Anda di halaman 1dari 5

Nama : Sri Utari

NPM : 03.17.078
Jurusan / Semeter : Kesejahteraan Sosial / III.A
Mata Kuliah : Social Case Work
Dosen : Ahmad Rivai, AKS, MPSSp

SOCIAL CASE WORK


Kekerasaan Terhadap Anak
Selasa 27 Feb 2018 00:01 WIB

Red: Ani Nursalikah

Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak

Angkanya terus meningkat karena korban takut sehingga terkesan


membiarkan pelaku.

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Angka tindak kekerasan terhadap anak di


Kota Palembang, Sumatera Selatan dalam beberapa tahun terakhir masih cukup
tinggi yaitu mencapai di atas 100 kasus.

"Kasus kekerasan terhadap anak itu diperkirakan lebih banyak lagi, kondisi ini
perlu segera dicarikan solusinya sehingga tahun-tahun mendatang angkanya
dapat diminimalkan," kata anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
Palembang, Tri Widayatsi di Palembang, Senin (26/2).

Dia menjelaskan, data kasus tindak kekerasan terhadap anak itu diperoleh dari
kejadian yang terungkap melalui media massa dan pengaduan masyarakat yang
peduli dengan korban yang mendapat perlakuan kurang manusiawi dari
keluarga dan orang tuanya.

Kasus tindak kekerasan terhadap anak itu ada yang ditindaklanjuti dengan cara
kekeluargaan dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut dia, tindak kekerasan terhadap anak selama ini angkanya terus
meningkat karena korbannya takut sehingga terkesan membiarkan pelakunya
melakukan tindakan pelanggaran hukum itu.

Pelaku tindak kekerasan terhadap anak sudah saatnya diberikan pelajaran, bagi
keluarga atau masyarakat yang berada di sekitar tempat tinggal korban
diharapkan membantu melaporkan tindakan pelaku kejahatan itu kepada aparat
kepolisian terdekat.

