PENDAHULUAN
Kegiatan penerapan literasi informasi dalam sektor pendidikan formal, informal, dan non
formal, bahkan dalam kehidupan sehari-hari telah merebak di hampir semua belahan
dunia. Konsep information literacy yang diadaptasi dalam bahasa Indonesia menjadi
literasi informasi dicetuskan oleh Paul Zurkowski, mantan Presiden U.S Information
Industry Association, pada tahun 1974 yang menulis proposal kepada National
Commission for Libraries and Information Science (NCLIS) dan mengatakan bahwa
seseorang harus menjadi information literate atau “melek informasi” jika ia ingin bertahan
dan mampu berkompetisi dalam masyarakat berinformasi (Eisenberg, Lowe & Spitzer,
2004:3).
Literasi informasi berkembang dalam konteks keterkaitannya dengan literasi lainnya yang
saling menunjang. Seseorang sekurang-kurangnya memiliki keterampilan dasar yaitu
membaca, menulis, dan berhitung terlebih dahulu sebelum ia dapat menguasai
keterampilan literasi informasi. Dasar-dasar penguasaan teknologi juga merupakan salah
satu elemen yang menunjang keterampilan literasi informasi ini di samping literasi media
dan budaya. UNESCO (2007) menyatakan bahwa keterampilan literasi informasi
merupakan satu dari enam kategori survival literacies di abad 21. Keenam kategori ini
adalah:
a. Literasi fungsional inti atau dasar (Basic or core functional literacy) yaitu membaca,
menulis, berbicara, dan berhitung.
b. Literasi komputer (Computer literacy) yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan dan mengoperasikan komputer sebagai mesin informasi.
c. Literasi media (Media Literacy) yaitu pengetahuan dalam menggunakan teknologi
media yang baru maupun yang lama yang mempunyai hubungan erat dengan isi
pesan yang disampaikannya.
d. Pendidikan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi komunikasi (Distance education,
e-learning).
e. Literasi budaya (Cultural Literacy) yaitu pengetahuan tentang sebuah negara, agama,
kelompok suku, dan sarana komunikasi tradisional (seperti budaya cerita lisan) yang
memberi pengaruh pada penciptaan, penyimpanan, penanganan, pelestarian dan
pengarsipan data, informasi, dan pengetahuan.
f. Literasi informasi (Information Literacy) yang akan dibahas lebih lanjut pada bahan
ajar ini.
g. Implementasi literasi informasi tidak bisa terlepas dari kelima literasi lainnya karena
mereka mempunyai keterkaitan yang lekat satu sama lainnya.
Mata ajar ini mencakup pemahaman dasar tentang Literasi Informasi yang meliputi
perkembangan dan elemen-elemen penting yang terkandung didalamnya serta
perancangan sebuah program literasi informasi bagi pemakai di jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
2
1.3 Kompetensi Dasar
3
BAB II
LITERASI INFORMASI
a. Amerika Serikat
"To be information literate, a person must be able to recognize when information is needed
and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information.
Producing such a citizenry will require that schools and colleges appreciate and integrate
the concept of information literacy into their learning programs and that they play a
leadership role in equipping individuals and institutions to take advantage of the
opportunities inherent within the information society." (AMERICAN LIBRARY
ASSOCIATION, PRESIDENTIAL COMMITTEE ON INFORMATION LITERACY, FINAL
REPORT , JANUARY 10, 1989) 1
b. Australia
"Information literacy is an understanding and set of abilities enabling individuals to
recognise when information is needed and have the capacity to locate, evaluate, anduse
effectively the needed information'." (CAUL, 2004) 2
1
http://www.plattsburgh.edu/library/instruction/informationliteracydefinition.php
2
http://www.caul.edu.au/caul-doc/InfoLitStandards2001.doc
4
c. Inggris
"Information literacy is knowing when and why you need information, where to find it, and
how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner." 3
d. UNESCO
"Information literacy encompasses knowledge of one's information concerns and needs,
and the ability to identify, locate, evaluate, organize and effectively create, use and
communicate information to address issues or problems at hand; it is a prerequisite for
participating effectively in the Information Society, and is part of the basic human right of
life long learning." (US National Commission on Library and Information Science, 2003) 4
Information literate people are those who have learned how to learn. They know how to
learn because they know how knowledge is organized, how to find information and how to
use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared
for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or
decision at hand. (ALA, 1989, p.1) 5
”Orang yang berinformasi adalah mereka yang telah belajar bagaimana belajar. Mereka
mengetahui bagaimana harus belajar karena mereka mengetahui organisasi
3
http://www.cilip.org.uk/publications/updatemagazine/archive/archive2005/janfeb/armstrong.htm
4
http://www.nclis.gov/libinter/infolitconf&meet/post-infolitconf&meet/PragueDeclaration.pdf.
5
http://www.ala.org/ala/mgrps/divs/acrl/issues/infolit/infolitoverview/introtoinfolit/introinfolit.cfm
5
pengetahuan, memahami cara menemukan informasi, dan menggunakan/ memanfaatkan
informasi sehingga pihak lain dapat belajar darinya. Mereka adalah orang yang disiapkan
untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu dapat menemukan informasi yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan”.
Jabaran ALA mengenai literasi informasi ini sejalan dengan cita-cita dibangunnya
masyarakat melek informasi dalam tataran global yang disepakati World Summit on the
Information Society (WSIS), di Geneva 2003 dan di Tunisia 2005. Adapun batasan
masyarakat global yang ingin dibangun adalah:
We,... declare our common desire and commitment to build a people-centred, inclusive
and development-oriented Information Society, where everyone can create, access, utilize
and share information and knowledge, enabling individuals, communities and peoples to
achieve their full potential in promoting their sustainable development and improving their
quality of life, premised on the purposes and principles of the Charter of the United Nations
and respecting fully and upholding the Universal Declaration of Human Rights. 6
Dari definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi informasi adalah
seperangkat keterampilan untuk memecahkan masalah, baik itu untuk kepentingan
akademisi ataupun pribadi, termasuk lingkup tempat kerja; melalui proses pencarian,
penemuan, dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber; serta mengomunikasikan
pengetahuan baru ini dengan efisien, efektif serta beretika.
Dalam setiap aspek kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan pada permasalahan yang
membutuhkan jalan keluar maupun keputusan yang harus dibuat. Ini merupakan titik awal
langkah keterampilan informasi dalam menentukan masalah apa yang perlu dicari jalan
6
http://www.itu.int/wsis/docs/geneva/official/dop.html
6
keluarnya. Untuk itu, kita akan menggunakan sumber-sumber informasi yang tersedia baik
di rumah maupun di perpustakaan. Sumber-sumber informasi ini misalnya dari internet,
buku, koran, majalah, peta, dan juga orang. Setelah informasi yang berkaitan dengan
masalah yang ingin kita pecahkan kita peroleh, maka kita akan menyusun kembali
informasi yang kita dapati untuk menjawab permasalahan tadi. Setelah memperoleh
solusi yang sudah ditemukan lewat informasi dari berbagai sumber tadi, maka langkah
selanjutnya adalah mengomunikasikan perolehan solusi ini ke orang lain. Dalam konteks
sekolah, maka bentuk komunikasi yang paling sering digunakan adalah dalam bentuk
tulisan/esai, lisan dalam bentuk presentasi misalnya.
Secara umum, pemahaman yang terkandung dalam makna literasi informasi adalah:
a. bibliographer yaitu orang yang bertugas memilih buku dan bahan-bahan lainnya untuk
penambahan koleksi perpustakaan;
b. reference librarian, yaitu orang yang memberikan informasi yang diperlukan oleh
pengguna perpustakaan dan;
7
Hasil Diskusi Kelompok INDONESIAN Workshop in Information Literacy. 2008. hal 10
7
c. cataloging librarian, yaitu orang yang membuat katalog perpustakaan (tercetak dan
atau elektronik) dan memastikan bahwa koleksi perpustakaan sesuai penempatannya.
Ketiga tugas ini benar-benar telah menempatkan seorang pustakawan dalam profesi
yang hanya berkaitan dengan penataan buku-buku dengan memastikan temu
kembalinya setepat mungkin.
Menurut Branch dan Gilchrist cakupan pendidikan pemakai ini sebatas pengenalan bahan-
bahan pustaka dan interpretasi alat-alat pembelajaran dan bukan kepada perolehan atau
pemilihan informasi dalam rangka pembelajaran.Sementara Mellon dalam Andretta
(2005:6-7) mengemukakan sebuah argumentasi bahwa permasalahan dalam penerapan
pendidikan pemakai tradisional lebih terfokus pada kegiatan perpustakaan. Kegiatan ini
mencakup pemanfaatan sarana informasi dan bukan pada tugas-tugas yang lebih
kompleks dalam penelusuran informasi berdasarkan pemikiran kritis dan keterampilan
evaluatif, dan cakupan ini ternyata tidak berhasil mendorong para siswa untuk menjadi
pembelajar seumur hidup.
1) literasi informasi merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup pribadi, sosial,
pekerjaan, dan pendidikan (UNESCO)
8
2) literasi informasi merupakan sarana untuk memecahkan masalah dengan
memanfaatkan beragam sumber-sumber informasi sebagai hak asasi manusia untuk
menjadi pembelajar seumur hidup (US National Commission on Library and
Information Science)
a. British Model
British Model dikembangkan oleh Michael Marland pada tahun 1981. Marland dalam
bukunya yang berjudul Information Skills in the Secondary Curriculum merumuskan
sembilan langkah dalam memecahkan masalah yaitu:
9
b. Big 6™
Dari Amerika Serikat, sebuah model yang cukup terkenal dan banyak digunakan di
sekolah adalah Big 6™ yang dikembangkan oleh Michael B.Eisenberg and Robert E.
Berkowitz dari Amerika Serikat. Enam langkah ini adalah:
Model Big 6™ sangat populer bukan saja di Amerika Serikat tapi juga di negara-negara
yang sudah menyadari pentingnya implementasi literasi informasi dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Selain itu kedua pengembangnya secara aktif dan berkelanjutan
mengembangkan model ini dengan mengeluarkan terbitan-terbitan yang bermanfaat bagi
pemakainya.
c. Empowering 8
Pada tahun 2004, sebuah model yang dirancang khusus untuk kepentingan orang-orang
Asia dirumuskan dalam sebuah pertemuan International Workshop on Information Skills
for Learning yang diselenggarakan oleh IFLA/ALP dan NILIS di University of Colombo, Sri
Lanka. Model yang dihasilkan oleh peserta dari negara-negara Asia ini disebut dengan
Empowering 8 dan dipercaya sebagai salah satu model yang dapat langsung
diimplementasikan oleh negara-negara di Asia dan juga dianggap memiliki pendekatan
yang memberikan sebuah lingkungan pembelajaran yang lebih aktif, melibatkan siswa,
dan mengandung keterampilan superior. Kedelapan langkah tersebut adalah:
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Mengeksplorasi sumber informasi
3) Memilih sumber informasi
4) Menyusun informasi yang diperoleh
5) Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang terkumpul sebagai
jawaban dari masalah
6) Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta
10
7) Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut
8) Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut.
11
2) Standar 5: Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan
menghargai serta menyukai literatur dan bentuk ekspresi kreatif informasi lainnya
3) Standar 6: Siswa pembelajar mandiri adalah siswa yang melek informasi dan
berusaha sebaik-baiknya dalam penelusuran informasi dan generasi pengetahuan
12
a. Keuntungan:
1) peserta didik mempelajari setiap unsur keterampilan literasi secara utuh dan
terstruktur
2) peserta didik dapat menerapkan unsur-unsur keterampilan literasi informasi ini dalam
setiap mata pelajaran maupun keperluan memecahkan masalah lainnya yang
dihadapi di rumah, di sekolah maupun lingkungan lainnya
3) tenaga perpustakaan sekolah hanya perlu memberikan keterampilan literasi informasi
ini dalam suatu kali program, tanpa harus mengulangnya di dalam mata pelajaran
sekolah yang diberikan kepada peserta didik
b. Kerugian:
Mengingat pelaksanaannya dalam waktu kegiatan pembelajaran sekolah, maka agak sulit
mengalokasikan waktu pelaksanaan di luar jam sekolah, kecuali jika perpustakaan
mengambil bagian dalam kegiatan ekstrakulikuler
13
c) Keterampilan menggunakan informasi
d) Keterampilan menciptakan karya dalam bentuk tulisan
e) Keterampilan mengevaluasi karya tulis.
a. Keuntungan:
1) peserta didik akan secara langsung menerapkan keterampilan literasi informasi ini
dalam mata pelajaran mereka
2) dari segi waktu, tenaga pustakawan sekolah tidak perlu membuat program pengajaran
terpisah karena pelaksanaannya terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas, mengingat sulitnya alokasi waktu dalam kegiatan proses belajar mengajar
b. Kerugian:
1) karena keterbatasan waktu yang ada dalam RPP, ada kemungkinan besar tidak
semua keterampilan literasi informasi dapat diajarkan secara menyeluruh dalam satu
RPP.
2) karena diterapkan dalam RPP mata pelajaran, ada kemungkinan peserta didik akan
mendapatkan pengajaran keterampilan tertentu lebih dari satu kali.
14
Contoh RPP mata pelajaran IPA kelas VI SD:
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)*
Mapel : IPA
Tema : -
Kelas/semester : VI / 1
Waktu : 2 x (2 x 35 menit)/2 x pertemuan
Hari/tanggal : ....................................................................................
Standar : 5. Memahami saling hubungan antara suhu, sifat
Kompetensi hantaran, dan kegunaan benda.
Kompetensi Dasar : 5.1 Membandingkan sifat kemampuan menghantarkan
panas dari berbagai benda.
5.2 Menjelaskan alasan pemilihan benda dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan kemampuan
menghantarkan panas.
15
Kegiatan Inti
1. Memperkirakan kemampuan berbagai benda Klp 15’
dalam menghantarkan panas (lambat, sedang,
dan cepat) dan mencatatnya dalam sebuah
daftar; 60’
2. Melakukan percobaan untuk memeriksa
kemampuan tiap benda dalam menghantarkan
panas; 35’
3. Mendiskusikan hasil percobaan terutama bila ada
perbedaan antara apa yang diperkirakan dengan
hasil percobaan, misal berpandu pada
pertanyaan berikut:
Apa alasan suatu benda dikategorikan sebagai
penghantar panas yang lambat, sedang, atau
cepat (sebelum percobaan dilakukan)?
Apa kaitan antara hasil percobaan dengan K
bahan-bahan alat kehidupan sehari-hari
(seperti wajan, serok)? 20’
4. Siswa melaporkan hasil percobaannya kepada
kelompok lain.
Kegiatan akhir K
1. Guru menekankan kembali alasan pembuatan 5’
berbagai peralatan rumah tangga berkaitan
dengan bahan dan kemampuannya
menghantarkan panas.
Jumlah 140’
Keterangan: K = Klasikal; Klp = Kelompok; Ps = Berpasangan; I = Individual.
V. Alat/bahan/sumber belajar
a. Peralatan sehari-hari seperti wajan, cangkir, sodet, sendok, dan ceret.
b. Stop watch
c. Thermometer
VI. Penilaian
Membuat uraian tentang berbagai bahan benda dan kemampuannya menghantar
panas.
.......................................... ..............................................
NIP: .................................. NIP: .....................................
* Contoh RPP dari SDN Sedayu, Bantul, Yogyakarta
16
Untuk implementasi LI dari RPP ini adalah bagaimana pendidik berdiskusi dengan tenaga
pengelola perpustakaan untuk mendiskusikan bagian apa yang dapat dilakukan oleh pihak
perpustakaan untuk menunjang pelaksanaan RPP ini.
Contoh kegiatan literasi informasi yang dapat dilakukan tenaga pustakawan dalam
kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan RPP di atas adalah:
b. tenaga perpustakaan dapat turut serta dalam diskusi kelompok dan memberi masukan
atau mengevaluasi hasil temuan informasi mereka.
17
BAB III
PENUTUP
Dengan adanya bahan ajar ini diharapkan pustakawan sekolah dapat mengikuti
perkembangan informasi, mengetahui tata cara literasi informasi dan mendayagunakan
informasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
APISI & IFLA/ ALP. 2008. 7-11 Juli. Aplikasi literasi informasi dalam kurikulum nasional
(KTSP) : contoh penerapan untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Hasil diskusi
INDONESIAN Workshop On Information Literacy (INDONESIAN – WIL). Bogor:
APISI.
Eisenberg, Michael, et al. 2004. Information Literacy: Essential Skills for The Information
Age. Wesport:Libraries Unlimited.
Shera, Jesse H. 1972. The Foundations of Education for Librarianship. Dalam ,Ray,
Michael.S. 2001.”Shifting Sands-The Jurisdiction of Librarians in Scholarly
Communication’.ACRL Tenth National Conference. Denver, Colorado. March 15-18.
Pp1-20 Melalui http://www.ala.org/acrl/sites/ala.org.acrl/files/content/conferences/pdf/mray.pdf
[14/8/12]
19