Anda di halaman 1dari 7

Nama : Jaya Lesmana Adriansa

NIM : 11000119140187

Mata Kuliah : Hukum Hak Kekayaan Intelektual

Kelas : L

Ganjil Hak Merek

Pendahuluan

Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya.Teknologi informasi dan


komunikasi mendukung perkembangan macammacam merek yang dikenal oleh masyarakat.
Masyarakat dapat mencari informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka
dapat memilih produk yang diinginkan. Oleh karena itu, antarpemilik merek suatu produk
akan bersaing untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat selaku konsumen. Kondisi
inilah yang mendorong terjadinya tindakan persaingan yang tidak tepat seperti pemalsuan
atau peniruan merek. Merek yang dibuat oleh pelaku bisnis atau perusahaan bertujuan untuk
membedakan barang atau jasa yang diproduksi. Merek dapat disebut sebagai tanda pengenal
asal barang atau jasa yang berhubungan dengan tujuan pembuatannya. Bagi produsen merek
berfungsi sebagai jaminan nilai hasil produksi yang berhubungan dengan kualitas dan
kepuasan konsumen. Merek yang dibuat oleh produsen menimbulkan sudut pandang tertentu
bagi konsumen. Dengan demikian, konsumen dapat mengetahui baik atau tidaknya kualitas
produk melalui merek. Oleh karena itu, merek yang berkualitas dan dikenal luas oleh
konsumen berpotensi untuk diikuti, ditiru, serta dibajak.

Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menjelaskan bahwa peran merek menjadi
sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang baik. Merek dapat digunakan
sebagai alat untuk menjelaskan asal mula produk, mengetahui kualitas produk, serta keaslian
produk.Dengan demikian, diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek untuk
memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.Suatu merek menjadi terkenal dan
mewujudkan jaminan kualitas dan reputasi suatu produk memerlukan waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu, merek yang telah terkenal akan menjadikan merek tersebut sebagai
aset atau kekayaan perusahaan. Akan tetapi, keterkenalan merek tersebut akan mendorong
produsen lain untuk menirunya.Persaingan dagang semakin besar sehingga mendorong orang
lain melakukan perdagangan dengan jalan pintas (free riding) terhadap merek terkenal.
Tindakan free riding merupakan tindakan yang berusaha untuk membuat, meniru, dan
menyamai suatu merek barang atau jasa untuk menumpang keterkenalan suatu merek.
Tindakan seperti inilah yang disebut sebagai passing off dengan menggunakan merek dari
pihak lain secara melawan hukum. Passing off mengakibatkan kerugian bagi pemilik merek
sesungguhnya seperti menurunnya reputasi perusahaan, omset penjualan yang menurun, dan
tuntutan dari konsumen yang merasa tertipu karena kualitas produk tidak sesuai dengan
merek aslinya.

