya terletak pada masa

berlakunya. Masa berlakunya merek yang diatur di dalam UU Merek

Tahun 1961 yaitu sepuluh tahun, sedangkan masa berlakunya merek yang

diatur di dalam RIE Tahun 1912 jauh lebih lama yaitu 20 tahun.10

UU Merek Tahun 1961 ini ternyata mampu bertahan selama kurang

lebih 31 tahun, kemudian UU ini dengan berbagai pertimbangan dicabut

dan digantikan oleh UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Adapun

alasan dicabutnya UU Merek Tahun 1961 itu karena UU ini dinilai tidak

sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat

pada saat itu. Memang jika dilihat UU Merek No. 19 Tahun 1992 ini

ternyata banyak mengalami perubahan-perubahan yang sangat berarti jika

dibandingkan dengan UU Merek No. 21 Tahun 1961. Antara lain adalah

mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya. 11

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka diakhirilah era berlakunya UU

Merek Tahun 1961 untuk kemudian memasuki era UU Merek Tahun

1992.

Perubahan-perubahan ini diharapkan dapat membawa perubahan yang

besar dalam tatanan hukum HKI, khususnya hukum merek yang selama

bertahun-tahun menguasai pangsa hukum merek Indonesia. Dengan

adanya perubahan ini, diharapkan juga dapat lebih merangsang investor

asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena Indonesia telah

10
Ibid.
11
Ibid, hlm. 444.
memiliki kepastian hukum dalam pendaftaran mereknya, di samping

adanya ancaman pidana yang berat dan terbukanya peluang untuk

tuntutan ganti rugi secara perdata.12

Selanjutnya pada tahun 1997, UU Merek Tahun 1992 tersebut juga

diperbarui lagi dengan UU No. 14 Tahun 1997. Namun pada tahun 2001

UU No. 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku. Sebagai

gantinya kini adalah diterbitkannya UU Merek No. 15 Tahun 2001.

Aturan tersebut telah diganti dengan UU Merek No. 15 Tahun 2001

yang kemudian dicabut dan diganti dengan UU No. 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG). Salah satu

pertimbangan diundangkannya UU MIG pada tanggal 25 November 2016

dapat dilihat dalam konsiderans menimbang huruf c UU MIG, yang

menyebutkan:

“Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek


masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung
perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang Merek dan Indikasi
Geografis serta belum cukup menjamin pelindungan potensi ekonomi
lokal dan nasional sehingga perlu diganti.”13

Dengan ini UU MIG diundangkan sebagai bentuk penyempurnaan dari

aturan-aturan sebelumnya.

12
Ibid, hlm. 447.
13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis (LN No. 252 Tahun 2016, TLN No. 5953), konsiderans menimbang huruf c
2. Fungsi Merek dan Jenis Merek

Berdasarkan definisi merek, fungsi utama merek adalah untuk

membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu

perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki fungsi pembeda.

Adapun fungsi-fungsi merek yang lain adalah:14

a. Menjaga persaingan usaha yang sehat.

Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menimbulkan iklim

usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat

dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap

orang dan mencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan

pelaku usaha dengan menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam

kegiatan usaha.

b. Melindungi konsumen.

Berdasarkan Konsideran Menimbang UndangUndang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menyebutkan

bahwa salah satu tujuan dibentuknya undang-undang tersebut adalah

untuk memberikan perlindungan bagi konsumen, meningkatkan

pelayanan, dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

Dengan adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki

kualitas barangnya. Apabila merek telah dikenal dengan baik

14
Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011,
hlm. 33-35.
kualitasnya oleh para konsumen dan membeli barang tersebut,

konsumen akan yakin bahwa kualitas dari barang itu adalah baik

sebagaimana diharapkannya.

c. Sebagai sarana dari pengusaha untuk memperluas bidang usahanya.

Merek dari barang yang sudah dikenal oleh konsumen sebagai tanda

untuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha

pemasaran barang bersangkutan.

d. Sebagai sarana untuk dapat menilai suatu barang.

Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan

kepuasan bagi setiap orang yang membelinya. Baik atau buruknya

kualitas suatu barang tergantung dari produsen sendiri dan penilaian

yang diberikan oleh masing-masing pembeli. Suatu merek dapat

memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang

memakai merek tersebut minimal mutu yang sama seperti yang telah

ditentukan oleh pabrik yang mengeluarkannya.

e. Untuk memperkenalkan barang atau nama barang.

Merek mempunyai fungsi pula sebagai sarana untuk memperkenalkan

batang ataupun nama barangnya (promosi) kepada khalayak ramai.

