Anda di halaman 1dari 19

BAB III

DEFINISI MEREK MENURUT PARA AHLI DAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN

INDIKASI GEOGRAFIS

A. Definisi Merek Menurut Para Ahli dan Undang - Undang

Menurut R.M Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis

yaitu: Merek kata yang terdiri kata - kata saja, misalnya: Good Year, Dunlop

sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda; Merek lukisan adalah merek yang

terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak - tidaknya jarang sekali

dipergunakan; Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan,

misalnya: rokok putih merek ”Escort” yang terdiri dari lukisan iring - iringan

kapal laut dengan tulisan di bawahnya “Escort”, Teh wangi merek “pendawa”

yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya

“pendawa lima”.

Merek menurut Yusran Isnaini adalah tanda yang berupa gambar, nama,

kata, huruf - huruf, angka - angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur -

unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa.63 Menurut Prof. Molengraaf, merek adalah dengan

mana dipribadikanlah sebuah barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang,

dan jaminan kualitasnya sehingga bias dibandingkan dengan barang - barang

63
Yusran Isnaini, Buku Pintar Haki, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 33.

61
62

sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain. 64

Menurut H.M.N Purwo Sutjipto, merek dapat diartikan suatu tanda, dengan mana

suatu benda tertentu dipribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain

yang sejenis.65 Menurut Vollmar, memberikan rumusan tentang merek bahwa

suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di

atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan

barang - barang yang sejenis lainnya.66

Merek menurut Haris Munandar dan Sally Sitanggang adalah tanda

pembeda sebagai penanda identitas produk yang dihasilkan, sekaligus untuk

membedakannya dengan produk lainnya.67 Rahmi Jened merek (trademark) yaitu

suatu tanda daya pembeda yang digunakan untuk perdangan barang atau jasa.

Untuk itu merek harus memiliki elemen: tanda dengan daya pembeda; tanda

tersebut harus digunakan; untuk perdagangan barang atau jasa.68

Berdasarkan pendapat - pendapat sarjana tersebut, dapat disimpulkan

bahwa yang diartikan dengan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan

barang dan/atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang

atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang dan/atau jasa yang sejenis

yang dihasilkan oleh orang lain, dengan memiliki daya pembeda maupun sebagai

jaminan mutu yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

64
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung. 1993. hlm. 121.
65
H .M. N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia,
Djambatan, Jakarta. 1984. hlm. 82.
66
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, cetakan 8, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013, hlm. 343-344.
67
Ibid., hlm 50.
68
Rahmi Jened, Hukum Merek Trademark Law dalam Era Global Integrasi Ekonomi, ,
Prenada Media Grup, Jakarta. 2015. hlm. 1.
63

Pengertian merek secara yuridis menurut Undang - Undang Nomor 20


Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dalam Pasal 1 butir 1
disebutkan:
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa
gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2
(dua) dimensi dan/ atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi
dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau
jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang dan/atau jasa”.

Pengertian merek sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat (1) TRIPs

Agreement adalah sebagai berikut:

“Any sign or any combination of signs, capable of distinguishing,


the goods of services of one undertaking from those of other undertakings,
shall be capable of constituting a trademark. Suchs signs, in particular
words including personal names, letters, nummerals, figurative element
and combinations of colours as well as any combination of such signs,
shall be eligible for registration as trademark. Where signs are not
inherently capable of distinguishing the relevant goods or services,
members may make registrability depend on distinctiveness acquired
through use. Members may require, as a condition of registration, that
signs be visually perceptible”.

Merek merupakan suatu tanda yang dapat menunjukan identitas barang

dan atau jasa, yang menjadi pembeda suatu barang dan atau jasa yang dihasilkan

oleh seseorang, beberapa orang maupun suatu badan hukum dengan barang dan

atau jasa sejenis milik orang lain, yang memiliki kekuatan perbedaan yang cukup,

yang dipakai dalam produksi perdagangan. Merek adalah suatu tanda, tetapi agar

tanda tersebut dapat diterima maka merek harus mempunyai daya pembeda. 69

Untuk mempunyai daya pembeda maka merek yang bersangkutan harus dapat

memberikan penentuan atau jaminan atas mutu dari barang yang bersangkutan.70

69
Suyud Margono dan Lingginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek,
Novirindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2002, hlm. 27.
70
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hukum Merek Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993, hlm. 40.
64

