Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era perdagangan global, saat ini peranan merek menjadi sangat penting,

terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Dengan merek produk

barang/jasa dapat dibedakan asal muasalnya dan kualitasnya serta keterjaminan

bahwa produk itu original. Seringkali yang membuat suatu produk menjadi mahal

adalah mereknya. Publik sering mengaitkan suatu image (citra), kualitas atau

reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu.1

Dampak dari globalisasi ditandai banyaknya merek produk luar negeri dan

merek terkenal yang masuk ke Indonesia, sehingga menimbulkan masalah dalam

praktik. Masalah merek erat kaitannya dengan persaingan tidak jujur (unfair

competiton), sehingga sering terjadi pelanggaran terhadap merek. Motivasi

terjadinya pelanggaran merek yaitu untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara

mudah dengan mencoba atau melakukan tindakan meniru atau memalsukan

merek-merek yang sudah terkenal di masyarakat tanpa memikirkan hak-hak orang

lain yang hak-haknya telah dilindungi sebelumnya.2

Dalam beberapa dekade terakhir, merek telah menjadi bagian dari

kehidupan masyarakat yang tak dapat dipisahkan. Di mana pun kita berada, kita

selalu melihat merek melekat pada suatu produk, baik berupa komoditas maupun

jasa. Dari pakaian yang kita pakai, peralatan yang kita gunakan, makanan yang

kita makan, hingga transportasi yang kita pilih hampir selalu ada logo yang
1
Hertanti Pindayan, “Tanggung Jawab Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Terhadap Pemegang Hak Atas Merek Dalam Hal Ada Putusan Pembatalan Merek” Jurnal
Authentica Vol. 1 No. 1 tahun 2018, hlm 43
2
Ibid
dilampirkan dalam bentuk merek dagang untuk membedakan produk dari yang

lain. Dengan kata lain, merek memainkan peran penting dalam perilaku

masyarakat saat ini.3

Indonesia sebagai negara yang memiliki kemampuan untuk menarik para

pemilik usaha guna memperdagangkan barang/jasa milik pelaku usaha baik asing

maupun domestik, agar barang/jasa terlindungi para pelaku usaha akan melakukan

upaya perlindungan yang maksimal. Salah satu usaha perlindungan yang

dilakukan adalah dengan mendaftarkan nama produk barang/jasa, yang dikenal

dengan istilah merek, ke kantor merek yang berada di bawah naungan Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.4

Merek digunakan untuk membedakan barang atau jasa sejenis, dari produksi

satu perusahaan dengan produksi perusahaan lainnya dengan demikian merek

adalah tanda pengenal asal barang/jasa yang bersangkutan dengan produsennya,

yang menggambarkan jaminan kepribadian dan reputasi barang/jasa hasil

usahanya pada waktu diperdagangkan. Dari pihak produsen, merek dimanfaatkan

sebagai jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas dan

pemakaiannya.5

Baik pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang

dagangannya guna mencari dan memperluas pasar. Pihak konsumen, merek

dilakukan untuk memberikan pilihan barang/jasa yang diperlukan berdasarkan

prioritas kebutuhannya. Pemberian merek juga akan menunjukkan kualitas (mutu)


3
Agung Indriyanto dan Irni Mela yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2017 hlm. 1
4
Rakhmita Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya
Pembeda Menurut Prespektif Hukum Di Indonesia”, Jurnal Cahaya Keadilan. Vol. 6. No. 1 tahun
2017, hlm 1
5
Meli Hertati Gultom, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdaftar
Terhadap Pelanggaran Merek, Jurnal Warta Edisi : 56, April 2018, hlm 55.
barang dan jasa tersebut dan juga berusaha untuk mencegah terjadinya peniruan.

Merek memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang/jasa yang

bersangkutan. Hal ini tidak saja berguna bagi produsen pemilik merek tersebut,

tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu bagi barang/jasa

konsumen. Merek juga dapat menjadi sarana promosi dan reklame bagi produsen

atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang/jasa yang

bersangkutan.6

Reputasi merek mempengaruhi penjualan terhadap suatu barang dan/atau

jasa. Atas dasar reputasi merek, banyak konsumen yang semakin mengenal merek

tersebut, lalu munculah istilah merek terkenal. Menurut Riswandi dan syamsudin,

istilah merek terkenal berawal dari tinjauan terhadap merek yang didasarkan pada

reputasi (reputation) dan kemashyuran renown suatu merek. Merek terkenal

didefenisikan sebagai merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek yang

bereputasi tinggi memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik,

sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek itu langsung

menimbulkan sentuhan keakraban.7

Terkenalnya suatu merek menjadi merek terkenal (well-know/famous mark)

dapat lebih memicu tindakan-tindakan pelanggaran merek baik yang bersekala

nasional maupun internasional. Gatot supromo menyatakan bahwa pelanggaran

merek yang terjadi di Indonesia masi tergolong cukup tinggi, penggunaan atau

peniruan merek secara tidak sah bukan hanya terhadap merek dalam negeri

melainkan merek asing pun juga menjadi sasaran. Persoalan mengenai merek

terkenal terkadang tidak mudah untuk di putuskan, karena adjektif terkenal yang

6
Ibid
7
Endang purwaningsih,“ Paten Dan Merek”. (Malang: Setara press,2020) hlm 113
menjadikan merek tersebut berbeda dengan merek pada umumnya.8 Semakin

berkembanggnya globalisasi pelanggaran terhadap merek dagang khususnya

merek terkenal sangat marak terjadi di Indonesia. Bisa sangat mudah kita temukan

berbagai macam produk merek terkenal yang di jual bebas di pasaran, baik di

toko, pasar tradisional maupun di jual di samping jalan raya (di trotoar jalan).

Salah satu praktek yang ditemukan yaitu banyak dijualnya produk berupa sepatu,

jaket, baju dan lain sebagiannya di pasaran. Barang yang di perjual belikan

tersebut mempunyai mutu yang kurang baik dari segi bahan nya sendiri. Produk

tersebut mencantumkan merek terkenal yang juga sudah dikenal luas oleh

masyarakat.

Produk-produk tersebut biasanya dijual dengan harga yang lebih murah atau

yang lebih terjangkau, bahkan beberapa produk dijual dengan harga yang sangat

murah jika di bandingkan dengan harga produk aslinya. Hal tersebut sudah sangat

jelas mengindikasikan bahwa terjadi pelanggaran terhadap hak merek terkenal

yang dimana dengan mempromosikan/menjual produk/barang dari hak merek

terkenal dan dijual dengan harga yang relatif miring. Tentunya dapat berakibat

pada kurangnya minat konsumen/pembeli untuk membeli produk dengan hak

merek yang asli. Indonesia di kacamata internasional merupakan lahan yang subur

bagi pelaku bisnis curang dengan melakukan pembajakan, meniru ataupun

memakai nama merek yang sudah cukup terkenal karena masi lemahnya sistem

penegakan hukum atas Hak kekayaan intelektual terutama pada merek.9

Tindakan pelanggaran atas merek dagang tersebut dalam kaitannya dengan

8
Intan purnamasari, ‘’Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia’’,
Jurnal Ilmu Hukum ALETHEA. Vol.2 No.1, 2018. Hlm 2
9
Achmad Peter Viney, Perlindungan hukum terhadap merek asing di Indonesia, Jurnal
Nestor Magister Hukum, Vol.3, No.5, hlm 5
pemboncengan terhadap merek dagang terkenal (well-known or famous mark)

secara umum dikenal dengan Tindakan passing off. Tindakan passing off terkait

erat dengan apa yang disebut dengan goodwill, goodwill sering digunakan dalam

arti yang bersamaan dengan kata reputasi yaitu sebagai sesuatu yang melekat

dalam merek dan selain itu kata goodwill sering juga di artikan sebagai “ itikad

baik‟.10

Di era perdagangan global, sesuai dengan konvensi internasional yang

disetujui di Indonesia, peran merek menjadi sangat penting, terutama dalam

menjaga persaingan komersial yang sehat. Merek dagang adalah definisi hukum

yang memberikan perlindungan dan pemulihan jika merek dagang digunakan

oleh pihak yang tidak berwenang. Merek sebagai kekayaan intelektual pada

hakikatnya adalah tanda yang mengidentifikasi dan membedakan produk suatu

perusahaan dengan produk perusahaan lain.11

Perlindungan merek dagang di Inggris pada awal pengembangan

dimaksudkan untuk terhadap peniruan. Kasus merek dagang pertama yang

diselesaikan di pengadilan Inggris adalah Lord Hardwicke L.C.. Di Blanchard v.

Hill pada tahun 1742. Regulasi merek dagang pertama adalah Trade Marks Act

tahun 1862, sedangkan pada tahun 1857, Inggris telah mengadopsi sistem

pendaftaran merek dagang hukum Prancis.

Indonesia mengenal Hak Merek pertama kali pada saat penjajahan Belanda

dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak Milik Perindustrian, yaitu dalam

“Reglement Industriele Eigendem Kolonien”Stb. 1912-545 jo Stb. 1913-214,


10
Rifky Ardian,Dkk. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Hak Merek Dagang Terkenal
Asing (wellknown mark) dari tindakan passing off (studi sengketa kasus GS atas nama GS yuasa
corporation. Diponegoro Law Jurnal. Vol 5.No.3.2016. hlm.3
11
Rahmi Janed Parindu Nasution, Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Hukum
Persaingan (Penyaalahgunaan HKI), Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2017, hlm. 203.
kemudian pada masa penjajahan Jepang, peraturan merek yang dikenal sebagai

Osamu Seirei No. 30 tentang Menyambung Pendaftar Cap Dagang, dan mulai

berlaku pada tanggal 1 bulan 9 tahun Showa (2603) dan selanjutnya diperbarui

dan diganti dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 Tentang Merek.

Kemudian diperbarui lagi dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1992 Tentang Merek. Setelah Indonesia meratifikasi Undang-Undang No. 7

Tahun 1994 Tentang Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia

(WTO) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek kemudian

dirubah dengan Undang-Undang No. 14 tahun 1997 Tentang Merek. Pada tahun

2001 Indonesia kembali merubahnya dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun

2001 dan terakhir untuk kesekian kalinya Indonesia kembali merubah nya menjadi

Undang-Undang No. 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

dengan alasan untuk mengikuti perkembangan zaman dalam dunia perdagangan.

Ditinjau dari sejarah perkembangannya, hukum merek adalah hukum yg

ditujukan untuk mengatur suatu persaingan tidak sehat dari tindakan pemalsuan

barang agar membuat konsumen mengetahui asal dari suatu barang. Perlindungan

merek memmiliki prinsip awal yang mengharuskan bahwa tidak seorang pun

berhak menjual barangnya kepada masyarakat seolah-olah barang pengusaha

lainnya, yaitu dengan menggunakan tanda yang sama yang telah dikenal

masyarakat sebagai tanda milik seseorang. Hak untuk perlindungan diberikan

secara progresif sebagai pengakuan bahwa merek tersebut merupakan merek

milik orang lain yang telah menggunakannya dan yang membedakannya dengan

barang lain yang tidak menggunakan merek tersebut. Merek sekarang menjadi

aset yang sangat berharga bagi produsen dan pengecer, bahkan bagi tenaga
penjualan tingkat terendah. David Heigh mengatakan bahwa sumber tunggal

terbesar dari nilai yang tak terwujud dalam suatu perusahaan adalah merek.

Bahkan dengan hanya menggunakan perhitungan keuangan yang konservatif,

merek masih terhitung sebagai asset yang berjumlah sangat besar. Oleh karena itu,

perlindungan hukum atas merek mutlak diperlukan.12

Kebutuhan akan perlindungan hukum merek berkembang pesat setelah

banyak yang menirunya. Selain itu, setelah dunia perdagangan semakin

berkembang, sarana transportasi semakin maju, dan seiring dengan kegiatan

promosi, ruang lingkup pemasaran barang menjadi semakin luas. Situasi ini

meningkatkan pentingnya merek dagang, yang membedakan asal usul dan kualitas

produk, juga menghindari peniruan. Perluasan pasar ini pada gilirannya

memerlukan penyesuaian terhadap sistem perlindungan hukum atas merek yang

digunakan untuk memasarkan produk.