Permasalahan penyalahgunaan merek tersebut harus diatasi dengan usaha-usaha hukum guna
melindungi merek sebagai karya intelektual manusia. Menurut Z. Asikin Kusumah Atmadja
bahwa ditinjau dari segi hukum, suatu penemuan atau hasil karya atau produk hanya akan
mempunyai arti bagi pemiliknya kalau bagi pemilik tersebut tersedia sarana hukum untuk
melindungi hasil karyanya terhadap perbuatan-perbuatan orang lain (kompetitor) mencari
keuntungan yang tidak sehat dalam perdagangan dengan cara meniru produk hasil karya
tersebut.Merek sebagai karya intelektual memiliki perlindungan hukum sehingga mendorong
produsen untuk mencipta dan mengembangkan kreasi masyarakat. Dengan demikian,
kegiatan perdagangan dan penanaman modal semakin meningkat serta mendukung iklim
investasi.Perlindungan hak atas merek telah diundangkan sejak sebelum kemerdekaan.
Undang-undang di bidang merek pertama dilaksanakan pada Pemerintahan Belanda melalui
Undang-Undang Hak Milik Perindustrian yang diberlakukan sampai zaman kemerdekaan
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Tahun 1961 peraturan tersebut
dikembangkan dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan. Oleh karena undang-undang tersebut kurang memberikan kepastian
hukum, undang-undang ini disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun tentang
Merek. Undang-undang ini lebih menjamin hukum karena memiliki sistem konstitutif atau
first to file principle sehingga dapat memberikan perlindungan hukum. Prinsip inilah yang
dipertahankan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001. Perubahan undang-undang tersebut dilatarbelakangi oleh keikutserataan
Indonesia dalam perjanjian Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual of Property
Right (TRIPs) sehingga Indonesia harus menyesuaikan ketentuan yang terdapat dalam
TRIPs.Dengan demikian, Indonesia melakukan pembaruan sistem konstitusi.Sistem
konstitusi yang dimaksud adalah perlindungan dan pengakuan hak atas merek diberikan
apabila merek telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek di Direktorat Merek Direktoral
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan demikian, merek yang dilindungi adalah merek
yang telah didaftar sesuai aturan undang-undang. Undang-Undang Merek berfungsi
melindungi pihak penerbit merek terhadap pendaftaran atau penggunaan oleh pihak lain
untuk merek yang memiliki produk barang atau jasa yang sama atau hampir sama. Prinsip
perlindungan merek adalah membatasi barang atau jasa yang terdaftar dan dipergunakan.
Artinya, melarang setiap orang menggunakan merek untuk barang atau jasa yang tidak mirip
sekalipun dengan barang atau jasa dari merek yang telah terdaftar.Para pelaku produksi
barang atau jasa atau pemilik merek yang telah memegang hak atas merek dapat
menggunakan merek untuk melakukan perdagangan dan mencari keuntungan. Oleh karena
itu, pemilik merek akan selalu membangun dan menjaga reputasi barang atau jasanya dalam
perdagangan agar mampu menghadapi persaingan.Persaingan merek saat ini sangat ketat
yang menimbulkan dampak positif dan negatif. Persaingan yang dibenarkan oleh hukum akan
memberikan dampak positif seperti mendatangkan keuntungan tanpa merugikan pesaingnya.
Persaingan ini akan meningkatkan kualitas barang atau jasa sehingga menguntungkan
produsen dan konsumen.Persaingan yang tidak sehat dalam kegiatan perdagangan akan
merugikan konsumen, misalnya permasalahan pada merek terkenal. Merek terkenal telah
dikenal oleh semua kalangan masyarakat sehingga mendorong berbagai produsen untuk
memperkenalkan produk yang baru. Kegiatan ini dipengaruhi oleh daya tarik merek yang
mampu menarik perhatian konsumen secara potensial. Selain itu, persaingan dagang di era
pasar bebas ini mendorong produsen melakukan tindakan yang melanggar hukum seperti
tindakan passing off.Salah satu tindakan passing off di Indonesia adalah kasus tentang
pelanggaran hak merk yang menimpa Ruben Onsu. Bisnis Geprek Bensu milik Ruben Onsu
tenyata mirip dengan brand pebisnis lain. Selaku pemilik Geprek Bensu, kini Ruben tengah
dihadapkan dengan kasus perebutan hak paten merek dagang Bensu antara dirinya dan
pemilik restoran I am Geprek Bensu.

Alur Pikir Kasus (berisi flowchart proses/alur kasus yang terjadi)

Pemakaian nama Bensu sebagai merek dagang sebenarnya sudah lebih dahulu digunakan
oleh PT Ayam Geprek Benny Sujono. Bensu merupakan singkatan nama dari pemiliknya,
Benny Sujono, yang mendirikan usaha ayam geprek dengan nama I Am Geprek Bensu.

Dua pengusaha dari PT Ayam Geprek Benny Sujono, Yancent Kurniawan dan Stefani
Livinus, mendirikan I Am Geprek Bensu di April 2017. Mereka meminta Jordi Onsu menjadi
manajer operasional. Jordi lalu menawarkan sang kakak, Ruben Onsu menjadi duta promosi
yang akhirnya disetujui pemilik.

