Anda di halaman 1dari 4

Nama : Jaya Lesmana Adriansa

NIM : 1100019140187
Mata Kuliah : Hukum Lingkungan
Kelas : H

UAS

SOAL
1.Bagaimana peran hukum adat terhadap lingkungan? Untuk menjawab pertanyaan itu,
pertama harus menentukan kearifan lokal didaerah masing masing. Setelah menentukan
kearifan lokal kaitkan dengan bagaiaman perilaku masyarakat adatnya, kebiasaan masyarakat
adatnya dalam mengelola atau melestarikan lingkungannya dan juga harus ada dasar
hukumnya yaitu peraturan daerah terhadap lingkungan.Apakah didalam peraturan daerahnya
ada peran masyarakat hukum adat dalam mengelola atau menjaga lingkungannya.

2. Dr. Lita Tyesta Addy Listya Wardhani, S.H., M.Hum telah menjelaskan 3 UU yang
berlaku yang pertama UU tahun 82, UU tahun 97 dan UU tahun 2009, yang dimana dalam
penanganan, perlindungan, pengelolaan lingkungan yang didalam 3 UU tersebut sudah
mengalami evaluasi atau perubahan. Yang pertama UU 82 sudah dievaluasi atau dirubah
dengan UUtahun 97, Kemudian UU tahun 97 juga sudah dievaluasi dengan UU tahun 2009
dan UU tahun 2009 mendapatkan beberapa tambahan dan sudah disempurnakan didalam UU
Cipta kerja. Ternyata didalam kenyataanya atau realita terdapat beberapa kasus lingkungan.
Karena terdapat beberapa kasus terhadap lingkungan maka teman teman bisa mengkaji, atau
bisa mengevaluasi dengan menggunakan 3 aspek, yang dimana 3 aspek tersebut terdiri dari :

1. Melihat peraturannya, apakah didalam subtansi materinya, sudah sesuai atau belum,
penegakkan hukumnya bagaimana, sanksi yang didapatkan apa.

2. Melihat kelembagaan, apakah antar lembaga berkoordinasi dengan baik, dan


bagaimana kelemahan kelemahan lembaga tersebut. Karena didalam UU tersebut
mengatur tugas dan wewenang baik itu pemerintah pusat, daerah dan instansi instansi
yang berkaitan dengan hukum lingkungan.

3. Melihat budaya. Apakah perilaku kita sudah menjaga lingkungan kita. Jadi budaya
disini dilihat dari perilaku, dan kebiasaan kita contohnya
Gunakan air secukupnya.
Matikan lampu setelah digunakan.
Jangan membuang putung rokok sembarang.
Buanglah sampah pada tempatnya.
Jawab
1. Barapen, merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Papua, khususnya di kawasan
pegunungan. Tradisi itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus mempererat
persaudaraan.Barapen merupakan tradisi membakar makanan beramai-ramai dan kemudian
disantap bersama. Butuh proses panjang untuk mempersiapkan pembakaran hingga makanan
siap santap. Tahapannya mulai dari menggali lubang, memanaskan batu, hingga membakar
bahan makanan.Proses terakhir saja membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat jam
sampai makanan siap santap. Namun, selama proses itu berlangsung, komunikasi, kerja sama
dan rasa persaudaraan kian erat terjalin. Mereka menutup tradisi Barapen dengan upacara
makan bersama.
Proses barapen Pertama, salah seorang penduduk akan menggali tanah, selanjutnya disebut
kolam. Dalamnya kolam tergantung seberapa banyak makanan yang akan dibakar. Sambil
menunggu, batu mulai dibakar di atas kayu bakar hingga merah membara.
Setelah kolam siap, di bagian dasar dialasi semacam alang-alang kemudian ditutup daun
pisang , di atasnya ditata daging, kemudian ditutup lagi dengan daun pisang. Di atas daun
pisang diletakan lagi batu membara, ditutup lagi dengan daun pisang, baru ditata jagung,
umbi-umbian, dan sayuran. Seperti sebelumnya, di atas sayur dan umbi-umbian, ditutup daun
dan ditindih dengan batu membara. Selanjutnya ditutup lagi dengan kayu bakar untuk
menjaga panas di dalam bisa bertahan lama.
Barapen merupakan tradisi yang mengajarkan bagaimana cara menciptakan dan menguatkan
kebersamaan antarsesama manusia. Dalam pelaksanaannya seluruh warga terlibat mulai dari
proses persiapan, memasak, hingga upacara makan bersama.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tentang tingkat keteraturan, tingkat
kepatuhan dan tingkat kesesuaian Barapen.Keberadaan Barapen dari aspek tujuannya
sebenarnya cukup membantu masyarakat dalam mengelola lingkungan dan kesejahteraannya,
selain itu Barapen juga bernilai Sosial.
Hal ini disebabkan karena dengan Barapen maka kehidupan sosial masyarakat, panen dan
keseimbangan lingkungan dapat diatur. Di satu sisi ada hukum adat yang melarang namun
disisi lain apa yang dilarang adalah kepemilikan pribadi atau suku. Seharusnya Barapen tidak
mengenal kepemilikan pribadi atau suku karena berkaitan dengan keseluruhan lingkungan
atau ekosistem dan merupakan kesepakatan seluruh masyarakat. Tradisi Barapen belum
searah dengan hukum formal, sehingga perlu adanya peraturan daerah dan peraturan desa
tentang pelestarian kearifan lokal untuk memperkuat eksistensi Barapen.