Bahwa seiring dengan perkembangan globalisasi, Indonesia sebagai negara

berkembang harus mampu menantikan setiap perubahan dalam perkembangan

globalisasi. Salah satu yang menjadi bagian terpenting dari perkembangan

globalisasi adalah hak milik Intelektual asing di Indonesia. Indonesia terdaftar

sebagai anggota organisasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang

berpartisipasi dalam ratifikasi Konvensi Internasional tentang Agreement

Establishing The World Trade Organization dengan Undang- Undang No. 7 tahun

1994 Tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Merek dagang membedakan satu produk dari yang lain, menunjukkan

kualitas produk, dan juga pengidentifikasi atau identitas yang membantu

12
Agung Indriyanto dan Irnie Mela Yusnita, Op.Cit, hlm.1-2
konsumen membuat pilihan. Tentu saja jika non-brand, konsumen tidak akan

menyadarinya atau membutuhkannya, sehingga wajar jika branding itu baik atau

buruk. Bahkan merek yang sudah dikenal luas oleh konsumen baik kualitas

maupun harganya akan selalu dikejar oleh orang lain yang mengaku sebagai

pemilik asli merek tersebut dan merek tersebut adalah miliknya, sangat mungkin

untuk ditiru atau dibajak.13

Bahkan sangatlah memungkinkan bahwa merek yang telah dikenal luas oleh

konsumen karena mutu dan harganya akan selalu diikuti, ditiru, dibajak oleh

orang lain yang mengaku-ngaku bahwa dia lah pemilki asli dari merek tesebut dan

sudah merek tersebut oleh mereka. Bahkan juga masih sering terjadi pemalsuan

akan suatu produk terkenal demi mendapatkan sebuah keuntungan dari nama

merek terenal tersebut. Dan tentunya perilaku persaingan curang tersebut bukan

hanya terjadi di indonesia saja, melainkan juga sering diberbagai negara di dunia

juga.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi

tatanan kehidupan dan kegiatan perekonomian masyarakat secara nasional

maupun internasional. Dengan cepat perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi mempengaruhi perkembangan dunia industri dan perdagangan. Hal ini

terlihat dari semakin ketatnya persaingan dalam industri komersial khususnya

keberadaan lingkungan ekonomi. Pesatnya pertumbuhan perdagangan, dan dengan

itu teknologi dan komunikasi yang semakin maju dan dominan, telah

meninggalkan semua orang, terutama mereka yang terkadang melupakan nilai-

nilai etika dan standar hukum yang ada dalam praktik bisnis. Dalam dunia bisnis,
13
Sulastri,Satino, Yuliana Yuli W, Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan
Terhadap Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware) Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Vol.5 No.1 Juni 2018 hal. 162.
terutama penggunaan merek dagang secara masif tanpa hak merek terkenal yang

tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan keuntungan mata dibuat pihak yang

bertanggung jawab dengan sengaja.14

Persaingan bisnis saat ini semakin ketat dan dengan cepat sehingga banyak

orang menghalal kan segala cara untuk bisa mendapatkan keuntungan dengan cara

meniru suatu produk yang sudah terkenal dipasaran.

Perlindungan merek dagang sangat lah dibutuhkan karena merek itu penting

bagi sebuah produk dan juga dalam dunia bisnis, terutama untuk merek asing di

pasaran. Indonesia adalah pasar potensi bagi para pebisnis sebab masih lemahnya

undang-undang dan pengawasan mengenai Hak kekayaan Intelektual, dengan

modus penipuan melalui pembajakan, peniruan dan penggunaan merek terkenal.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

merupakan perubahan dari Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik

merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk

menggunakannya kepada orang lain.15

Merek dapat menjadi suatu aset yang sangat berharga secara komersial,

sehingga tidak jarang merek lebih bernilai tinggi dibandingkan asset riilnya. Dan

untuk membuat suatu merek menjadi terkenal tentu lah juga harus membutuhkan

usaha keras dan biaya modal yang tidak sedikit pula baik biaya produksi,

distribusi maupun pemasaran suatu produk dalam berbagai kegiatan sosial di

14
Meli Hertati Gultom, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdaftar
Terhadap Pelanggaran Merek, Universitas Dharmawangsa, Jurnal Warta Edisi:56, April 2018
15
Indonesia (UUMIG), Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Pasal 1 butir 5
masyarakat.16

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis pada pasal 21 angka 1 mengatur mengenai perlindungan hukum merek

dagang milik orang asing yang menyatakan bahwa permohonan harus ditolak

apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan jasa sejenis merupakan

suatu kemajuan dalam peraturan hukum merek di Indonesia yang memberikan

jaminan terhadap hasil karya intelektual seseorang maupun beberapa orang atau

badan hukum yang telah terdaftar pada Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang sebelumnya, yaitu Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek perusahaan dan merek perniagaan

yang tidak mengatur tentang merek terkenal yang selanjutnya diperbaharui

dengan Undang-Undang No.19 tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1997 Tentang Merek yang telah

memberikan perlindungan terhadap pemilik merek dagang terkenal meskipun

dalam realitanya masih mengalami berbagai macam kendala.17

Pengaturan mengenai merek tidak lah hanya terbatas pada pengaturan

hukum nasional saja, melainkan juga terikat pada hukum internasional. Dapat

dilihat dalam hubungan hukum antara pengaturan hukum nasional dan

internasional bahwa hukum nasional sesuai dengan asas teritorial, melahirkan atau

menciptakan Kekayaan Intelektual dan memberikan perlindungan Kekayaan

Intelektual, sementara pengaturan hukum internasional mengenai Kekayaan


16
Viva Hotmauli Napitupulu,”Kajian Merek Pada Fenomena Vaksin Palsu Berdasarkan
Undang-Undang No.20 Tahun 2016”, Dipenogoro Law Jurnal, II Sepetember 2017, hlm.3
17
M.rasyid,Hj.Yunial Laily,Sri Handayani, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang
Merek Dagang Asing Dalam Era Perdagangan Bebas di Indonesia , Universitas Sriwijaya,
hlm.4861.
Intelektual bertujuan untuk menciptakan keseragaman pengaturan, mulai dari

persoalan istilah hingga penegakan hukumnya, terutama jika menyangkut isu

aspek-aspek perdagangan internasional.18

Adanya perlindungan hukum terhadap merek terkenal dalam hal ini merek

asing sebenarnya tidak memberikan jaminan yang konklusif, karena masih banyak

pihak yang memalsukan dan meniru merek asing yang ada di Indonesia. Hal ini

dapat menyebabkan pemilik merek mengalami banyak kerugian dalam kegiatan

usahanya, mengurangi investasi di Indonesia, dan juga mempengaruhi

perekonomian nasional yang dapat menurun.

Perlindungan berbasis etika dan keadilan menekankan bahwa hak diberikan

kepada pemilik merek dagang. Mereka dilndungi oleh undang-undang dan semua

orang wajib untuk menghormati setiap hak-hak orang lain. Hukum merek

berkembang dalam kaitan erat dengan hukum persaingan tidak sehat. Keduanya

sama-sama melindungi merek dari tindakan tertentu pihak ketiga. Namun, kedua

konsep perlindungan itu berbeda. Hukum persaingan yang menipu menggunakan

norma-norma objektif untuk melindungi semua kepentingan yang relevan,

sedangkan hukum merek dagang memberikan hak subjektif untuk melindungi

kepentingan pemilik merek dagang.19

Adapun duduk peristiwa dari kasus sengketa merek ini ialah pihak pemilik

merek Hugo Boss yaitu Hugo Boss Trade Mark Management Gmbh Co.Kg,

merasa dirugikan akibat adanya itikat tidak baik dari para pengusaha-pengusaha

local di Indonesia yaitu Teddy Tan, Anthony Tan dan juga Alexander Wong saat

mendaftakan merek mereka masing-masing. Dimana para pengusaha lokal


18
Titon Slamet Kurnia, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia
Pasca Perjanjian TRIPs, Bandung, PT Alumni, 2017, hlm. 67
19
Agung Indriyanto dan Irnie Mela Yusnita, Op.cit.,hlm 12
tersebut mendaftarkan merek mereka yang memiliki persamaan pada pokoknya

dengan pemilik asli dari merek Hugo Boss. Pihak pemilik resmi dari merek Hugo

Boss mengklaim bahwa para pengusaha local tidak memiliki itikad baik dan

berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan meniru dan membocengi

ketenaran dari merek Hugo Boss yang sudah terkenal sehingga seluruh konsumen

mengganggap merek yang mereka produksi merupakan merek asli dari keluaran

pihak Hugo Boss. Hal itu pun dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan

Lembaga Survei Daya Makara dari Universitas Indonesia. Hasil survei tersebut

membuktikan 60% responden menganggap merek-merek yang banyak beredar di

masyarakat di Indonesia tersebut ialah hasil bentuk kerjasama dengan pemilik asli

Hugo Boss.20 Akibatnya banyak masyarakat telah ditipu dengan beredarnya

barang tersebut dengan kualitas rendah sehingga mengakibatkan kerugian

terhadap para konsumen. Maka dari itu pemilik resmi dari merek Hugo Boss yaitu

Hugo Boss yaitu Hugo Boss Trade Mark Management Gmbh Co. Kg,

mendaftarakan gugatan pembatan merek terhadap merek-merek dari Teddy Tan,

Anthony Tan dan juga Alexander Wong ke Pengadilan Jakarta Pusat.

Berdasarkan seluruh gugatan yang diajukan oleh Hugo Boss Trade Mark

Management Gmbh Co. Kg, terhadap Teddy Tan, Anthony Tan dan juga

Alexander Wong, hakim memutus bahwa Hugo Boss Trade Mark Management

Gmbh Co. Kg, merupakan pemilik resmi dari merek Hugo Boss sehingga seluruh

merek Hugo Boss beserta variasinya dari para tergugat dianggap batal demi

hukum. Berikut saya lampirkan seluruh putusan-putusan terkait merek Hugo

Boss:
20
Anggar Septiadi dan Yudho Winarto, Hugo Boss menggugat tujuh merek Hugo lokal,
https://nasional.kontan.co.id/news/hugo-boss-menggugat-tujuh-merek-hugo-lokal, diakses pada
tanggal 25 Oktober 2022, Pukul 15:16
a. Putusan Nomor 30/Pdt.Sus.Merek/2016/PN Niaga.Jkt.Pst ;

b. Putusan Nomor 92 K/Pdt.Sus-HKI/2017 ;

c. Putusan Nomor 217 PK/Pdt.Sus-HKI/2018 ;

d. Putusan Nomor 1/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst ;

e. Putusan Nomor 868 K/Pdt.Sus-HKI/2019 ;

f. Putusan Nomor 27/ Pdt.Sus.Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst ;

g. Putusan Nomor 520 K/Pdt.Sus-HKI/2021 ;

h. Putusan Nomor 27/Pdt.Sus-Merek/2016/PN Niaga Jkt. Pst ;

i. Putusan Nomor 938 K/Pdt.Sus-HKI/2017.

Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang masalah

diatas, penulis tertarik untuk memilih judul “Analisis Yuridis Sengketa Merek

Hugo Boss di Indonesia ( Studi Putusan-Putusan Pengadilan Terkait Merek

Hugo Boss )

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan merek asing yang ada di Indonesia

berdasarkan Undang-Undang Tentang Merek ?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap merek asing

berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan juga

konvensi-konvensi internasional ?

3. Bagaimana analisis atas putusan-putusan pengadilan terhadap

sengketa merek Hugo Boss ?

C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum merek asing yang

ada di Indonesia

b. Untuk mengetahui bentuk perlindungan merek asing yang ada di

Indonesia

c. Untuk mengetahui apakah putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

sudah sesuai dengan peraturan hukum merek asing di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Secara Teoretis

Penelitian dapat berguna sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya ilmu di bidang Hukum Ekonomi yang berkenaan dengan Hukum

Kekayaan Intelektual Khususnya di bidang Merek .

2. Secara Praktis

a. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum

bagi penulis khususnya mengenai merek

b. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi

mahasiswa bagian Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

c. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana Fakultas

Hukum Unversitas Sumatera Utara

d. Untuk melengkapi bahan pustaka yang telah ada di perpustakaan

Fakultas Hukum Sumatera Utara

E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan penelitian di Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara diketahui tidak

terdapat penulisan yang serupa mengenai Analisis Yuridis Sengketa Merek Hugo

Boss di Indonesia ( Studi Putusan-Putusan Pengadilan Terkait Merek Hugo Boss),

namun ada beberapa penelitian sebelumnya membahas Persamaan Merek antara

lain:

Jienius Hasugian. Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum ( 2016 ),

dengan judul penelitian Penyelesaian Sengketa Merek Novec dengan Merek

Novec 1230 (Studi Putusan No. 12/PDT.SUS – Merek/2018/PN Niaga Jakarta

Pusat). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah :

1. Bagaimana pelindungan hukum terhadap merek yang terdaftar pada

Ditjen KI ?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap merek yang terdaftar pada Ditjen KI,

terbukti meniru merek terdahulu ?

3. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim dalam memutus perkara

penyelesaian sengketa merek Novec dengan merek Novec 1230 karena

memiliki persamaan pada pokoknya (Studi Putusan No 12/Pdt.Sus-

Merek/2018/PN Niaga Jakarta Pusat)?

Adapun kesimpulan dari penelitian ini ialah kasus tersebut terbukti secara sah

berdasarkan pertimbangan Hakim memutuskan bahwa merek milik tergugat

memiliki persamaan pada pokoknya hal tersebut sesuai dengan Pasal 21 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

memberi pengertian yang dimaksud dengan merek mempunyai “persamaan pada

pokoknya” adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan
antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menimbulkan kesan

adanya persamaan, baik mengenai bentuk, antara unsur, maupun persamaan bunyi

ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut. Sesuai dengan kasus bahwa dari

kedua merek yang terdaftar setelah diperiksa oleh Majelis Hakim memiliki

persamaan pada pokoknya yaitu, persamaan unsur merek, persamaan bunyi

pengucapan, persamaan jenis barang yang dijual, dan persamaan jenis jasa yang

diperdagangkan.

Sarai Dwi Sartika Bangun. Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara

Medan (2017), dengan judul penelitian Perlindungan Merek Terkenal Di

Indonesia Di Hubungkan Dengan Itikad Baik Studi Putusan Nomor 558

K/Pdt.Sus-HKI/2015. Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Merek terkenal perlu dilindungi secara spesifik jika dibandingkan dengan

merek lain

2. Perlindungan merek terkenal ditinjau dari Undang-Undang No. 20 Tahun

2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dibandingkan dengan

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

3. Perlindungan hukum merek terkenal yang di hubungkan dengan itikad

baik merek dalam putusan No. 558K/Pdt-HKI/2015.

Kesimpulan dalam penelitian hukum yang telah dilakukan atas Putusan MA No.

