Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Liquidity

Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012, hlm. 159-166

PENGATURAN WARALABA DI INDONESIA:


PERSPEKTIF HUKUM BISNIS

M. Muchtar Rivai
STIE Ahmad Dahlan Jakarta
Jl. Ciputat Raya No. 77 Cireundeu, Jakarta Selatan
email: muchtar_rivai@yahoo.com

Abstract
The law arrangement of franchise law was first explicitly regulated by the Government
Regulation No. 16 of 1997 which is then updated by Government Regulation No. 42 of 2007 to
be created in an agreement that at least contains clauses as stipulated by Article 5 of the
Government Regulation. However, franchise arrangements also associated with a variety of
other laws and regulations applicable in Indonesia. This article is going to state that the
importance of partnerships with small and medium enterprises as an effort to encourage the
involvement of the wider economic community.

Kata Kunci: bisnis, waralaba

PENDAHULUAN Kegiatan bisnis waralaba dapat ditinjau dari


berbagai sudut pandang. Khairandy (1997) dari
Istilah waralaba (franchise) tidak dikenal sisi Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) misalnya,
dalam kepustakaan hukum Indonesia. Hal ini mendefinsikan waralaba sebagai “seseorang
dapat dimaklumi karena memang lembaga memberikan kebebasan dari ikatan yang
waralaba sejak awal tidak terdapat dalam menghalangi orang untuk menggunakan atau
budaya atau tradisi bisnis masyarakat membuat atau menjual sesuatu”.
Indonesia. Namun, karena pengaruh
globalisasi, maka franchise masuk dalam tatanan Sumardi (1995) dari sisi bisnis
hukum dan budaya masyarakat Indonesia. mendefinisikannya sebagai “suatu metode
Istilah franchise selanjutnya menjadi istilah yang pendistribusian barang dan jasa kepada
akrab denggan masyarakat, khususnya masyarakat konsumen, yang dijual kepada
masyarakat bisnis Indonesia dan menarik pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode
perhatian banyak pihak untuk mendalaminya. ini disebut franchisor, sedangkan pembeli yang
berhak menggunakan metode disebut
Kemudian istilah franchise dicoba di- franchisee”.
Indonesia-kan dengan istilah “waralaba“ yang
diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Hardjiwidagdo (1993) dari sisi sistem
Pendidikan dan Pengembangan Manajemen usaha, menyebutkan waralaba adalah
(LPPM). Waralaba berasal dari kata “wara“ “perdagangan atau jasa yang memiliki ciri khas
(lebih atau istimewa) dan “laba“ (untung), yang berupa jenis produk dan bentuk yang
sehingga waralaba berarti usaha yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain
memberikan laba lebih atau istimewa (Sutedi, dan merk) bahkan termasuk dalam pakaian dan
2008). penampilan karyawan perusahaan, rencana
pemasaran serta bantuan operasional”. telah mendapat pengakuan dari berbagai
kalangan pelaku usaha dan pakar hukum
Di Indonesia, waralaba mulai dikenal di bisnis, walaupun pengaturan perundang-
Indonesia pada tahun 1950-an dengan undanganya belum ada. Tetapi sejak tahun
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui 1983 melalui Yurisprudensi Mahkamah Agung
pembelian lisensi atau menjadi agen tunggal Nomor 3051/K/Sip/1981 tanggal 26 Desember
