Anda di halaman 1dari 7

HAK MEREK

Pengertian Merek
Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifi-kasi suatu barang atau jasa sebagai-mana barang
atau jasa tersebut dipro-duksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu konsumen untuk
mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi
dari mereknya yang unik.
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yg dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen
memilih suatu produk, karena merek bukan hanya apa yg tercetak di dalam produk (kemasannya), tetapi merek
termasuk apa yg ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan)
untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang
digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada
konsumen, dan untuk membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha
lain.
Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual.Secara konvensional, merek dapat berupa
nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.Di Indonesia, hak
merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah
sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan dapat diperpanjang,
selama merek tetap digunakan dalam perdagangan
Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan suatu definisi tentang merek yaitu tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Selain menurut batasan juridis beberapa
sarjana ada juga memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu:
1. H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa, Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda
tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.
2. Prof. R. Soekardono, S.H., mmeberikan rumusan bahwa, Merek adalah sebuah tanda (Jawa: siri atau tengger)
dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin
kualitas barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang
atau badan-badan perusahaan lain.
3. Essel R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan seraya
memberikan komentar bahwa, Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara
umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang
dikutip dan dipakai oleh seorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak
ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang
itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
Berdasarkan pendapat-pendapat sarjana tersebut, maupun dari peraturan merek itu sendiri, secara umum penulis
mengambil suatu kesimpulan bahwa yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda ( sign) untuk
membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis, juga sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Hak Atas Merek Sebagai Hak Kekayaan Intelektual


Sama halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual lainnya maka hak merek juga merupakan
bagian dari hak atas intelektual. Selain dari alasan yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini, maka khusus
mengenai hak merek secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek (UUM 2001) bagian menimbang butir a, yang berbunyi: Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan
dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratafikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat
penting,terutama dlam menjaga persaingan usaha yang sehat. Merek produk barang atau jasa sejenis dapat
dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat harga
suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau
dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan jenis produk itu sendiri. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasaan
saja bagi pembeli, benda materilnyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immaterial yang

1
tak dapat memberikan apapun secara fisik, inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan
immateril.

Jenis Merek
UUM Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3
adalah merek dagang dan merek jasa. Jenis merek lainnya menurut Suryatin dibedakan berdasarkan bentuk dan
wujudnya, antara lain yaitu:
1. Merek Lukisan (Bell Mark).
2. Merek Kata (World Mark).
3. Merek Bentuk (Form Mark).
4. Merek Bunyi-bunyian (Klank Mark).
5. Merek Judul (Title Mark).
Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu:
1. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja.
2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidaktidaknya jarang sekali
dipergunakan.
3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali digunakan.
Lebih lanjut Prof. Soekardono, S.H., mengemukakan pendapatnya bahwa, tentang bentuk atau wujud dari merek itu
undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:
1. Cara yang oleh siapapun mudah dapat dilihat ( Beel Mark).
2. Merek dengan perkataan (World Mark).
3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dari merek perkataan.

Persyaratan Merek
Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai
suatu merek, agar merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus
diepenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan kata lain perkataan, tanda
yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuataan untuk membedakan barang hasil
produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan
barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa yang
diproduksi mejadi dapat dibedakan.
Menurut pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini:
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban
umum.
2. Tidak memiliki daya pembeda.
3. Telah menjadi milik umum.
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.

Jenis Merek
* Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
* Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
* Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
dan/atau jasa sejenis lainnya.

2
Fungsi Merek
Untuk memenuhi fungsinya,merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Fungsi merek antara lain:
1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk perusahaan yang lain
(product identity). Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan
reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
2. Sarana promosi dagang (means of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau
pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa. Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik
konsumen dan juga sebagai simbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangnya.
3. Jaminan atas mutu barang atau jasa ( quality guarantee). Hal ini tidak hanya menguntungkan produsen pemilik
merek melainkan juga perlindungan jaminan suatu barang atau jasa bagi konsumen.
4. Penunjukkan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin). Merek merupakan tanda pengenal asal
barang atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa dengan produsen, atau barang atau jasa dengan
daerah/ negara asalnya.

Pendaftaran Merk
Yang dapat mengajukan pendaftaran merek adalah :
* Orang (persoon)
* Badan Hukum (recht persoon)
* Beberapa orang atau badan hukum (pemilikan bersama)

Fungsi Pendaftaran Merek


* Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan.
* Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan
pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis.
* Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam
peredaran untuk barang/jasa sejenis.

