Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Budaya Literasi

Secara sederhana budaya literasi dapat diartikan sebagai budaya

membaca dan menulis. Secara lebih luas, budaya literasi juga dapat dimaknai

sebagai budaya masyarakat dalam memperoleh informasi dari berbagai

sumber dan memanfaatkan informasi tersebut. Budaya literasi ini akan sangat

dipengaruhi oleh kebiasaan membaca.

Kebiasaan membaca menjadi faktor penting dalam penumbuhan budaya

literasi. Kebiasaan membaca menjadi langkah awal dari kebiasaan menulis.

Tanpa membaca, seseorang tidak akan bisa menulis. Hal ini sekaligus

menunjukan betapa pentingnya kebiasaan membaca dalam mewujudkan

kebiasaan menulis. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan sekolah untuk

membudayakan literasi di lingkungan, yaitu menurut Budiawati, dkk (2015:64)

yaitu sebagai berikut

Pertama, mengoptimalkan peran guru karena guru memiliki peran


sentral dan vital dalam pendidikan literasi di sekolah. Kedua,
menjadikan perpustakaan sekolah sebagai tempat kunjungan dan taman
bacaan yang menyenangkan. Ketiga, mengadakan program literasi rutin
seperti lomba menulis dan mengarang prosa. Keempat, sekolah dapat
mengadakan outing class atau pembelajaran diluar kelas dengan
mengunjungi perpustakaan sekolah lain, perpustakaan daerah atau
tempat lain yang menarik literasi anak didik.

1. Literasi Informasi

Literasi secara umum diartikan sebagai sebuah kemampuan

membaca dan menulis. Sebagaimana dinyatakan dalam Kamus Oxford

10 10
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
berikut Literacy is ability to read dan write yang artinya, literasi adalah

kemampuan membaca dan menulis. Sementara itu, information is fact to

talk, heart dan discovered about somebody/something yang artinya, fakta

tentang seseorang atau sesuatu yang dibicarakan, didengar, dan

dikemukakan. Jika berdasarkan pengertian di atas, literasi informasi dapat

diartikan sebagai kemampuan seseorang membaca dan menulis sesuatu

yang sedang dibicarakan, didengar, dan dikemukakan yang merupakan

fakta.

Sedangkan menurut Wesleyan University (2013) literasi informasi

adalah sebagai berikut:

“a crucial skill in the pursuit of knowledge. It involves recognizing


when information is needed and being able to efficiently locate,
accurately evaluate, effectively use, and clearly communicate
information in various formats.”

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah

keterampilan penting dalam pencarian pengetahuan, yang meliputi

menyadari kapan informasi dibutuhkan dan dapat ditemukan secara efisien,

dievaluasi, digunakan secara efektif, dan dikomunikasikan dengan jelas di

lingkungannya.

Senada dengan pendapat di atas, UNESCO (2007:62)

mendeskripsikan literasi informasi mengarahkan pengetahuan akan

kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk

mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara

efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk

mencari solusi atas masalah yang dihadapi, juga merupakan persyaratan

11
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan merupakan hak asasi

manusia untuk belajar sepanjang hayat.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

a. Literasi informasi merupakan keterampilan untuk mencari, mencerna dan

menggunakan informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah

b. Literasi informasi menumbuhkan generasi yang berkeinginan belajar

sepanjang hayat

SCONUL Working Group on Information Literacy (2011)


mendeskripsikan 7 pilar literasi informasi, yaitu sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi.
b. Kemampuan untuk membedakan cara memenuhi kesenjangan informasi.
c. Kemampuan untuk membangun strategi menemukan informasi.
d. Kemampuan untuk mendapatkan dan mengakses informasi.
e. Kemampuan untuk membandingkan dan mengevaluasi informasi yang
didapatkan dari berbagai sumber.
f. Kemampuan untuk mengorganisisr, menerapkan dan
mengkomunikasikan informasi kepada sesama teman dengan cara yang
tepat.
g. Kemampuan untuk memadukan dan membangun informasi yang ada, dan
mengkontribusikan menjadi pengetahuan baru.