pemilik merk. Kemudian semakin berkembang 1983 dalam perkara merk Gold Bond
ketika masuknya waralaba asing pada tahun 80 mengawali adanya pemberian lisensi merk di
– 90-an. KFC, McDonald’s dan Wendy’s adalah Indonesia, karena salah satu dari aspek hukum
sebagian dari jejaring waralaba asing yang waralaba adanya pemakaian merk lisensi oleh
masuk ke Indonesia saat-saat awal pemberi lisensi kepada penerima lisensi
berkembangnya waralaba di Indonesia. (Gautama, 1985).
Sedangkan perusahaan nasional dengan
melakukan waralaba secara lokal salah satunya Jadi sebelum adanya Yurisprudensi
adalah Es teller 77, yang merupakan pelopor Mahkamah Agung (MA) itu, perlindungan
sistem pengoperasian dagangnya dengan hukum tentang waralaba dilakukan melalui
sistem waralaba, di mana pada tahun 1991 saja kontrak waralaba yang dibuat oleh para pihak
telah memiliki 70 cabang baik di dalam negeri dengan menggunakan Buku Ketiga tentang
(Majalah Usahawan, 1991). Perikatan dan pasal-pasal yang terdapat dalam
KUH Perdata atau Burgelijke wet Boek (BW)
Contoh waralaba yang sekarang sedang yang mengatur tentang perjanjian, seperti pasal
berkembang pesat ialah Indomaret dan 1320, pasal 1338 dan pasal 1365 KUH Perdata.
Alfamart, bahkan keduanya saling bersaing dan
menjadi polemik yang berkepanjangan dalam Pasca yurisprudensi MA itu, terdapat
pengembangan bisnis retail/eceran antara retail beberapa regulasi yang berupa Keputusan
modern, pedagang pasar tradisional dan Menteri Kehakiman No: M.02-HC.01.01 tahun
pedagang warungan serta pedagang kaki lima 1987 tanggal 16 Juni 1987 tentang Pedoman
(PKL), dimana sampai saat ini kajian tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas. Kepmen
hal itu sampai pada tataran filosofis ideologis, itu berarti bahwa akta Anggaran Dasar dan
yuridis dan sosial budaya (Sutedi, 2010). Anggaran Rumah Tangga yang mendaftar akan
ditolak jika nama perseroan terbatas yang baru
Namun menurut Gurnick dalam Margono mendaftar memiliki kemiripan dengan nama
dan Angkasa (2002), waralaba adalah model PT yang telah mendaftar terlebih dahulu dari
yang paling disukai para pelaku bisnis karena perseroan terbatas yang baru mau mendaftar
metodenya yang efektif dalam menyuplai nama perseroannya (Gautama, 1985).
sebuah model khusus kepada pasar dengan
cara pembelian hak untuk mengcopy kekayaan Aturan itu kemudian dikuatkan dengan
intelektual yang dimiliki franchisor yang berupa Keputusan Menteri Kehakiman No: M.03-
merupa merk dagang, produk dan informasi HC.02.01 tahun 1991, selain itu perseroan yang
rahasia dengan memberikan dukungan kepada telah mendaftar terlebih dahulu dapat
franchisee dalam bentuk memberikan dukungan menuntut/menggugat berdasarkan pasal 1365
pelatihan, stratategi pemasaran, grup KUH Perdata, jika suatu perseroan yang belum
periklanan dan pengaturan pembeliannya. terdaftar tersebut telah beroperasi dan
memperoleh keuntungan secara ekonomi dari
pemakaian nama yang mirip tersebut
(Gautama, 1985).
PERKEMBANGAN REGULASI
Dalam perkembangannya, lisensi merk juga
Eksistensi bisnis waralaba telah mengalami mendapat pengakuan dalam UU Merek No:
perkembangan yang cukup signifikan serta 19/1992 yang diperbaharui dengan UU. No:

160 Jurnal Liquidity: Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012: 159-166


14/1997 dalam Bab V, bagian kedua dari pasal
44 sampai dengan pasal 50. Demikian pula
halnya dengan logo-tipe memperoleh Adapun rumusan waralaba yang berkaitan
pengakuan secara hukum dalam putusan dengan PP No. 16/1997 dapat diuraikan
Mahkamah Agung Nomor 1237/K/Sip/1982 sebagai berikut:
tertanggal 31 januari 1983 dalam perkara merk
Colombus, dimana logo–tipe dirumuskan a. Waralaba adalah suatu perikatan.
sebagai “sifat lahiriah mengenai bentuk Rumusan tersebut menyatakan waralaba
gambar, simbol, desain, serta hurup-hurup tunduk kepada ketentuan umum mengenai
yang dijadikan merk dan sifat lahiriah itulah perikatan yang terdapat dalam KUH
yang menjadi alat pembeda antara merk yang Perdata (BW).
satu dengan merk yang lainnya”.
b. Waralaba melibatkan hak untuk
memanfaatkan dan menggunakan HaKI
Kemudian terkait perlindungan desain
atau penemuan atau cirri khas usaha.
produk industri (tekait dengan merk jasa)
Adapun hak atas kekayan intelektual
pemerintah mengeluarkan UU. No. 5/1984
meliputi merk, nama dagang, logo, desain,
tentang Perindustrian, sedangkan terkait
hak cipta, rahasia dagang serta paten.
dengan hak cipta diatur dalam UU. No. 6/1982
Sedangkan penemuan atau ciri khas usaha,
yang diubah dengan UU No. 7/1987. Dengan
misalnya system manajemen serta cara
demikian secara historis bisnis waralaba
penjualan atau penataan atau ciri distribusi
memiliki perlindungan hukum, walaupun
yang merupakan karekteristik khusus dari
Peraturan Pemerintah tentang Waralaba baru
pemiliknya.
diatur secara implisit dalam PP. No. 16/1997
tentang Waralaba. c. Waralaba diberikan dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan dan/atau penjulan
Jadi dalam hal ini waralaba memiliki barang/jasa. Ketentuan ini mensyaratakan
hubungan segitiga antara perusahaan, merk bahwa waralaba tidaklah diberikan dengan
sera goodwill-nya dan ketiganya saling terkait cuma-cuma. Pemberian waralaba senan-
(Setiawan, 1991). Selain itu, telah menjadi fakta tiasa dikaitkan dengan imbalan/
bahwa goodwill suatu perusahaan memiliki nilai kompensasi yang diminta oleh pemberi
tersendiri. Oleh karena itu, goodwill tidak dapat waralaba dari penerima waralaba.
dipisahkan dari bisnis. Pihak franchisee
diperkenankan menggunakan goodwill dari PP. No. 42/2007 tentang Waralaba Juncto
perusahaan franchisor sehingga harus diakui Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-
bahwa sebenarnya daya hidup perusahaan DAG/PER/8/2008
franchisee bergantung pada goodwill dan tetap
berada di tangan franchisor.
Lahirnya PP ini dilandasi oleh kehendak
PP No. 16/1997 pemerintah meningkatkan pembinaan usaha
waralaba di seluruh Indonesia sehingga perlu
PP ini dikeluarkan untuk mengembangkan mendorong pengusaha nasional, terutama
kegiatan waralaba sebagai upaya pemerintah UKM tumbuh sebagai usaha waralaba nasional
memperluas kesempatan kerja, kesempatan yang andal dan mempunyai saing dalam negeri
berusaha dan upaya meningkatkan pelak- dan luar negeri, khususnya dalam memasarkan
sanaan alih teknologi serta memberikan produk dalam negeri. Pemerintah memandang
kepastian hukum bagi dunia usaha yang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas
menjalankan usaha waralaba, terutama franchisor, baik franchisor dalam negeri maupun
pengaturan, pembinaan dan pengembangan dari luar negeri guna menciptakan transformasi
waralaba. informasi usaha yang dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh usaha nasional dalam

Pengaturan Waralaba di Indonesia (M. Muchtar Riva’i) 161


memasarkan barang dan/atau jasa melalui nama perniagaan dan merk, sistem pembuatan
bisnis waralaba. Di samping itu pemerintah serta tata cara pengemasan, penyajian dan
perlu menyusun data waralaba, baik jumlah pengedaran.
maupun jenis yang diwaralabakan.
Selain itu, dalam sistem waralaba
Dalam PP ini, waralaba didefiniskan mempunyai suatu hal yang abstrak yang
sebagai “hak khusus yang dimiliki oleh orang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu citra
perorangan atau badan usaha terhadap sistem (image) atau nama baik (goodwill) tertentu. Citra
bisnis dengan cirri khas usaha memasarkan dan nama baik diperlukan dalam dunia bisnis,
barang dan jasa yang telah terbukti berhasil dan dimana unsur persaingan serta upaya merebut
digunakan oleh pihak lain berdasarkan pangsa pasar memegang peran yang amat
perjanjian waralaba”. besar.