Hal-Hal yang Menyebabkan Suatu Merek Tidak Dapat di Daftarkan


* Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.
* Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau
ketertiban umum.
* Tidak memiliki daya pembeda
* Telah menjadi milik umum
* Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Penyelesaian Sengketa Merek


Pada era perdagangan global saat ini, Hak Kekayaan Intelektual merupakan permasalahan yang penting karena
berhubungan dengan masalah ekonomi dan kegiatan bisnis. Indonesia saat ini mengakui adanya Hak Kekayaan
Intelektual dengan meratifikasi Konvensi Hak Kekayaan Intelektual dan Konvensi pembentukan World Trade
Organization (WTO) yang berisi tentang TRIPS ( Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights ). Setelah
meratifikasi konvensi tersebut Indonesia membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Hak
Kekayaan Intelektual antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit terpadu.

Salah satu perlindungan HKI tersebut salah satunya adalah Merek yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek. Meskipun telah diatur, namun tetap saja pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual terutama
dalam hal merek terjadi, antara lain :

3
1. Kasus Merek Restoran Hoka-Hoka Bento dimana salah satu restoran pengguna kata ‘bento’ ditemukan di
Makassar yakni Otobento. Restoran itu juga menyajikan makanan dan minuman khas Jepang. Logonya mirip
dengan Hokben yaitu dua anak kecil. Eka Bogainti mencium penggunaan merek “Otobento” sebagai bentuk
pendomplengan merek Hokben yang sudah terkenal luas.1
2. PT. Krakatau Steel (Persero) menggugat PT Tobu Indonesia ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perusahaan
plat merah itu mengajukan gugatan pembatalan merek Tobu Indonesia lantaran memiliki kemiripan dengan
merek Krakatau Steel yang dalam gugatan disebutkan Tobu Indonesia mendompleng ketenaran merek
Krakatau Steel. Badan Usaha Milik Negara itu memilki merek “KS Pole” dan “KS” atas barang yang
diproduksinya. Sementara Tobu menggunakan nama “KS-TI” sebagai merek dagang untuk barang sejenis
dengan merek “KS”.2
Dari dua contoh kasus diatas permasalahan atas merek memang komplek untuk itu perlu dicari solusinya tentang
penyelesaian sengketa terhadap merek menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001?

Pembahasan
Merek pada saat ini diatur menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Pasal 1 angka 1 UU Merek yang dimaksud
dengan Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa.
Merek harus memiliki daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing) artinya memiliki kekuatan untuk
membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan lainnya. Agar mempunyai daya pembeda, merek itu harus
dapat memberikan penentuan (individual-sering) pada barang atau jasa yang bersangkutan. Merek dapat dicantumkan
pada barang atau pada bungkusan barang atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan
jasa.
Masalah HKI (Hak Kekayaan Intelektual) termasuk Merek merupakan permasalahan bisnis yang besar menimbulkan
sengketa. Beberapa karakteristik sengketa bisnis didasarkan beberapa parameter
1. Parameter subyek, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa bisnis baik secara langsung maupun tidak
langsung terkena kepentingannya, dalam hal ini dapat berupa perorangan ( persoon), maupun badan hukum
(rechtspersoon) seperti perusahaan, yayasan, dll.
2. Parameter obyek, yaitu apa yang menjadi persoalan dalam suatu sengketa bisnis terutama adalah hal-hal yang
berkaitan dengan pelanggaran dan penyimpangan aktivitas bisnis beserta segala akibat hukumnya, seperti terjadinya
wanprestasi, kecurangan, perbedaan interpretasi terhadap aturan hukum, persaingan tidak sehat, pemalsuan,
penipuan, dsb. Oleh karenanya adanya pelanggaran dan penyimpangan seperti itu menyebabkan kepentingan salah
satu pihak dirugikan oleh pihak yang lain, sehingga timbullah sengketa bisnis tersebut.
3. Parameter hukum yang berlaku, yaitu aturan hukum manakah yang mengatur aktivitas bisnis, karena aktivitas bisnis
haruslah tunduk pada hukum yang berlaku baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis/ kebiasaan, konvensi-
konvensi, perjanjian internasional, yurisprudensi, dsb.
4. Parameter inisiatif dan keaktifan berperkara, adalah ditentukan atau tergantung dari para pihak-pihak yang
berperkara. Sengketa bisnis pada umumnya adalah sengketa privat, oleh karena itu pihak-pihak yang berperkara yang
harus aktif dalam penyelesaian perkara, mulai dari mengajukan perkaranya, mempertahankannya dan mengikuti aturan
main penyelesaian sengketa yang berlaku. Ketidakaktifan dalam berperkara dapat berakibat merugikan
kepentingannya, yaitu perkaranya dikalahkan.
5. Parameter forum, penyelesaian sengketanya, yaitu semua forum atau lembaga penyelesaian sengketa perdata yang
memungkinkan diselesaikannya sengketa bisnis baik melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi dengan segala kelebihan
dan kekurangannya.