2. I. Dilihat dari aspek peraturannya Permasalahan kebijakan pengelolaan lingkungan,


pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 yang disempurnakan
melalui penerbitan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terbitnya Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut
tampaknya memang ditujukan untuk lebih memperkuat aspek perencanaan dan penegakan
hukum lingkungan hidup, yang mana terlihat dari struktur undang-undang yang lebih
dominan dalam mengatur aspek perencanaan dan penegakan hukum.
Meskipun demikian terdapat celah yang cukup mencolok dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009, yaitu ketiadaan pasal dan ayat yang menyinggung tentang komitmen para
pemangku kepentingan untuk memperlambat, menghentikan dan membalikkan arah laju
perusakan lingkungan. Tindakan hukum yang diberikan terhadap pelaku pencemaran dan
perusakan lingkungan terdiri dari aspek administrasi, aspek perdata, aspek pidana.
Dalam Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa sanksi administratif terdiri atas teguran
tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, pencabutan izin lingkungan.
Sedangkan terhadap penyelesaian sengketa lingkungan hidup sesuai dengan Pasal 84
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, bahwa untuk menggugat ganti kerugian dan atau
biaya pemulihan lingkungan hidup, terdapat dua jalur yaitu melalui penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan dan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
melalui pengadilan. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh atas nama badan
usaha atau perusahaan sesuai dengan Pasal 116 ayat (1) dan (2) UndangUndang Nomor 32
Tahun 2009, maka tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha atau
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. Ancaman pidana
sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal adalah pidana penjara dan denda. Selain itu ada
pidana tambahan atau tindakan tata tertib terhadap badan usaha Pasal 119 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
II. Terkait aspek kelembaagaannya dalam prakteknya, AMDAL lebih mengarah pada
penonjolan pemenuhan ketentuan administratif daripada subtantifnya. Artinya pesatnya
permintaan akan AMDAL merupakan mata rantai kewajiban dalam urusan perizinan dalam
suatu usaha atau dipandang sebagai performa untuk mendapatkan akad kredit atau izin
investasi. Proses transparansi dan mekanisme keterbukaan dokumen AMDAL bagi
masyarakat tidak berjalan sesuai harapan,bahkan masyarakat (yang terkena dampak) tidak
mengetahui secara pasti adanya suatu aktifitas kegiatan.
Kepatutan dan ketaatan kepada ketentuan hukum (lingkungan), merupakan indikator
kesadaran hukum masyarakat. Peranserta masyarakat, menurut undang-undang pengelolaan
lingkungan hidup merupakan komponen utama, disamping keberadaan penegak hukum,
untuk tercapainya tujuan hukum melalui sarana penegakan hukum, dengan cara melakukan
penegakan hukum lingkungan hidup. Masih terbatasnya kesadaran hukum masyarakat
terhadap lingkungan disebabkan keawaman masyarakat terhadap aspek lingkungan dan tidak