Usai ditunjuk sebagai duta promosi, Ruben Onsu meminta satu karyawan untuk
diperkerjakan di bagian dapur. Sekitar Agustus 2017, Ruben mengajak karyawan itu
bergabung di bisnis ayam gepreknya sendiri yang diberi nama Geprek Bensu. Kemudian
suami Sarwendah ini melarang pihak Yancent menggunakan nama Bensu pada bisnis I Am
Geprek Bensu.

Setahun kemudian, Ruben Onsu mendaftarkan nama Bensu sebagai singkatan namanya
Ruben Samuel Onsu ke pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu, ayah tiga anak
ini juga tercatat sempat menggugat ke PN Niaga Jakarta Pusat pada 25 September 2018.
Waktu itu Ruben Onsu mengajukan gugatan atas nama Jessy Handalim.

Namun pada 7 Februari 2019, gugatan dengan nomor perkara 48/Pdt.Sus-


HKI/Merek/2018/PN Niaga Jkt.Pst tersebut ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri
Niaga Jakarta Pusat.

Tak menyerah gugatannya ditolak, Ruben kembali mengajukan gugatan ke PN Niaga Jakarta
Pusat pada 23 Agustus 2019. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 57/Pdt.Sus-
HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst.

Pada 13 Januari 2020, gugatan Ruben Onsu ditolak seluruhnya oleh majelis hakim PN Niaga
Jakarta Pusat. Majelis hakim justru mengabulkan gugatan rekonsepsi PT Ayam Geprek
Benny Sujono.

"DALAM EKSEPSI: Menyatakan Eksepsi Tergugat I tidak dapat diterima. DALAM


POKOK PERKARA: Menolak Gugatan Penggugat RUBEN SAMUEL ONSU tersebut untuk
seluruhnya," begitu hasil putusan dari halaman Direktori Putusan Mahkamah Agung RI,
Rabu (10/6/2020).

Sedangkan untuk gugatan rekonpensi (gugatan balasan), Majelis Hakim mengabulkannya.


Hakim menyatakan, PT Ayam Geprek Benny Sujono adalah sah sebagai pemilik dan
pemakai pertama untuk merek bisnis I Am Geprek Bensu.

Karena merek dagangnya menyerupai merek dari PT Ayam Geprek Benny Sujono, maka
sertifikat pendaftaran dengan enam nama Geprek Bensu milik Ruben Onsu dibatalkan.
"Memerintahkan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq.
Direktorat Jenderal Hak Dan Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek Dan Indikasi
Geografis (in casu Turut Tergugat Rekonpensi) untuk melaksanakan pembatalan merek-
merek atas nama RUBEN SAMUEL ONSU tersebut di atas," isi putusan MA.

Analisis

Hak Kekayaan Intelektual atau HKI masih menjadi masalah besar bagi pelaku usaha di
Indonesia. Khususnya pelaku usaha yang baru merintis usahanya.

Memang pelaku usaha sudah menyadari akan pentingnya branding sebuah usaha atau produk
yang mereka jajakan agar bisa memikat pelanggan. Namun kesadaran akan pentingnya
branding ini tidak dibarengi dengan pemahaman akan pentingnya mendaftarkan brand atau
merek dagang agar tidak diklaim oleh pihak lain.

Setidaknya inilah pelajaran yang bisa dipetik dari kasus sengketa merek "Bensu" yang
menjadi sorotan dalam berapa hari terakhir. Mungkin di benak masyarakat umum kalau
ditanya apa Bensu, maka mayoritas akan merujuk sosok pelaku dunia hiburan bernama
Ruben Samuel Onsu alias Ruben Onsu. Apalagi sang sosok punya usaha makanan dengan
menggunakan brand "Bensu", yang diklaim singkatan dari nama Ruben Onsu.

