Anda di halaman 1dari 6

e-mail: arina232@yahoo.

com

Information Literacy Skills: Sebuah Ikhtiar Memasuki Era Informasi Oleh : Ari Zuntriana Mahasiswa S1 Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga Abstrak Ledakan informasi merupakan sebuah keniscayaan yang dibawa oleh era informasi. Untuk mensikapinya, kita memerlukan sebuah strategi literasi yaitu Information Literacy Skills, yang dimaknai sebagai suatu kemampuan untuk mengenali adanya kebutuhan informasi dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan efektif. Ada sejumlah elemen pendukung information literacy, yang juga berperan sebagai prasyarat untuk menguasai Information Literacy Skills secara utuh. Elemen-elemen tersebut bersifat saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Satu hal yang penting untuk digarisbawahi disini adalah bahwa upaya implementasi Information Literacy Skills selalu membutuhkan saluran (channel), yang dapat berupa kegiatan pembelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi, kegiatan pendidikan pemakai di perpustakaan, dan lain sebagainya. Hasil yang hendak dicapai dari penguasaan dan aplikasi Information Literacy Skills ini adalah efisiensi biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi Pengantar Seorang manajer keuangan sebuah perusahaan baru saja kembali dari liburannya ketika mendapati ada 2000 pucuk surat elektronik yang memadati inbox-nya. Sejenak ia merasa bingung, namun sejurus kemudian ia memutuskan untuk menghapus semua pesan tersebut. Sangat dimungkinkan beberapa surat yang mungkin berguna baginya ikut terhapus bersama surat-surat sampah (bulk) (Kunde : 1997). Dalam perkembangannya sekarang, jumlah blog diari online telah mencapai 3,2 juta buah di seluruh dunia, dengan pertambahan 15.000 blog yang online setiap hari. Lebih dari 275.000 posting dipublikasikan setiap hari oleh para blogger (sebutan untuk para pemilik blog) (Surayya : 2005). Jumlah home page di web diperkirakan meningkat 100 persen setiap dua bulan sekali (Abdul Aziz : 1998). Para pengguna internet akan disuguhi sekaligus dipusingkan dengan informasi yang sangat melimpah. Pada bulan Desember 2004 silam, gempa besar dan tsunami melanda hampir 10 negara di Asia. Di Indonesia, Aceh dan Nias adalah daerah yang paling parah menderita kerusakan. Tidak pernah terbayangkan oleh kita akan terjadi musibah yang sedemikian dahsyatnya. Ini dikarenakan selain masih

lemahnya iptek gempa bumi dan informasi mengenai tsunami, bencana ini juga sangat jarang terjadi. (Suryanto : 2005).
Dari beberapa ilustrasi di atas kita bisa melihat bahwa informasi merupakan sebuah entitas yang berpotensi untuk menjadi sebuah kekuatan sekaligus sumber kebingungan bagi banyak orang. Setiap hari kita ditantang untuk berhadapan dengan informasi yang melimpah ruah dan melaju dengan kencang, dalam berbagai format yang tak terhitung pula jumlahnya! Ketrampilan dasar dalam melek informasi (Information Literacy Skills) yang tak lain adalah kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dari berbagai sumber secara efektif, menjadi sebuah keahlian yang teramat penting dan harus dikuasai oleh semua pihak baik pustakawan maupun pengguna. Berjejalnya informasi yang memenuhi ruang hidup kita sekarang ini menandakan bahwa era informasi sebutan lain dari gelombang ketiga (the third wave) Alvin Toffler telah tiba di hadapan. Era informasi yang dicirikan dengan terjadinya peningkatan

e-mail: arina232@yahoo.com

produksi dan konsumsi informasi secara masif tidak akan pernah mempertanyakan ataupun menunggu kesiapan kita untuk menjemputnya. Tiba-tiba saja fenomena ledakan informasi terjadi dimana-mana dan banyak diantara kita merasa kurang siap menghadapinya. Berangkat dari keprihatinan atas kurangnya perhatian masyarakat atas penguasaan Information Literacy Skills, maka penulis mencoba untuk menguraikan pentingnya bekal ini bagi semua orang dalam menapaki era informasi. Membincang information literacy tidak akan lengkap jika mengabaikan sejumlah elemen penting yang turut mengkonstruksinya. Perkembangan terakhir dari tren aplikasi Information Literacy Skills juga turut mewarnai diskusi di dalamnya. Kemunculan Information Literacy Information literacy menjadi satu term yang begitu akrab dan memasyarakat dalam banyak kajian informasi dan perpustakaan dalam beberapa tahun terakhir. Konsep information literacy diperkenalkan pertama kali oleh Paul Zurkowski, presiden Information Industry Association dalam proposalnya yang ditujukan pada National Commision on Libraries and Information Science (NCLIS) di Amerika Serikat pada tahun 1974. Proposal tersebut merekomendasikan dimulainya sebuah program nasional untuk pencapaian masyarakat yang melek informasi dalam satu dekade mendatang. Menurut Zurkowski, masyarakat yang terampil dalam menggunakan aplikasi sumber daya informasi dalam pekerjaan mereka adalah orang-orang yang melek dalam hal informasi (information literates). Mereka telah mempelajari teknik dan ketrampilan menggunakan sejumlah alat informasi juga berbagai sumber primer untuk memecahkan masalah informasi mereka. Dua tahun kemudian, Burchinal mengemukakan satu definisi yang lebih kompleks, Untuk menjadi orang yang melek informasi dibutuhkan penguasaan sejumlah keterampilan baru, antara lain kemampuan untuk menempatkan dan menggunakan

