Anda di halaman 1dari 29

BAB l

Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah

Memimpikan generasi masa depan yang handal, unggul, berbudi pekerti luhur merupakan
salah satu mimpi yang harus muncul dibenak kita sebagai seorang pendidik. Insan emas
generasi bangsa ke depan tentu harus lebih baik daripada kita. Keberhasilan mereka,
kehebatan mereka, dan keunggulan mereka harus lebih baik dari apa yang telah kita capai
sebab itulah sejatinya keberhasilan kita sebagai seorang pendidikan. Pendidik yang baik
adalah mereka yang melahirkan generasi yang lebih baik daripada mereka sendiri. 

Keberhasilan pendidikan tentu tidak semudah membalikan telapak tangan, tentunya dalam
menggapai generasi yang gemilang berbagai pihak harus bersatu padu agar mimpi bisa diraih.
Pemerintah menjalankan roda pemerintah yang peduli terhadap pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya bersatu dalam mewujudkan generasi yang
diharapkan oleh bangsa dan negara, yaitu generasi yang gemilang.

Mundur majunya suatu bangsa tergantung dengan generasi mudanya, Jika dalam suatu
bangsa dan negara memiliki generasi yang gemilang maka bangsa dan negara tersebut akan
menjadi sebuah negara yang maju. Kegemilangan anak bangsa hanya bisa diukur oleh
pendidikan, jika pendidikan disuatu bangsa berjalan dengan baik maka generasinya akan
baik, akan tetapi jika dalam suatu negara pendidikannya jelek maka generasinya pun akan
hancur. Pada dasarnya setiap anak bangsa tentunya memiliki cita-cita yang baik, akan tetapi
cita-cita anak bangsa harus di dukung dan difasilitasi dengan berbagai sistem yang baik, yang
salah satunya adalah sistem Literasi. 

GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan
di  dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum
waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta
didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara
lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan
global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang
pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan.
Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam
GLS.

Dalam penyelenggaraan pendidikan tidak akan berhasil tanpa dibarengi dengan pelaksanaan
yang baik, budaya belajar yang baik, metode yang baik, prinsip yang baik, dan memotivasi
siswa agar mempunyai mimpi yang lebih baik. Untuk menjalankan semua itu maka harus
menjalankan Literasi disetiap sekolah. Penulis meyakini jika sekolah menjalankan Literasi
maka pendidikan akan berjalan dengan baik. Maka dengan ini penulis ingin mengangkat tema
dalam penulisan makalah ini yang berjudul “Gerakan Literasi Sekolah Dalam
Penyelenggaraan Pendidikan”.

b. Identifikasi Masalah 

Berdasarkan pada Latar Belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi masalah dalam
makalah yang berjudul Gerakan Literasi Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan sebagai
berikut:
1. Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang
diharapkan. 
2. Seharusnya Strategi dalam Membangun Budaya Literasi Sekolah dapat dijalankan disetiap
sekolah.
3. Kebanyakan guru belum memahami Prinsip-Prinsip Literasi sehingga literasi kurang
efektif. 
4. Model-Model Pembelajaran Literasi seyogyanya disosialisasikan oleh pengawas sekolah
agar pihak sekolah dapat menerapkannya. 
5. Banyak Sekolah tidak memiliki orientasi ke Masa Depan 
c. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada Identifikasi masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam
makalah yang berjudul Gerakan Literasi Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan sebagai
berikut:   
1. Bagaimana Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah?. 
2. Bagaimana Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah?
3. Apa saja Prinsip-Prinsip Literasi?
4. Apa saja Model-Model Pembelajaran Literasi? 
5. Sejauhmana Sekolah Multiliterat dan Mimpi Masa Depan? 

BAB ll
Kajian Pustaka

1. Literasi Informasi merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki setiap orang.
Karena dengan memiliki literasi informasi, setiap orang dapat mengetahui dan menggunakan
informasi yang mereka butuhkan dengan relevan. Literasi informasi pertama diperkenalkan
pada tahun 1974 oleh Paul Zurkowski (President of Information Industry Association), ketika
ia mengajukan proposal kepada The National Commision on Libraries and Information
Science (NCLIS).

2. Pengertian Literasi informasi Perkembangan informasi dan sumber informasi yang begitu
pesat menuntut siswa untuk memiliki keterampilan atau skill untuk memenuhi kebutuhan
imformasi yang sering disebut dengan istilah literasi informasi. American Association of
School Librarians (1998) menyatakan bahwa siswa yang melek informasi adalah yang bisa
mengakses informasi secara efisien dan efektif, mampu mengevaluasi informasi secara kritis
dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif. 

Menurut Hancock yang dikutip oleh Andayani (2008, 3) menyatakan bahwa literasi informasi
dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk: 
1. Mengenali kebutuhan informasi 
2. Mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber informasi yang tepat 
3. Mengetahui cara memperoleh informasi yang terkandung dalam sumber yang ditemukan 
4. Mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh 
5. Mengorganisasikan informasi, dan
6. Menggunakan informasi yang telah diperoleh secara efektif 

Menurut Dictionary for Library and Information Science oleh Reitz (2004, 356) literasi
informasi adalah : Skill in finding the information one needs, including and understanding of
how libraries are organized, familiarity with resource they provide 6 (including information
formats and automated search tools), and knowledge of commonly used techniques. The
concept also includes the skill required to critically evaluate information contents and employ
it effectively, as well as understanding of the technological infrastructure on which
information transmission is based, including its social, and cultural context and impact.