Literasi infomasi akan memberikan kesadaran kepada masyarakat

akan kebutuhan informasi sebagai bekal wawasan untuk memecahkan

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam mencari

informasi sebagai refensi, masyarakat harus bisa memilih refensi yang

terpercaya sebagai acuan untuk mencari solusi pemecahan masalah.

2. Tujuan Literasi Informasi

Literasi informasi pada dunia perpendidikan dianggap penting, seperti

menurut Sitti (2014) dalam jurnalnya mengatakan bahwa literasi informasi

sebagai serangkaian keterampilan yang bersifat generik dan dapat diterapkan di

12
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
segala bidang ilmu. Pustakawan dan penyelenggara pendidikan memberikan

program-program dasar bagi siswa dengan harapan mereka akan dapat

mengembangkan diri lebih lanjut di sepanjang masa belajar mereka.

Literasi informasi mememiki banyak tujuan, diantaranya disebutkan

oleh Hasugian (2008) pada jurnalnya bahwa Literasi informasi membentuk

dasar bagi pembelajaran seumur hidup. Hal ini berlaku umum bagi semua

disiplin, bagi semua lingkungan belajar, dan bagi semua tingkatan pendidikan.

Artinya, siswa yang memiliki literasi informasi mampu belajar mandiri dalam

mencari pengetahuan dan pemahamannya tanpa batasan usia dan waktu. Sejalan

dengan pendapat Iskandar (2016), mengenai tujuan literasi informasi literasi

informasi yaitu akan memberikan pengetahuan, pendidikan, pemahaman, dan

keterampilan kepada siswa untuk memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Mengetahui apa, mengapa, dimana, bagaimana, dan kapan informasi itu


dibutuhkan.
b. Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan.
c. Mengakses sumber informasi secara efektif dan efisien.
d. Mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis.
e. Mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam
pengetahuan yang ada.
f. Menggunakan informasi secara etis, legal, dan cerdas.
g. Mengomunikasikan informasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa literasi

informasi membuat siswa dapat mengetahui sumber informasi yang relevan

dan mampu mendapatkan informasi dari berbagai sumber untuk

diaplikasikan dalam proses pemecahan masalah yang ada dalam

kehidupannya, selain itu, dapat disimpulkan beberapa indikator yang dapat

dikembangkan melalui komponen-komponen yaitu: mampu

13
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
mengidentifikasi masalah, mengetahui sumber informasi yang relevan,

mencari informasi dari berbagai sumber, mengaplikasikan informasi untuk

memecahkan masalah, dan menyusun ide menjadi laporan tertulis yang

mudah dimengerti. Kriteria literasi informasi dijelaskan pada tabel 2.1

berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Literasi informasi


No Indikator Aspek yang diamati
1 Mengidentifikasi masalah Siswa mampu menemukan masalah
dan membuat pertanyaan mengenai
materi pembelajaran
2 Mengetahui sumber informasi Siswa mengetahui sumber
yang relevan informasi yang relevan
3 Mencari informasi dari Siswa membaca buku sebagai
berbagai sumber sumber informasi
4 Mengaplikasikan informasi Siswa mampu menjawab
untuk memecahkan masalah pertanyaan dengan informasi yang
dimiliki
5 Menyusun ide menjadi Siswa mampu menuliskan
laporan tertulis ringkasan singkat secara tertulis

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi selalu dikaitkan dengan hasil akhir yang telah dicapai oleh

setiap individu setelah melaksanakan pembelajaran. Definisi prestasi

menurut Hawkins dalam Sudira & Setiawati (2015: 326) bahwa

“Achievement is understood in terms of standards, and these are defined as

academic outcmes, which are judged against absolute or comparative

criteria and across a narrow range of curriculum subject” yang diartikan

bahwa prestasi sebagai suatu standar, serta sebagai hasil akademik yang

14
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
diputuskan menurut kriteria mutlak atau kriteria pembanding dan di dalam

kurikulum mata pelajaran yang spesifik.

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam

keseluruhan proses pembelajaran. Berhasil tidaknya tujuan pembelajaran

akan bergantung kepada proses belajar siswa. Prestasi belajar merupakan

hasil capaian siswa dari proses belajar, seperti menurut pendapat Arifin

(2009:12) bahwa kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie

yang berarti hasil usaha. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan

aspek pengetahuan yang banyak digunakan dalam berbagai bidang dan

kegiatan antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti menurut Ahmadi dan Supriyono (2013:138) faktor-

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua

golongan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah

faktor yang ada dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal adalah

faktor yang ada di luar individu.

a. Faktor yang tergolong faktor internal adalah faktor jasmaniah


(fisiologi), faktor psikologis,dan faktor kematangan fisik maupun
psikis. Faktor yang pertama yaitu faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang
bersifat bawaan yang diperoleh, yang termasuk faktor ini misalnya
penglihatan, pendengaran, dan struktur tubuh. Faktor yang kedua yaitu
faktor psikologis yang terdiri atas faktor intelektif dan faktor non-
intelektif. Faktor intelektif terdiri dari potensial yaitu kecerdasan, bakat
dan faktor kecakapan nyata atau prestasi yang telah dimiliki. Faktor
non-intelektif terdiri dari unsur-unsur kepribadian seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
Faktor intern yang terakhir adalah faktor kematangan fisik maupun
psikis.

15
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
b. Faktor yang tergolong faktor eksternal adalah faktor sosial, faktor
budaya, faktor lingkungan fisik dan faktor lingkungan spiritual atau
keamanan. Faktor yang pertama yaitu faktor sosial yang terdiri atas
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan
lingkungan kelompok. Faktor yang kedua yaitu faktor budaya yang
didalamnya termuat adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kesenian. Faktor yang ketiga yaitu faktor lingkungan fisik misalnya
fasilitas rumah, dan fasilitas belajar. Faktor yang terakhir yaitu faktor
lingkungan spiritual atau kemanan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Salah satunya adalah cara guru

dalam mengajarkan materi. Upaya yang dapat dilakukan guru supaya

mengajar secara efektif menurut Slameto (2010:92) yaitu sebagai berikut:

a. Belajar aktif, baik mental maupun fisik


b. Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar
c. Motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa
selanjutnya melalui proses belajar mengajar
d. Kurikulum yang baik dan seimbang
e. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual
f. Membuat perencanaan sebelum mengajar
g. Guru harus menciptakan suasana yang demokratis

3. Fungsi Prestasi belajar

Prestasi belajar memiliki beberapa fungsi utama, seperti ditulis

dalam Arifin (2009:12) yaitu sebagai berikut:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan


yang telah dikuasai siswa
b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu
c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Maksudnya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa
dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan
sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.
d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan eksteren dari suatu institusi
pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat
dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan.
Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan
masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi

16
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan
siswa di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan
relevan pula dengan kebutuhan masyarakat.
e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa.
Dalam proses pembelajaran, siswa menjadi fokus utama yang harus
diperhatikan, karena siswalah yang diharapkan dapat menyerap seluruh
materi pelajaran.

C. Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang biasa disebut Problem Based

Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dibuat untuk

mempermudah proses pembelajaran. Mofit dalam Rusman (2012:241)

mengemukakan bahwa model Problem Based Learning merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensi dari materi pelajaran. Hal ini menunjukan bahwa Problem Based

Learning menggunakan masalah dan pengalaman siswa sebagai sumber belajar

siswa. Sejalan dengan pendapat Arends (2008:70) dalam pembelajaran yang

menggunakan model Problem Based Learning guru menyodorkan situasi

bermasalah kepada siswa dan memerintahkan siswa untuk menyelidiki dan

menemukan sendiri solusinya.

Adapun ciri-ciri model Problem Based Learning menurut Ibrahim dan

Nur (2000) memiliki ciri-ciri sebagai berikut. (1) Mengajukan pertanyaan atau

masalah. (2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. (3) Penyelidikan autentik.

(4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. (5) Kerja sama.

17
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Problem Based

Learning merupakan model yang tidak hanya memberikan konsep abstrak

kepada siswa, namun juga mengajarkan pengaplikasian sebuah materi untuk

menyelesaikan permasalahan yang ada pada kehidupan nyata siswa dengan

pembelajarannya yang mendorong kerjasama antar siswa yaitu dengan

berkelompok dan menghasilkan karya atau hasil diskusi yang dapat

dipresentasikan.

Model Problem Based Learning memiliki beberapa tahapan dalam

pembelajaran. Tahapan ini terbagi menjadi 5 tahapan. Langkah-langkah model

Problem Based Learning menurut Arends (2008:57) dapat dilihat pada Tabel

2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model PBL

Fase-fase Perilaku Guru


Fase 1 Guru membahas tujuan pelajaran,
Memberikan orientasi tentang mendeskripsikan berbagai kebutuhan
oermasalahannya kepada logistik penting,dan memotivasi siswa untuk
siswa terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2 Guru membantu siswa untuk mendefinisikan
Mengorganisasikan siswa dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar
untuk meneliti yang terkait dengan permasalahannya
Fase 3 Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
Membantu investigasi informasi yang tepat, melaksanakan
mandiri dan kelompok percobaan, dan mencari penjelasan dan
solusi
Fase 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan
Mengembangkan dan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat,
mempresentasikan artefak seperti laporan, rekaman video, dan model-
dan exhibit model, dan membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang lain
Fase 5 Guru membantu siswa untuk melakukan
Menganalisa dan refleksi terhadap investigasi dan proses-
mengevaluasi proses proses yang digunakan siswa
mengatasi masalah

18
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
Berdasarkan langkah-langkah yang telah dijelaskan, peneliti

memodifikasi beberapa bagian yang disesuaikan dengan rencana pelaksanaan

pembelajaraan yang dilaksanakan. Adapun fase-fase yang telah dimodifikasi

sebagai berikut:

Fase 1 : Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan

aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini

sangat penting di mana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus

dilakukan siswa dan juga guru pada saat pembelajaran, sehingga siswa akan

siap dalam menerima materi dan siap mengikuti proses pembelajaran yang

tentunya sedikit berbeda dengan kebiasaan.

Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Selain mengembangkan keterampilan memecahkan masalah,

pembelajaran PBL juga mendorong siswa untuk bekerja sama. Pada tahap ini,

guru dapat memulai proses pembelajaran dengan membentuk kelompok,

dimana kelompok-kelompok siswa di dalam kelas akan menyelidiki masalah

yang berbeda dari kelompok satu dan lainnya, kemudian siswa mencari

informasi terkait masalah yang sedang dihadapi dsalam lingkungan sekolah,

dan akan mendiskusikan hasil penyelidikan dan informasi yang telah didapat

untuk menemukan solusi penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

Fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Penyelidikan adalah inti dari PBL. Pada tahap ini guru harus

mendorong sisiwa untuk mengumpulkan informasi dari sumber literasi yang

bertujuan agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan

19
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
membangun ide mereka sendiri. Guru membantu siswa mengumpulkan

informasi dari berbagai sumber dan memberikan pertanyaan pada siswa untuk

berfikir tentang masalah sampai menemukan solusi pemecahan masalah.

Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan adanya solusi dari

permasalahan yang ditemukan. Artefak yang dimaksudkan dalam fase ini

adalah hasil laporan tertulis mengenai solusi dari masalah yang telah

ditemukan. Langkah selanjutnya adalah mempresentasikan hasilnya kepada

guru.

Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi-masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan

untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan

yang sudah mereka alami. Guru membetulkan hasil penyelidikan siswa

apabila ditemui kesalahan dan menjelaskan hasil yang benar dengan jelas

supaya siswa tidak salah konsep.

Model pembelajaran, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-

masing. Adapun kekuatan Problem Based Learning menurut Warsono &

Hariyanto (2013:152) antara lain:

1. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang untuk


menyesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam
kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan
sehari-hari;
2. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-
teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman
sekelasnya;
3. Makin mengakrabkan guru dengan siswa;
4. Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa
melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan peseta didik dalam
menerapkan metode eksperimen.