MA 558K/Pdt.Sus-HKI/2015 yaitu kasus merek Teenie Weenie, maka dapat

disimpulkan bahwa Pelaksanaan Perlindungan Hukum merek terkenal asing sudah

sesuai dengan hukum yang berlaku. Dimana pembuktian itikad tidak baik serta

keterkenalan merek Teenie Weenie dapat dibuktikan sesuai kriteria merek

terkenal dalam peraturan PerUndang-Undangan.


Sarah Agnestika Sihotang. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

dengan judul penelitian yaitu Pendaftaran Merek Dagang dengan Menggunakan

Kata Umum yang Memiliki Persamaan dengan Merek Dagang yang Sudah

Didaftarkan (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan). Adapun

rumusan masalahnya dalam penelitian ini :

1. Bagaimanakah pendaftaran merek dagang berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Tentang Merek ?

2. Bagaimanakah akibat pendaftaran merek yang mengandung kata telah

menjadi milik umum (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana

Medan) ?

3. Bagaimanakah pengaturan kriteria merek yang mengandung kata umum?

Berdasarkan hasil penelitian penulis adalah pendaftaran merek dagang

berdasarkan ketentuan Pasal 6, Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang No. 15

tahun 2001 Tentang Merek dan perubahan mengenai merek dagang yang tidak

dapat didaftar dan ditolak berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang No.

20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Perlindungan Hukum Hak

Atas Merek Dagang di hubungkan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis seharusnya mempunyai

kekuatan hukum untuk melindungi si pemegang merek, seharusnya pada saat

permohonan merek harus ditolak pendaftaranya karena memiliki persamaaan pada

pokok atau keseluruhanya dengan pihak lain. Akibat Hukum terhadap merek

Crunchy Banana Medan secara yuridis normatif tidak bisa didaftarkan, karena

bertentangan dalam undang-undang merek terbaru yaitu Undang-undang No. 20

Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Merek Crunchy Banana
terdaftar dapat dilakukan penolakan merek sebagaimana diatur dalam Pasal 20

dana Pasal 21 yang menetukan tentang Merek yang tidak dapat didaftar dan

ditolak.

Theresya Yuniarti Sihombing. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

dengan judul penelitian terkait Tinjauan Yuridis Pembatalan Pendaftaran Merek

yang Tidak Digunakan Selama 3 Tahun Berturut-turut Sejak Didaftarkan (Studi

Putusan Nomor 264K/Pdt.Sus-HKI/2015). Adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini :

1. Bagaimana tata cara mengajukan gugatan pembatalan merek ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap merek yang telah didaftarkan ?

3. Bagaimana analisa kasus terhadap masalah sengketa merek yang tidak

dipergunakan selama 3 tahun berturut-turut ?

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut ketentuan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek, merek yang tidak dipergunakan selama 3

tahun berturut-turut merupakan salah satu syarat pembatalan merek dari Daftar

Umum Direktorat Jenderal. Namun berbeda apabila pihak yang menggugat merek

tersebut menggugat atas dasar itikad tidak baik dalam arti memiliki alasan

tersendiri yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Putusan Majelis

Hakim dalam perkara ini tidak tepat karena Tergugat tidak terbukti tidak

menggunakan mereknya selama 3 tahun berturut. Dan dalam hal ini Majelis

Hakim terkesan menerima bukti Penggugat begitu saja tanpa memperhatikan lebih

teliti bukti dari Tergugat.

Chairunisa Lubis. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan

judul penelitian terkait Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang


Terkenal Asing Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang

Merek dan Indikasi Geografis (Studi Kasus Pasar Palangkaraya Medan). Adapun

rumusan masalah dalam penelitian ini :

1. Bagaiamana pengaturan tentang merek di Indonesia ?

2. Bagaimana perlindungan terhadap pemalsuan merek terkenal asing yang

berada di Pasar Palangkaraya Medan ?

3. Bagaiman akibat hukum terhadap pemalsuan merek dagang terkenal

asing di Indonesia ?

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain bahwa perdagangan barang

palsu dengan menggunakan merek terkenal yang dilakukan oleh para pedagang di

Pasar Palangkaraya dapat dikatakan sebagai pelanggaran merek yang telah

memenuhi unsur-unsur sesuai ketentuan pasal 100 Undang-Undang No. 20 Tahun

2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Sehingga perlindungan hukum

terhadap pemalsuan merek dagang terkenal menurut Undang-Undang No.20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berada di Pasar

Palangkaraya belum berjalan secara efekti dikarenakan masih kurangnya

kesadaran pedagang akan sebuah pelanggaran merek. Dari hasil penelitian ini

diharapkan kedepan ada proses untuk mengoptimalkan upaya-upaya perlindungan

hukum dengan cara meningkatkan kesadaran hukum terhadap merek kepada

pedagang dan konsumen untuk memperdagangkan dan membeli barang-barang

palsu.

Ayu Adinda Pratiwi. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan

judul penelitian terkait Analisis Sengketa Merek Dagang Menurut Undang-

Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis Antara Geprek
Bensu dengan I Am Geprek Bensu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor

57/PDT.SUS-HKI/Merek/2019/PN Niaga JKT-PST.Adapun rumusan masalah

dalam penelitian ini:

1. Bagaimana sistem pendaftaran merek di Indonesia ?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi merek yang sudah terdaftar ?

3. Bagaimana analisis dari kasus sengketa merek Ruben Samuel Onsu

dengan PT Ayam Geprek Benny Sujono ?

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan Merek diatur di dalam

Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Sistem pendaftaran merek di Indonesia sendiri memakai sistem pendaftaran

Konstitutif di mana pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak

atas merek . Tanpa pendaftaran negara tidak akan memberikan hak atas merek

kepada pemilik merek . Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek , seseorang

tidak akan diberikan perlindungan hukum oleh negara apabila mereknya ditiru

oleh orang lain. Jika dianalisis terhadap putusan tersebut, dipandang dari azas

pendaftaran merek , yaitu first to file, yang artinya pihak yang lebih dulu

mendaftarkan merek tersebutlah dianggap sebagai pemilik atas merek , maka

putusan tersebut telah tepat di mana Hakim memerintahkan Direktorat Jenderal

HKI untuk membatalkan Merek dari kelas 43 yang sudah didaftarkan Penggugat ,

dan hakim berpendapat bahwa PT Ayam Geprek Benny Sujono adalah pendaftar

dan pemilik Merek itu dahulu dan tidak ada unsur meniru merek dari Ruben

Samuel Onsu.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Dalam kerangka teori dan konsepsi ini dicoba untuk mengemukakan


beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan

penelitian. Hal ini berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup

agar berada dalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah disebutkan di

atas. Terkait dengan topik yang telah diangkat dalam skripsi ini perlu dilakukan

pembatasan terhadap beberapa hal sebagai berikut:

1. Kerangka Teori

a. Teori Hak Kekayaan Intelektual

Dalam ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual terdapat pengaturan

mengenai sitem pendaftaran merek diIndonesia dari dulu hingga saat ini. Ada dua

sistem yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu :

1. Sistem Deklaratif

2. Sistem Konstitutif (atributif).21

Dalam Undang-Undangg No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis tentunya masih manganut sistem yang digunakan pada Undang-Undang

No 15 Tahun 2001 Tentang Merek, begitu juga dengan Undang-Undang No. 19

Tahun 1992 Tentang Merek dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 Tentang

Merek yaitu sistem konstitutif. Namun berbeda halnya dengan sama dengan

sistem yang digunakan pada Undang-Undang No. 21 tahun 1961Tentang Merek

yaitu menggunakan sistem deklaratif.22

Secara Internasional menurut Soegondo Soemodiredjo ada dikenal 4 sistem

pendaftaran merek yaitu:

1. Pendaftaran merek tanpa pemeriksaan merek terlebih dahulu. Menurut

21
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2015,) hal. 460
22
Ibid
sistem ini merek yang dimohonkan pendaftarannya segera didaftarkan

asal syarat-syarat permohonannya telah dipenuhi antara lain

pembayaran biaya permohonan, pemeriksaan dan pendaftaran. Tidak

diperiksa apakah merek tersebut memenuhi syarat-syarat lain yang

ditetapkan dalam undang-undang, misalnya tidak diperiksa apakah

merek tersebut pada keseluruhannya atau pada pokoknya ada

persamaan dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang sejenis

atas nama orang lain. Sistem ini dipergunakan misalnya oleh negara

Perancis, Belgia, Luxemburg, dan Rumania.

2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu. Sebelum

didaftarkan merek yang bersangkutan terlebih dahulu diperiksa

mengenai syarat-syarat permohonannya maupun syarat-syarat

mengenai merek itu sendiri. Hanya merek yang memenuhi syarat dan

tidak mempunyai per-samaan pada keseluruhan atau pada pokoknya

dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang sejenis atas nama

orang lain dapat didaftarkan. Misalnya sistem ini dianut oleh Amerika

Serikat, Jerman, Inggris, Jepang dan Indonesia.

3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara. Sebelum merek yang

bersangkutan didaftarkan, merek itu diumumkan lebih dahulu untuk

memberi kesempatan kepada pihak lain mengajukan keberatan-

keberatan tentang pendaftaran merek tesebut. Sistem ini dianut oleh

antara lain negara Spanyol, Colombia, Mexico, Brazil, dan Australia.

4. Pendaftaran merek dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang

adanya merek-merek terdaftar lain yang ada persamaannya. Pemohon


pendaftaran merek diberitahu bahwa mereknya mempunyai persamaan

pada keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah

didaftarkan terlebih dahulu untuk barang sejenis atau nama orang lain.

Walaupun demikian, jika pemohon tetap menghendaki pendataran

mereknya, maka mereknya itu didaftarkan juga. Sistem ini misalnya

dipakai oleh negara Swiss dan Australia.23

Pendaftaran merek dalam hal ini adalah untuk memberikan status bahwa

pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain yang

membuktikan sebaliknya.24

Berbeda dengan sistem deklaratif pada sistem konstitutif baru akan

menimbulkan hak apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karena itu

dalam sistem ini pendaftaran adalah merupakan suatu keharusan.25

Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama. Siapa

yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang dianggap yang berhak menurut

hukum atas merek bersangkutan. Jadi pemakaian pertama yang menciptakan hak

atas merek, bukan pendaftaran. Pendaftaran dipandang hanya memberikan suatu

hak prasangka menurut hukum, dugaan hukum (rechtsvermoeden) bahwa orang

yang mendaftar adalah si pemakai pertama, yaitu adalah yang berhak atas merek

bersangkutan. Tetapi apabila lain orang dapat membuktikan bahwa ialah yang

memakai pertama hak tersebut, maka pendaftarannya bisa dibatalkan oleh

pengadilan dan hal ini seringkali terjadi. Misalnya dalam perkara “Tancho” yang

terkenal, kita saksikan bahwa pendaf- taran yang dilakukan oleh pengusaha

Indonesia, karena dipandang sebagai telah bertindak tidak dengan iktikad baik,
23
Ibid, hlm 460-461
24
Ibid
25
Ibid
telah dibatalkan oleh pengadilan. Dinyatakan bahwa perusahaan Jepang adalah

yang sebenarnya pertama-tama memakai merek tersebut dan yang berhak.

Pendaftaran dari pihak pengusaha Indonesia telah dibatalkan dan dicoret dari

Daftar Kantor Merek. Inilah yang dipandang sebagai kurang memberikan

kepastian hukum jika dibandingkan dengan sistem konstitutif, yaitu bahwa

pendaftaranlah yang menciptakan hak atas merek. Siapa yang pertama

mendaftarkan dialah yang berhak atas merek dan dialah secara eksklusif dapat

memakai merek tersebut. Orang lain tidak dapat memakainya. Hak atas merek

tidak ada tanpa pendaftaran. Inilah membawa lebih banyak kepastian! Karena jika

seorang dapat membuktikan ia telah mendaftarkan sesuatu merek dan mengenai

ini dia diberikan suatu Sertifikat Merek yang merupakan bukti daripada hak

miliknya atas sesuatu merek , maka orang lain tidak dapat mempergunakannya

dan orang lain itu tidak berhak untuk memakai merek yang sama untuk barang-

barang yang sejenis pula. Jadi sistem konstitutif ini memberikan lebih banyak

kepastian.26

Untuk sistem atau stelsel deklaratif ini, dapat pula dikemukakan kelemahan

dan keuntungannya. Pada sistem deklaratif orang yang berhak atas merek

bukanlah orang yang secara formal saja terdaftar mereknya tetapi haruslah orang-

orang yang sungguh-sungguh menggunakan atau memakai merek tersebut. Orang-

orang yang sungguh-sungguh memakai atau menggunakan merek tersebut tidak

dapat menghentikan pemakaiannya oleh orang lain secara begitu saja, mes- kipun

orang yang disebut terakhir ini kemudian mendaftarkan mereknya. Dalam sistem

deklaratif orang yang tidak mendaftarkan mereknyapun tetap dilindungi.27

26
Ibid, hlm 461-462
27
Ibid
Namun kelemahan sistem ini adalah kurang terjaminnya rasa kepastian

hukum. Karena orang yang telah mendaftarkan mereknya tetapi sewaktu-waktu

masih dapat dibatalkan oleh pihak lain yang mengaku sebagai pemakai pertama.

Gambaran tentang kelemahan dan keuntungan stelsel pendaftaran ini mengundang

polemik dari kalangan ahli hukum.28

b. Teori Perlindungan Hukum

Dalam teori perlindungan hukum merupakah salah satu teori yang sangat

penting untuk dikaji, karena kajian teori ini pada perlindungan hukum yang

diberikan kepada masyarakat. Terdapat beberapa teori perlindungan hukum

menurut para ahli :

1. Menurut H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani,

Teori perlindungan hukum merupakan :

”Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk

atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta

objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya”.

Berdasarkan teori hukum perlindungan H. Salim HS dan Erlies

Septiana Nurbani tersebut, dimaksud bahwa upaya atau bentuk

pelayanan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum serta

hal-hal yang menjadi objek yang dilindungi dari tindakantindakan

subjek hukum yang tidak bertanggungjawab. Adapun unsur-unsur

yang tercantum dalam teori perlindungan hukum, meliputi :

28
Ibid
a. Adanya wujud dan bentuk perlindungan atau tujuan

perlindungan.

b. Subjek hukum; dan

c. Objek perlindungan hukum.29

2. Hal ini sejalan dengan teori perlindungan hukum menurut

pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa :

“Perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah

yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang

preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang

mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan perlindungan

yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa,

termasuk penangananya di lembaga peradilan”.

Berdasarkan teori perlindungan hukum di atas, dapat

disimpulkan bahwa perlindungan hukum itu merupkaan fungsi

hukum itu sendiri yaitu untuk melindungi rakyat dari bahaya dan

tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari

orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu berfungsi pula

untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujud

kan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan hukum yang

diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas

prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat

29
Muhammad Ferdian, Kedudukan Hukum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Terhadap Persaingan Usaha Tidak Jujur. Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 9 No.
2, Maret 2019. Hlm 79
manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara

Hukum yang berdasarkan Pancasila. Setiap orang berhak

mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan

hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu

terdapat banyak macam perlindungan hukum.30

c. Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama

untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna

karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang.

Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum.

Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum,

karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan

menyebabkan orang dapat hidup secara berkepastian, sehingga dapat melakukan

kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan bahwa

hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya

dan bahwa putusan dapat dilaksanakan.31

Kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak

identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat

menyamaratakan. Keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak

menyamaratakan. Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan

bunyinya, sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan.

30
Ibid., hlm 7
31
Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum Suatu Pengntar, Liberty, Yogyakarta,
hlm. 160.
Penciptaan kepastian hukum dalam peraturan perundang undangan, memerlukan

persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum itu

sendiri.32 Persyaratan internal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum berisi deskripsi

mengenai perilaku tertentu yang kemudian disatukan kedalam konsep

tertentu pula.

2. Kejelasan hirarki kewenangan dari lembaga pembentuk peraturan

perundang-undangan. Kejelasan hirarki ini penting karena

menyangkut sah atau tidak dan mengikat atau tidaknya peraturan

perundang-undangan yang dibuatnya. Kejelasan hirarki akan

memberikan arahan kepada pembentuk hukum yang mempunyai

kewenangan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan

tertentu.

3. Konsistensi norma hukum perundang-undangan. Ketentuan-ketentuan

dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu

subjek tertentu, tidak saling bertentangan antara satu dengan yang

lain. 33

Kepastian hukum mengehendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam

perundang-undangan, dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa,

sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis. Aspek ini nantinya dapat

menjamin adanya kepastian, bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan

yang harus ditaati.

Berdasarkan uraian-uraian mengenai kepastian hukum diatas, maka


32
Fernando M Manulang, 2007, Hukum Dalam Kepastian, Prakarsa, Bandung, hlm. 95.
33
Ibid, hlm. 39.
kepastian dapat mengandung beberapa arti yakni, adanya kejelasan, tidak

menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat

dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung

keterbukaan, sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan

hukum.

3. Kerangka Konsepsi

a. Sengketa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI),

pengertian sengketa adalah 1) sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat;

pertengkaran; perbantahan. 2) pertikaian; perselisihan. 3) perkara (dalam

pegadilan).34

Menurut pendapat dari Takdir Rahmadi, sengketa adalah situasi dan kondisi

dimana orang-orang saling mengalami perselisihan yang bersifat factual maupun

perselisihan menurut persepsi mereka saja.35

b. Merek

Pasal 1 angka 1 UU Merek dan Indikasi Geografis adalah merupakan tanda

yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau

kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunaka

dalam kegiatan perdagangan barang/jasa.36

Merek merupakan instrumen atau hal pokok paling penting dalam sebuah
34
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, “Sengketa”, https://kbbi.web.id/saham (diakses
pada 28 Oktober 2022 pukul 22.17 WIB)
35
Takdir Rahmadi. 2017, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.
Jakarta. Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 1.
36
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Pasal 1 angka 1.
produk. Merek dapat menentukan suatu kualitas barang/jasa apakah barang

tersebut bernilai tinggi atau tidak. Begitupun dengan adanya merek terhadap suatu

barang akan memberikan suatu kemudahan bagi calon konsumen untuk memilih

dan mengetahui produk mana yang akan di beli melalui sebuah sarana dan alat

pengenal produk.37 Merek merupakan komponen yang memiliki peran penting

bagi kelangsungan bisnis. Peran tersebut berhubungan dengan perkembangan

dunia usaha yang semakin maju. Terlebih setelah dikenalnya metode periklanan

dalam bidang pemasaran, merek menjadi senjata untuk menunjukkan identitas

suatu usaha. Merek sebagai Hak atas Kekayaan Intelektual adalah suatu

kepemilikan atas tanda yang mengidentifikasi asal sebuah produk (indication of

origin). Artinya, merek adalah suatu tanda yang membedakan produk dari satu

pelaku usaha dengan produk pelaku usaha lain.38

Pasal 20

Merek tidak dapat didaftar jika:

1. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

3. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,

kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang

dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan

37
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hukum Merek dan Permasalahannya,
(Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012), hlm, 154
38
Rahmi Jened. Hukum Merek (trademark Law), Dalam Era Global Dan Integrasi
Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm 93
nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau

jasa yang sejenis;

4. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,

atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

5. Tidak memiliki daya pembeda;

6. Dan/atau merupakan nama umum dan/atau lambang milik

umum.39

c. Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalm sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut tata cara yang diatur dalam

Undang-Undang ini.40

d. Amar Putusan

Amar/diktum putusan hakim merupakan aspek terpenting dari isi putusan itu

sendiri dan dimulai kata: “Mengadili”.41

Pada hakikatnya terhadap amar/diktum putusan hakim dalam perkara pidana

berisikan materi tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Pernyataan yang, menyatakan terdakwa terbukti/tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan menurut hukum beserta kualifikasi dari

tindak pidana yang terbukti tersebut. Apabila oleh majelis hakim

terdakwa dinyatakan tidak terbukti; secara sah dan meyakinkan

39
Indonesia (UUMIG), Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek. Pasal 20
40
Indonesia (KUHAP ), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 1 butir 11
41
Lilik Mulyadi, Loc Cit, hal. 201
menurut hukum, maka harus juga disertai “pembebasan” terdakwa

dari dakwaan.

2. Lamanya pidana (straftoemeting atau sentencing) yang dijatuhkah

majelis hakim kepada terdakwa. Misalnya, redaksional kalimatnya

dapat berupa: “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan

pidana penjara selama 1 tahun 1 bulan 15 hari”

3. Bahwa apabila terdakwa berada dalam tahanan, sesuai dengan

ketentuan Pasal 22 ayat (4) KUHAP harus dikurangkan seluruhnya

dari pidana yang dijatuhkan. Menurut Surat Edara Mahkamah

Agung Republik Indonesia dari yurisprudensi, redaksional terhadap

pengurangannya limitatif ditentukan dengan kalimat: “Menetapkan

bahwa lamanya terdakwa dalam tahanan dikurangkan seluruhnya

dari pidana yang telah dijatuhkan”

4. Pernyataan yang berupa perintah apakah majelis hakim akan

menahan terdakwa dan kemudian untuk terdakwa yang ditahan

apakah akan tetap ditahan atau dibebaskan. Aspek ini hakikatnya

berorientasi pada Ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP.

5. Adanya penetapan majelis hakim terhadap barang bukti (Pasal 197

ayat (1) huruf i KUHAP Pasal 46 ayat (2) KUHAP dan Pasal 194

ayat (1) KUHAP). Apakah akan dikembalikan kepada pihak yang

paling berhak. Dirampas untuk negara (verbeurdverklaring),

dimusnahkan (vernietiging), dirusakkan sehingga tidak dapat

dipergunakan lagi (onbruikbaarmaking), atau dilampirkan dalam


berkas perkara lain.42

e. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu “perlindungan” dan

“hukum”, artinya perlindungan hukum menurut undang-undang yang berlaku.

Perlindungan hukum merupakan sarana untuk mewujudkan dan mempertahankan

keadilan yang menjadi jiwa dan tujuan dari hukum.

Perlindungan hukum sebagaimana diuraikan oleh Barda Nawawi Arief

adalah:

Terpenuhinya hak-hak dan kewajiban seseorang, baik itu kepada individu

maupun kelompok. Perlindungan hukum tersebut, menyangkut pula terhadap

korban. Hal tersebut merupakan bagian dari perlindungan kepada masyarakat

sebagai konsekuensi logis dari teori kontrak sosial (social contract argument) dan

teori solidaritas sosial (social solidarity argument).43

Beberapa definisi lain yang perlu diketahui terkait dengan perlindungan hukum:44

Menurut Satjipto Rahardjo

Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan

kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang

42
Siedmy Lengkong, Kajian Yuridis Terhadap Amar/Diktum Putusan Hakim Dalam
Perkara Pidana. Lex Administratum, Vol. III/No. 6/Ags/2016
43
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 54.
44
Fitri Hidayat, (Perlindungan Hukum: Unsur Esensial Dalam Suatu Negara Hukum, di
posting pada tanggal 15 Mei 2014), http://fitrihidayat-ub.blogspot.com/PerlindunganHukum-
Unsur- Esensial-Dalam-Suatu-Negara-Hukum.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2022, pukul
08.41 WIB.
diberikan oleh hukum.

Menurut C.S.T. Kansil

Perlindungan Hukum merupakan penyempitan dari arti perlindungan, dalam

hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan

oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini

yang dimiliki oleh manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum

manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan

hukum.

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka Perlindungan Hukum merupakan

semua kegiatan dan urusan yang telah dicita-citakan untuk melindungi masyarakat

dalam menjalankan kehidupannya dan mendapatkan hak-hak sebagai warga

negara, serta diharapkan dapat memberikan perlindungan yang sesuai dengan

tujuan hukum yang dapat mencapai suatu kondisi yang aman dan tertib dalam

masyarakat yang nantinya masyarakat memiliki kedudukan yang sama terkait

perlindungan dalam melakukan tindakan hukum.

f. Pemilik Merek

Pemegang/pemilik Hak Merek yaitu : orang (persero), beberapa orang

(pemilik bersama), Badan Hukum yang telah mendapatkan Hak atas Merek yang

disebut dengan Merek Terdaftar.45

g. Persamaan Pada Pokoknya


45
Klinik Konsultasi HKI, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen
Perindustrian Jakarta, Panduan Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual,hlm 12
Persamaan pada pokoknya adalah sebuah kemiripan yang terdapat dalam

suatu merek. Merek ditujukan untuk membantu masyarakat membedakan suatu

barang atau jasa dengan barang atau jasa yang lainnya. Merek yang memiliki

persamaan pada pokoknya dapat membingungkan konsumen dan merugikan

pemegang hak atas merek. Dikarenakan kerugian ini, maka banyak pemegang

merek yang mengajukan gugatan mengenai persamaan pada pokoknya kepada

pengadilan.46

h. Merek Dagang Asing

Salah satu prinsip terpenting dari Konvensi Paris adalah tentang persamaan

perlakuan yang mutlak antara orang asing dengan warga negara sendiri. Prinsip

“National Treatment” atau prinsip asimilasi (Principle Of Assimilation) yaitu

seorang warga negara dari suatu negara peserta uni, akan memperoleh pengakuan

dan hak-hak yang sama seperti seorang warga negara dimana mereknya

didaftarkan.47

Prinsip “National Treatment” atau prinsip asimilasi (Principle Of

Assimilation) ini dimaksudkan untuk melindungi merek asing yang didaftarkan

di negara peserta Konvensi Paris termasuk Indonesia. Pengertian merek asing

menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak didefinisikan secara

pasti. Berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 dapat

ditarik kesimpulan mengenai berhak atas merek tersebut yang tidak

46
Keziah Christiangie, Budi Santoso, dan Hendro Saptono. Pedoman Penentuan
Persamaan Pada Pokoknya Oleh Lembaga Peradilan Di Indonesia (Studi Putusan Mahkamah
Agung Nomor 409 K/Pdt. Sus-HKI/2015). Diponegoro Law Journal Volume 8, Nomor 3, Tahun
2019 , hlm 1
47
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, h.129
bertempat tinggal atas berkedudukan tetap di luar wilayah negara Indonesia.48

i. Konvensi Internasional

Konvensi adalah hukum kebiasaan dalam konteks ketatanegaraan yang

hidup dilembaga-lembaga kenegaraan atau eksekutif . Konvensi merupakan

hukum tidak tertulisdalam ketatanegaraan sedangkan hukum tertulisnya adalah

konstitusi/UUD 1945. Hukumtidak tertulis mengisi kekosongan hukum yg tidak

diatur dalam hukum tertulis.49

Dalam pengertian yang lain, konvensi adalah aturan yang tidak tertulis,

dilakukan secara berulang-ulang, serta diterima sebagai suatuhukum.Kebiasaan-

kebiasaan yangdisebut sebagai konvensi tersebut timbul dan dipelihara dengan

baik dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaraan, dijunjung tinggi oleh rasa

kepatuhan konstitusional ataupun oleh pertimbangan praktis (kemungkinan yang

dapat dilaksanakan). Konvensi dapat memberikan arahan tentang prosedur,

kekuasaan, dan kewajiban dalam tidak ada undang-undang tertulis.50

Dalam Perjanjian Internasional, Konvensi internasional yaitu dimana

konvensi termasuk juga salah satu istilah yang sudah umum digunakan dalam

bahasa Indonesiauntuk menyebut nama suatu perjanjian internasional multilateral,

baik yang diprakarsaioleh Negara-negara maupun oleh lembaga atau organisai

internasional. Konvensi tidak berkaitan dengan kebijakan tingkat tinggi (high

policy). Pada umumnya konvensi ini digunakan untuk perjanjian-perjanjian


48
Indonesia (UUMIG), Undang-Undang No 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 7
49
Ardimoviz, Pengertian Konvensi dan Contoh Konvensi,
http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2011/01/pengertian-konvensi-dan-contoh-konvensi.html,diakses
25 Oktober 2022, Pukul 15:59 WIB
50
Ardimoviz, Pengertian Konvensi: Apa itu Konvensi?
http://www.pengertianahli.com/pengertian-konvensi-apa-itu-konvensi, diakses 25 Oktober 2022,
Pukul 15:59 WIB
internasional multilateral yang mengatur tentang masalah yang besar dan penting

dan dimaksudkan untuk berlaku sebagai kaidah hukuminternasioanal yang dapat

berlaku secara luas, baik dalam ruang lingkup regional maupun umum.51

Persetujuan ini harus dilegalisasi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh

(plaenipotentiones).52

G. Metode Penelitain

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang

dibangun adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan-

undangan, putusan pengadilan dan perjanjian, serta doktrin (ajaran).53

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini bersifat deskriptif, dengan teknik deskriptif dimaksudkan

peneliti memaparkan apa adanya tentang suatu peristiwa hukum atau kondisi

hukum. Peristiwa hukum adalah peristiwa yang beraspek hukum, terjadi disuatu

tempat tertentu pada saat tertentu. Sebagai kondisi hukum, misalnya suatu

undang-undang bertentangan dengan peraturan perundang-undanganan lainnya

dengan mengutip pasal-pasal terkait seperti apa adanya atau suatu putusan hakim
51
Fuadjauhari27394 Konvensi-Konvensi Internasional,
https://fuadjauhari27394.wordpress.com/2017/06/08/konvensi-konvensi internasional/, diakses
pada tanggal 25 Oktober pukul 16:36 WIB.
52
Muh. Ilmi Ikhsan Sabur, Istilah dalam Perjanjian Internasional, http://www.smansax1-
edu.com/2017/03/istilah-dalam-perjanjian-internasional.html, diakses 25 Oktober 2022, jam 15:59
WIB
53
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Cetakan IV, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2017), hlm.33
yang kontroversial dengan mengutip bagian-bagian tertentu dari putusan seperti

apa adanya tanpa diberi komentar oleh peneliti yang bersifat solusi.54

3. Sumber Data

Sumber penelitian hukum diperoleh dari kepustakaan. Penelitian hukum

normatif bahan pustaka merupakan bahan dasar yang dalam ilmu penelitian

umumnya disebut sumber data sekunder.55 Bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan hukum primer. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum

yang bersifat autoritatif yaitu autoritatif artinya mempunyai otoritas56.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini yaitu Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi

Geografis. Peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 1993 Tentang Tata

Cara Permintaan Pendaftaran Merek, Permenkumham RI No 67

Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek. Perpres No 44 Tahun 2015

tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Trade Related

Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs,) Paris Convention,

Trademark Law Treaty, Putusan Nomor 30/Pdt.Sus.Merek/2016/PN

Niaga.Jkt.Pst, Putusan Nomor 92 K/Pdt.Sus-HKI/2017, Putusan

Nomor 217 PK/Pdt.Sus-HKI/2018, Putusan Nomor

1/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst, Putusan Nomor 868

54
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori
Hukum, Prenadamedia Group, 2016, hlm.152
55
Soerjono Sukanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Press, 2013). hlm. 23
56
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2005). hlm.
141
K/Pdt.Sus-HKI/2019, Putusan Nomor 27/

Pdt.Sus.Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst, Putusan Nomor 520

K/Pdt.Sus-HKI/2021, Putusan Nomor 27/Pdt.Sus-Merek/2016/PN

Niaga Jkt. Pst, dan Putusan Nomor 938 K/Pdt.Sus-HKI/2017.

b. Bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder merupakan bahan

hukum yang bersifat membantu dan atau menunjang bahan hukum

primer dalam penelitian yang akan memperkuat penjelasannya di

dalamnya. Data ini biasanya digunakan untuk melengkapi data primer

dan memberikan petunjuk ke arah mana peneliti melangkah. 57


Di

antara bahan-bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-

buku, tesis, disertasi, jurnal dan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum

yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder seperti kamus hukum dan ensiklopedia.58

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian studi kepustakaan adalah

melalui teknik dokumenter yaitu dikumpulkan dari telaah arsip atau studi pustaka

seperti buku-buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, koran atau karya pakar

hukum. Teknik dokumenter dalam penelitian ini berfungsi untuk memperoleh

bahan hukum yang mendukung penelitian ini jika diperlukan.

5. Analisis Data

57
Ibid
58
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu
Media Publishing), 2006. hlm. 296
Penelitian hukum normatif, pengolahan data dilakukan dengan cara

mensistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif analitis yaitu dengan menganalisa data yang berdasarkan pada

teori hukum yang bersifat umum diapliksikan untuk menjelaskan tentang

seperangkat data yang berkaitan dengan permasalahan yang bertujuan

menggambarkan sistem pendaftaran merek di Indonesia. Perlindungan hukum

bagi pemilik merek dalam hal terjadi persamaan pendaftaran merek. Analisis Atas

Putusan Hakim Terhadap Penyelesaian Sengketa Merek Hugo Boss ( Studi

Putusan-Putusan Pengadilan Terkait Merek Hugo Boss ).59 Data kemudian

dianalisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada

fakta-fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang

bersifat khusus untuk mengajukan saran-saran, serta data yang telah diolah

tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan cara menginterpretasikan data

dan memaparkannya dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada

bab-bab selanjutnya.

H. Sistem Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah pemahaman dan

penelaahan penelitian. Dalam laporan penelitian ini, sistematika penulisan terdiri

atas lima bab, masing-masing uraian yang secara garis besar dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan. Pada bab ini membahas mengenai latar belakang,

permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian

penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

59
Ibid
Bab II, Tinjauan Umum Mengenai Merek Dagang Asing Di Indonesia. Bab

ini membahas mengenai pengertian hak kekayan intelektual baik dari segi

pengertian, ruang lingkup dan juga tujuannya. Bab ini juga akan membahas

mengenai pengertian merek, merek dagang asing, sejarah hukum merek, syarat

dan fungsi merek, jenis-jenis merek, pengertian mengenai persamaan pada

pokoknya, dan tata cara pendaftaran merek menurut Undang-Undang No.20

Tahun 2016.

Bab III, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Asing Berdasarkan

Peraturan Perundang-Undangan dan Konvensi Internasional. Bab ini membahas

tentang perlindungan hukum merek dagang asing dalam Undang-Undang No.20

Tahun 2016 serta konvensi internasional yang mengatur tentang merek.

Bab IV, Analisis Putusan-Putusan Pengadilan Terkait Merek Hugo Boss.

Bab ini membahas tentang putusan-putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

terkait merek Hugo Boss antara Hugo Boss Trade Mark Management Gmbh &

Co.KG melawan Teddy Tan dengan putusan nomor30/Pdt.Sus.Merek/2016/PN

Niaga.Jkt.Pst, Putusan Nomor 92 K/Pdt.Sus-HKI/2017, Putusan Nomor 217

PK/Pdt.Sus-HKI/2018, Putusan Nomor 1/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst,

Putusan Nomor 868 K/Pdt.Sus-HKI/2019, antara Hugo Boss Trade Mark

Management Gmbh & Co.KG melawan Anthony Tan dengan putusan nomor

27/Pdt.Sus.Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst, Putusan Nomor 520

K/Pdt.Sus-HKI/2021, Hugo Boss Trade Mark Management Gmbh & Co. KG VS

Alexander Dan/Atau Alexander Wong dengan putusan nomor

27/Pdt.Sus-Merek/2016/PN Niaga Jkt. Pst, dan Putusan Nomor 938 K/Pdt.Sus-

HKI/2017.
Bab V, Kesimpulan Dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan penulisan yang

ditulis penulis dari awal sampai akhir beserta saran.


BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAGANG ASING DI

INDONESIA

A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Kekayaan Intelektual

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual atau biasa dikenal dengan Intellectual Property

Rights (IPR), yang pada awalnya telah dikenal sejak lama yaitu 3.500 tahun yang

lalu. Adapun tujuan dari diberlakukannya ialah untuk melindungi hasil kreativitas

manusia. Pada saat itu para pedagang kecil seperti halnya para pengrajin gerabah

sama sekali tidak mengetahui apa itu hak kekayaan intelektual walaupun banyak

negara telah memilki pemahaman mengenai beberapa jenis HKI, seperti paten,

hak cipta, merek dagang, rahasia dagang, dan desain industri. Akhirnya setelah

beberapa tahun kedepan, dunia pun semakin berkembang terutama dalam hal

perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga memunculkan kreativitas

baru dalam segala macam hak atas kekayaan intelektual. Misalnya musik, foto,

film, program komputer, dan inovasi teknologi baru.60

Menurut H. OK. Saidin, HKI adalah hak kebendaan atas suatu benda yang

bersumber dari hasil kerja kecerdasan intelektual manusia berupa kecerdasan

inteligensia dan kecerdasan emosional. Hasil kerja itu melahirkan hak kebendaan

berupa benda immateril atau benda tak berwujud. Dengan kata lain, HKI bukanlah

benda materiil. HKI adalah hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang

diungkapkan ke dunia luar dalam bentuk immateriil namun dapat diwujudkan


60
Dorris Estelle dan Anthony D Amanto, 2000, A Coursebook in International
IntelectualProperty, West Group ST Paul Minn hlm 10-11.
dalam bentuk nyata yang bersifat materiil. Bentuk nyata yang disebut terakhir ini

dilindungi sebagai benda berwujud. Dalam HKI bukan bentuk penjelmaannya

yang dilindungi akan tetapi hak immateriilnya.61

HKI atau Intellectual Property Right adalah hak hukum yang bersifat

ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil aktivitas

intelektual dan kretivitas yang bersifat khas atau baru. Karya-karya intelektual

tersebut dapat berupa hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,

serta hasil penemuan (invensi) dibidang teknologi.62

2. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Right adalah hak

hukum yang bersifat ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu

sebagai hasil aktivitas intelektual dan kreativitas yang bersifat khas dan baru.63

HKI tentunya berbeda dengan hak milik kebendaan, sebab HKI bersifat tidak

nyata sehingga tidak mudah hilang, tidak dapat disita dan melekat terhadap si

pencipta/penemu sampai seumur hidup, sebagaimana diatur dalam undang-undang

no 7 tahun 1994 tentang pengesahan WTO (Agreement Establishing The World

Trade Organization).

Di dalam Ruang Lingkup HKI, terdapat tiga jenis benda yang dapat

dijadikan kekayaan atau hak milik:64

61
OK.Saidin, Op.Cit, hlm 27.
62
Iswi Hariyani, 2018, Op Cit, hlm 16.
63
Iswi Hariyani, 2018, Op Cit, hlm 17.
64
Sri Soedewi Masjchoe Sofwan, 2000, Hukum Benda,Yogyakarta: Liberty, hlm 20.
a. Benda bergerak karena sifatnya. Menurut pasal 509 KUH Perdata

adalah benda yang tidak dapat berpindah atau dapat dipindahkan.

Seperti emas, elektronik dan sebagainya.

b. Benda tidak bergerak karena sifatnya ,yaitu tanah dan segala sesuatu

yang melekat di atasnya, misalnya mesin pabrik.

c. Benda tidak berwujud seperti paten, merek, dan hak cipta diatur

dalam Undang- Undang no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara umum dapat di golongkan ke dalam

dua kategori utama yaitu:65

a. Hak Cipta dan

b. Hak Kekayaan Industri.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu bagian dari termasuk

hak atau benda yang sifat nya tak berwujud yang dimilki oleh si penemu. Adapun

bentuk dari Kekayaan Intelektual ialah berupa informasi, ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang tidak mempunyai

bentuk tertentu.

Ruang lingkup HKI yang telah diatur dalam persetujuan TRIPs (Trade

Related Aspect of Intellectual Right) meliputi:

1. Hak Cipta Paten sederhana

2. Merek

3. Indikasi Geografis

4. Desain Produk Industri


65
Iswi Hariyani, 2018, Haki dan Warisan Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.hlm 13.
5. Paten

6. Layout Design (topografi rangkaian elektronika atau sirkuit terpadu);

7. Perlindungan Terhadap Informasi Rahasia

8. Pengendalian Terhadap praktik-praktik Persaingan Curang dalam

Perjanjian Lisensi66

Secara umum, hak kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua kategori

utama: hak cipta dan kekayaan industri. Ruang lingkup hak cipta meliputi karya

dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, dan ruang lingkup kekayaan

industri meliputi bidang teknologi. Hak kekayaan intelektual meliputi :67

a. Paten dan Paten Sederhana

b. Merek/Merek Dagang (Trade Mark) dan Indikasi Geografis

c. Desain Industri (Industrial Desigri)

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST)

e. Rahasia Dagang (Trade Secret)

f. Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)

3. Tujuan Hak Kekayaan Intelektual.

Peranan Hak Kekayaan Intelektual dalam pembangunan ekonomi tidak

perlu diragukan lagi, karena perekonomian saat ini dipengaruhi oleh globalisasi.