Sedangkan menurut Bundy yang dikutip oleh Hasugian (2009, 200) “Literasi Informasi
adalah seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisis,
dan memanfaatkan informasi.”
 Sejalan dengan pengertian tersebut menurut laporan penelitian American Library
Association’s Presidential Committee on Information Literacy (1989, 1) menyatakan bahwa:
“…information literacy is a set of abilities requiring individuals to recognize when
information is needed and have the abilty to locate, evaluate, and use effectively the needed
information…” 

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah seperangkat kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui kapan sebuah informasi dibutuhkan,
kemampuan untuk mendapatkan informasi, dapat mengevaluasi dan menggunakan secara
efektif. 

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa literasi informasi adalah kemampuan dalam
menemukan informasi yang dibutuhkan, mengerti bagaimana perpustakaan diorganisir,
familiar dengan sumber daya yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran
yang terautomasi) dan pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan dalam pencarian
informasi. Hal ini termasuk kemampuan mengevaluasi dan menggunakannya secara efektif
seperti pemahaman infrastruktur teknologi pada transfer informasi kepada orang lain,
termasuk konteks sosial, politik dan budaya serta dampaknya. 

Literasi informasi menurut Association of College and Reseach Libraries (ACRL 2000)
adalah “a set of abilities to recognize when information is needed and have the abilitiy to
locate, evaluate, and use needed information effectively”. Seseorang yang terampil dalam
literasi informasi tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk mengenal kapan ia
membutuhkan informasi, tetapi ia juga 7 memiliki kemampuan untuk menemukan informasi,
dan mengevaluasinya, serta mampu mengeksploitasi informasi untuk mengambil berbagai
keputusan yang tepat sasaran. 
Lebih rinci, menurut Work Group On Information Literacy dari California State University
yang dikutip oleh Hasugian (2009, 201-202), mendifinisikan bahwa ”literasi informasi
sebagai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi dalam
berbagai format.” 

Berdasarkan pengertian literasi informasi yang diuraikan di atas maka definisi literasi
informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari
kapan informasi dibutuhkan, memiliki kemampuan untuk mencari, menganalisis,
mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi secara efektif. Literasi informasi juga
merupakan kunci utama dari pembelajaran sepanjang hayat yang akan menjadi bekal
seseorang untuk menemukan informasi sesuai dengan kebutuhannya. 

A. Manfaat Literasi Informasi 

Literasi informasi sesungguhnya memudahkan seseorang dalam melakukan berbagai hal yang
berhubungan dengan informasi. Informasi merupakan bagian penting dari pendidikan.
Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang
sesuai dengan kebutuhannya. Adapun manfaat dari literasi informasi adalah: 

1. Membantu mengambil keputusan Literasi informasi berperan dalam membantu


memecahkan suatu persoalan. Dengan memiliki informasi yang cukup, seseorang dapat
mengambil keputusan dengan mudah dalam memecahkan persoalannya. 

2. Menjadi manusia pembelajar di era ekonomi pengetahuan Literasi informasi berperan


penting dalam meningkatkan kemampuan seseorang menjadi manusia pembelajar. Dengan
memiliki keterampilan dalam mencari, menemukan, mengevaluasi dan menggunakan
informasi, seseorang dapat melakukan pembelajaran secara mandiri. 

3. Menciptakan pengetahuan baru Literasi informasi berperan dalam menciptakan


pengetahuan baru berdasarkan pemahamannya. Dengan memiliki literasi informasi,
seseorang akan mampu memilih informasi mana yang benar dan mana 8 yang salah sehingga
tidak mudah percaya dengan informasi yang diperoleh (Adam, 2008, 1) 
Selain pendapat di atas, Prasetiawan (2011, 3) menyatakan bahwa manfaat dari literasi antara
lain: 
1. Literasi informasi membekali individu dengan keterampilan untuk pembelajaran seumur
hidup (life long learning) 
2. Literasi informasi tidak sekedar mengetahui cara menggunakan komputer/internet.
3. Literasi informasi membantu pengguna memanfaatkan informasi relevan sebagai sarana
decision making (pengambilan keputusan) 
4. Literasi informasi memungkinkan untuk mengkritisi daya guna informasi. 
5. Literasi informasi mendorong kita untuk berpikir kritis dan kreatif (critical & creative
thinking).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa di era globalisasi informasi,
literasi informasi bermanfaat bagi setiap individu, baik pelajar, masyarakat, maupun pekerja.
Literasi informasi yang dimiliki setiap individu akan membekali keterampilan untuk
pembelajaran seumur hidup dengan mengetahui penggunaan teknologi informasi sehingga
memungkinkan terciptanya sebuah pengetahuan baru dan membantu seseorang dalam
mengambil keputusankeputusan dengan berpikir kritis dan kreatif ketika menghadapi
berbagai masalah maupun ketika membuat suatu kebijakan agar mampu bertahan dalam
persaingan. 

B. Komponen Literasi Informasi

Berbagai definisi menggambarkan bahwa informasi dapat ditampilkan dalam beberapa


format dan dapat dimasukkan ke dalam sumber yang terdokumentasi (buku, jurnal, laporan,
tesis, grafik, lukisan, multimedia, rekaman suara).  Ada beberapa literasi yang dapat
mendukung literasi informasi, antara lain: 

1. Literasi Perpustakaan (library literacy). Literasi perpustakaan membantu seseorang


menjadi pengguna mandiri perpustakaan dan mampu untuk menetapkan, menempatkan,
mengambil dan menemukan kembali informasi dari perpustakaan. 

2. Literasi Visual (visual literacy), diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan
menggunakan gambar, termasuk kemampuan untuk berfikir, belajar dan menjelaskan istilah
yang digambarkan. 
3. Literasi Media (media literacy), didefiniskan sebagai kemampuan untuk memperoleh,
menganalisis dan menghasilkan informasi untuk hasil yang spesifik. 

4. Literasi Komputer (computer literacy), secara umum diartikan akrab dengan perangkat
komputer dan menciptakan dan memanipulasi dokumen, serta akrab dengan email dan
internet. 

5. Literasi Jaringan (network literacy) adalah kemampuan untuk menentukan lokasi akses dan
menggunakan informasi dalam lingkungan jaringan pada tingkat nasional, regional dan
internasional. (Bhandari 2003, 2-4) 

Literasi perpustakaan dibutuhkan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan, paham


terhadap bagaimana bahan perpustakaan diatur dan akrab dengan sumber yang tersedia,
mengetahui tentang jenis dari perpustakaan dan fungsinya, mampu menggunakan katalog,
mengerti akan kegunaan dari perangkat referensi untuk tujuan yang berbeda-beda,
menggunakan sumber informasi tambahan; seperti indeks, abstrak, bibliografi, dan biografi.
Selain itu untuk mengetahui tentang peraturan perpustakaan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan untuk mempertahankan lingkungan perpustakaan, mengetahui pelayanan dan
fasilitas perpustakaan, mengetahui perencanaan ruang dan struktur organisasi, mengetahui
sumber informasi; seperti sumber dokumentasi, sumber audio visual, sumber elektronik,
pemetaan multimedia dan fotografi, ahli dalam subjek yang juga merupakan sumber
informasi. 

Literasi visual terdiri dari belajar visual yaitu pengadaan dan pembangunan ilmu pengetahuan
secara mendalam, lalu dilanjutkan dengan berfikir secara visual yaitu kemampuan untuk
menyusun gambaran pikiran dalam bentuk, garis dan warna, serta penciptaan tampilan visual
yaitu kemampuan untuk menggunakan simbol visual untuk menampilkan ide dan
memberitahukan artinya. 

Literasi media dibutuhkan dalam mengevaluasi informasi, seseorang atau dalam hal ini siswa
harus mampu berfikir kritis dan mampu menyaring informasi yang diperolehnya. Seseorang
dikatakan literat terhadap media apabila peduli pada interaksi sehari-hari dengan media dan
pengaruhnya terhadap gaya hidup, menafsirkan dengan efektif pesan media untuk
menyampaikannya sesuai dengan pengertian sebenarnya, menyampaikan dengan baik tentang
berita yang ditutupi media, sensitif terhadap perkembangan isi dari media yang berarti
pembelajaran 10 mengenai budayanya. Literasi media mendukung literasi informasi karena
infomasi berasal dari berbagai media maka dibutuhkan kemampuan untuk menganalisis
informasi dengan kritis agar tidak termanipulasi oleh informasi yang diperoleh. 

Sedangkan untuk mengkomunikasikan ataupun menciptakan karya baru dari informasi yang
diperoleh literasi komputer dan literasi jaringan. Dalam pengelolaan informasi yang telah
diperoleh maka dibutuhkan literasi komputer, hal ini dikarenakan pada saat sekarang ini
selain isi yang menarik, tampilan informasi yang dihasilkan akan mempengaruhi ketertarikan
masyarakat terhadap informasi tersebut. Literasi lain yang mendukung adalah literasi
jaringan, karena selain untuk mencari informasi seseorang juga memiliki informasi untuk
disebarkan, maka dengan dikuasainya literasi jaringan, informasi dapat disebarkan secara luas
dan bertanggung jawab. 

Komponen yang telah dijabarkan merupakan bentuk-bentuk literasi yang mendukung


tercapainya tujuan dari literasi informasi itu sendiri. Merujuk pada arti literasi informasi yang
telah disimpulkan maka berbagai bentuk literasi tersebut sangat dibutuhkan dan pada
akhirnya, kelima komponen ini saling melengkapi untuk tercapainya literasi informasi. 

C. Keterampilan Literasi Informasi 

Literasi informasi sangat diperlukan agar dapat hidup sukses dan berhasil dalam era
masyarakat informasi dan dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi di dunia
pendidikan. Seseorang yang memiliki literasi informasi akan berusaha terus belajar untuk
memperoleh informasi dan menciptakan pengetahuan baru. Untuk itu ada beberapa langkah
dalam memperoleh kemampuan tersebut. Menurut Gunawan (2008, 9) ada 7 (tujuh) langkah
dalam memperoleh kemampuan literasi informasi. Keterampilan tersebut adalah: 

1. Merumuskan masalah Langkah awal untuk merumuskan masalah adalah mengidentifikasi


masalah. Langkah-langkah dalam perumusan masalah adalah: 

a. Melakukan analisis situasi 


b. Brainstroming 
c. Mengajukan pertanyaan 
d. Memvisualisasikan pemikiran (mind mapping) 

2. Mengidentifikasi sumber informasi Mengetahui bentuk dari sumber informasi tercetak


maupun sumber elektronik. Kriteria pemilihan sumber informasi antara lain: 
a. Relevansi 
b. Kredibilitas 
c. Kemutakhiran 

3. Mengakses informasi Langkah yang dilakukan dalam mengakses informasi adalah: 


a. Mengetahui kebutuhan informasi 
b. Mengidentifikasi alat penelusuran yang relevan dengan informasi yang dibutuhkan 
c. Menyusun strategi penelusuran informasi 

4. Menggunakan informasi Saat ini sumber informasi yang ditawarkan di era globalisasi
sangat banyak tapi belum semua informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan. Sehingga perlu
melakukan seleksi terhadap informasi dengan beberapa kriteria berikut: 
a. Relevan 
b. Akurat 
c. Objektif 
d. Kemutakhiran 
e. Kelengkapan dan kedalaman suatu karya 

5. Menciptakan karya 
a. Clarifity (kejelasan) 
b. Organization (organisasi) 
c. Coherence (koherensi dan pertalian) 
d. Transision (transisi) 
e. Utility (kesatuan) 
f. Conciseness (kepadatan) 

6. Mengevaluasi Mengevaluasi suatu karya dapat dilakukan dengan cara membaca karya
yang akan dievaluasi mulai dari pendahuluan, isi dan penutup. 
7. Menarik pelajaran Pelajaran dapat diperoleh dari kesalahan-kesalahan, kegagalankegagalan
dan pengalaman baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Champell yang
dikutip oleh Jesus (2008, 11) juga menyatakan bahwa ada beberapa langkah dalam
memperoleh kemampuan literasi informasi yaitu: 
a. Merumuskan kebutuhan masalah Merumuskan kebutuhan informasi merupakan tahap awal
dalam melakukan penelusuran informasi. Identifikasi informasi berguna untuk mengetahui
apa kegunaan informasi yang akan dicari misalnya 12 untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan
dan hubungan dengan masyarakat.
b. Mengalokasikan dan mengevaluasi kualitas informasi Mengalokasikan informasi dapat
dilakukan dengan cara membuat database agar mudah ditemu kembalikan. Kualitas informasi
dapat dilihat dari penggunaan informasi dari kredibilitas dari informasi tersebut. 
c. Menyimpan dan menemukan kembali informasi Informasi yang telah diperoleh harus
disimpan dengan baik dan bila diperlukan mudah dalam proses temu kembali. Penyimpanan
dapat dilakukan dengan cara manual dan elektronik. Penyimpanan secara manual dapat
dilakukan dengan menggunakan rak-rak di perpustakaan sedangkan secara elektronik dapat
dilakukan dengan komputer.
d. Menggunakan informasi secara efektif dan efisien Kemampuan ini digunakan agar
seseorang mampu untuk menggunakan informasi yang diperoleh secara efektif dan efisien. 
e. Mengkomunikasikan pengetahuan Kemampuan ini bertujuan untuk memampukan
seseorang untuk menciptakan pengetahuan baru dan mampu mengkomunikasikan kepada
orang lain yang membutuhkan informasi tersebut. Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan
dapat dikatakan bahwa untuk memperoleh literasi informasi seseorang harus menguasai dan
mempelajari langkah-langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi. Apabila
langkah-langkah tersebut sudah dikuasai maka kemampuan literasinya akan semakin
meningkat.

D. Model Literasi Informasi

Berikut adalah inti keahlian dan kegiatan yang disarankan dalam pelatihan keahlian informasi
dengan menggunakan model PLUS: 

1. Tujuan (Purpose)  Menetapkan kebutuhan informasi  Belajar membuat kerangka


pertanyaan penelitian yang realistis  Menyiapkan diagram penelitian atau menggunakan
pokok-pokok penelitian  Menentukan kata kunci
2. Lokasi (Location)  Memilih media informasi yang sesuai  Mencari lokasi informasi
menggunakan katalog perpustakaan, indeks, pangkalan data, CD-ROM atau mesin pencari
(search engine) 

3. Penggunaan (Use)  Membaca secara cepat untuk menemukan informasi yang dicari 
Mengevaluasi kualitas atau kecocokan informasi yang ditemukan Membuat catatan
Memaparkan dan mengkomunikasikan informasi Menyusun bibliografi. 

4. Evaluasi Diri (Self-evaluation)  Bertolak dari apa yang sudah dipelajari, dapat menarik
kesimpulan berdasarkan atas informasi yang ditemukan  Melakukan penilaian diri sendiri atas
keterampilan informasinya.  Mengidentifikasikan strategi keterampilan informasi yang
berhasil. 

BAB lll
Pembahasan.

A. Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah. 

Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun,
Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana
seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan
sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).

Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan
kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan
secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk
mengatasi berbagai persoalan. Kemampuankemampuan itu perlu dimiliki tiap individu
sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar
manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.

Gerakan Literasi Sekolah merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif
dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan,
pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit,
media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan,
dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai
elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta
didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan
buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target
sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap
pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi
kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan asesmen agar
dampak keberadaan Gerakan Literasi Sekolah dapat diketahui dan terus-menerus
dikembangkan. Gerakan Literasi Sekolah diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah,
pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan
menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan.

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi.

Clay (2001) dan Ferguson, menjabarkan bahwa komponen literasi informasi terdiri atas
literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi
visual. Dalam konteks Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan
berliterasi tahap selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak,
memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman peserta
didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.

2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,


membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk
memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan,
serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan
kesimpulan pribadi.

3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan pemahaman cara


membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal,
memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan
dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan,
hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan
sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.

4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk
media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi),
media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.

5. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang


mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan
etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi
untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam prak- tiknya, juga
pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup
menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta
mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena
perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola
informasi yang dibutuhkan masyarakat.

6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media
dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan
memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap
materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital
(perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di
dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benarbenar perlu disaring berdasarkan etika
dan kepatutan.
Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan
prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap
perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antar tahap
perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu
sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai
kebutuhan perkembangan mereka.

2. Program literasi yang baik bersifat berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi
berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh
karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan
dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan
memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.

3. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi di


sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran
mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan
demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru
semua mata pelajaran.

4. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun Misalnya, ‘menulis surat kepada
presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang
bermakna.

5. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan Kelas berbasis literasi yang kuat
diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama
pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk
perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar
untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati
perbedaan pandangan.
6. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman Warga sekolah,
perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta
didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia.

Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi, Beers, dkk.
(2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction, menyampaikan beberapa
strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah antara lain: 

1. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi Lingkungan fisik adalah hal pertama yang
dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah
dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi
sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area sekolah, termasuk koridor,
kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karyakarya peserta didik diganti secara rutin untuk
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat
mengakses buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di semua kelas, kantor, dan area lain di
sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan memberikan kesan
positif tentang komitmen sekolah terhadap pengembangan budaya literasi.

2. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang
literat Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi
seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian
peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera
setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang
dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian,
setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Selain
itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran.
Ini bisa direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval
tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam
menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan
tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-
masing. Peran orang tua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat
komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
3. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat Lingkungan fisik, sosial,
dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan
dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu
yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan
membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum
pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan
kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan
pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.

Program Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan


kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas sekolah
(ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan
kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan
perangkat kebijakan yang relevan).
Berikut ini tahapan Gerakan Literasi Sekolah antara lain: 

1. Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem sekolah


Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan
membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental
bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik.

2. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasi Kegiatan
literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan
komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson &
Krathwol, 2001).

3. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi Kegiatan literasi pada tahap
pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya
dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara
kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran (cf.
Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait
dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan
Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang
dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks
multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi
siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan
kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas.

B. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah. 

Sahabat Dunia Pendidikan yang berbahagia, Budaya Literasi Sekolah memiliki peran yang
amat penting dalam menanamkan budaya literat pada anak didik. Untuk itu, tiap sekolah
tanpa terkecuali harus memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan literasi.  Di
sekolah dengan budaya literasi yang tinggi, peserta didik akan cenderung lebih berhasil dan
guru lebih bersemangat mengajar.

Sahabat Dunia Pendidikan yang berbahagia, Perlu dipahami bahwa program membaca seperti
membaca dalam hati dan membaca nyaring hanyalah bagian dari kerangka besar untuk
membangun budaya literasi sekolah. Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam
pengembangan budaya literat, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy
Instruction menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif
di sekolah.

1. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi

Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena
itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang
mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang
di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karya-
karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di
semua kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta
didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap pengembangan
budaya literasi.

2. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan


interaksi yang literat
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh
komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik
sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap
minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai
bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap
peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu,
literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini
bias direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh
buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam
menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antarguru dan
tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-
masing. Peran orang tua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat
komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi.

3. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat

Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat
dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya
memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya
dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan
nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru
dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga
kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan
keterlaksanaannya.

C. Prinsip-Prinsip Literasi 

Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan
prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang bisa diprediksi.


2. Program literasi yang baik bersifat berimbang.
Sekolah yang menerapkan  program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik
memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, diperlukan berbagai
strategi membaca dan jenis teks yang bervariasi pula.

3. Program literasi berlangsung di semua area kurikulum 

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua
mata pelajaran. Pembelajaran di mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama
membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi
perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

4. Tidak ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan menulis yang bermakna.

Kegiatan membaca dan menulis di kelas perlu dilakukan kapan pun kondisi di kelas
memungkinkan.  Untuk itu, perlu ditekankan bentuk kegiatan yang bermakna dan
kontekstual. Misalnya, ‘menulis surat untuk wali kota’ atau ‘membaca untuk ibu’ adalah
contoh-contoh kegiatan yang bermakna dan memberikan kesan kuat kepada peserta didik.

5. Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting.

Kelas berbasis literasi yang kuat akan melakukan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi
tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga harus membuka
kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah.
Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling
mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan satu sama lain.

6. Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan sekolah.

Penting bagi pendidik untuk tidak hanya menerima perbedaan, namun juga merayakannya
melalui agenda literasi di sekolah. Buku-buku yang disediakan untuk bahan bacaan peserta
didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar peserta didik dapat terpajan pada
pengalaman multikultural sebanyak mungkin.

D. Model-Model Pembelajaran Literasi. 


1. Orientasi Model Pembelajaran Multiliterasi 

Berkenaan dengan kompetisi yang harus dikembangkan pada abad ke-21, secara lebih
Komperhensif Triliang and Fadel menyatakan terdapat beberapa karakteristik penting
kehidupan pada abad ke-21. Karakteristik penting tersebut menjadi kekuatan utama yang
mendorong kita untuk menghasilkan cara baru dalam belajar pada abad ke-21 yang
selanjutnya mendorong revitalisasi peran dan pungsi pembelajaran dan pendidikan dalam
menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. 