Sesuai definisi di atas, maka berdasarkan Dengan menggunakan nama merk dan
pasal 3 PP Juncto Pasal 2 ayat (1) tersebut, sistem eksploitasi, maka usaha yang dimiliki
bisnis waralaba jika memenuhi persyaratan: oleh penerima waralaba mendapatkan citra
serta nama baik pemberi waralaba yang telah
1. Bisnis itu memiliki ciri khas usaha; tertanam kokoh di masyarakat. Sebagai contoh
pembeli KFC, di mana pun ia membelinya ia
2. Terbukti telah memiliki keuntungan;
mengharapkan dan memperoleh barang
3. Memiliki standar atas pelayanan barang dengan mutu, rasa dan layanan yang sama,
dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat begitu jasa pemakai jasa jaringan Hotel Hilton
secara tertulis; di seluruh dunia mengharapkan mutu layanan
yang sama dimana pun Hotel Hilton itu berada.
4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
5. Adanya dukungan yang berkesinambung- Dalam bisnis waralaba yang terkait dengan
an; perundang-undangan HaKI antara lain sebagai
6. Hak kekayaan Intelektual yang telah berikut:
terdaftar.
1. UU No. 15/2001 tentang Merk
Selain itu berdasarkan pasal 8 PP No.
42/2007, pemberi waralaba harus memberikan Merk adalah tanda yang berupa gambar,
pelatihan, bimbingan operasional manajemen, nama, kata, hurup-hurup, angka-angka,
pemasaran, penelitian dan pengembangan susunan warna atau kombinasi dari unsur-
kepada penerima waralaba secara berke- unsur tersebut yang memiliki daya
sinambungan, karena jika hal ini tidak pembeda dan digunakan dalam kegiatan
dilakukan pemberi waralaba dapat dikenakan perdagangan barang dan jasa yang
sanksi administratif berupa pencabutan Surat didaftarkan kepada Dirjen HaKI
Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia.

Selanjutnya, dalam pasal 40 ayat (1),


RELASINYA DENGAN HaKI dimana salah satu perolehan hak merk bisa
diperoleh dengan cara perjanjian, selain
Dari segi bisnis, waralaba berhubungan waris, hibah dan wasiat. Salah satu cara
dengan jaringan pembuatan dan/atau memperoleh hak merk dengan perjanjian
distribusi barang atau jasa dengan suatu lisensi izin penggunaaan merk, karena
standar serta sistem eksploitasi tertentu. apabila sesorang yang menggunakan merk
Pengertian standar serta sistem eksploitasi orang lain tanpa izin, maka pemilik merk
mengandung arti kesamaan dalam penggunaan dapat menuntut secara perdata (pasal 76

162 Jurnal Liquidity: Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012: 159-166


dan 77 dan pidana (pasal 90 s/d 93 UU 4. UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang
merk).
Hukum rahasia dagang terbentuk dari
2. Hak Paten (UU No. 14/2001) berbagai kasus yang memiliki elemen
kontrak, kejujuran kekayaan, kewajiban
Paten adalah “hak ekslusif yang diberikan berdasarkan kepercayaan dan i’tikad baik.
oleh negara kepada inventor atas hasil Secara konsep, rahasia dagang adalah
invensinya di bidang teknologi, yang informasi termasuk di dalamnya adalah
selama waktu tertentu melaksanakan formula, pola, kumpulan data/informasi,
invensinya tersebut atau memberikan program, alat, metode/cara, proses yang
persetujuannya kepada pihak lain untuk memiliki nilai ekonomis, karena tidak
melaksanakannya“ (pasal 1 angka 1 UU diketahui oleh umum dan diupayakan tetap
Paten). terjaga kerahasiannya (Margono dan
Angkasa, 2002).
Paten dapat berupa: (a) proses produksi;
atau (b) hasil produksi; atau (c) Istilah rahasia dagang kadang-kadang juga
penyempurnaan proses produksi; atau (d) digantikan dengan istilah confidential
penyempurnaan hasil produksi; atau (e) information. Unsur rahasia dagang
pengembangan proses produksi. memegang peranan sangat penting
terutama dalam waralaba yang termasuk
3. Hak cipta (UU No. 19/2002) chain–style business, ialah resep pembuatan
seperti dalam waralaba di bidang kuliner
Hak Cipta adalah “hak ekslusif bagi seperti KFC, Pizza Hut, Restoran Padang
pencipta atau penerima hak untuk Garuda, Sederhana dll (Sutedi, 2008).
mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu Rahasia dagang mendapat perlindungan
dengan tidak mengurangi pembatasan- apabila informasi tersebut bersifat rahasia,
pembatasan menurut peraturan perundang- mempunyai nilai ekonomi dan
undangan yang berlaku“ (pasal 1 angka 1 dipertahankan kerahasiannya melalui
UU Hak cipta). upaya-upaya sebagaimana mestinya atau
pihak-pihak yang menguasainya telah
Ciptaan adalah “hasil karya setiap pencipta melakukan langkah-langkah yang layak
yang menunjukkkan keasliannya dalam dan patut. Dalam ketentuan ini, tidak ada
lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra pendaftaran rahasia dagang pada Dirjen
(pasal 1 ayat 3); sementara pemegang hak HaKI, hanya perjanjian lisensinya yang
cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak dapat dialihkan atau disewakan dengan
cipta, atau pihak yang menerima hak cara memberikan persetujuan dengan pihak
tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang lain untuk membuat, menjual, menye-
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang wakan, memakai, menyediakan untk dijual
menerima hak tersebut (pasal 1 angka 4 UU atau disewakan hasil produksi yang
hak cipta). Setiap orang yang mem- menggunakan rahasia dagang atau desain
pergunakan ciptaan orang lain tanpa izin industeri yang diatur dalam perjanjian
pencipta dapat dituduh sebagai perbuatan lisensi (Margono dan Angkasa, 2002).
pidana sebagai diatur dalam pasal 72 s/d 73
UU hak cipta.