Peningkatan dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual akan mempercepat

pertumbuhan industri, menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan

ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, memenuhi kebutuhan

66
Lindsey, dkk, 2002, Op Cit, hlm 41
67
Iswi Hariyani, 2018, Op Cit, hlm 17-18.
masyarakat secara luas serta mempromosikan kekayaan daerah yang berupa

produk-produk lokal, tradisi budaya daerah ke kancah iternasional.

Melalui Hak Kekayaan Intelektual, hasil ide-ide kreatif dapat ditampung

lalu diciptakan menjadi menjadi suatu produk yang memiliki nilai guna bagi

masyarakat dan juga bagi si penemu/pembuat akan suatu produk. Hak tersebut

diberikan untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-usaha kreatif. Tujuan

utama dari Hak Kekayaan Intelektual ialah untuk memastikan bahwa proses

kreatif tersebut terus berlangsung dengan memberikan perlindungan hukum yang

sesuai dan sanksi terhadap pihak- pihak yang menggunakan proses kreatif tanpa

ijin terhadap si penemu/pencipta.68 Dengan adanya perlindungan hukum tersebut

mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dalam menciptakan hasil intelektual

yang sifatnya baru tanpa menjimplak atau meniru produk orang lain.

B. Tinjauan Umum Mengenai Merek

1. Sejarah Hukum Merek

Indonesia pertama kali mengakui hak merek padaa saat masa kolonial

Belanda dengan diterbitkan nya Undang-Undang Hak Milik Perindustrian, yaitu

dalam “Reglement Industriele Eigendom Kolonien” Stb. 1912-545 jo Stb 1913-

214, lalu pada zaman penjajahan Jepang dikeluarkan lagi peraturan merek yang

dikenal dengan Osamu Seirie Nomor 30 tentang Menyambung Peraturan Cap

Dagang yang mulai berlaku pada tanggal 1 bulan 9 Syowa 2603). Selanjutnya,

peraturan-peraturan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

1961 Tentang Merek Perusahaan dan Perniagaan.69

68
www.dgip.co.id, diunduh pada tanggal 21 Oktober 2022, pukul 16.17 WIB
69
Muhammad Djumhana, Op.Cit. hlm.160
Setelah Indonesia merdeka peraturan dari RIE masih tetap diberlakukan

berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Bahkan ketentuan tersebut

masih terus berlaku, dan pada akhirnya pada tgl 11 oktober 1961 diterbitkan lah

UU yg baru untuk mengganti UU sebelumnya dengan UU No.21 Tahun 1961

tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. UU tersebut secara resmi

dimuat dalam lembaran negara RI No.290 serta penjelasannya juga dimuat dalam

Tambahan Lembaran Negara RI No.2341 yang mulai berlaku pada bulan

November 1961.

Undang-undang ini kemudian dihapuskan dengan berbagai dasar

pertimbangan lalu diganti dengan undang-undang baru yaitu Undang-undang

No.19 Tahun 1992 tentang “Merek”, yang diterbitkan dalam lembaran Negara RI

Tahun 1992 Nomor 81 beserta penjelasannya yang dimuat dalam Tambahan

Lembaran Negara No.3490. Adapun alasan dicabutnya UU No.21 Tahun 1961 itu

adalah karena UU Merek No.21 Tahun 1961 dinilai tidak sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan masyarakat pada masa ini. Jika ditelisik lebih jauh,

UU Merek tahun 1992 merupakan titik balik dengan banyaknya perubahan yang

signifikan dibandingkan dengan UU Merek Nomor 21 Tahun 1961. Antara lain

yaitu mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif dan sebagainya.70

Dengan berkembangnya perdagangan internasional, maka diberlakukan lah

persetujuan TRIPs yang berisikan norma standar perlindungan hak atas kekayaan

intelektual, termasuk yang berkaitan tentang hak merek. Indonesia juga

meratifikasinya pada tahun 1997. Setiap revisi UU merek Indonesia bertujuan

untuk mengikuti perkembangan dunia global, khususnya dalam perdagangan

70
Ok Saidin, Op.Cit. hlm.444
internasional, menyediakan iklim persaingan usaha yang sehat dan mengadaptasi

konvensi-konvensi internasional.71

Konvensi internasional tentang merek sebenarnya sudah ada sejak lama,

yakni The Paris Convention for The Protection of Industrial Property, yang

kemudian terkenal dengan Konvensi Paris. Lalu konvensi ini disusul dengan

lahirnya konvensi-konvensi lainnya seperti Perjanjian Madrid, Konvensi Hague

serta Perjanjian Lisbon. Dari semua konvensi tersebut, yang menjadi tolak ukur

dari perlindungan merek adalah Konvensi Paris. Pada tahun 1934, ketika

Indonesia masih dijajah kolonial Belanda, sebenarnya Hindia Belanda telah

menjadi anggota Uni Paris, tetapi dengan adanya proklamasi kemerdekaan

Indonesia, maka tidak serta merta membuat Indonesia menjadi anggota dari

Konvensi Paris. Pada tahun 1953, Indonesia akhinya kembali menjadi anggota

Uni Paris setelah mengadakan permohonan atau pernyataan tertulis secara

sepihak untuk turut serta pada konvensi tersebut. Namun demikian, pada saat itu

Indonesia mengadakan reservasi terhadap pasal-pasal penting sehingga kemudian

reservasi tersebut dicabut pada tahun 1997.72

Setelah 31 tahun berlalu, Undang-Undang ini dicabut dengan digantikan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang dituangkan dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 81 dan penjelasannya

dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 3490 pada tanggal 28

Agustus 1992 yang berlaku sejak 1 April 1993.73

71
Ending Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian
Hukum terhadap Ha katas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2005, hlm. 9-10
72
Ibid, hlm.10
73
Ok Saidin. Op.Cit. hlm 331-332
Berbeda dengan Undang-Undang Merek No.21 Tahun 1961 yang

menerapkan first to use system, sedangkan Undang-Undang Merek No.19 Tahun

1992 menggunakan sistem konstitutif atau first file to principle. Sistem yang lama

berdasarkan pada pemakaian pertama yang menimbulkan adanya hak atas merek.

Dan pendaftaran atas suatu merek bukan menunjukan adanya hak tapi merupakan

anggapan adanya hak. Berbeda dengan sistem konstitutif. Sistem ini mendasarkan

pada sistem pendaftaran,dan adanya pendaftaran atas sutau merek merupakan

bukti adanya hak atas merek tersebut. Tanpa perlu membuktikan apakah merek itu

kemudian digunakan dalam kancah perdagangan atau tidak.74

Dalam sistem ini, Undang-Undang Merek hanya mengakui adanya hak atas

merek apabila merek itu telah didaftar dan sistem ini dianut secara kaku. Sehingga

tidak ada pengakuan atas hak merek meskipun merek itu telah digunakan dalam

jangka waktu yang lama sebelum diterapkan Undang- Undang Merek No.19

Tahun 1992. Umpamanya, jika ternyata pemilik baru mengajukan pendaftarannya

kemudian, sementara itu telah ada pihak lain yang lebih dulu mendaftarkan

walaupun ia baru saja melakukan aktivitas bisnisnya, maka pemakai pertama

merek itu tetap akan ditolak pendaftarannya. Padahal, dalam praktek yang terjadi

di beberapa negara lain, misalnya : Singapura, Amerika dan Australia, Kantor

Merek masih memberikan kesempatan Untuk menerima pendaftaran mereknya

diajukan belakangan dibandingkan dengan pemilik merek yang mendaftarkan

lebih dulu, namun penggunaan merek itu dilakukan lebih akhir.

Selanjutnya, Undang-Undang Merek No.19 Tahun 1992 tidak mengakui

“hak yang telah ada” sebelumnya dibawah Undang-Undang Merek No.21 Tahun

74
Insan Budi Maulana. . Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia Dari Masa Ke Masa,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 106
1961 karen adanya pemakaian lebih dulu atau factual prior use yang seharusnya

wajib dipertimbangkan. Selain itu, mengingat kondisi geografis negara Indonesia

yang terdiri dari ribuan pulau, seharusnya fakta pemakaian yang nyata atau

pemakaian lebih dulu itu harus juga diperhatikan sebelum memutuskan menerima

atau menolak permintaan pendaftaran merek tersebut. Tambahan lain, bukankah

masih begitu banyak para pengusaha Indonesia yang dikategorikan sebagai

pengusaha kecil dan menengah yang tingkat kesadaran terhadap hukum merek

masih begitu rendah.75

Selanjutnya, pada tahun 1977, Undang-Undang Merek tahun 1992 tersebut

diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1977. Lalu, pada

tahun 2001, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 diubah dengan Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku dan diganti

dengan Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Undang-Undang Merek

Nomor 15 Tahun 2001 ini diterbitkan dengan alasan bahwa semakin meluasnya

arus globalisasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun bidang-

bidang kehidupan lainnya serta perkembangan teknologi informasi dan

transportasi telah menjadikan kegiatan sektor perdagangan meningkat secara pesat

dan bahkan telah menempatkan dunia ini sebagai pasar tunggal bersama.

Berdasarkan hal tersebut, era perdagangan global hanya dapat dipertahankan

apabila terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Disini, Merek memegang

peranan yang sangat penting sehingga diperlukan sistem pengaturan yang lebih

memadai sehingga perlu dibuat Undang-Undang merek yang baru dan terbitlah

Undang-Undang Merek Nomor 1 Tahun 2001.76

75
Ibid. hlm. 107
76
Ok Saidin, Op.Cit. hlm.336
Selanjutnya setelah Undang-Undang merek Nomor 15 Tahun 2001

diterbitkan juga diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang

Merek dan Indikasi Geografis. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 memuat

ketentuan yang baru dari Undang-Undang yang sebelumnya salah satunya adalah

perlindungan merek terkenal yang diniai lebih jelas dari aturan sebelumnya.

2. Pengertian Merek

Setiap orang atau organisasi perusahaan yang ada, akan sangat peduli akan

pentingnya sebuah nama dan simbol yang digunakan dalam menjalankan bisnis

dan pemasaran barang dan jasa. Simbol-simbol ini akan membantu untuk

menunjukkan asal barang dan/atau jasa, serta perusahaan komersial yang bergerak

dalam bidang dan menyediakan barang dan jasa.77 Menurut Rahmi Jened

menyatakan bahwa :

”Dalam pangsa pasar, nama-nama dan simbol-simbol tersebut dikenali

sebagai merek (trademark), nama usaha (business name), dan nama perusahaan

(company name)”.78

Perbedaan ketiganya kadang-kadang membuat bingung, baik bagi

pengusaha itu sendiri maupun masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa : Merek

(trademark) sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual pada dasarnya tanda untuk

mengidentifikasi asal barang dan jasa (an indication of origin) dari suatu

perusahaan dengan barang dan/atau jasa perusahaan lain. Melalui merek,

pengusaha dapat menjaga dan memberikan jaminan akan kualitas (a guarantee of

77
Muhammad Ferdian, Op.cit. Hlm 81-82
78
Rahmi Jened, Implikasi Persetujuan TRIPs Bagi Perlindungan Merek di Indonesia,
Surabaya : Yuridika, 2000, hal. 1.
quality) barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan mencegah tindakan persaingan

(konkurensi) yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beriktikad buruk yang

bermaksud membonceng reputasinya. Merek sebagai sarana pemasaran dan

periklanan (a marketing and advertising device) memberikan suatu tingkat

informasi tertentu kepada konsumen mengenai barang dan/atau jasa yang

dihasilkan pengusaha.79

Hal ini dipertegas dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, bahwa :

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,

logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)

dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2

(dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa

yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan

barang dan/atau jasa”.80

Pandangan yuridis oleh para sarjana hukum tentang merek adalah sebagai

berikut :

Menurut Sudargo Gautama, memberikan definisi tentang merek adalah :

”Sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari

suatu perusahaan dengan barangbarang dari perusahaan lain”.81

Menurut H.M.N. Purwo Sutjipto dalam OK. Saidin memberikan rumusan

bahwa :
79
Ibid
80
Indonesia ( UUMIG), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan
Indikasi Geografis, Loc.Cit
81
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Bandung : Alumni, 1997, hal. 33.
“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan,

sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.82

Jadi merek adalah suatu tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf,

angka, susunan warna, untuk membedakan suatu barang atau jasa atas kualitas,

ciri, jenis, dan asal usul suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh orang atau

badan hukum dalam kegiatan usaha atas jaminan suatu mutunya. Merek juga

sebagai sarana promosi dalam mengembangkan produk atau jasa yang dimiliki

oleh pengusaha, terlebih saat ini dengan perkembangan teknologi dan informasi,

merek dapat dipromosikan lewat media internet secara online sehingga merek

tersebut dengan mudah menyebar dan dikenal secara luas oleh masyarakat, baik

ditingkat nasional maupun internasional.83

Begitu pentingnya peran merek dalam perdagangan untuk bersaing dipasar

global, sehingga merek mempunyai nilai jual yang tinggi, untuk itu bagi para

pelaku usaha untuk mendaftarkan merek dagang mereka, karenanya merupakan

sebuah kewajiban dari pemilik perusahaan yang memiliki merek produk itu

sendiri. Selain itu kenapa harus melakukan pendaftaran merek dagang, hal

tersebut karena mendaftaran merek dagang sudah tertuang di Undang-undang dan

menjadi memiliki kekuatan dan juga perlindungan hukum sehingga harus

dipatuhi, jika tidak dipatuhi maka terdapat sanksi hukumnya. Selain itu juga untuk

legalitas karena jika tidak diaftarkan maka nantinya produk tersebut bisa dianggap

illegal dan akan mendapatkan sanksi hukumnya. 84

82
OK. Saidin, Op.Cit, hal. 343
83
Muhammad Ferdian, Op.cit. Hlm 83
84
Ibid
3. Syarat dan Fungsi Merek

Merek memiliki beberapa fungsi yang melekat padanya dengan

mempertimbangkan objek yang dilindunginya, dan merek memiliki fungsi sebagai

ciir khas yang membedakan suatu produk dengan produk lainnya berupa barang

atau jasa yang sejenis diproduksi oleh suatu perusahaan. Merek memberikan

jaminan atas kualitas dari suatu barang dan jasa dan oleh karena itu sangat lah

penting sekali untuk melindungi pemilik merek dan konsumen. Dengan adanya

jaminan kualitas dari produsen akan suatu produk, maka langkah untuk

mempromosikan dan memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akan

berjalan dengan baik.85

Menurut P.D.D.Dermawan, fungsi merek itu ada tiga yaitu: 86

1. Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan

bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan

karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu

dibuat secara profesional;

2. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan

kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi;

3. Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor

produk tersebut.