Para pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena

pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari

pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan

mengingat nama mereknya saja. Misalnya seseorang ingin membeli


minuman bermerek Fanta, maka cukup hanya dengan menyebut

Fanta saja.

f. Untuk memperkenalkan identitas perusahaan.

Ada kalanya suatu merek digunakan untuk memperkenalkan nama

perusahaan yang menggunakan mereknya. Misalnya merek dagang

Djarum, Djarum adalah merek yang digunakan oleh perusahaan

rokok Djarum.

Jenis merek berdasarkan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 UU Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dibedakan menjadi 2

(dua):

a. Merek dagang

Merupakan merek yang dipergunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang

sejenis lainnya.

b. Merek jasa

Merupakan merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan

oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan

sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya
juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini

pemakaiannya digunakan secara kolektif.15

Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam

tiga jenis yaitu:

a. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja.

Misalnya: Good Year, Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan

ban sepeda.

b. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak

pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

c. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.

Misalnya: Rokok putih merek “Escort” yang terdiri dari lukisan iring-

iringan kapal laut dengan tulisan dibawahnya “Escort”. Contoh

lainnya adalah teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan

wayang kulit pendawa dengan perkataan di bawahnya “Pendawa

Lima”.16

Lebih lanjut Prof. R. Soekardono, S.H., mengemukakan pendapatnya

bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu UU tidak memerintahkan

apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yan diwujudkan dengan:

a. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark).

b. Merek dengan perkataan (word mark).

15
OK Saidin, Op.Cit., hlm. 458.
16
R.M. Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, Edisi Pertama, Tarsito, Bandung, 1981, hlm.
15.
c. Kombinasi dari mere katas penglihatan dan merek perkataan.17

B. Syarat Pendaftaran Merek

1. Syarat Mutlak Dalam Pendaftaran Merek

Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap

orang ataupun badan hukum yang ingin mendaftarkan suatu merek, agar

merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang,

syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah merek itu harus mempunyai

daya pembedaan yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai ini

haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk

membedakan barang hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang

peniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan

barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya

merek itu barang-barang atau jasa yang diproduksi menjadi dapat

dibedakan.18

Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama mengemukakan pendapatnya bahwa

merek harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada

barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang

hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan

dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan

karenanya bukan merupakan merek. Misalnya seperti bentuk, warna atau

17
R. Soekardono, Op.Cit., hlm. 165-167.
18
OK Saidin, Op.Cit., hlm. 460.
ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna,

warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube dan botol. Semua ini

tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu

merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warni tertentu

yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap

sebagai suatu merek.19

Selanjutnya untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek,

diperlukan syarat-syarat tertentu. Dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disebutkan bahwa

permohonan pendaftaran merek yang diajukan oleh Pemohon harus

mencantumkan:

a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan.


b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon.
c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan
melalui Kuasa.
d. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur warna.
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali
dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
f. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau
jenis jasa.
Surat permohonan pendaftaran merek tersebut juga harus dilengkapi

dengan:20

a. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya

adalah miliknya.

b. Dua puluh helai etiket merek yang bersangkutan.

19
Sudargo Gautama, Op.Cit., hlm. 34.
20
OK Saidin, Op.Cit., hlm. 479.
c. Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian badan hukum

atau salinan yang sah akta pendirian badan hukum, apabila pemilik

merek adalah badan hukum.

d. Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek dijukan melalui

kuasa.

e. Pembayaran seluruh biaya dalam rangka permintaan pendaftaran

merek, yang jenis dan besarnya ditetapkan dengan Keputusan

Menteri, Pasal 10 ayat(1).

2. Merek yang Tidak Dapat Didaftarkan dan Ditolak di Indonesia

Menurut Pasal 20 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu

dari 6 (enam) unsur berikut ini:21

a. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan,

atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan merek tersebut

tidak sejalan dengan peraturan yang ada dalam masyarakat yang

sifatnya menyeluruh seperti menyinggung perasaan masyarakat atau

golongan, menyinggung kesopanan atau etika umum masyarakat, dan

menyinggung ketentraman masyarakat atau golongan. Sejalan dengan

itu, dikemukakan oleh Sudargo Gautama yang menyatakan bahwa

21
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, Pasal 20
tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban

umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek

bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang

bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum.

b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Dalam hal ini yaitu apabila merek tersebut berkaitan atau hanya

menyebutkan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Contohnya yaitu jika suatu produsen ingin memasarkan produk

berupa tas, dan kemudian memberikan merek tas tersebut dengan

nama “tas”.

c. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,

kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau

jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas

tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan menyesatkan masyarakat

misalnya yaitu Merek “Kecap No. 1” tidak dapat didaftarkan karena

menyesatkan masyarakat terkait dengan kualitas barang,

d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau

khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi.