Pengaturan Waralaba di Indonesia (M. Muchtar Riva’i) 163


RELASINYA DENGAN PERUNDANG- c. Penghasilan yang diterima dalam
UNDANGAN LAINNYA kegaiatan usaha sebagai Pajak
penghasilan;
Selain berhubungan dengan UU yang d. Pajak Pertambahan Nilai.
berkaitan denggan HaKI, waralaba ber-
hubungan dengan beberapa peraturan- 3. Kegiatan Waralaba dengan UU No. 3/1982
peraturan perundang-undang lain, yakni tentang Wajib Daftar Perusahaan
sebagai berikut:
Pasal 1 hurup a UU No.3/1982 tentang
1. Waralaba dengan UU No. 13/2003 tentang Daftar Perusahaan menjelaskan: “daftar
Ketenagakerjaan perusahaan adalah daftar catatan resmi
yang diadakan menurut atau berrdasarkan
Hukum ketenagakerjaan pada hakikatnya ketentuan UU ini dan peraturan pe-
punya peranan untuk menjamin ke- laksanaan UU ini dan memuat hal-hal yang
dudukan sosial ekonomi tenaga kerja serta wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan
arah yang harus ditempuh dalam mengatur serta disahkan oleh pejabat yang ber-
hubungan sosial ekonomi, melindungi hak- wenang dari kantor pendaftaran
hak fundamental tenaga kerja seperti hak perusahaan”.
atas upah, hak atas keselamatan kerja dan
kesehatan kerja. Pasal 7 dan pasal 8 UU No. 3/1982
perusahaan yang wajib didaftarkan adalah:
Dengan demikian UU No. 13/2003 “perusahaan yang berkedudukan dan
menetapkan standar minimal, keseim- menjalankan usahanya di wilayah RI,
bangan antara hak dan kewajiban dan termasuk kantor cabang, anak perusahaan,
menciptakan ketenangan kerja dan ke- agen dan perwakilan dari perusahaan yang
tentraman usaha. Hukum Ketenagakerjaan mempunyai kewenangan untuk
berlaku pada perjanjian waralaba karena mengadakan perjanjian, termasuk koperasi,
penerima waralaba dalam menjalankan persekutuan, perorangan dan perusahaan
usaha waralaba memperkerjakan orang lain lainnya baik yang sudah berbadan hukum
sebagai pekerja sehingga tercipta hubungan atau bukan berbadan hukum.
kerja, di mana antara keduanya memiliki
hak dan kewajiban. Pengusaha waralaba Selain mempunyai daftar perusahaan,
selain mempunyai kewajiban kepada usaha waralaba diwajibkan mempunyai
pekerja juga memiliki kewajiban kepada Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP),
pemerintah setiap tahun dalam laporan sesuai keputusan Menteri Perindustrian
kegiatan usahanya berdasarkan UU No. dan Perdagangan No. 289/Mpp/kep/2001
7/1981 tentang Wajib Lapor tentang Ketentuan Standar Pemberian Surat
Ketenagakerjaan di Perusahaan. Izin Usaha dan perdagangan (SIUP).

2. Waralaba dengan UU di bidang Perpajakan 4. Waralaba dengan UU No. 5/1999 tentang


Larangan praktik Monopoli
Dalam bisnis waralaba terdapat transaksi
yang terutang, yaitu: UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik
a. Penyerahan jasa dari pemberi waralaba Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
kepada penerima waralaba berupa Sehat memberikan pengecualian untuk
penggunaan hak merk; tidak memberlakukan ketentuan-ketentuan
yang dilarang dalam UU tersebut yang
b. Penyerahan barang kena pajak (BKP); berkaitan dengan waralaba sebagaimana
yang diatur dalam pasal 50 hurup b.

164 Jurnal Liquidity: Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012: 159-166


Selanjutnya, agar tidak terjadi penyalah- MENATA WARALABA DENGAN
gunaan ketentuan tersebut, Komisi KEMITRAAN
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
mengeluarkan Peraturan KPPU No. 6/2009 Melakukan kajian hukum yang berdimensi
tentang Pedoman Pengecualian Penerapan ekonomi tanpa melihat pasal 33 UUD 1945,
UU No. 5/1999 terhadap perjanjian yang dapat dipastikan kajian hukum tersebut akan
berkaitan dengan waralaba. tidak akurat. UU No. 20/2008 tentang UMKM
di dalam pasal 25 menyatakan:
Dalam menerapkan ketentuan pasal 50
hurup b yang berupa pengecualian UU No. 1. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia
5/1999, khususnya yang berkaitan dengan usaha dan masyarakat memfasilitasi
perjanjian waralaba, KPPU dalam me- kegiatan kemitraan yang saling mem-
laksanakan tugas dan wewenangnya butuhkan, mempercayai, memperkuat dan
mempergunakan pertimbangan sebagai menguntungkan;
berikut:
2. Kemitraan antara UKM dan menengah dan
1. Kriteria waralaba sebagaimana yang kemitraan antara UMKM dengan usaha
diatur dalam pasal 3 PP No. 42/2007 besar mencakup proses alih keterampilan di
tentang Waralaba; bidang produksi dan pengolahan,
2. Kriteria perjanjian waralaba dan pemasaran, permodalan, sumber daya
pendaftarannya sebagaimana diatur manusia dan teknologi.
dalam pasal 4, pasal 5, pasal 10 dan
pasal 11 PP Nomor 42 tahun 2007 Pasal 26 UU UMKM menyatakan:
tentang warallaba terpenuhi; “kemitraan dilaksanakan dengan pola: inti
plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan
3. Pembuatan perjanjian harus tetap
umum dan seterusnya.
mengacu pada ketentuan pasal 1 angka
7 UU Nomor 5 tahun 1999, pasal 1320
Jadi UU No. 20/2008, sangat mem-
dan pasal 1338 KUH Perdata;
perhatikan pentingnya kemitraan dalam
4. Perjanjian waralaba merupakan bentuk berbisnis waralaba. Oleh karenanya upaya-
kemitraan sebagaimana diatur dalam upaya penataan usaha waralaba di Indonesia
pasal 26 hurup c jo pasal 29, pasal 35 hendaknya berorientasi untuk memberikan
dan pasal 36 ayat (1) UU No. 20/2008 dukungan penuh pada waralaba yang berbasis
tentang Usaha Mikro, Kecil dan UMKM. Kemunculan usaha waralaba lebih
Menengah; dipicu dan didominasi oleh faktor peluang
bisnis (business opportunity). Karena itu,
5. Isi perjanjian waralaba tidak berpotensi
memajukan dan menumbuhkan bisnis
melanggar prinsip larangan praktik
waralaba membutuhkan kredibilitas,
monopoli dan persaingan usaha tidak
kemampuan diferensiasi produk dan jasa yang
sehat;
manajemennya tertata secara baik.
6. Beberapa contoh kriteria perjanjian
waralaba yang berpotensi melanggar
prinsip larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, sehingga KESIMPULAN
ketentuan pasal 50 hurup b tidak dapat
diterapkan.
Sebelum sebuah usaha UKM diwaralaba-
kan, dibutuhkan pengetahuan yang meyeluruh
tentang mekanisme kerja bisnis ini, karena jika
ditelaah secara seksama bidang usaha UKM