mengetahui akibat yang akan timbul bila melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan.
Untuk itu diperlukan usaha-usaha seperti penyuluhan, bimbingan, teladan dan keterlibatan
masyarakat dalam penanggulangan masalah lingkungan. Untuk itu, peningkatan kegiatan
penegakan hukum yang berdimensi edukatif-persuasif dan preventif perlu ditingkatkan dan
digalakan lagi.
III. Untuk Aspek budayanya apabila dilihat dari contoh-contoh yang telah tercantum pada
soal tersebut diantaranya yaitu adalah :
a. Menggunakan air secukupnya, hal ini masih banyak terjadi dilakukan pada masyarakat
yang tidak menggunakan air dengan bijak, sehingga hal ini merugikan kondisi lingkungan
hidup yang ada disekitarnya, diantaranya yaitu kelangkaan air bersih yang masih banyak
terjadi pada daerah yang masih tergolong padat. Dan terkait pada ketersediaan air bersih ini
juga ada korelasinya dengan kandungan asam maupun basa yang tinggi akibat penggunaan
deterjen, sabun, shampoo, serta peroduk” lainnya yang dapat merusak lingkungan hidup ada
pada lingkungan sekitar seperti hewan” air yang tidak dapat bertahan hidup dan
mengakibatkan ketidak seimbangan rantai makanan yang terjadi pada lingkungan, termasuk
hewan” darat juga yang tentunya telah kehabisan habitatnya akan terkena imbasnya seiring
pembuangan limbah air yang tidak terkontrol baik dari skala rumahan maupun skala
industrial.
b. Matikan Lampu Setelah Digunakan, untuk hal ini dari pengamatan yang saya lakukan juga
masih banyak yang belum mengindahkannya karena mungkin penerangan yang selalu hidup
bahkan sudah dapat disebut sebagai hal yang wajar pada era saat ini, seolah menganggap
remeh penggunaan energi yang dapat terbarukan juga dapat mengakibatkan ketidak
seimbangan Lingkungan Hidup.
c. Membuang Puntung Rokok Sembarangan, Hal ini juga masih banyak terjadi di Indonesia
bahkan tidak hanya disembarang tempat, tetapi pada saat seorang perokok mengendarai
kendaraan roda 4 maupun roda 2 yang juga dapat mengganggu bahkan membahayakan
pengguna jalan lainnya. Tidak hanya itu kebiasaan ini juga dapat mencemari udara, air,
maupun tanah. Karena puntung rokok membutuhkan waktu yang tidak cepat untuk diuraikan
baik di darat, air/laut, maupun udara yang tercemar akibat asap karbon monoksida yang
hampir sama dikeluarkan oleh mesin kendaraaan ataupun mesin industrial.
d. Buanglah sampah pada tempatnya. Pelanggaran ini masih sangat marak terjadi di
Indonesia, dampaknya juga telah sangat nampak dilihat dari banjir yang masih banyak terjadi
di banyak tempat bahkan sekelas Ibu Kota sekalipun yang didalamnya terdapat pusat
pemerintah yang bekerja secara langsung untuk negara pun masih saja dapat kuwalahan
dalam menanggulangi masalah ini. Selain di kota-kota besar sampah juga menyerang tempat-
tempat wisata baik berupa gunung, hutan, laut, dan lain sebagainya dapat dilihat kurangnya
kepedualian masyarakat kita terhadap keberlangsungan lingkungan Hidup yang sehat dan
tidak merugikan untuk sumber daya hayati dan juga non-hayati bahkan manfaat tersebut juga
demi kebaikan masyarakat itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai