Anda di halaman 1dari 6

Definisi dan Sejarah Perkembangan IL di Indonesia dan Dunia

Oleh Nuryaman 1305569


Prodi Perpustakaan dan Informasi
1. Definisi
Berdasarkan standar dalam information Literacy standards itahun 2011, definisi
information Literaci adalah seperangkat kemampuan yang memungkinkan individu
menyadari saat ia membutuhkan informasi dan memiliki kemampuan untuk
menempatkan, mengevaluasi, dan menggunkan informasi yang dibutuhkan tersebut
secara efektif[CITATION Lak071 \p 32-33 \l 1033 ].
Burchinal dalam Dane Lee (2002; 1) information Literasi adalah bagaimana
menggunkan dan menempatkan informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
masalah dan membuat keputusan secara efektif dan efisien.
Lenox dan Walker (1992) seseroang yang melek informasi adalah seseorang
yang memiliki kemampuan analitikal dan kritis untuk memformulasikan pertanyaan
penelitian, dan mengevaluasi hasil, dan kemampuan untuk mencari, dan mengakses
berbagai macam informasi dalam rangka memenuhi kebutuhan informasinya.
Shapiro dan Hughes(1996) information Literacy adalah seni liberal baru dalam
angka bagaimana menggunakan computer dan mengakses informasi dengan terlebih
dahulu mengkritisi informasi itu sendiri dalam konteks sosial, budaya, dan filosofi.
Marais dan Hepwoth(1999) information literacy adalah proses memperoleh
pengetahuan terhadap perilaku dan keahlian dalam bidang informasi, sebagai penentu
utama dari cara manusia mengekploitasi kenyataan, membangun hidup, bekerja, dan
berkomunikasi dari komunitas informasi.
The UK’s Chartered Institute of Library and Information Professional(CILIP)
pada tahun 2005. Literasi Informasi adalah mengetahui kapan dan mengapa kita
membutuhkan informasi, mengetahui di mana dapat menemukan dan bagaimana
mengevaluasinya, serta dapat menggunakan dan mengkomunikasikannya sesuaie etika
(Amstrong, 2005).
ALA, Literasi Informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan
seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk
menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif.
Notes: Find Standat Literacy Informasi.
2. Sejarah Pekembangan IL di Indonesia
Sejak konferensi internasional di Praha, topik LI banyak dibicarakan orang  di
banyak negara berkembang.   Unesco Indonesia dan Kementrian Komunikasi dan
Informasi Republik Indonesia mengadakan beberapa seminar berkaitan denan topik ini,
kemudian 2004 Universitas Katolik Atmajawa, dan Bachtar (2005) mengadakan
penelitian mandiri tentang LI Tenaga Pendidik Dan Kependidikan Pendidikan Non
Formal Di Propinsi DKI Jakarta, Setelah itu PDII-LIPI bekerjasama dengan Tiongkok
melakukan penelitian tentang kompetensi LI di beberapa perguruan tinggi negeri
Indonesia. Topik LI ini muncul dalam skala nasional ketika Ikatan Pustakawan Indonesia
(IPI) mengadakan Kongres pada bulan November  2006 mengadakan di Denpasar, Bali.

3. Sejarang Perkembangan IL di Dunia


Istilah Literasi Informasi (LI) pertama kali muncul pada 1974 dilaporkan oleh
Paul G Zurkowski, menulis atas nama the National Commission on Libraries and
Information Science. Dia  menggunakan istilah ini untuk menggambarkan ketrampilan
dan teknik yang dimiliki seseorang yang literat informasi untuk memanfaatkan sejumlah
sarana informasi  yang juga sebagai sumber utama membuat solusi informasi terhadap
masalah mereka. LI merupakan ketrampilan yang diperlukan untuk mengenali informasi
yang diperlukan dan kemampuan memperoleh, mengevaluasi dan memanfaatkan
informasi tersebut secara efektif. Catts (2010) mencatat bahwa Literasi Informasi
diungkapkan  dalam Proklamasi Alexandria 2005, sebagai aspek penting bagi seseorang
untuk meraih tujuan pendidikan, pekerjaan, tujuan sosial atau pribadi. Oleh karena itu,
ketrampilan LI penting bagi orang yang belajar sepanjang hayat untuk menyumbangkan
gagasannya pada komunasit pengetahuan, sehingga tidaklah berlebihan jika Ketrampilan
LI didukung oleh Information for All Programme (IFAP) UNESCO dianggap sebagai
hak azasi. Ketrampilan LI ini penting untuk pengembangan pengetahuan masyarakat
karena memberdayakan orang untuk:
a. Mengenali informasi potensial yang ada untuk menginformasikan keputusan-
keputusan dalam kerja, kesehatan, dan dalam keikutsertaan sebagai warga negara
b. Menciptakan pengetahuan tepat guna;
c. Dan memainkan peran sebagai orang dewasa yang otonom

Selanjutnya Catts mendifinisikan orang literat informasi adalah orang yang dapat:
1) Menengarai kebutuhan informasi mereka
2) Mendapatkan dan mengevaluasi kualitas informasi;
3) Menyimpan dan menemukan kembali informasi;
4) Memanfaatkan informasi secara efektif dan beretika, dan
5) Menerapkan informasi untuk menciptakan dan mengkomunikasikan pengetahuan.
Kelima elemen ini tidak harus dilihat sebagai proses yang linier, namun elemen yang saling
terkait, dalam satu konstruksi. Misalnya, seseorang memperoleh informasi akan tahu manfaat
potensial, menggungakan informasi yang memang diinginkan, sebelum mengevaluasi sumber
dan menegarai kebutuhan informasi. Bisa saja kemudian mereka menyimpannya untuk
digunakannya nanti.
            LI membentuk dasar untuk belajar sepanjang hayat. Hal seperti  ini umum untuk semua
disiplin, untuk semua lingkungan pembelajaran dan untuk semua tingkat pendidikan. LI
membuat pelajar menguasai isi dan ruang lingkup pengamatan, menjadi lebih mandiri dan
mempunyai kendali yang lebih besar terhadap proses belajarnya sendiri. ACRL (2004)
menyatakan bahwa seorang yang Literat Informasi mampu:

1) Menentukan ruang lingkup informasi yang diperlukan


2) Mengakses informasi secara efektif dan efisien
3) Mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis
4) Menggabungkan informasi terpilih kedalam pengetahuan dasar seseorang
5) Memanfaatkan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan khusus

Memahami masalah sosial, ekonomi dan legal yang terkait dengan pemanfaatan informasi, serta
mampu mengakses dan memanfaatkan informasi secara legal dan beretika.
Pada tanggal 10 Januari 1989, The Presidential Committee on Information Literacy
menerbitkan laporan, menekankan arti penting LI, dan adanya peluang untuk mengembangkan
LI di sekolah. Komisi ini merekomendasikan terbentuknya Forum Nasional Literasi informasi,
sebuah koalisi 90 organisasi nasional dan internasional. Perkembangan mencolok dalam hal ini
adalah meningkatnya perhatYian terhadap proses belajar daripada proses mengajar. Pada tahun
1989 American  Library Accociation Presidential Commitiee on Information Literacy
mengimbau orang mengembangkan LI untuk ikut ambil bagian dalam dinamika masyarakat
informasi. Dalam laporan ini, LI dirumuskan sebagai kemampuan untuk mengenali apabila
informasi itu diperlukan, mempunyai kemampuan untuk mendapatkan, mengvaluasi, dan
menggunakan informasi secara efektif, dan menekankan bahwa literasi informasi itu penting
untuk belajar sepanjang hayat. Komite ini kemudian menetapkan tujuan khusus pendidikan LI,
menetapkan sebagian dari sembilan standar dalam kategori LI, belajar mandiri, dan
tanggungjawab sosial.  Pada tahun yang sama Komite mempermbbarui laporan akhir, dengan
menguraikan enam rekomendasi utama, laporan baru ini melakukan advokasi LI dan
menegaskan arti penting program ini.
Pada 1998, the American Association of School Librarians dan  the Association for
Educational Communications and Technology menerbitkan Information Power: Building
Partnerships for Learning, yang kemudian menetapkan tujuan khusus utnuk pengajaran LI,
sembilan standar  yang masuk kedalam kategori LI,\ belajar mandiri, dan tanggungjawab sosial.
SCONUL (2011)  the Society of College, National and University Libraries in the UK,
menerbitkan  The Seven Pillars of Information Literacy model yang selalu diperbarui sampai saat
ini, untuk memberikan kemudahan perkemangan gagasan diantara praktisi dalam bidang itu.
Mendorong tumbuhnya debat tentang gagasan dan penerapan  gagasan oleh perpustakaan
universitas dan staf terkait dengan ketrampilan mahasiswa. Sejak itu para pustakawan dan
peneliti di sejumlah negara tertarik mengadakan penelitian dan mengembangkan standar LI.
Pada tahun  2003, the National Forum on Information Literacy bersama  UNESCO dan 
the National Commission on Libraries and Information Science, mensponsori konferensi
internasional di Praha dengan wakil dari duapuluh tiga negara untuk membicarakan  arti penting
LI dalam konteks global. Hasilnya adalah Deklarasi Praha yang menggambarkan bahwa LI
sebagai kunci pembangunan sosial, budaya dan ekonomi bangsa dan komunitas, lembaga dan
pribadi di abad kedupuluh satu, dan mendeklarasikan bahwa  LI adalah bagian hak asasi manusia
untuk belajar sepanjang hayat.
            Literasi Informasi  menumbuhkan kesadaran nasional di Amerika Serikat dengan
proklamasi. PRLOG (2009) menyiarkan bahwa Presiden Barack Obama Oktober 2009 sebagai
bulan LI Nasional.  Barack Obama mengimbau rakyat Amerika Serikat agar memahami peran
informasi dalam kehidupan sehari-hari dan menghargai kebutuhan pemahaman dampak LI lebih
mendalam.
Perkembangan LI sebagai praktik khusus tercermin dengan semakin banyaknya literatur
tentang LI yang dicatat dalam bibliografi beranotasi dalam Reference Service Review, sebuah
jurnal degan mitra bestari, juga Communications in Infornation Literacy dan Journal of
Information Literacy, dan adanya konferensi the Librarians’ Information Literacy Annual
Conference (LILAC) pada 2005 di Inggris sebagai mitra Library Orientation and Exchange
(LOEX) Amerika serikat yang kemunculannya sebagai spesialisme juga bukti perhatian yang
sekarang ditujukan pada pendidikan, pelatihan dan pengembangan para praktisi sebagai pendidik
LI.  Mbabu, (2009) melaporkan bahwa Sekolah Ilmu Perpustakaan dan Informasi memasukkan 
LI dalam program mereka dan
Arti penting LI semakin meningkat terkait dengan  perubahan teknologi dan
pelipatgandaan sumber informasi yang cepat. Karena meningkatnya kompleksitas ini, orang
dihadapkan pada banyak dan beragamnya pilihan informasi, baik dalam dunia akademis, di
tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Informasi tersedia di perpustakaan, sumber
komunitas, organisasi minat tertentu, media dan internet, dan semakin meningkat, informasi
datang tanpa disaring, membanjir lewat media termasuk grafik, teks dan memaksa timbulnya
tantangan dalam mengevaluasi dan memahaminya.
            Masalah Bimbingan Pemustaka dan LI dalam pelayanan referensi mendorong timbulnya
spekulasi di kalangan pustakawan tentang perlu atau tidak mengadakan program bimbingan
untuk menggunakan sistem perpustakaan, atau lebih baik menggunkan sistem perpustakaan
mudah digunakan sehingga pemustaka bisa mandiri. Wacana ini memang menarik dan selalu
menjadi perdebatan, karena pembuatan sistem yang mudah digunakan itu akan selalu terkait
dengan perkembangan kebutuhan informasi pemustaka, kemajuan sains dan teknologi, serta
perkembangan sosial.  Misalnya dengan munculnya socialtaxonomy yang memberikan pilihan
terhadap penelusuran informasi, sehingga pemustaka bisa memilih kosa kata yang ditandai oleh
pemustaka lain. Masalahnya tidak sesederhana ini, karena bimbingan pemustaka dan LI
menyangkut banyak aspek, terutama mendorong pemustaka mampu mandiri dalam mendapatkan
informasi sebagai salah satu kompetensi untuk belajar mandiri sepanjang hayat.
Daftar Pustaka

Laksmi. (2007). Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: Inspirasi Dari Sebuah Karya
Umberto Eco. Jakarta: Sagung Seto.

Rindyasari.( 2008). Literasi Informasi Guru: Studi Kasus SMA Perguruan Islam Al-Izhar
Pondok Labu (Skripsi, Universitas Indonesia, 2008). Retrivied from
https://attachment.fbsbx.com/messaging_attachment.php?

Widyawan, R. (2012). Pelayanan Referensi, Bimbingan Pemustaka, dan Literasi Informasi (LI) .
[online]. Tersedia di http://irs-reference.blogspot.com/2012/04/pelayanan-referensi-
bimbingan-pemustaka.html. Diakses pada 6 September 2014, pukul 21.09 WIB

Anda mungkin juga menyukai