Penyelesaian sengketa terhadap merek diatur di dalam hukum Indonesia antara lain :

1. Penyelesaian Sengketa Alternatif ( Alternatif Dispute Resolution)


Penyelesaian Sengketa Alternatif dalam penyelesaian sengketa merek diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek, selain dalam Undang-Undang Merek penyelesaian sengketa alternatif lebih khusus
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian
Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
4
Berdasarkan ketentuan diatas maka dapat dilihat ada beberapa macam penyelesaian sengketa alternatif yaitu :
a. Konsultasi
Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun1999 tidak dirumuskan pengertian konsultasi. Pengertian konsultasi
menurut Black Law Dictionary yang pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara
suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut.6
Klien tidak terikat atau berkewajiban untuk memenuhi pendapat pihak konsultan. Klien bebas untuk menentukan sendiri
keputusan yang akan diambil untuk kepentingannya sendiri, walau tidak tertutup kemungkinannya untuk
mempergunakan pendapat yang disampaikan pihak konsultan. Konsultan hanya bertugas memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana diminta kliennya, selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut diambil
sendiri oleh para pihak.
b. Negosiasi
Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada dasarnya para pihak dapat berhak untuk
menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut
selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.
Negosiasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa alternatif yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa
atau kuasanya secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Para
pihak yang bersengketa yang secara langsung melakukan perundingan atau tawar-menawar sehingga menghasilkan
suatu kesepakatan bersama. Para pihak yang bersengketa sudah barang tentu telah berdiskusi atau bermusyawarah
sedemikian rupa agar kepentingan-kepentingan dan hak-haknya terakomodir menjadi kepentingan/ kebutuhan bersama
para pihak yang bersengketa. Pada umumnya kesepakatan bersama tersebut dituangkan secara tertulis.8
c. Mediasi
Mediasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang tidak memihak
(imparsia) yang turut aktif memberikan bimbingan atau arahan guna mencapai penyelesaian. Namun ia tidak berfungsi
sebagai hakim yang berwenang mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap berada pada tangan para pihak yang
bersengketa.
Dalam kaitan dengan Mediasi menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan
atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan ”seorang atau lebih
penasehat ahli” maupun melalui seorang mediator. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara
tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan tertulis, wajib
didaftarkan ke Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan dan
wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
Mediasi ini pada dasarnya telah diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 02 tahun 2003 yang
dimana sejak 31 Juli 2008, Mahkamah Agung sudah menerbitkan beleid baru tentang prosedur mediasi di pengadilan.
Beleid dimaksud adalah Perma No. 1 Tahun 2008.
c. Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih,
dimana pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara profesional
sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
Konsiliator dalam proses konsiliasi ini memiliki peran yang cukup berarti, oleh karena konsilisator berkewajiban untuk
menyampaikan pendapatnya mengenai duduk persoalan dari masalah atau sengketa yang dihadapi, aternatif cara
penyelesaian sengketa yang dihadapi, bagaimana cara penyelesaian yang terbaik, apa keuntungan dan kerugian bagi
para pihak, serta akibat hukumnya.10

2. Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase


Arbitrase adalah institusi hukum alternatif bagi penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sebagian besar pengusaha
lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka melalui arbitase daripada pengadilan karena beberapa
alasan yaitu:
a. Pengusaha asing lebih suka menyelesaikan sengketa melalui arbitase diluar negeri karena menggangap sistem
hukum dan pengadilan setempat berbeda bagi mereka. Sebenarnya alasan inipun tidak terlalu benar karena mereka
bisa menunjuk pengacara setempat untuk mewakili mereka di depan pengadilan.
b. Pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim negara berkembang tidak menguasai sengketa-
sengketa dagang yang melibatkan hubungan-hubungan niaga dan keuangan internasional yang rumit. Alasan ini
sepenuhnya juga tidak benar karena hakim dapat memanggil saksi ahli.
5
c. Pengusaha Negara maju beranggapan penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu yang lama
dan ongkos yang besar, karena proses pengadilan yang panjang dari tingkat pertama sampai tingkat Mahkamah
Agung.
d. Keengganan pengusaha asing untuk menyelesaikan sengketa didepan pengadilan bertolak dari anggapan bahwa
pengadilan akan bersikap subyektif kepada mereka, karena sengketa diperiksa dan diadili berdasarkan bukan hukum
Negara mereka, oleh hakim bukan dari Negara mereka.
e. Penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, dan hasilnya akan dapat
merenggangkan hubungan dagang diantara mereka. Penyelesaian sengketa melalui arbitase dianggap dapat
melahirkan putusan yang komporomis, yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
f. Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase tertutup sifatnya, sehingga tidak ada publikasi mengenai sengketa yang
timbul. Publikasi mengenai sengketa suatu yang tidak disukai oleh para pengusaha.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud dengan Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya, arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
a. Klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa
(Pactum de comprometindo)
b. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis)

3. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan


Penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga oleh pihak pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis, yaitu :
a. Gugatan ganti rugi, dan/ atau
b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan dengan menggunakan
merek tersebut.
Persamaaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek
yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam
merek-merek tersebut. Gugatan sebagaimana disebutkan di atas diajukan kepada Pengadilan Niaga gugatan atas
pelanggaran Merek dapat diajukan oleh penerima Lisensi Merek terdaftar, baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan pemilik Merek yang bersangkutan. Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih
besar, atas permohonan pemilik Merek atau penerima Lisensi selaku penggugat, hakim dapat memerintahkan tergugat
untuk menghentikan produksi, peredaran dan atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan Merek tersebut
secara tanpa hak. Dalam hal tergugat dituntut juga menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak,
hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan
pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.
Selain melalui Pengadilan Niaga penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan di Pengadilan Negeri dengan perkara
pidana dimana Undang-undang Merek memberikan ancaman pidana kepada setiap orang yang menggunakan Merek
yang sama pada keseluruhannya ataupun yang sama pada pokoknya. Kedua bentuk perbuatan ini diklasifikasikan
sebagai kejahatan. Besarnya ancaman pidana,ditentukan dalam ketentuan Pasal 90 dan Pasal 91, sebagai berikut :

Pasal 90 :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek
terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)”.
Pasal 91 :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.

Penutup

6
Dari beberapa macam penyelesaian diatas maka menurut hemat penulis bahwa penyelesaian sengketa merek menurut
hukum positif indonesia menngunakan dua cara, yaitu litigasi dan non litigasi antara lain :
1. Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Penyelesaian Arbitrase
Penyelesaian sengketa alternatif dan arbitrase dianggap sebagai penyelesaian yang dapat diselesaikan secara win-win
solution karena kedua penyelesaian ini dianggap sebagai penyelesaian yang tidak memakan waktu dan dapat menekan
biaya. Dalam pemeriksaan di persidangan Arbitrase tidaklah berbeda dengan acara pemeriksaan perkara perdata
sebagaimana diatur di dalam HIR maupun RBg, yang membedakan adalah persidangan arbitrase tertutup untuk umum
sedangkan pengadilan umum terbuka untuk umum, karena didalam Arbitrase sengketa para pihak dijamin
kerahasiannya.
2. Penyelesaian melalui pengadilan
Penyelesaian melalui pengadilan merupakan penyelesaian yang diambil paling akhir atau istilahnya Ultimum Remidium
dimana penyelesaian ini diambil apabila dianggap seluruh jalan penyelesaian yang lain tidak menemukan titik temu
antara para pihak. Dalam Penyelesaian merek melalui pengadilan terutama kepada pengadilan niaga ada 3 (tiga)
macam yaitu gugatan penghapusan pendaftaran merek, gugatan pembatalan merek, dan gugatan ganti rugi.

Anda mungkin juga menyukai