Tiga fungsi merek tersebut, menyebabkan perlindungan hukum terhadap

merek menjadi begitu sangat bermakna. Sesuai dengan fungsi merek, sebagai

tanda pembeda, maka seyogianya antara merek yang dimiliki oleh seseorang tak
85
Irwansyah Ockap Halomoan, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang
Terkenal Asing dari Pelanggaran Merek di Indonesia,2008
86
Ok. Saidin, Op. Cit. Hlm 456
boleh sama dengan merek yang dimiliki oleh orang lain. Persamaan itu tidak saja

sama secara keseluruhan, tetapi memiliki per- saman secara prinsip. Sama secara

keseluruhan berarti merek tersebut secara totalitas ditiru.87

Pada hakikatnya suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek

untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya. Jadi

suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan

produk perusahaan lainnya;

b. Fungsi jaminan reputasi, selain sebagai tanda asal usul produk, juga

secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut

dengan produsennya, sekaligus memberi jaminan kualitas akan

produk tersebut.

c. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana

memperkenalkan produk baru dan mempertahankan reputasi produk

lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar.

d. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek

dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal,

baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme

pasar bebas.88

Agar suatu merek dapat dilindungi hukum maka harus dilakukan

pendaftaran merek. Dalam proses aplikasi, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

suatu merek agar bisa terdaftar adalah sebagai berikut:


87
Ok. Saidin, Op. Cit, Hlm 457
88
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right,Ghalia
Indonesia, Bogor, 2005, hal 11.
a. Memiliki daya pembeda

b. Merupakan tanda pada barang atau jasa

c. Tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan

ketertiban

d. Bukan menjadi milik umum

e. Tidak berupa Keterangan atau berkaitan dengan barang atau

jasa yang dimintakan pendaftaran89

4. Jenis-Jenis Merek

Jenis merek yang ada di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 di dalam

pasal 2 ayat (2), merek sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 meliputi :

a. Merek Dagang; dan

b. Merek Jasa90

Adapun dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

menyebutkan bahwa :

“ Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangankan oleh seseorang atau beberapa orang secara

bersama- sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang

sejenis lainya”.91

Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

menyebutkan bahwa :

“Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pasda jasa yang

89
Ibid,hal 10
90
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 2 ayat 2
91
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 1 ayat 2
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis

lainnya”.92

Selain Merek Dagang dan merek jasa juga dikenal dengan Merek Kolektif

di dalam Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 menyebutkan bahwa :

“ Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau

jasa dengan ketentuan yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu

barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh

beberapa orang atau badan hukum sevar bersama-sama untuk

membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.”93

Jenis-jenis merek juga dapa dibagi menjadi berdasarkan tingkat derajat

kemasyuran suatu merek yaitu seberapa terkenalkah merek tersebut ditegah

masyarakat. Ada 3 jenis merek yan dikenal masyarakat yaitu :

1. Merek Biasa

Disebut juga “normal mark” yang berarti merek ini tidak memiliki reputasi

yang baik dalam masyarakat karena kualitasnya yang rendah. Merek biasa kurang

memberikan citra yang baik kepada masyarakat, sehingga masyarakat enggan

untuk memiliki produk tersebut. Akan tetapi perlu diingat, terkadang suatu merek

tergolong merek biasa (the men in the street), bukan semata-mata disebabkan

faktor kualitas teknologinya yang kurang, dan juga bukan disebabkan karena

desain dari suatu produk yang kurang menarik dan tidak pula karena faktor

lukisan dan warna merek yang dipencarkan. Kemungkinan besar dikarenakan

92
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 1 ayat 3
93
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 1 ayat 4
faktor strategi promosi dan pengiklanan. Dana iklan yang tidak memadai,

menyebabkan pengenalan masyarakat konsumen terhadapnya kurang memadai.94

2. Merek Terkenal

Sering disebut “well known mark”. Merek ini memiliki reputasi yang baik

dan sering menjadi merek pilihan sebab memiliki kualitas yang baik dan dapat

memuaskan konsumen yang menggunakan. Suatu merek terkenal tentunya harus

terdaftar pada negara asalnya agar mendapatkan perlindungan di negara lain. Ada

beberapa faktor objektif untuk menentukan suatu merek terkenal yaitu :

a. Persentase nilai pasarannya tinggi

b. Dan persentase tersebut harus pula dikaitkan dengan luas wilayah

pemasaran diseluruh dunia

c. Serta kedudukan bersifat stabil dalam jangka waktu yang lama

d. Kemudian tidak terlepas dari faktor jenis dan tipe barang95

3. Merek Termasyur

Merek Termasyur merupakan jenis merek ini yang telah dikenal oleh

banyak orang. Dengan kuliatas dan reputasi nya yang sangat tinggi membuat jenis

merek ini di kenal dibeberapa negara dan bahkan diakui keberadaannya

meskipun tidak terdaftar, dan kemasyhurannya dapat mencegah pihak yang tidak

memiliki hak untuk menggunakan merek termasyhur tersebut.

Seiring berkembang nya zaman, saat ini dikenal pula merek dalam bentuk

tiga dimensi (three dimensional trademark). Di beberapa negara di dunia seperti

Australia dan Inggris, defenisi merek telah diperluas secara signifikan untuk

mencakup bentuk dan tampilan pada setiap produk. Perkembangan ini semakin
94
M Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesai
Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Hlm.81-82
95
Ibid, hlm.84
menunjukan kesulitan dalam membedakan perlindungan merek dengan

perlindungan desain produk. Selain itu, kesulitan juga muncul karena selama ini

terdapat perbedaan antara merek dengan barang-barang yang ditempeli merek

tersebut.96

5. Pendaftaran Merek.

Permohonan pendaftaran merek diajukan secara elektronik atau non

elektronik dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh pemohon atau wakil

nya yang secara sah. Sebelum suatu merek dapat didaftarkan, terdapat syarat

yang harus dipenuhi oleh setiap individu ataupun badan hukum yang ingin

memakai suatu merek, sebagai merek dagang. Dengan kata lain simbol yang

digunakan haruslah sedemikian rupa, sehingga barang yang dihasilkan suatu

perusahaan memiliki perbedan anatar barang yang satu dengan barang yang lain.

Karena adanya merek tersebut lah mempermudahkan kita untuk membedakan

barang dan jasa yang dihasilkan.97

Umumnya, merek tidak dapat didaftarkan beradasarkan permohonan yang

diajukan dengan itikat buruk, oleh si pemohon. Pemohon yang beritikad baik

adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada

niat untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain

meraih keuntungan bisnis sendiri, dengan merugikan pihak lain serta menciptakan

persaingan yang tidak sehat.98

96
Ok Saidin, Op.cit., hlm. 347
97
OK saidin, Op Cit, hlm 348.
98
Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek, Jakarta: Raja GrafindoPersada, hlm 14.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis mengatur lebih lanjut apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu

merek atau yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Berdasarkan pasal 20

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

bahwa Merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur

dibawah ini:

a. Bertentangan dengan ideologi negara, peraraturan perundang-undangan

yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;

b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau

jasa yang dimohon pendaftarannya.

c. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas,

jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/ atau jasa yang

dimohon pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman, yang

dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau

khasiat dari barang dan/atau jasa yang yang diproduksi;

e. Tidak memiliki daya pembeda, dan/atau Merupakan nama umum dan/atau

lambang milik umum.99

Berdasarkaan pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang

Merek dan Indikasi Geografis juga memuat ketentuan mengenai penolakan

pendaftaran merek yaitu:100

99
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 20
100
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 21
1. Permohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu

oleh pihak lain untuk barang/jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dari/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak

sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.

2. Permohonan ditolak jika merek tersebut:

a. Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang

terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain,

kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,

bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau

lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan

dari pihak yang berwenang; atau

c. Merupakan tiruan atau meyerupai tanda atau cap atau stempel

resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah,

kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

3. Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak

baik.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf

c diatur dengan Peraturan Menteri.


Merek yang berpotensi merugikan masyarakat umum tidak dapat

didafatrkan. Disi lain, pendaftaran merek akan ditolak jika merek tersebut dapat

merugikan pihak tertentu. Atau lebih sederhana lagi dapat dikatakan bahwa merek

yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek,

sedangkan merek yang ditolak yaitu merek yang akan merugikan pihak lain.

Pemakaian sesuatu merek dalam praktek juga membawa pengaruh. Jika suatu

merek sudah cukup dikenal dalam masyarakat, maka merek tersebut dianggap

tidak mempunyai daya pembedaan yang cukup sehingga diterima sebagai merek.

Tentang tata cara pendafataran merek di Indonesia menurut Undang-

Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis diatur dalam

pasal 4 yang menentukan bahwa:101

1. Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau

Kuasanya kepada menteri secara elektronik dalam bahasa

Indonesia.

2. Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mencamtumkan:

a. Tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;

c. Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan

melalui kuasa;

d. Warna jika merek yang dimohonkan pendaftarannya

menggunakan unsur warna;

e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama

kali dalam hal permohonan diajukan dengan Hak Prioritas;


101
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 4
dan

f. Kelas barang dan/ atau jasa serta uraian jenis barang dan/

atau jenis jasa.

3. Permohonan ditandatangani oleh Pemohon dan Kuasanya.

4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri

dengan label merek dan bukti pembayaran biaya.

5. Biaya permohonan pendaftaran merek ditentukan per kelas barang

dan/ atau jasa.

6. Dalam hal merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa

bentuk 3 (tiga) dimensi, label merek yang dilampirkan dalam

bentuk karakteristik dari merek tersebut.

7. Dalam hal merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa

suara, label merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman

suara.

8. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri

dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan

pendaftarannya.

9. Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam hal permohonan diajukan oleh pemohon yang bertempat tinggal atau

berkedudukan tetap diluar wilayah Indonesia, dalam permohonan pendaftaran

mereknya wajib mendaftarkan melalui domisili kuasanya sebagai domisili

hukumnya di Indonesia.
C. Tinjauan Umum Merek Dagang Asing

1. Pengertian Merek dagang Asing

Salah satu prinsip terpenting dari Konvensi Paris adalah prinsip tentang

persamaan perlakuan yang mutlak antara orang asing dengan warga negara

sendiri. Prinsip tersebut dirumuskan pada pasal 2, yaitu:

“National of any country of the Union shall, as regards the protection

of industrial property, enjoy in all the other countries of the Union the

advantages that their respective laws now grant or may hereafter

grant, to nationals; all without prejudice to the rights specially

provided for by this Convention. Consequently, the shall havethe same

rotection as the latter, and the same legal remedy against any

infringement if their rights, provided that the conditions and

formalities imposed upon nationals are complied with”.

Pasal ini memuat prinsip “National Treatment” atau prinsip asimilasi

(principle of assimilation), yang artinya setiap warga negara yang termasuk

bagian dari anggota Uni, mendapatkan pengakuan dan hak-hak yang sama seperti

seorang warga negara dimana mereknya didaftarkan102. Prinsip tersebut tidak

hanya berlaku untuk warga negara secara individu, tetapi juga untuk badan

hukum. Begitu juga dengan warga negara asing, mereka juga mendapatkan

perlindungan dan hak yang sama berdasarkan dimana suatu merek didaftarkan

tanpa adanya diskriminasi.

Prinsip “National Treatment” atau prinsip asimilasi (Principle Of

Assimilation) ini dimaksudkan untuk melindungi merek asing yang

102
Muhammad Djumhana dan R.Djubaedilah, Loc.Cit.
didaftarkan di negara peserta Konvensi Paris termasuk Indonesia. Pengertian

merek asing menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak

didefinisikan secara pasti. Berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2016 dapat ditarik kesimpulan mengenai berhak atas merek tersebut

yang tidak bertempat tinggal atas berkedudukan tetap di luar wilayah negara

Indonesia.103

Ketentuan merek nasional pada umumnya serupa, tetapi selalu menyertakan

ketentuan untuk memudahkan administrasi merek. Terdaftar. Setiap permohonan

pendaftaran merek yang diajukan oleh pemilik atau pemilik merek yang bertempat

tinggal atau berada di luar wilayah negara Republik Indonesia harus diajukan

melalui kuasanya dimana lokasi merek tersebut serta memilih temapat tinggal

kuasanya sebagai alamat nya di indonesia.104

Merek dagang milik orang asing memiliki hak prioritas yaitu hak untuk

didahulukan dalam pendaftaran merek di negara tujuan. Oleh karena itu, ketika

orang asing mengajukan pendaftaran di Indonesia, maka tanggal pendaftaran

merek tersebut di negara asal akan dijadikan tanggal pendaftran di negara tujuan.