Dalam hal ini apabila suatu merek mencantumkan keterangan yang

tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, khasiat, dan/atau risiko dari


produk dimaksud. Contohnya seperti obat yang dapat menyembuhkan

seribu satu penyakit, rokok yang aman bagi kesehatan.

e. Tidak memiliki daya pembeda.

Merek yang tidak memiliki daya pembeda atau yang dianggap kurang

kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek.

Sebagai contoh misalnya lukisan suatu sepeda untuk barang-barang

sepeda atau kata-kata yang menunjukkan suatu sifat barang, misalnya

“istimewa”, “super”, “sempurna”. Semua ini menunjukkan pada

kualitas sesuatu barang. Misalnya perkataan “super”, itu

menunjukkan suatu kualitas atau mempropagandakan kualitas

barangnya, maka tidak mempunyai cukup daya pembeda untuk

diterima sebagai merek.22

f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Dalam hal ini apabila merek mengandung unsur nama umum yaitu

antara lain merek “rumah makan” untuk restoran, atau merek

“warung kopi” untuk kafe. Sedangkan merek yang mengandung

unsur telah menjadi milik umum yaitu bentuk merek berupa tanda

yang telah menjadi milik umum sehingga akan membingungkan

masyarakat apabila tanda tersebut adalah merek.

22
Sudargo Gautama, Op.Cit., hlm. 38.
Selanjutnya Pasal 21 UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis memuat juga ketentuan mengenai penolakan

pendaftaran merek, yaitu:23

(1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan


pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu
oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.
b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa
sejenis.
c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak
sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu.
d. Indikasi Geografis terdaftar.
(2) Permohonan ditolak jika Merek tersebut:
a. Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang
terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain,
kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau
lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang.
c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel
resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
(3) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad
tidak baik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan
huruf c diatur dengan Peraturan Menteri.

C. Prosedur Pendaftaran Merek

1. Pengajuan Permohonan Pendaftaran Merek

23
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, Pasal 21
Tentang tata cara pendaftaran merek di Indonesia menurut UU Merek

dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016 diatur dalam Pasal 4 yang

menentukan bahwa:24

(1) Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau


Kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau non-elektronik
dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mencantumkan:
a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan.
b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon.
c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan
melalui Kuasa.
d. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur warna.
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali
dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
f. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau
jenis jasa.
(3) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan
label Merek dan bukti pembayaran biaya.
(5) Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas barang
dan/atau jasa.
(6) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa
bentuk 3 (tiga) dimensi, label Merek yang dilampirkan dalam
bentuk karakteristik dari Merek tersebut.
(7) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa
suara, label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman
suara.
(8) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri
dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan
pendaftarannya.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Penghapusan dan Pembatalan Merek

24
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, Pasal 4
Tentang Penghapusan dan Pembatalan Merek ini diatur dalam Pasal 72

sampai dengan 79 UU Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016.

Penghapusan merek adalah ketika suatu merek terdaftar tidak

digunakan sesuai dengan tujuan didaftarkannya merek tersebut. UU

Merek mencegah agar pemilik merek tidak menyalahgunakan haknya.

Sedangkan pembatalan merek adalah suatu prosedur yang ditempuh oleh

salah satu pihak untuk mencari dan menghilangkan eksistensi pendaftaran

suatu merek dari Daftar Umum Merek (DUM) atau membatalkan

keabsahan hak berdasarkan sertifikat merek. 25

Untuk semua penghapusan pendaftaran merek, dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) dengan

mencoret merek yang bersangkutan dari DUM untuk itu harus pula

diberikan catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan tersebut. Untuk

selanjutnya diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau

kuasanya, dengan menyebutkan alasannya dan disertai dengan penegasan

bahwa sejak tanggal pencoretan dari DUM maka Sertifikat Merek yang

bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.26

Alasan penghapusan merek diatur dalam Pasal 72 ayat (7) dan Pasal 74

ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016, yang

berbunyi:

Pasal 72 ayat (7):


25
Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global & Integrasi Ekonomi,
Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hlm. 291.
26
OK Saidin, Op.Cit., hlm. 501.
“Penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri dapat dilakukan
jika:
a. memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya
dengan Indikasi Geografis.
b. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-
undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.
c. memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya
tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang
sudah merupakan tradisi turun temurun.”