2. Sintak Dasar Model Pembelajaran Multilterasi. 

Model pembelajaran multiliterasi pada dasarnya adalah model pembelajarab yang


diorientasikan untuk membangun kompetetisi-kompetisi belajar abad ke-21. Menilik
kompetisi abad ke-21, dalam pandangan Binkley dan keterampilan multiliterasi dalam
pandangan dalam pandangan Marocco Dapat dikatakan bahwa rumus model pembelajaran
multiliterasi adalah sebagai berikut: 

Berdasarkan rumus diatas, dapat dikemukakan bahwa model pembelajaran multiliterasi


merupakan perpaduan 4 keterampilan multiliterasi dengan 10 kompetisi belajar abad ke-21.
Berikut 4 keterampilan multiliterasi: 

a. Keterampilan membaca
b. Keterampilan menulis 
c. Keterampilan berbahasa Lisan, dan  
d. Keterampilan ber IT. 

Sedangkan yang termasuk 10 keterampilan belajar abad ke-21 antara lain: 

a. Kreativitas dan Inovasi


b. Berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan
c. Metakognisi 
d. Komunikasi 
e. Kolaborasi 
f. Literasi Informasi 
g. Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi  (TIK) 
h. Sikap berkewarganegaraan 
i. Berkehidupan dan berkarir, dan
j. Responsibilitas personal dan sosial, termasuk kesadaran atas kompetisi dan budaya.

3. Impelementasi Model, Prinsip Reaksi, dan Sistem Lingkungan Model Pembelajaran


Multiliterasi. 

a. Implementasi Model

Selama penerapan model, guru harus mencatat berbagai aktivitas dan hasil kerja siswa untuk
mengatur dan membentuk pola berpikir, pola bersikap, dan pola berprilaku belajar siswa serta
mencoba mempengaruhi siswa secara psikologis agar mereka terbiasa beraktifitas dengan
baik melalui kegiatan pembimbingan, pemotivasian, pemfasilitatoran belajar, dan pelatihan
akademis .   

b. Prinsip Reaksi 

Reaksi yang harus  muncul pada diri siswa secara umum meliputi:
1. kemauan dan kemampuan untuk belajar, berpikir, beraktivitas, dan berkreativitas; 
2. kesiapan untuk mengambil resiko;
3. kesediaan untuk senantiasa berpikir terbuka, berpikir fositif, dan berpikir elaboratif;
4. kesiapan untuk adaptasi, berkomunikasi, dan bekerjasama; 
5. berkolaborasi dengan orang lain;
6. kesanggupan untuk berlatih, mengembangkan diri, dan membentuk serta mengembangkan
perilaku belajar atau berpikir dan prikalu berkehidupan atau berkarakter;
7. kesediaan untuk. 

c. Sistem Lingkungan  

Selain lingkungan kelas yang mendukung keterlaksanaan model ini, lingkungan sekolah pun
harus bersifat multiliterat.  Lingkungan sekolah multiliterat adalah lingkungan sekolah yang
kondusif bagi proses pembelajaran, yakni lingkungan sekolah yang menyediakan berbagai
bahan belajar, media, sarana representasional, sarana belajar; 

Dan segala hal yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.  Dengan demikian dewan guru,
tenaga kependidikan, kepala sekolah dan berbagai pihak lain yang berhubungan sekolah
seyogyanya mendukung program pembelajaran ini dan dengan nilai tulus untuk
bersumbangsih terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan kewajiban,
kemampuan, dan peran serta tanggung jawabnya masing-masing. 

4. Tujuan Pembelajaran dan Tujuan Penyerta Model Pembelajaran Multilterasi.

Tujuan pembelajaran model ini meliputi:


a. Kepemilikan atas peningkatan keterampilan belajar abad ke 21;
b. Pemahaman yang mendalam terhadap berbagai konsep, proses, dan sikap ilmiah disiplin
ilmu yang sedang dipelajari;
c. Peningkatan dan pengembangan keterampilan multi literasi dan karakter siswa, tujuan
penyerta model ini meliputi:

1. Berkembangnya keliterasian siswa terhadap keberagamaan budaya, fenomena sosial, dan


tuntutan global;
2. Terbentuknya kecakapan hidup dan karir pada diri siswa;
3. Terbentuknya kemandirian siswa dalam belajar;
4. Terbinanya kemampuan siswa dalam beradaptasi, berpikir terbuka dan berpikir reflektif.  
5. Ragam Sintaks Model Pembelajaran Multilterasi.

Berdasarkan konsep ini, sintek model pembelajaran multiliterasi bersifat sangat terbuka dan
dapat dikembangkan untuk berbagai: 
a. Tujuan belajar, misalnya untuk membina keterampilan menulis, membaca, dan berbahasa
lisan;
b. Orientasi belajar, misalnya untuk berbagai keterampilan belajar dan berinovasi,
keterampilan literasi digital, dan keterampilan hidup dan berkarir;
c. Hasil belajar, misalnya hasil belajar sains, bahasa, ilmu sosial, matematika, dan berbagai
bidang Ilmu lainnya. 
E. Media Pembelajaran Multiliterasi 

1. Media Multiliterasi

Secara umum media yang biasanya digunakan dalam proses pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai berbagai alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap
konsep yang dipelajarinya. Berdasarkan definisi ini media pembelajaran merupakan alat yang
secara aktif atau interaktif digunakan guru untuk menumbuhkan pemahaman siswa.

