Selanjutnya Catts mendifinisikan orang literat informasi adalah orang yang dapat:
1) Menengarai kebutuhan informasi mereka
2) Mendapatkan dan mengevaluasi kualitas informasi;
3) Menyimpan dan menemukan kembali informasi;
4) Memanfaatkan informasi secara efektif dan beretika, dan
5) Menerapkan informasi untuk menciptakan dan mengkomunikasikan pengetahuan.
Kelima elemen ini tidak harus dilihat sebagai proses yang linier, namun elemen yang saling
terkait, dalam satu konstruksi. Misalnya, seseorang memperoleh informasi akan tahu manfaat
potensial, menggungakan informasi yang memang diinginkan, sebelum mengevaluasi sumber
dan menegarai kebutuhan informasi. Bisa saja kemudian mereka menyimpannya untuk
digunakannya nanti.
LI membentuk dasar untuk belajar sepanjang hayat. Hal seperti ini umum untuk semua
disiplin, untuk semua lingkungan pembelajaran dan untuk semua tingkat pendidikan. LI
membuat pelajar menguasai isi dan ruang lingkup pengamatan, menjadi lebih mandiri dan
mempunyai kendali yang lebih besar terhadap proses belajarnya sendiri. ACRL (2004)
menyatakan bahwa seorang yang Literat Informasi mampu:
Memahami masalah sosial, ekonomi dan legal yang terkait dengan pemanfaatan informasi, serta
mampu mengakses dan memanfaatkan informasi secara legal dan beretika.
Pada tanggal 10 Januari 1989, The Presidential Committee on Information Literacy
menerbitkan laporan, menekankan arti penting LI, dan adanya peluang untuk mengembangkan
LI di sekolah. Komisi ini merekomendasikan terbentuknya Forum Nasional Literasi informasi,
sebuah koalisi 90 organisasi nasional dan internasional. Perkembangan mencolok dalam hal ini
adalah meningkatnya perhatYian terhadap proses belajar daripada proses mengajar. Pada tahun
1989 American Library Accociation Presidential Commitiee on Information Literacy
mengimbau orang mengembangkan LI untuk ikut ambil bagian dalam dinamika masyarakat
informasi. Dalam laporan ini, LI dirumuskan sebagai kemampuan untuk mengenali apabila
informasi itu diperlukan, mempunyai kemampuan untuk mendapatkan, mengvaluasi, dan
menggunakan informasi secara efektif, dan menekankan bahwa literasi informasi itu penting
untuk belajar sepanjang hayat. Komite ini kemudian menetapkan tujuan khusus pendidikan LI,
menetapkan sebagian dari sembilan standar dalam kategori LI, belajar mandiri, dan
tanggungjawab sosial. Pada tahun yang sama Komite mempermbbarui laporan akhir, dengan
menguraikan enam rekomendasi utama, laporan baru ini melakukan advokasi LI dan
menegaskan arti penting program ini.
Pada 1998, the American Association of School Librarians dan the Association for
Educational Communications and Technology menerbitkan Information Power: Building
Partnerships for Learning, yang kemudian menetapkan tujuan khusus utnuk pengajaran LI,
sembilan standar yang masuk kedalam kategori LI,\ belajar mandiri, dan tanggungjawab sosial.
SCONUL (2011) the Society of College, National and University Libraries in the UK,
menerbitkan The Seven Pillars of Information Literacy model yang selalu diperbarui sampai saat
ini, untuk memberikan kemudahan perkemangan gagasan diantara praktisi dalam bidang itu.
Mendorong tumbuhnya debat tentang gagasan dan penerapan gagasan oleh perpustakaan
universitas dan staf terkait dengan ketrampilan mahasiswa. Sejak itu para pustakawan dan
peneliti di sejumlah negara tertarik mengadakan penelitian dan mengembangkan standar LI.