"Dengan perlawanan serius dan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang
berlaku, diharapkan ke depan jumlah korban tindak kekerasan terhadap anak di
Palembang ini bisa diminimalkan," ujarnya.
 Sebab terjadinya kekerasan pada anak
Banyak orang sukar memahami mengapa seseorang melukai anaknya.
Masyarakat sering beranggapan bahwa orang yang menganiaya anaknya
mengalami kelainan jiwa. Tetapi banyak pelaku penganiayaan sebenarnya
menyayangi anak-anaknya namun cenderung bersikap kurang sabar dan kurang
dewasa secara pribadi. Karakter seperti ini membuatnya sulit memenuhi
kebutuhan anak-anaknya dan meningkatkan kemungkinan tindak kekerasan
secara fisik atau emosional. Namun, tidak ada penjelasan yang menyeluruh
tentang penganiayaan pada anak. Hal itu terjadi sebagai akibat kombinasi faktor
dari kepribadian, sosial dan budaya.
Menurut Richard J. Gelles, Ph.D. Faktor-faktor penyebab penganiayaan
ini dapat dikelompokkan dalam empat kategori utama,yaitu sebagai berikut :
 Penyebaran perilaku jahat antar generasi
Banyak anak belajar perilaku jahat dari orang tua mereka dan kemudian
berkembang menjadi tindak kekerasan. Jadi, perilaku kekerasan
diteruskan antar generasi. Penelitian menunjukkan bahwa 30% anak-
anak korban tindak kekerasan menjadi orang tua pelaku tindak
kekerasan. Mereka meniru perilaku ini sebagai model ketika mereka
menjadi orang tua kelak.
Namun, beberapa ahli percaya bahwa yang menjadi penentu akhir adalah
apakah anak menyadari bahwa perilaku kasar yang dialaminya tersebut
salah atau tidak. Anak-anak yang yakin bahwa mereka berbuat salah dan
pantas mendapat hukuman akan menjadi orang tua pelaku kekerasan
lebih sering daripada anak-anak yang yakin bahwa orang tua mereka
salah kalau berlaku kasar pada mereka.
 Ketegangan Sosial, Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial
meningkatkan risiko tindak kekerasan pada anak dalam sebuah keluarga.
Kondisi ini mencakup :
• Pengangguran.
• Sakit-penyakit.
• Kemiskinan dalam rumah tangga.
• Ukuran keluarga yang besar.
• Kehadiran seorang bayi atau orang cacat mental dalam rumah.
• Kematian anggota keluarga.
• Penggunaan alkohol dan obat-obatan.
 Dampak kekerasan pada anak
Efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif
dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan
apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit
menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci
yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga
menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang
normal juga rusaknya sistem syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati,
dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari.
Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak
yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki
keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan
terhadap anak (child abuse) , antara lain;
1) Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam
dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah
menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya.
Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada
gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif.
Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua
jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk
yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang
berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas
luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
2) Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak
yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan
penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism)
seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali),
penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan
alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri.
Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi
atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata
seperti penyiksaan fisik.
3) Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan,
2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap
pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat
eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan
sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa
masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan
dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang
masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang
biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut,
perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan
simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll
(dalam Nadia, 1991);
Sosial case work (SCW)
Sosial case work menggunakan metode atau dasar-dasar Psikologi :
 Manusia di berikan kapasitas untuk berpikir :
Seorang pekerja sosial harus dapat berkomunikasi terhadap
klien agar bisa bercerita tentang apa yang dia alami
 Berdiri sendiri :
Pekerja sosial harus memberikan penjelasan ketika mereka
keluar dari penjara dan mereka harus dapat berusaha lebih baik
lagi setelah keluar dari penjara dan tidak mengulangi lagi
kekerasan pada anak
 Membuat pilihan agar dapat bermanfaat di lingkungan hidup
masyarakat :
Seorang pekerja sosial harus memberi arahan agar klien
tersebut dapat bermanfaat setelah keluar dari penjara Agar mereka
dapat bersikap baik terhadap warga sekitar dan dapat membantu
warga dilingkungan sekitar
 Manusia mempunyai kapasitas untuk berkembang :
Seorang pekerja sosial telah paham terhadap masalah
klien,mereka dapat memberikan motivasi terhadap klien agar dapat
berkembang dilingkungan masyarakat sekitar dan seorang pekerja
sosial harus dapat memberi kenyaman di sekitar lingkungan nya
 Membentuk sifat tata laku sejajar dengan lingkungan ia tinggal :
Seorang pekerja sosial menjelaskan kepada klien bahwa
sifat tata laku di lingkungan tempat ia tinggal sangat perlu agar
masyarakat tersebut dapat bersikap sebaliknya pada si klien
Teknik Sosial Case Work

Teknik pertolongan dalam sosial case work :

 Mengubah keadaan sekeliling :


Seorang klien yang pernah melakukan kekerasan pada
anak tersebut seorang pekerja sosial harus dapat merubah pola
pikir klien yang menyebabkan klien tersebut tidak lagi melakukan
kekerasan pada anak.
Misalnya, Seorang pekerja sosial berusaha membuat klien
memberi penjelasan kepada klien agar dapat bergaul terhadap
lingkungan sekitar dan keadaan di sekeliling klien
 Memberikan dorongan :
Seorang pekerja sosial harus memberi support atau
dukungan dan memberikan kehidupan baru terhadap klien agar
tidak lagi melakukan kekerasan pada anak dan dapat berubah
menjadi lebih baik lagi
 Memberikan persoalan :
Seorang pekerja sosial menjelaskan serta memberikan
semangat kepada klien bahwa masalahnya akan dapat
terselesaikan seorang yang melakukan kekerasan pada anak dan
seorang pekerja sosial menjelaskan bahwa melakukan kekerasan
pada anak dapat membuat anak tersebut menjadi takut atau
trauma akan kejadian yang dia alami.
 Interperensi :
Seorang pekerja sosial ketika memberikan penjelasan harus
berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan mudah dimengerti
agar klien dapat paham dan mengerti apa yang disampaikan
pekerja sosial
Proses pertolongan pekerja sosial dalam sosial casework