Berdasarkan pengertian  tentang media dalam pembelajaran multiliterasi, media dalam


pembelajaran multiliterasi minimalnya memiliki 3 fungsi utama, antara lain:
a. Membangkitkan pemahaman ataupun pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
b. Memandu proses beroleh pengetahuan dan keterampilan baru selama proses pembelajaran
c. Mengembangkan pemahaman konkret siswa atas pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya
2. Ragam Media Multiliterasi
a. Media pembangkit dan pembentuk pemahaman dan keterampilan. 
b. Media pemandu proses pembelajaran, antara lain:
1. Informasi Awal atau konteks permasalahan
2. Tugas
3. Isian 
c. Media refresentasi Pemahaman dan keterampilan. 
3. Berkenalan dengan Beberapa Media Multiliterasi
a. Mini Book 
b. Buku Pop-up (buku Timbul) 
c. Konten Poster (Konten Isi)
d. Big Book 
e. Kalender Cerita
f. Buku Zig-zag 
g. Pamflet, Booklet dan Brosur
h. Media digital
i. Surat kabar, majalah dan buletin, dll
j. Lembar kerja proses
F. Sekolah Multiliterat dan Mimpi Masa Depan 

1. Sosok Sekolah Masa Depan

Sekolah masa depan yang baik adalah sekolah yang mampu memfasilitasi siswanya untuk
mampu hidup pada zamannya. Sekolah yang demikian tentu hanya dapat terwujud jika
sekolah tersebut telah memenuhi setandar dasar sebagai sekolah yang harmonis, bermutu dan
bermartabat. Sekolah yang harmonis adalah sekolah yang menyediakan lingkungan belajar
yang aman dan nyaman bagi siswa, guru, dan seluruh warga sekolah. Lingkungan ini dapat
dibentuk jika dilingkupi dengan nuansa religius. Lebih lanjut, sekolah yang harmonis adalah
sekolah yang memiliki fasilitas multiliterat, edukatif, dan kaya. 

2. Membangun Sekolah Multiliterat

Modal dasar pertama yang harus ada untuk mewujudkan sekolah multiliterasi adalah guru.
Guru sebagai tenaga pendidik tentu sudah dimiliki semua sekolah, sebab guru merupakan
masukan instrumental bagi terciptanya proses pembelajaran. Berdasarkan kenyataan ini, guru
dalam sekolah multiliterasi harus ditempa menjadi guru harmonis, bermutu dan bermartabat. 

3. Program-program sekolah Multiliterat 

a. Bengkel bahasa dan sastra ( menurut endraswara 2003:13) 


b. Program siklus literasi ( menurut Daniels 2002:18)
c. Stasiun kerja multiliterasi (menurut Diller 2003:2)
d. Bengkel multiliterasi (menurut allen dan gonzalez 1998)
e. Program circle time (menurut collins 2007:1)
f. Program DEAR (drop everything and read) (menurut nikki heath dalam USAID

BAB lV
Kesimpulan dan Saran

A. Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah. 


Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut: Literasi Dini [Early Literacy (Clay,
2001)], Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi
Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual
Literacy)

B. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah. 

Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi. Lingkungan fisik adalah hal pertama yang
dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah
dan kondusif untuk pembelajaran. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai
model komunikasi dan interaksi yang literat. Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui
model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Mengupayakan sekolah sebagai
lingkungan akademik yang literat. Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan
lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di
sekolah.

C. Prinsip-Prinsip Literasi 

Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan
prinsip-prinsip sebagai berikut: Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan
yang bisa diprediksi, Program literasi yang baik bersifat berimbang, Program literasi
berlangsung di semua area kurikulum, Tidak ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan
menulis yang bermakna, Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting, dan Keberagaman
perlu dirayakan di kelas dan sekolah.

D. Model-Model Pembelajaran Literasi. 

Model  pembelajaran multiliterasi merupakan perpaduan 4 keterampilan multiliterasi dengan


10 kompetisi belajar abad ke-21. Berikut 4 keterampilan multiliterasi: Keterampilan
membaca; Keterampilan menulis, Keterampilan berbahasa Lisan, dan Keterampilan ber IT.
Sedangkan yang termasuk 10 keterampilan belajar abad ke-21 antara lain:  Kreativitas dan
Inovasi; Berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan; Metakognisi;
Komunikasi; Kolaborasi; Literasi Informasi; Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi 
(TIK); Sikap berkewarganegaraan; Berkehidupan dan berkarir, dan Responsibilitas personal
dan sosial, termasuk kesadaran atas kompetisi dan budaya. 

Prinsip Reaksi, Reaksi yang harus  muncul pada diri siswa secara umum meliputi: kemauan
dan kemampuan untuk belajar, berpikir, beraktivitas, dan berkreativitas; kesiapan untuk
mengambil resiko; kesediaan untuk senantiasa berpikir terbuka, berpikir fositif, dan berpikir
elaboratif; kesiapan untuk adaptasi, berkomunikasi, dan bekerjasama;  berkolaborasi dengan
orang lain; kesanggupan untuk berlatih, mengembangkan diri, dan membentuk serta
mengembangkan perilaku belajar atau berpikir dan prikalu berkehidupan atau berkarakter;
kesediaan untuk. 