Pada tahun 2003, the National Forum on Information Literacy bersama UNESCO dan
the National Commission on Libraries and Information Science, mensponsori konferensi
internasional di Praha dengan wakil dari duapuluh tiga negara untuk membicarakan arti penting
LI dalam konteks global. Hasilnya adalah Deklarasi Praha yang menggambarkan bahwa LI
sebagai kunci pembangunan sosial, budaya dan ekonomi bangsa dan komunitas, lembaga dan
pribadi di abad kedupuluh satu, dan mendeklarasikan bahwa LI adalah bagian hak asasi manusia
untuk belajar sepanjang hayat.
Literasi Informasi menumbuhkan kesadaran nasional di Amerika Serikat dengan
proklamasi. PRLOG (2009) menyiarkan bahwa Presiden Barack Obama Oktober 2009 sebagai
bulan LI Nasional. Barack Obama mengimbau rakyat Amerika Serikat agar memahami peran
informasi dalam kehidupan sehari-hari dan menghargai kebutuhan pemahaman dampak LI lebih
mendalam.
Perkembangan LI sebagai praktik khusus tercermin dengan semakin banyaknya literatur
tentang LI yang dicatat dalam bibliografi beranotasi dalam Reference Service Review, sebuah
jurnal degan mitra bestari, juga Communications in Infornation Literacy dan Journal of
Information Literacy, dan adanya konferensi the Librarians’ Information Literacy Annual
Conference (LILAC) pada 2005 di Inggris sebagai mitra Library Orientation and Exchange
(LOEX) Amerika serikat yang kemunculannya sebagai spesialisme juga bukti perhatian yang
sekarang ditujukan pada pendidikan, pelatihan dan pengembangan para praktisi sebagai pendidik
LI. Mbabu, (2009) melaporkan bahwa Sekolah Ilmu Perpustakaan dan Informasi memasukkan
LI dalam program mereka dan
Arti penting LI semakin meningkat terkait dengan perubahan teknologi dan
pelipatgandaan sumber informasi yang cepat. Karena meningkatnya kompleksitas ini, orang
dihadapkan pada banyak dan beragamnya pilihan informasi, baik dalam dunia akademis, di
tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Informasi tersedia di perpustakaan, sumber
komunitas, organisasi minat tertentu, media dan internet, dan semakin meningkat, informasi
datang tanpa disaring, membanjir lewat media termasuk grafik, teks dan memaksa timbulnya
tantangan dalam mengevaluasi dan memahaminya.
Masalah Bimbingan Pemustaka dan LI dalam pelayanan referensi mendorong timbulnya
spekulasi di kalangan pustakawan tentang perlu atau tidak mengadakan program bimbingan
untuk menggunakan sistem perpustakaan, atau lebih baik menggunkan sistem perpustakaan
mudah digunakan sehingga pemustaka bisa mandiri. Wacana ini memang menarik dan selalu
menjadi perdebatan, karena pembuatan sistem yang mudah digunakan itu akan selalu terkait
dengan perkembangan kebutuhan informasi pemustaka, kemajuan sains dan teknologi, serta
perkembangan sosial. Misalnya dengan munculnya socialtaxonomy yang memberikan pilihan
terhadap penelusuran informasi, sehingga pemustaka bisa memilih kosa kata yang ditandai oleh
pemustaka lain. Masalahnya tidak sesederhana ini, karena bimbingan pemustaka dan LI
menyangkut banyak aspek, terutama mendorong pemustaka mampu mandiri dalam mendapatkan
informasi sebagai salah satu kompetensi untuk belajar mandiri sepanjang hayat.
Daftar Pustaka
Laksmi. (2007). Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: Inspirasi Dari Sebuah Karya
Umberto Eco. Jakarta: Sagung Seto.
Rindyasari.( 2008). Literasi Informasi Guru: Studi Kasus SMA Perguruan Islam Al-Izhar
Pondok Labu (Skripsi, Universitas Indonesia, 2008). Retrivied from
https://attachment.fbsbx.com/messaging_attachment.php?
Widyawan, R. (2012). Pelayanan Referensi, Bimbingan Pemustaka, dan Literasi Informasi (LI) .
[online]. Tersedia di http://irs-reference.blogspot.com/2012/04/pelayanan-referensi-
bimbingan-pemustaka.html. Diakses pada 6 September 2014, pukul 21.09 WIB