 Infake/Egagement
Seorang pekerja sosial harus langsung terliba dalam
masalah klien tersebut
Seorang pekerja sosial harus dapat berkomunikasi dengan
baik terhadap klien agar klien dapat menjelaskan permasalahan
yang dihadapi ketika klien menceritakan tentang masalahnya maka
peksos harus dapat menyelesaikan masalah klien tersebut
 Kekerasan pada anak di sebabkan kurangnya Pendidikan
dan Pengetahuan Orang Tua yang kurang baik
 Kekerasan pada anak di sebabkan Keluarga Yang tidak
Hangat Dan Demokratis
 Kekerasan pada anak di sebabkan Orang tua yang selalu
khawatir dan selalu melindungi anak yang diperlakukan
dengan penuh kekhawatiran, sering dilarang dan selalu
melindungi, akan tumbuh menjadi anak yang penakut, tidak
mempunyai kepercayaan diri, dan sulit berdiri sendiri. Dalam
usaha untuk mengatasi semua akibat itu, mungkin si anak
akan berontak dan justru akan berbuat sesuatu yang sangat
dikhawatirkan atau dilarang orang tua. Konflik ini bisa
berakibat terjadinya kekerasan terhadap anak
 Kekerasan pada anak di sebabkan Orang tua yang terlalu
menuntut
 Kekerasan pada anak di sebabkan orang tua yang terlalu
keras
 Assesment
Seorang pekerja sosial harus dapat memahami keadaan
yang membuat klien tersebut melakukan kekerasan pada anak?
Misalnya,
 Pekerja sosial bertanya? Hal apa yang membuat klien
tersebut melakukan kekerasan pada anak ?
 Apakah selama ini sudah berusaha atau tidak melakukan
kekerasan pada anak?
 Ketika sudah berusaha apa yang klien lakukan?
 Planning
Merubah situasi masalah
Ketika semua pertanyaan pekerja sosial sudah terjawab
oleh klien
Misalnya, “Saya melakukan kekerasan pada anak tersebut
dikarenakan saya terlalu menuntut supaya anak tersebut menjadi
apa yang saya inginkan ”
Dan tugas pekerja sosial tersebut harus dapat memecahkan
masalah klien dan membuat klien lebih baik dari sebelumnya
 Interverensi
Setelah memahami masalah dari klien dan sudah dijelaskan
oleh klien masalah tersebut. Pekerja sosial memberikan
pertolongan
Peksos dapat menggunakan langkah langkah yang berbeda
 Peksos menjelaskan kepada klien agar mendidik Anak
dengan tidak menuntut yang tinggi dan tidak boleh terlalu
keras Anak yang diperlakukan demikian cenderung tumbuh
dan berkembang menjadi anak yang penurut dan tidak
penakut, anak akan mengambil nilai positif dari didikan
orang tua sehingga tidak ada kejadian kekerasan pada
anak.
 Evaluasi
Pekerja sosial mencoba melihat kembali apakah klien
tersebut tidak lagi melakukan ekerasan pada anak dan menjauhi
perbuatan tersebut
 Terminasi
Masa akhir dari proses pertolongan pekerja sosial
Program tersebut dibuat agar terjalani dengan baik dan
berkomitmen bersungguh sungguh dalam perubahan lebih baik
lagi

https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/02/26/p4rbti366-
kasus-kekerasan-anak-di-palembang-tinggi
http://geraldinyesi.blogspot.com/2012/06/karya-ilmiah-tentang-kekerasan-
terhadap.html

Anda mungkin juga menyukai