B. Pengertian dan Ketentuan Merek Asing Terkenal

Prinsip penting yang di dapat dari Konvensi Paris adalah tentang

persamaan perlakuan yang mutlak antara orang asing dengan warga negara

sendiri. Yaitu prinsip “National Treatment” atau prinsip asimilasi (Principle of

Assimilation) yaitu seorang warga negara dari suatu negara peserta uni, akan

memperoleh pengakuan dan hak - hak yang sama seperti seorang warga negara

dimana mereknya didaftarkan.71

Prinsip “National Treatment” atau prinsip asimilasi (Principle of

Assimilation) dimaksudkan untuk melindungi merek asing yang didaftarkan di

negara peserta Konvensi Paris termasuk Indonesia. Pengertian merek asing

menurut perundang - undangan di Indonesia tidak didefinisikan secara pasti.

Berdasarkan Pasal 5 Ayat (3) Undang - Undang No. 20 Tahun 2016 dapat ditarik

kesimpulan mengenai pengertian merek asing yaitu suatu merek yang diajukan

oleh pemilik yang berhak atas merek tersebut yang tidak bertempat tinggal atau

berkedudukan tetap di luar wilayah negara Indonesia.

Merek Terkenal dalam bahasa asing diterjemahkan menjadi “well-known

marks”. Ketentuan Merek Terkenal juga terdapat dalam artikel 6 bis Konvensi

Paris. Pasal tersebut menentukan bahwa Merek Terkenal yang telah dipakai oleh

pemakai Merek yang beritikad tidak baik, maka selalu dapat dimintakan

pembatalannya atau dilakukan pembatalan oleh Pejabat Pendaftaran. Dalam Pasal

6 bis Ayat (3) menyatakan bahwa :

“No time limit shall be fixed for requesting the cancellation or of the use
of marks registered or used in bad faith”.
71
Muhammad Djumnaha dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 129.
65

“Tidak ada batas waktu yang ditetapkan bagi permohonan pembatalan atau
pelarangan penggunaan merek terdaftar atau penggunaan merek tanpa
seizin.”

Definisi atau kriteria tentang Merek Terkenal (well-known mark)

diserahkan kepada masing-masing negara anggota Konvensi Paris. Pengertian

Merek Terkenal (well-known mark) di Indonesia mengacu pada Yurisprudensi

Mahkamah Agung RI Nomor 1486 K/pdt/1991 yang menyatakan bahwa:

“Pengertian Merek Terkenal yaitu apabila suatu merek telah beredar keluar
dari batas - batas regional sampai batas-batas internasional, dimana telah
beredar keluar negeri asalnya dan dibuktikan dengan adanya pendaftaran
merek yang bersangkutan di berbagai negara.”

Faktor - faktor yang mempertimbangkan apakah suatu merek terkenal atau

tidak antara lain:

1. Tingkat pengetahuan atau pengakuan mengenai merek tersebut dalam sektor

publik yang bersangkutan.

2. Masa, jangkauan, dan daerah geografis dari penggunaan merek.

3. Masa, jangkauan dan daerah geografis dari promosi merek, termasuk

pengiklanan dan publisitas serta presentasi pada pameran dari barangbarang

atau jasa merek tersebut.

4. Masa dan daerah geografis dari setiap pendaftaran dan setiap aplikasi

pendaftaran sampai pada satu tingkat sehingga merefleksikan penggunaan

atau pengakuan merek.

5. Catatan dari penegakan hukum yang berhasil atas hak yang melekat pada

merek sampai pada suatu tingkat dimana merek tersebut diakui sebagai merek

terkenal oleh pejabat yang berwenang.


66

6. Nilai yang berkaitan dengan merek tersebut.72

Untuk memperoleh suatu predikat merek terkenal terhadap produk baik

barang dan/atau jasa bukanlah hal yang mudah. Pemilik merek membutuhkan

waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk menjadikan mereknya terkenal. Salah

satu caranya adalah dengan mendaftarkan mereknya diberbagai negara. Hal itu

menuntut diperlukannya ketentuan khusus dalam pendaftaran merek terkenal,

karena kalau suatu barang dan/atau jasa sudah terkenal dengan merek tertentu

maka merek inilah yang dijadikan pegangan untuk memperluas jaringan pasar ke

luar negeri dari barang dan/atau yang bersangkutan.

Permohonan pendaftaran merek dalam daftar umum dapat ditolak

sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dan c Undang -

Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, apabila

merek yang didaftarkan memiliki hal - hal sebagai berikut:

1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.

2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang

memenuhi persyaratan tertentu.

Dalam pasal 6 bis Paris Convention versi Stockholm 1967, menentukan

bahwa merek terkenal yang telah dipakai oleh pemakai merek yang beritikad tidak

baik, maka dapat selalu dimintakan pembatalannya atau dilakukan pembatalan

oleh pejabat yang berwenang. Dalam pasal 6 bis ayat (3) menyatakan “No time

72
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT. Alumni,
Bandung, 2005, hlm.74.
67

limit shall be fixed for requesting the cancellation or the prohibition of the use of

marks registered or used in bad faith” maksudnya adalah tidak ada batas waktu

yang ditentukan untuk meminta pembatalan dari merek itu atau larangan untuk

memakai merek terdaftar tersebut jika dipakainya dengan itikad baik.

C. Pembatalan Merek

Apabila terjadi suatu pembajakan atau pemalsuan merek terkenal berikut

dengan produknya, maka upaya hukum yang dilakukan terhadap perbuatan

persaingan curang adalah pembatalan pendaftaran merek yang tidak sah dari

merek terkenal tersebut. Pembajakan atau pemalsuan yang mempunyai merek

terkenal dan berhasil menembus pasar dengan sukses, biasanya perusahaan

pesaing akan mencoba untuk membuat copy produk sejenis. Ada 3 (tiga) bentuk

pelanggaran merek yang perlu diketahui, yaitu:73

1. Trademark piracy (pembajakan merek);

2. Counterfeiting (pemalsuan);

3. Imitations of labels and packaging (peniruan label dan kemasan produk).

Pembatalan merek adalah suatu prosedur yang ditempuh oleh satu pihak

untuk mencari dan menghilangkan eksistensi dari suatu merek dari daftar umum

merek.74 Berbeda dengan penghapusan, gugatan pembatalan pendaftaran merek

hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 Undang - Undang Nomor 20 Tahun

73
Dwi Agustine Kurniasihal, Perlindungan Hukum Merek Terdaftar dari Perbuatan
Passing Off (Pemboncengan Reputasi) Bagian I, Media HAKI, Jakarta, 2008, hlm. 2.
74
Rahmi Jened, Hukum Merek Dalam Era Global & Integrasi Ekonomi, PT. Fajar
Interpratama Mandiri, Jakarta, 2015, hlm. 148.
68

2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Gugatan pembatalan pendaftaran

merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal

didaftarkannya. Gugatan pembatalan merek dapat diajukan tanpa batas waktu

apabila terdapat unsur iktikad tidak baik dan/atau merek yang bersangkutan

bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual dengan mencoret merek yang bersangkutan dari daftar

umum merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan

merek tersebut. Pembatalan pendaftaran diberitahukan secara tertulis kepada

pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan

penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari daftar umum merek, sertifikat

merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pembatalan dan

pencoretan pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum

atas merek yang bersangkutan. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Merek:

1. Pemeriksaan Substantif

Dalam ketentuan Pasal 23, 24, 25, dan 26 Undang - Undang Nomor

20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur tentang

pemeriksaan substantif merek sebagai bagian dari proses permintaan

pendaftaran merek. Pemeriksaan substantif bertujuan untuk menangkal itikad

tidak baik dari pemohon pendaftaran merek, yang berdasarkan Pasal 21

Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis. Suatu merek tidak dapat didaftarkan jika sesuai dengan ketentuan -

ketentuan pada Pasal 20 dan Pasal 21 Undang - Undang Nomor 20 Tahun


69

2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pemeriksaan substantif

dilakukan oleh pemeriksa pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Dalam pemeriksaan substantif dikenal dua dasar penolakan suatu merek yang

diajukan permohonan pendaftarannya, yaitu:75

a. Dasar penolakan absolut (absolut ground of refusal) sebagaimana

dimasksud dalam Pasal 20 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang menjadi dasar penolakan

absolut adalah:

1) Bertentangan dengan Ideologi Negara, peraturan perundang -

undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2) Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

3) Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,

kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau

jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan varietas

tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

4) Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau

khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

5) Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

6) Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

b. Dasar penolakan relatif (relative ground of refusal) sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016


Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan
75

Curang, PT. Alumni, Bandung, 2009, hlm. 134


70

tentang Merek dan Indikasi Geografis. Suatu permohonan pendaftaran

merek akan ditolak jika:

1) Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan:

a) Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu

oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

sejenis;

c) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak

sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d) Indikasi geografis terdaftar;

2) Merupakan atau menyerupai atau singkatan nama orang terkenal,

foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas

persetujuan tertulis dari yang berhak;

3) Merupakan tiruan atau menyerupai nama, atau singkatan nama,

bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu Negara, atau

lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan

tertulis dari pihak yang berwenang; atau

4) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi

yang digunakan oleh Negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas

persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;

5) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad

tidak baik.
71

Pasal 23 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis di dalamnya mengatur pemeriksaan substantif merek yang

dilaksanakan oleh pemeriksa pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Mengatur tentang pemeriksa melaporkan hasil pemeriksan substantif,

disetujui untuk didaftar atau ditolak, jika ditolak pemohon atau kuasanya

paling lama 30 hari sejak penerimaannya dapat menyampaikan keberatannya,

jika tidak mengajukan keberatan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual

menetapkan keputusan tentang penolakan tersebut. Jika permohonan

keberatan diterima, diumumkan dalam berita resmi merek.

Hal yang paling akhir adalah pemeriksaan kembali sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 23 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang

Merek dan Indikasi Geografis dilakukan dalam jangka waktu paling lama 150

hari. Ketentuan dalam pemeriksaan substantif tidak mengakomodasi

ketentuan Pasal 10 bis Konvensi Paris, sehingga tidak dapat menjangkau

permohonan pendaftaran merek untuk barang tidak sejenis yang merupakan

bentuk terhadap persaingan curang.76

2. Pengajuan Keberatan ke Komisi Banding Merek

Penolakan permintaan pendaftaran oleh Direktorat Merek dapat

diajukan ke Komisi Banding merek sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 28 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis:

a. Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan

berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 atau Pasal 21.


76
Ibid., hlm. 264.
72

b. Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau

Kuasanya kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang

disampaikan kepada Menteri dengan dikenai biaya.

c. Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap

keberatan serta alasan terhadap penolakan Permohonan.

d. Alasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) bukan merupakan

perbaikan atau penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.

3. Keberatan Penolakan Perpanjangan Merek Terdaftar

Permintaan perpanjangan merek dapat ditolak oleh Direktorat Merek

berdasarkan ketentuan Pasal 37 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis dengan alasan tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yaitu merek yang

bersangkutan masih digunakan pada barang dan/atau jasa sebagaimana

dicantumkan dalam sertifikat merek tersebut dan barang dan/atau jasa

sebagaimana dimaksud sebelumnya masih diproduksi dan/ atau masih

diperdagangkan.

4. Penghapusan Merek

Pada hakikatnya, suatu merek terdaftar berdasarkan ketentuan Undang

- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dapat

dihapuskan atas prakarsa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, atas

permohonan merek terdaftar atau perintah pengadilan, dan gugatan

penghapusan dari pihak ketiga melalui pengadilan niaga. Penghapusan

pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual


73

dan gugaatan penghapusan di Pengadilan Niaga dapat dilakukan apabila

memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Pasal 61 dan 62, antara lain:

a. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 Ayat

(1) indikasi geografis dilindungi selama terjaganya reputasi, kualitas, dan

karakteristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan indikasi

geografis pada suatu barang; dan/atau

b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Ayat (1)

huruf a, yaitu bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang

- undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

5. Unsur Pembatalan Pendaftaran Merek

Pembatalan merek terdaftar didasarkan pada itikad tidak baik, maupun

persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal. Ketentuan tentang itikad

baik diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang - Undang Nomor

20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan

bahwa suatu merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang

diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Lebih lanjut lagi dijelaskan

dalam penjelasan pasal tersebut bahwa pemohon yang beritikad tidak baik

adalah pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya memiliki

niat untuk meniru, menjiplak, atau mengikuti merek pihak lain demi

kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat,

mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Unsur penilaian terhadap persamaan merek yang diperbandingkan

didasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1)


74

Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis yang memberikan parameter tentang persaman pada pokoknya atau

keseluruhannya, yaitu:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh

pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis

yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi geografis terdaftar.

6. Pengajuan Gugatan atas Pelanggaran Merek

Gugatan terhadap pelanggaran merek merupakan gugatan yang

didasarkan pada penggunaan merek terdaftar yang sama pada pokoknya atau

keseluruhannya oleh pihak lain secara sengaja maupun tidak sengaja tanpa

hak atau tanpa izin dari pemegang merek terdaftar. Ketentuan ini diatur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dan 84 Undang - Undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Gugatan terhadap

pelanggaran dapat dilakukan oleh setiap pemegang merek terdaftar atau

kuasanya terhadap pihak lain yang tanpa hak atau tanpa izin menggunakan

merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

untuk barang atau jasa yang sejenis yang diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Gugatan yang dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga dapat berupa:

a. Gugatan berupa ganti rugi, dan/atau


75

b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek

tersebut. Gugatan dapat diajukan oleh penerima lisensi merek terdaftar

baik secara sendiri maupun bersama sama dengan pemilik merek yang

bersangkutan.77

Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang

lebih besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 Ayat (1) Undang - Undang

Nomor 20 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, atas permohonan pemilik

merek dan/atau penerima lisensi selaku penggugat dapat mengajukan

permohonan kepada hakim untuk menghentikan kegiatan produksi,

peredaran, dan/atau perdagangan barang dan/atau jasa yang menggunakan

merek tersebut secara tanpa hak. Dan dalam Pasal 84 Ayat (2) apabila jika

tergugat dituntut menyerahkan barang yang menggunakan merek secara tanpa

hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang tersebut atau

nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap.

7. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Selain penyelesaian sengketa gugatan di dalam pengadilan, terbuka

kemungkinan para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketa

melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 93 Undang - Undang Nomor 20 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis.

D. Itikad Baik dan Itikad Tidak Baik Dalam bidang Merek

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HKI yang Benar, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
77

2010, hlm. 114.


76

1. Itikad Baik (good faith)

Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang -

Undang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 dapat

dinyatakan bahwa meskipun menganut sistem konstitutif, tetapi tetap pada

dasarnya melindungi pemilik merek yang beritikad baik. Hanya permintaan

yang diajukan oleh pemilik merek yang beritikad baik saja yang dapat

diterima untuk didaftarkan.

Dengan demikian aspek perlindungan hukum tetap diberikan kepada

mereka yang beritikad baik dan terhadap pihak lain yang beritikad tidak baik

yang dengan sengaja maupun tidak sengaja meniru dan/atau tidak jujur

mendaftarkan mereknya, dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual. Pengertian itikad tidak baik dalam pendaftaran merek juga dapat

diartikan tindakan yang disengaja untuk meniru pada pokoknya atau pada

keseluruhannya merek yang telah terdaftar sebelumnya dengan tujuan agar

merek yang didaftarkan tersebut dapat menyamai kepopuleran merek yang

ditiru tersebut untuk keuntungan pendaftar merek yang beritikad tidak baik.78

Itikad tidak baik dalam suatu pendaftaran merek harus ditolak karena

merupakan tindakan curang dari perorangan, beberapa orang secara bersama-

sama atau badan hukum yang merugikan pemilik merek yang telah terdaftar

sebelumnya. Tindakan curang yang dilakukan oleh pendaftar merek dengan

itikad tidak baik tersebut tidak dibenarkan dalam prinsip dasar pendaftaran

78
Eddy Damian, Hak Kekayaan Intelektual, PT Alumni, Bandung, 2006, hlm. 49.
77

merek di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan itikad tidak baik dalam

suatu pendaftaran merek dapat diklasifikasikan sebagai berikut:79

a. Tindakan atau perbuatan meniru merek yang telah terdaftar sebelumnya,

dan pada umumnya adalah merek yang sudah terkenal dan memiliki nilai

jual dipasaran;

b. Merupakan suatu perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk

menyaingi merek yang sudah terdaftar dan memiliki nilai dengan itikad

tidak baik tersebut memperoleh keuntungan pribadi dengan tidak

mempedulikan kerugian yang diderita oleh pemilik merek yang telah

terdaftar tersebut yang ditirunya;

c. Tindakan pendaftaran merek dengan itikad tidak baik tersebut dengan

sengaja telah melakukan perbuatan melawan hukum khususnya prinsip

dasar pendaftaran merek dalam hal itikad baik dalam melakukan

pendaftaran merek, sehingga konsekuensinya adalah merugikan merek

yang telah terdaftar sebelumnya dan telah memiliki keteranaran serta

nilai jual yang baik dipasaran.