20
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
Sementara itu kelemahan dari PBL ini antara lain:
1. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada
pemecahan masalah;
2. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang;
3. Aktivitas siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning memiliki kekuatan dan kelemahan

dalam penerapannya. Kekuatan model Problem Based Learning sendiri yaitu

dengan menggunakan pengalaman sebagai sumber belajar, siswa dapat lebih

memahami materi yang disampaikan, selain itu model Problem Based

Learning dapat memupuk solidaritas dan kerjasama karena dilakukan secara

diskusi, diskusi sendiri dapat memperkuat pemahaman siswa akan materi

karena akan memunculkan rasa ingin tahu siswa mengenai kebenaran suatu

materi karena perbedaan pendapat yang ada dalam bekelompok.

D. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Elaine H.J. Yew dan Karen Goh dalam

jurnalnya yang berjudul “Problem-Based Learning: An Overview of its

Process and Impact on Leraning”, penelitian ini mengukur hasil dari

percobaan penggunaan model Problem Based Learning pada kelompok

siswa. Dalam penelitian jurnal ini, siswa dibagi dalam dua kelompok, yaitu

penggunaan Problem Based Learning secara individu dan penggunaan

Problem Based Learning secara kelompok. Hasil dari penelitian ini

menunjukan perbedaan. Hasilnya penggunaan model Problem Based

Learning secara kelompok lebih efektif dikarenakan dengan sistem

21
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
kelompok memacu siswa saling berdiskusi dan bertukar informasi,

sehingga siswa mendapatkan wawasan informasi lebih luas untuk

memecahkan permasalahan, selain itu, dengan berdiskusi pemahaman

siswa akan bertambah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model Problem

Based Learning mampu meningkatkan wawasan informasi siswa dalam

memecahkan permasalahan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Drake dan Deborah (2009) dengan judul

―A Comparative of Problem Based Learning and Direct

Instruction/Experiential Learning in Two 4th-Grade Classrom” artikel ini

meneliti dengan menggunakan metode eksperimen di kelas 4 Sekolah

Dasar. Hasil yang didapatkan pada kelompok eksperimen Problem Based

Learning yaitu siswa memiliki kemampuan untuk menghasilkan lebih

banyak strategi pemecahan masalah. Model Problem Based Learning

menuntun siswa untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang

telah mereka peroleh dalam konteks yang bermakna. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa model Problem Based Learning mampu meningkatkan

kemampuan mengolah informasi dan pengetahuan siswa sebagai acuan

untuk memecahkan masalah

3. Penelitian yang dilakukan oleh Badarudin (2018) dengan judul

―Peningkatan Sikap Peduli Lingkungan dan Prestasi Belajar IPA

menggunakan Model Problem Based Learning Berbasis Literasi pada

Subtema Lingkungan Tempat Tinggalku di Kelas IV MI Muhammadiyah

Kramat‖. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan

22
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
membagi subyek penelitian menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok

eksperimen yang melakukan pembelajaran dengan menggunakan model

PBL dan kelompok kontrol yang melakukan pembelajaran secara alami.

Hasil pada penelitian ini menunjukan adanya perbedaan hasil prestasi

belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal tersebut

ditunjukan dengan kenaikan rata-rata nilai IPA dari rata-rata awal

kelompok eksperimen sebesar 82,51 dan kelompok kontrol 82,57 dan

meningkat menjadi 90,24 untuk kelompok eksperimen dan 86,62 untuk

kelompok kontrol, yang artinya kenaikan prestasi belajar kelompok

eksperimen lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa model Problem Based Learning efektif untuk

meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.

4. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Dewa Ayu Ketut Suami dari

Denpasar. Penelitian dilakukan pada kelas V SD dengan judul ―Penerapan

Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar IPS‖. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan. Hal

tersebut ditunjukan dengan kenaikan nilai rata-rata belajar IPS dari rata-

rata awal 59,71 meningkat pada siklus I menjadi 62,57 dan meningkat

menjadi 73,14 pada siklus II. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model

Problem Based Learning efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPS

5. Peneliti yang dilakukan oleh Farhan, M dan Retnawati, H (2014) dalam

―Keefektifan PBL dan IBL Ditinjau Dari Prestasi Belajar, Kemampuan

Representasi Matematis, Dan Motivasi Belajar‖, Penelitian ini

23
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
menggunakan tiga kelompok eksperimen, yaitu kelompok PBL (Problem