Namun ketenaran seorang sosok bukan lantas otomatis bisa mengklaim sebuah merek. Sebab
hukum yang berlaku di Indonesia, pengakuan sebuah merek berdasarkan pada siapa yang
pertama mendaftarkannya atau istilahnya first to file.

Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, yakni Undang-Undang No 20 Tahun
2016 tentang Merek dan Indikator Geografis, pasal 3 menyebutkan bahwa Hak atas Merek
diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar. Penjelasannya yang dimaksud dengan "terdaftar"
adalah setelah Permohonan melalui proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman, dan
proses pemeriksaan substantif serta mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia untuk diterbitkan sertifikat atas hak itu.

Berbeda dengan Amerika Serikat yang menganut first to use atau siapa yang pertama kali
menggunakan, di Indonesia pemilik merek tidak harus selalu menggunakannya. Meskipun
menganut first to file hukum di Indonesia tetap melindungi merek yang terkenal.
Pembahasan (kasus yang diangkat)

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
berikut:

1. HKI milik suatu warga negara telah menjadi bagian penting pembangunan ekonomi suatu
negara, karena telah tekait dengan kelangsungan hidup sebuah perusahaan, penyerapan
tenaga kerja, pajak, dan pemasukan devisa. Dalam perkembangannya sengketa HKI terjadi di
setiap bidang HKI yaitu, hak cipta, merek dan indikasi geografis, paten, rahasia dagang,
perlindungan varietas tanaman, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Sengketa
HKI di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: pertama, Sengketa
Administratif, Sengketa Perdata, dan Sengketa Pidana. Setiap sengketa punya penyelesaian
sendiri berdasarkan aturan hukum dalam HKI. Secara garis besar ada 2 bentuk penyesaian
sengketa HKI, yaitu secara litigasi dan non litigasi. Para pihak yang bersengketa bisa memilih
lembaga mana yang di ambil untuk menyelesaikan sengketa HKI miliknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sengketa HKI Geprek Bensu melawan I Am Geprek Bensu merupakan sengketa HKI di
bidang merek, dimana proses penyelesaian sengketanya berdasarkan UU MIG sebagai dasar
hukum pengaturan merek di Indonesia. Proses penyelesaian sengketa kedua belah pihak
diselesaikan dengan secara litigasi tepatnya di Pengadilan Niaga. Sengketa dalam perkara ini
merupakan sengketa perdata dengan gugatan yang menghendaki penghentian usaha pihak
tergugat. Disini Ruben Onsu menggugat PT Ayam Geprek Bensu untuk pembatalan
pendaftaran merek “I Am Geprek Bensu” yang punya kemiripan dengan “Geprek Bensu’
miliknya. Akhirnya Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam
perkara nomor 57/Pdt.SusHKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst telah di putus, dan berdasarkan
pertimbangan MA setelah diajukan kasasi bahwa putusan tersebut tidak bertentangan dengan
hukum dan UU MIG. Dengan ini berarti Ruben Onsu tidak bisa menggunakan merek
“Geprek Bensu” nya lagi sesuai hasil putusan pengadilan Jakarta Pusat.

Saran untuk mencegah terjadinya sengketa mengenai HKI diperlukan pengawasan yang
efektif oleh pihak pemerintah agar pelaksanaan aturan hukum setiap bidang HKI dapat
berjalan dengan baik dan tentunya diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kerjasama
dengan masyarakat guna melaporkan bentukbentuk pelanggaran HKI yang terjadi guna dapat
diproses secara hukum. Agar sengketa seperti Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu tidak
terjadi lagi. Penyelesaian sengketa HKI antara Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu
seharusnya lebih baik melalui jalur non litigasi atau melalui lembaga mediasi karena lebih
mudah menemukan persamaan pendapat kedua belah pihak untuk menemukan perdamaian
serta tentunya lebih cepat dan biaya murah. Tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak para
pelaku sengketa Kekayaan Intelektual yang menyelesaikan sengketanya melalui litigasi
termasuk sengketa Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu ini.

Anda mungkin juga menyukai