Pasal 74 ayat (1):


“Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga
yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga
dengan alasan Merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal
pendaftaran atau pemakaian terakhir”

Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Dirjen HKI dengan

mencoret merek yang bersangkutan dari DUM dengan memberi catatan

tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut. Pembatalan pendaftaran

itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya

dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak

tanggal pencoretan dari DUM, Sertifikat Merek yang bersangkutan

dinyaakan tidak berlaku lagi. Pencoretan pendaftaran suatu merek dari

DUM diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pembatalan dan pencoretan

pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas

merek yang bersangkutan.27

Adapun alasan pembatalan merek diatur dalam Pasal 76 ayat (1) UU

Merek dan Indikasi Geografis No. 20 tahun 2016 yang berbunyi:

27
Ibid, hlm. 503.
“Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 dan/atau Pasal 21.”
Selain alasan pembatalan tersebut, terhadap merek kolektif terdaftar

dapat pula dimohonkan pembatalannya kepada Pengadilan Niaga apabila

penggunaan merek kolektif tersebut bertentangan dengan ketentuan yang

berlaku.28

3. Sistem Pendaftaran Merek di Indonesia

Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu sistem

yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif. UU Merek dan Indikasi

Geografis dalam sistem pendaftarannya menganut sistem konstitutif, sama

dengan UU sebelumnya. Ini adalah perubahan yang mendasar dalam UU

Merek Indonesia, yang semula menganut sistem deklaratif.

Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama.

Siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang dianggap berhak

menurut hukum atas merek bersangkutan. Jadi, pemakaian pertama yang

menciptakan hak atas merek, bukan pendaftaran. Pendaftaran dipandang

hanya memberikan suatu hak prasangka menurut hukum, dugaan hukum

(rechtsvermoeden) bahwa orang yang mendaftar adalah si pemakai

pertama, yaitu adalah yang berhak atas merek bersangkutan. Tetapi apabila

orang lain dapat membuktikan bahwa ialah yang memakai pertama hak

tersebut, maka pendaftarannya bisa dibatalkan oleh pengadilan.

28
Ibid.
Berbeda dengan sistem deklaratif pada sistem konstitutif baru akan

menimbulkan hak apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karena

itu, dalam sistem ini pendaftaran adalah merupakan keharusan.

Dalam pandangan pro dan kontra terhadap dua sistem pendaftaran

merek tersebut, Sudargi Gautama telah menganjurkan agar sebaiknya

Indonesia beralih pada sistem konstitutif. Alasan utamanya adalah demi

kepastian hukum.

Dijelaskan bahwa UU Merek di Indonesia memakai sistem konstitutif.

UU Merek mengutamakan terciptanya hak atas merek ini karena

pendaftaran. Dalam Memori Penjelasan dicantumkan sebagai alasan untuk

memilih prinsip konstitutif ini ialah bahwa salah satu pertimbangannya

adalah lebih terwujudnya kepastian hukum. Dalam sistem ini dianut

prinsip bahwa perlindungan hukum atas merek hanya akan berlangsung

apabila hal tersebut dimintakan pendaftaran. Jadi, pendaftaran adalah

mutlak untuk terjadinya ha katas merek.

Hanya orang yang didaftarkan sebagai pemilik yang dapat memakai dan

memberikan orang lain hak untuk memakai (dengan sistem lisensi). Tetapi

tidak mungkin orang lain memakainya. Dan jika tidak terdaftar tidak ada

perlindungan sama sekali karena tidak ada hak atas merek.29

Hal lain yang perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu

negara yang menganut asas first to file dalam sistem pendaftaran

29
Sudargo Gautama, Op.Cit., hlm. 46.
mereknya. Sebelum adanya UU perubahan tentang merek, Indonesia

menganut dua asas yaitu first to use (deklaratif) dan first to file

(konstitutif). Namun dewasa ini Indonesia hanya menganut asas first to

file yaitu dengan sistem konstitutif. Keuntungan dari diberlakukannya

sistem pendaftaran merek secara first to file yaitu:

a. Apabila terjadi sengketa maka merek yang terdaftar akan lebih mudah

pembuktiannya.

b. Merek terdaftar telah memiliki bukti otentik yakni sertifikat yang

diperoleh dari Dirjen HKI.

c. Merek yang telah diajukan pendaftarannya keada Dirjen HKI akan

langsung mendapat perlindungan hukum meski belum dikeluarkannya

sertifikat.

d. Pengajuan permohonan pendaftaran merek akan mendapat prioritas

dan diakui sebagai pemilik merek yang sah.

Anda mungkin juga menyukai