Hal ini dilakukan dengan tujuan melindungi milik dagang milik orang asing dari

pembajakan dan pemboncengan merek dagang oleh pelaku usaha lokal.

2. Kriteria Merek Terkenal

Dalam Bahasa Indonesia kata asing “well-known” diterjemahkan menjadi

terkenal begitu juga kata “famous” sehingga pengertian “merek terkenal” tidak

membedakan arti atau tidak menentukan tingkatan arti ”famous mark” dan “well-

known mark”. Meskipun dalam beberapa literature dibahas perbedaan atara


103
Indonesia (UUMIG), Undang-Undang No 20 Tahun 2016, Loc.Cit.
104
Muhammad Djumhana, Op.Cit. hlm.177-178
“famous mark”, “well-known mark”, “renown mark” dan juga “notorious mark”,

yang membagi keterkenalan itu atas “kualitas atau kuantitas” atau memberikan

tingkatan. Karena pasal 6 bis Konvensi Paris tidak memberikan defenisi atau

kriteria tentang “merek terkenal” dan diserahkan sepenuhnya pada masing-masing

negara.105

Adapun beberapa jenis merek-merek terkenal sperti merek Coca-Cola,

Revlon, Armani, Gucci, Caterpillardan Nescafe dna lain sebagainya. Salah satu

ciri utama dari merek terkenal adalah bahwa reputasi merek tidak harus terbatas

pada produk tertentu atau jenis produk. Misalnya, Marlboro adalah merek yang

terkait dengan produk tembakau. Ternyata tanda itu juga digunakan untuk

pakaian. Konsumen menemukan hampir semua jenis produk yang tidak

berhubungan dengan merek terkenal digunakan untuk berbagai jenis barang dan

jasa. Tren yang sama dapat dilihat pada merek seperti Porsche dan Caterpillar.

Ciri khas merek terkenal adalah adanya perlindungan yang diberikan sehubungan

dengan jenis barang yang didaftarkan mereknya.106

Perlindungan merek terkenal merupakan pengakuan atas keberhasilan

pemilik merek dalam menciptakan citra eksklusif produk, yang dicapai melalui

iklan atau penjualan langsung produk. Perlindungan didasarkan pada nilai

komersil atau nilai jual merek dagang dan melarang penggunaan apa pun yang

dapat mengurangi nilai eksklusif merek dagang atau mengurangi daya tarik merek

dagang terkenal.107

Pedoman yang termuat dalam pasal 2 rekomendasi bersama WIPO tentang

105
Insan Budi Maulana, Op.Cit. hlm.22-23
106
Tim Lindsey, Op.Cit. hlm. 150
107
Ibid, hlm 151
Ketentuan Proteksi Merek Terkenal yang bersifat tidak mengikat berpendapat

bahwa kriteria merek terkenal adalah sebagai berikut :

a) Penetapan sebagai merek terkenal ditentukan oleh pejabat yang

berwenang dan dengan memperhatikan semua keadaan (circumstance)

yang mendukung pengakuan sebagai merek terkenal.

b) Pejabat berwenang harus memperhatikan informasi tentang faktor-faktor

yang mampu mendukung merek sebagai merek terkenal.

Faktor-faktor meliputi :

1) Tingkatan pengakuan, volume, dan luasnya wilayah geografis

penggunaan merek, yang didukung oleh jumlah mayoritas

permohonan calon licensee, produsen, distributor, improtir,

penjual ritel, dan konsumen barang dan jasa tersebut yang

menjadi bukti adanya pengakuan dari pihak ketiga

2) Tingkat pengakuan merek oleh masyarakat, termasuk volume

penjualan dan penetrasi dalam pasar yang mendukung unsur

keterkenalannya

3) Lama dan luasnya wilayah geografis promosi merek, seperti

promosi lintas negara.

4) Luas wilayah geografis dan registrasi merek di berbagai negara.

5) Adanya sifat eksklusif dan kualitas barang dan merek

6) Luasnya keberhasilan penggunaan hak merek, khususnya kuas

pengakuan merek yang bersangkutan didukung oleh peredaran

merek dalam jaringan bisnis yang luas

7) Tinggi nilai komersial merek


c) Sektor yang relevan dalam masyarakat adalah :

1) Mempunyai sektor yang cukup luas (substansial segment)

di masyarakat

2) Pemakai merek tidak terbatas pada para pelaku dan

konsumen potensial

3) Jaringan distribusi barang atau jasa yang cukup luas

4) Lingkungan usaha yang terkait barang dan jasa yang cukup

luas.108

Merek terkenal tidak dapat di defenisikan, b a h k a n p a r a ahli di

bidang merek pun sepakat untuk tidak mendefenisikannya. Persoalannya

menyangkut kepentingan masing masing Negara namun kalau dilihat karakteristik

dan ciri-cirinya dapat saja. Sementara ini terdapat dua hal : pertama,

mendasarkan pada pendaftaran disuatu Negara. Kedua, promosi. Ketiga adalah

pengetahuan masyarakat terhadap merek itu sendiri.109

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1486 K/pdt/1991

yang menyatakan bahwa : “Pengertian Merek terkenal yaitu, apabila suatu Merek

telah beredar keluar dari batas-batas regional sampai batas-batas internasional,

dimana telah beredar keluar negeri asalnya dan dibuktikan dengan adanya

pendaftaran Merek yang bersangkutan di berbagai negara”. Seharusnya terdapat

lembaga resmi negara yang dapat mensurvei secara resmi keterkenalan suatu

merek. Lembaga resmi diperlukan untuk pembuktian secara objektif, bukan hanya

alasan subjektif.

3. Ketentuan Khusus Pendaftaran Merek Asing


108
Khoirul Hidayah, Hukum HKI Hak Kekayaan Intelektual, Setara Press, 2017,
hllm.58-59
109
Insan Budi Maulana, Bianglala HaKI, PT Hecca Mtra Utama, Jakarta, 2005, hlm.7
Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis telah diatur juga mengenai permohonan pendaftaran merek

Internasional pada pasal 52 ayat (1) yaitu sebagai berikut :

Permohonan Merek Internasional dapat berupa :

a. Permohonan yang berasal dari dari Indonesia di tujukan ke biro

Internasional melalui menteri ; atau

b. Permohonan yang ditujukan ke Indonesia sebagai salah satu negara

tujuan yang diterima oleh Menteri dari biro internasional110

Ketentuan lain mengenai Pendaftaran Merek Internasional diatur dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2018 tentang

Pendaftaran Merek Internasional berdasarkan protokol terkait dengan Persetujuan

Madrid Mengenai Pendaftaran Merek Secara Internasional. Regulasi Merek

Internasional (Madrid Protocol) merupakan suatu perjanjian internasional yang

mengatur sistem administrasi pendaftaran secara Internasional bagi para

anggotanya. Dalam pasal 10 PP No.22 Tahun 2018 yaitu:

a. Menteri menerima Pendaftaran Internasional dari Biro Internasional.

b. Setelah menerima Pendaftaran Internasional sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Menteri melakukan pengumuman.

c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

d. Terhadap Pendaftaran Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Menteri menerima biaya Pendaftaran Internasional dari Biro

Internasional 111
110
Indonesia (UUMIG) Undang-Undang No 20 Tahun 2016, Op.Cit. Pasal 52 ayat 1.
111
Indoensia ( PP ) Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Merek
Internasional Berdasarkan Protokol Terkait Dengan Persetujuan Madrid Mengenai Pendaftaran
Selanjutnya setelah pendaftaran merek, maka setelah itu dilakukanlah

pemeriksaan substansif sesuai dengan ketentuan Undang-undang Merek dan

Indikasi Geografis kemudian Menteri dalam waktu 18 bulan sejak pemberitahuan

pendaftaran internaional, maka harus disampaikan kepada biro internasional

terkiat hasil pemeriksaan substansif yang dapat berupa diterima atau ditolak.

D. Persamaan Pada Pokoknya

1. Pengertian Persamaan Pada Pokoknya

Persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh

adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek

yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik

mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi

antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat

dalam merekmerek tersebut. Akan tetapi ada juga pemakai merek

yang menumpangkan popularitas produksinya dengan merek yang

sudah terkenal meskipun merek tersebut tidak sama secara

keseluruhan.112

2. Unsur-Unsur dalam Menentukan Adanya Persamaan Pada Pokoknya

a. Unsur persamaan atau Adanya Persamaan Yang menonojol

Meniru atau membuat kemiripan terhadap merek lain merupakan bentuk

dari pelanggaran merek yang dapat menimbulkan kebingungan konsumen tentang

Merek Secara Internasional, Pasal 10


112
Ok. Saidin, Op.Cit, hlm 457
asal suatu barang. Hal yang dapat menimbulkan kebingungan bagi konsumen ini

lah yang menyebabkan terjadinya kekeliruan sehingga melatarbelakangi lahirnya

konsep dasar persamaan pada pokoknya atas suatu merek dengan merek yang lain

dapat meliputi:113

a. Terdapat faktor identik (identical) atau kemiripan yang sangat antara

satu merek dengan merek lainnya yang mencakup kemiripan pada

segala hal, kemiripan atau identik perihal bunyi, identik atau mirip

dalam konotasi.

b. Mengandung persamaan asosiasi (similar in association) atau

persamaan gambaran yang mengakibatkan kesulitan bagi konsumen

untuk membedakan antara merek yang satu dengan merek yang

lainnya.

Sudargo Gautama juga mengatakan bahwa bagaimana suatu merek tersebut

diingat oleh masyarakat perlu diperhatikan.114 Lalu perlu diperhatikan pula pada

warna-warna, bentuk, dan kesan terhadap merek tersebut. Berkaitan dengan

persamaan pada pokoknya, merek wajib dipandang sebagai suatu keseluruhan,

apabila kesan secara keseluruhan sudah memperlihatkan persamaan maka telah

terjadi pelanggaran merek.

Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya yaitu merek yang

membingungkan konsumen karena antara kedua merek tersebut memiliki antara

lain:115

a. Kemiripan dalam tampilan dapat dilihat dari kesan penampilan suatu

merek dilihat secara menyeluruh apakah memiliki kemiripan satu


113
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 305
114
Sudargo Gautama, Op. Cit, hlm 102
115
Ibid.
sama lain atau tidak. Penampilan merek dapat dilihat dari tampilan

gambar, huruf, angka, dan warna merek tersebut;

b. Bunyi pengucapan, persamaan pengucapan bisa terjadi walaupun tidak

selaras dengan ejaan maupun tampilannya. Dalam beberapa kasus

pengucapan menjadi unsur yang sangat penting;

c. Arti Suatu merek bisa ditinggal oleh si pembeli lantaran makna dari

merek tersebut. Merek yang satu dengan yang lainnya bisa dipercaya

memiliki persamaan walaupun pengucapan dan susuan istilah tidak

selaras, namun ada persamaan arti.

Berdasarkan penjelasan tersebut, suatu merek dikatakan mempunyai

persamaan yang menonjol dengan merek lain ketika merek yang dibandingkan

mempunyai kesamaan dalam tampilan, cara pengucapan, dan maknanya. Jika hal

tersebut terjadi maka dapat dikatakan telah terjadi persamaan pada pokoknya

terhadap merek tersebut.

b. Unsur Jenis Barang atau Jasa

Merek merupakan suatu tanda pada suatu barang atau jasa yang digunakan

untuk membedakan asal atau sumber barang atau jasa tersebut. Suatu barang atau

jasa dapat mempunyai merek yang memiliki persamaan, tetapi dinyatakan tidak

melanggar atau tidak dapat dibatalkan karena tidak terdapat persamaan atau

hubungan antara barang atau jasanya. Hal ini dikarenakan kesamaan merek-merek

tersebut tidak akan membingungkan atau menyesatkan konsumen. Hubungan

barang atau jasa yang dilindungi kedua merek tersebut sangat penting. Hubungan

barang atau jasa berhubungan dengan pendistribusian produk tersebut. Dalam

memahami hubungan antara barang atau jasa tersebut perlu diketahui mengenai
jenis barang atau jasanya. Perbedaaan antara jenis barang atau jasa belum tentu

sama dengan pembedaan kelas barang atau jasa. 116 Suatu jenis barang atau jasa

yang berbeda dapat berada dalam suatu kelas yang sama. Sementara itu barang

dapat berada pada kelas yang berbeda, tetapi memiliki jenis yang sama.

Persamaan dalam barang atau jasa dapat dilihat dari apakah barang atau jasa

tersebut sama. Umumnya barang atau jasa memiliki kesamaan apabila digunakan

untuk tujuan yang sama atau memenuhi kebutuhan yang sama. Dalam

menentukan persamaan barang atau jasa tersebut juga berhubungan dengan

keterkaitan barang atau jasa tersebut dalam pasar.

Suatu merek dapat dibatalkan jika keseluruhanya terdapat kesamaan dengan

produk dari merek lain yang telah terdaftar dan melindungi barang dan/atau jasa

yang sejenis. Hal itu pun jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2016 Tentang Merek pada pasal 21.

Suatu merek apabila tampak sangat mirip, persamaan dapat terjadi bahkan

jika barang atau jasanya kurang sejenis. Apabila barang atau merek tersebut sama,

persamaan dapat tetap terjadi meskipun merek keduanya terdapat sedikit

perbedaan. Semua faktor saling berhubungan dan bersifat mendukung dalam

menentukan adanya persamaan pada pokoknya dalam suatu merek.

116
Firizky Ananda, 2012, Penerapan Konsep pada Persamaan pada Pokoknya dalam
Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, hlm. 57

Anda mungkin juga menyukai