Based Learning), kelompok IBL (Inquiry Based Learning) dan kelompok

konvesional. Hasil penelitian ini menunjukan peningkatan prestasi belajar

pada kelompok problem-based learning sebesar 55,44, kelompok

inquirybased learning sebesar 43,27, sedangkanpada kelompok

pembelajaran konvensional terdapat peningkatan sebesar 32,23.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

PBL lebih efektif dibandingkan model IBL dan pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa penggunaan model Problem Based Learning efektif

meningkatkan prestasi belajar dan memperluas wawasan informasi siswa.

Penelitian yang dilakukan peneliti menggunkan model Problem Based

Learning sebagai model pembelajaran, namun dalam penelitian yang

dilakukan, peneliti menggunakan buku sebagai sumber literatur. Siswa

diharapkan mampu mengikuti penggunaan model Problem Based Learning

disertai dengan membaca literatur sebagai sumber informasi dan sebagai acuan

dalam memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran.

E. Kerangka Pikir

Pelaksanaan pendidikan nasional menghadapi berbagai kendala. Salah

satu kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan nasional adalah

rendahnya budaya literasi di Indonesia. Literasi informasi perlu dikembangkan

24
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
sejak dini agar siswa terbiasa untuk belajar secara mandiri. Berdasarkan hasil

observasi dan informasi yang diperoleh dari guru, literasi informasi siswa SD

Negeri 2 Sokaraja Kulon masih butuh perbaikan, dibuktikan dengan masih

kurangnya minat siswa untuk membaca buku dan siswa kurang aktif mencari

informasi dalam memecahkan masalah sehingga berdampak pada prestasi

belajar siswa.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti dan guru kelas

sepakat menerapkan model Problem Based Learning sebagai model

pembelajaran yang dapat melatih literasi informasi dan prestasi belajar siswa.

Model ini diharapkan mampu memfasilitasi adanya peningkatan literasi

informasi dan prestasi belajar .

Penelitian dilakukan dalam dua siklus dengan dua kali pertemuan atau

lebih di masing-masing siklusnya. Setiap pertemuan beracuan pada rencana

pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based

Learning. Setiap akhir pembelajaran, guru dan observer melakukan refleksi

mengenai apa saja kekurangan yang terjadi pada pembelajaran sebelumnya

untuk dijadikan sebagai bahan perbaikan pada pembelajaran dan siklus

selanjutnya. Penelitian dianggap berhasil jika presentase ketuntasan klasikal

lebih dari atau sekurang-kurangnya 80%.

Literasi informasi dan prestasi belajar diharapkan meningkat dengan

presentase lebih dari atau sekurang-kurangnya 80%. Kerangka pikir dapat

disajikan dalam gambar 2.1 kerangka pikir berikut.

25
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
Kondisi Awal
Tindakan
 Rendahnya literasi informasi dan prestasi belajar
siswa
 Guru belum menggunakan model pembelajaran Siklus I
yang kreatif dan inovatif Penerapan Model
Problem Based Learning

Observasi

Observasi Refleksi
Siklus II
Penerapan Model
Problem Based Learning

Kondisi Akhir
Refleksi Siswa mempunyai literasi informasi
dan prestasi belajar yang meningkat

Belum
tercapainya Siklus berikutnya
keberhasilan

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat peneliti

rumuskan hipotesis tindakannya antara lain:

1. Terdapat peningkatan literasi informasi siswa kelas IV tema 9 melalui

model Problem Based Learning di SD Negeri 2 Sokaraja Kulon sekurang-

kurangnya 80%.

26
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019
2. Terdapat peningkatan Prestasi belajar siswa kelas IV tema 9 melalui

model Problem Based Learning di SD Negeri 2 Sokaraja Kulon sekurang-

kurangnya 80% pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA dengan

KKM 70.

27
Upaya Meningkatkan Literasi…, Ihda Kurotul Aini, FKIP UMP, 2019

Anda mungkin juga menyukai