Sistem Lingkungan, Selain lingkungan kelas yang mendukung keterlaksanaan model ini,
lingkungan sekolah pun harus bersifat multiliterat.  Lingkungan sekolah multiliterat adalah
lingkungan sekolah yang kondusif bagi proses pembelajaran, yakni lingkungan sekolah yang
menyediakan berbagai bahan belajar, media, sarana representasional, sarana belajar; 

Tujuan Pembelajaran dan Tujuan Penyerta Model Pembelajaran Multilterasi. Tujuan


pembelajaran model ini meliputi: Kepemilikan atas peningkatan keterampilan belajar abad ke
21; Pemahaman yang mendalam terhadap berbagai konsep, proses, dan sikap ilmiah disiplin
ilmu yang sedang dipelajari; Peningkatan dan pengembangan keterampilan multi literasi dan
karakter siswa. 

Ragam Sintaks Model Pembelajaran Multilterasi. Berdasarkan konsep ini, sintek model
pembelajaran multiliterasi bersifat sangat terbuka dan dapat dikembangkan untuk berbagai:
Tujuan belajar, Orientasi belajar, Hasil belajar. 

E. Media Pembelajaran Multiliterasi 

Media Multiliterasi, media dalam pembelajaran multiliterasi minimalnya memiliki 3 fungsi


utama, antara lain: Membangkitkan pemahaman ataupun pengetahuan yang sudah dimiliki
anak; Memandu proses beroleh pengetahuan dan keterampilan baru selama proses
pembelajaran; dan Mengembangkan pemahaman konkret siswa atas pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajarinya. Ragam Media Multiliterasi, Media pembangkit dan
pembentuk pemahaman dan keterampilan; Media pemandu proses pembelajaran; Media
refresentasi Pemahaman dan keterampilan. Berkenalan dengan Beberapa Media Multiliterasi
antara lain: Mini Book; Buku Pop-up (buku Timbul); Konten Poster (Konten Isi); Big Book;
Kalender Cerita; Buku Zig-zag; Pamflet, Booklet dan Brosur; Media digital; dan Surat kabar,
majalah dan buletin, dll. Sosok Sekolah Masa Depan. Sekolah masa depan yang baik adalah
sekolah yang mampu memfasilitasi siswanya untuk mampu hidup pada zamannya. Sekolah
yang demikian tentu hanya dapat terwujud jika sekolah tersebut telah memenuhi setandar
dasar sebagai sekolah yang harmonis, bermutu dan bermartabat. Sekolah yang harmonis
adalah sekolah yang menyediakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi siswa,
guru, dan seluruh warga sekolah. Lingkungan ini dapat dibentuk jika dilingkupi dengan
nuansa religius. Lebih lanjut, sekolah yang harmonis adalah sekolah yang memiliki fasilitas
multiliterat, edukatif, dan kaya. 

Membangun Sekolah Multiliterat, Modal dasar pertama yang harus ada untuk mewujudkan
sekolah multiliterasi adalah guru. Guru sebagai tenaga pendidik tentu sudah dimiliki semua
sekolah, sebab guru merupakan masukan instrumental bagi terciptanya proses pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan ini, guru dalam sekolah multiliterasi harus ditempa menjadi guru
harmonis, bermutu dan bermartabat. Program-program sekolah Multiliterat antara lain:
Bengkel bahasa dan sastra; Program siklus literasi; Stasiun kerja multiliterasi; Bengkel
multiliterasi; Program circle time; dan Program DEAR.

DAFTAR isi 

BAB l
Pendahuluan
d. Latar Belakang Masalah
e. Identifikasi Masalah 
f. Rumusan Masalah
g. BAB ll
Kajian Pustaka
E. Manfaat Literasi Informasi
F. Komponen Literasi Informasi
G. Keterampilan Literasi Informasi 
H. Model Literasi Informasi
BAB lll
Pembahasan
G. Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah. 
H. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah. 
3. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi
4. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang
literat
3. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat
I. Prinsip-Prinsip Literasi 
J. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang bisa diprediksi.
7. Program literasi yang baik bersifat berimbang.
8. Program literasi berlangsung di semua area kurikulum 
9. Tidak ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan menulis yang bermakna.
10. Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting.
11. Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan sekolah. Model-Model Pembelajaran Literasi. 
6. Orientasi Model Pembelajaran Multiliterasi 
7. Sintak Dasar Model Pembelajaran Multilterasi. 
8. Impelementasi Model, Prinsip Reaksi, dan Sistem Lingkungan Model Pembelajaran
Multiliterasi. 
d. Implementasi Model 
e. Prinsip Reaksi 
f. Sistem Lingkungan 
9. Tujuan Pembelajaran dan Tujuan Penyerta Model Pembelajaran Multilterasi. 
10. Ragam Sintaks Model Pembelajaran Multilterasi.
K. Media Pembelajaran Multiliterasi 
4. Media Multiliterasi
5. Ragam Media Multiliterasi 
6. Berkenalan dengan Beberapa Media Multiliterasi
L. Sekolah Multiliterat dan Mimpi Masa Depan 
4. Sosok Sekolah Masa Depan 
5. Membangun Sekolah Multiliterat 
6. Program-program sekolah Multiliterat 
BAB lV
Kesimpulan dan Saran
F. Tahapan Pelaksanaan Literasi Sekolah. 
G. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah.
H. Prinsip-Prinsip Literasi 
I. Model-Model Pembelajaran Literasi. 
J. Media Pembelajaran Multiliterasi 

Anda mungkin juga menyukai