Asas itikad baik sebenarnya merupakan gagasan yang dipakai untuk

menghindari tindakan beritikad tidak baik dan ketidakjujuran yang mungkin

dilakukan oleh salah satu pihak, baik dalam pembuatan maupun pelaksanaan

perjanjian. Pada akhirnya, asas ini sebenarnya hendak mengajarkan bahwa

dalam pergaulan hidup di tengah - tengah masyarakat, pihak yang jujur atau

D Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, Citra


79

Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 72.


78

beritikad baik patut dilindungi dan sebaliknya, pihak yang tidak jujur patut

mendapatkan sanksi akibat ketidakjujurannya.

Asas itikad baik yang hanya merupakan suatu asas yang berlaku

dibidang hukum perjanjian telah berkembang dan diterima sebagai asas di

bidang - bidang atau cabang - cabang hukum yang lain, baik yang sesama

keluarga hukum privat maupun yang merupakan bidang hukum publik.

Dengan kata lain, asas itikad baik itu telah berkembang dari asas hukum

khusus (the principle of special law) menjadi asas hukum umum (the

principle of general law).

Perkembangan tersebut sesungguhnya merupakan sesuatu keadaan

mutlak, dengan mengingat bahwa asas itikad baik adalah perwujudan dari

suatu asas yang bersifat universal yaitu asas penilaian baik dan buruk

sebagaimana yang dikemukakan oleh Scholten, di dalam tataran dogmatik

hukum. Sebagai suatu asas yang universal, ia berlaku kapan dan dimana saja,

tidak tergantung oleh waktu dan tempat.

2. Itikad Tidak Baik

Dalam ketentuan Pasal 21 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek tidak dapat di daftarkan atas

dasar permohonan pendaftaran yang diajukan oleh pemohon yang beritikad

tidak baik. Pemohon yang beritikad tidak baik adalah pemohon yang dalam

mendaftarkan mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak, atau

mengikuti merek pihak lain demi kepentingan usahanya. Hal - hal


79

sebagaimana dimaksud di atas membawa konsekuensi dalam pendaftaran

merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik (bad faith).

Itikad tidak baik banyak terjadi pada pendaftaran merek. Padahal

ketika seseorang mendaftarkan merek, pemohon pendaftaran merek membuat

surat pernyataan yang isinya bahwa tidak meniru merek orang lain baik

seluruhnya ataupun pada pokoknya. Secara umum jangkauan pengertian

itikad tidak baik menurut Amalia Rooseno meliputi perbuatan “penipuan”

(fraud), rangkaian “menyesatkan” (misleading) orang lain, serta tingkah laku

yang mengabaikan kewajiban hukum untuk mendapat keuntungan. Bisa juga

diartikan sebagai perbuatan yang tidak dibenarkan secara sadar untuk

mencapai suatu tujuan yang tidak jujur (dishonesty purpose).

Secara singkat, bad faith adalah perilaku atau tindakan yang

mengandung motif yang berkebalikan dari tindakan yang mendasarkan pada

prinsip utmost good faith. Bad faith adalah tindakan yang dilakukan dengan

didasari niat buruk. Tindakan seperti itu lazimnya disertai dengan niat

melakukan kecurangan, baik secara nyata maupun yang masih dalam tahap

rencana. Tujuannya, untuk mengelabui atau menyesatkan pihak lain, atau

dalam batas tertentu bermaksud mengabaikan atau mengelak dari kewajiban

yang harus dipenuhinya. Selaras dengan kaidah ini, ketentuan klasik yang

diatur dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata menekankan pula pentingnya

prinsip itikad baik dalam membuat dan melaksanakan perjanjian. Intinya

kontrak harus dibuat dan dilaksanakan atas dasar itikad baik.80

80
Henry Soelistyo, Op.,Cit., hlm. 34.

Anda mungkin juga menyukai