Pengaturan Waralaba di Indonesia (M. Muchtar Riva’i) 165


yang melakukan waralaba harus menguasai DAFTAR PUSTAKA
prasyarat sebagai berikut:
Gautama, S., 1985, Aneka Masalah Hukum Perdata
Internasional, PT Alumni, Bandung
1. Studi kelayakan bisnis waralaba perlu
dilakukan sebagai langkah awal apakah
Hardjowidagdo, R., 1993, Perspektif Pengaturan
bidang bisnis yang ditekuninya terutama
Perjanjian Franchise, Makalah Pada
produk-produknya layak untuk diwarala-
Pertemuan Ilmiah Tentang Usaha Franchise
labakan;
Dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi,
2. Penguasaan potensi dan peluang pasar Jakarta BBPHN, tangggal 14-16 Desember
sangat perlu dimiliki pengusaha UMKM 1993
yang akan mewaralabakan bisnisnya;
Khairandy, R., 1997, Franchise dan Kaitannya
3. Mempelajari dan memahami regulasi- Sebagai Sarana Alih Teknologi: Suatu Tinjauan
regulasi yang terkait dengan waralaba, Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, No. 4, Vol 7,
sehingga bisnisnya bukan lagi menjual Fak. Hukum Universitas Islam Indonesia,
produk tetapi sudah menjual metode dan Yogyakarta,
HaKi yang menjadi hak kekayaan
intelektual sebagaimana telah dijelaskan Majalah Usahawan, 2010, Mengggempur Pasar
bahwa waralaba menyangkut reputasi dan Dengan Sistem Fraanchise, Edisi No. 11
goodwill yang dimilikinya; Tahun XX, November 1991, UI Press
4. Kesiapan SDM yang meliputi aspek
kepemimpinan, kemampuan komunikasi Margono, S. dan Angkasa, A., 2002,
dan orientasi pelayanan yang kuat. Komersialisasi Asset Intelektual (Aspek Hukum
Bisnis), Penerbit Gramedia Widiasarana
Suatu UKM dalam mengembangkan bisnis Indonesia, Jakarta,
usahanya, maka tindak lanjutnya adalah
Setiawan, 1991, Segi-Segi Hukum Trade Mark And
pengorganisasian dan pemantauan prosedur
Licencing, Majalah Varia Peradilan No. 70
standar operasi sangat dibutuhkan agar
kemampuan monitoring dalam melakukan
Sumardi, 1995, Aspek-aspek hukum Franchise dan
pengendalian jaringan bisnis dapat termonitor
Perusahaan Transnasional, Citra Aditya
dan terkontrol secara teratur berdasarkan SOP
Bhakti, Bandung
yang menjadi ciri pembeda dari bisnis
sejenisnya. Di sinilah diperlukan peran
Sutedi, A., 2008, Hukum Waralaba, Cetakan
pemerintah sebagaimana bunyi pasal 25 UU
Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta
No. 20/2008 di atas.

Melalui penyediaan skema pembiayaan dan


konsultasi ahli untuk pematenan produk,
menyusun berbagai bentuk kerjasama dan
proyeksi keuangan bagi UMKM-UMKM yang
berminat terjun ke waralaba. Usaha waralaba
yang berbasis UMKM memiliki peran strategis
dalam membangun ketahanan ekonomi
nasional, karena kontribusinya terhadap
penyerapan tenaga kerja, peluang kesempatan
usaha/entrepreneurship dan percepatan alih
teknologi melalui kerjasama yang saling
menguntungkan bagi pemerataan keadilan
ekonomi yang dibutuhkan Indonesia.

166 Jurnal Liquidity: Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2012: 159-166

Anda mungkin juga menyukai