informasi untuk keperluan memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara lebih efektif. Pada tahun yang sama, Owen mengungkapkan pandangannya bahwa information literacy juga bertautan erat dengan demokrasi, Dalam hakikat efektivitas dan efisiensi yang terkandung didalamnya, information literacy dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan institusi demokrasi. Semua manusia pada dasarnya diciptakan dengan setara (equal), namun masyarakat yang lebih mumpuni dalam penguasaan sumber daya informasi dipastikan akan lebih memiliki kemampuan untuk melahirkan kebijakan yang lebih baik dari pada masyarakat yang kurang melek informasi (information illiterates). Ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh American Library Association (ALA) bahwa era informasi memberi pengaruh besar terhadap performa demokrasi dan kekuatan sebuah negara dalam persaingan internasional. Era informasi juga menjanjikan sejumlah manfaat kemakmuran negara, terutama yang bersumber pada sektor sosial dan ekonomi. Untuk mencapai kemakmuran tersebut, setiap warga negara harus menguasai keahlian information literacy yang diintegrasikan pada pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi (Eisenberg : 2004). Kesadaran baru akan pentingnya information literacy telah mendorong banyak profesional informasi dan organisasiorganisasi yang menaunginya untuk berlomba-lomba memberikan definisi yang (dianggap) paling tepat. State University of New York memberikan definisi information literacy sebagai kemampuan untuk mengenali saat informasi dibutuhkan, ditempatkan, dievaluasi, untuk kemudian digunakan secara efektif, dan sekaligus mengkomunikasikannya dalam berbagai bentuk dan jenis. Informasi yang menjadi obyek disini dapat bersumber dari mana saja, baik dari media cetak seperti buku, majalah, jurnal, maupun sumber non cetak, seperti file dalam komputer, internet, film, hasil percakapan, dan sebagainya. Information literacy berperan sebagai alat untuk memilah informasiinformasi tersebut, agar yang berguna dapat

e-mail: arina232@yahoo.com

tetap dimanfaatkan secara maksimal dan sebaliknya, informasi yang hanya berpotensi menjadi sampah akan dapat difilter. Capaian yang diharapkan secara langsung adalah efisiensi dalam hal waktu, biaya, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi. Dalam perkembangannya, konsep information literacy diaplikasikan melalui saluran-saluran (channel) berupa kegiatan praktis, misalnya dalam kegiatan pendidikan pemakai perpustakaan, pembekalan bagi siswa maupun mahasiswa baru hingga untuk kepentingan dunia bisnis. Meluasnya area yang membutuhkan kemampuan melek informasi mendorong banyak profesional di bidang informasi dan perpustakaan untuk mulai menyusun berbagai formula pendekatan yang dapat mempermudah masyarakat menguasai kemampuan ini. Elemen-Elemen Information Literacy Menggunakan informasi dalam berbagai bentuk menuntut sejumlah kemampuan melek (literacies), di luar kemampuan dasar seperti menulis dan membaca. Berikut ini beberapa jenis melek yang berperan menjadi elemen dalam information literacy : 1. Visual Literacy Visual Literacy didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan gambar, termasuk pula kemampuan untuk berpikir, belajar, serta mengekspresikan gambar tersebut. Visual literacy terbagi menjadi tiga konstruksi, yaitu : Pembelajaran visual (visual learning) : kemampuan dalam mengakuisisi dan mengkonstruksi pengetahuan yang merupakan hasil interaksi dengan fenomena visual Pemikiran visual (visual thinking) : kemampuan untuk mengorganisasi citra mental pada hal-hal di seputar bentuk, garis, warna, tekstur, dan komposisi Komunikasi visual (visual communication) : kemampuan menggunakan simbol visual untuk mengekspressikan gagasan dan menyampaikan makna

2. Media Literacy Menurut National Leadership Conference on Media Literacy, media literacy adalah kemampuan warga negara untuk mengakses, menganalisa, dan memproduksi informasi untuk hasil yang spesifik. Media mampu menyuntikkan nilai-nilai yang mampu mengubah pandangan, dan bahkan sikap hidup secara massal. Untuk itu masyarakat memerlukan keterampilan melek media agar mampu mensikapi keberadaan media dengan lebih kritis dan bijaksana. 3. Computer Literacy Komputer merupakan alat yang dapat memfasilitasi dan memperluas kemampuan manusia dalam mempelajari dan memproses informasi. Contoh yang paling nyata adalah penggunaan komputer secara luas dalam dunia pendidikan. Sekarang ini dapat dikatakan bahwa komputer telah menjadi bagian integral dari pendidikan. Computer literacy sering diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi dokumen dan data menggunakan perangkat lunak pengolah kata, pangkalan data, dan sebagainya. Namun, The Computer Science and Telecommunication Board of the National Research Council mendefinisikan kembali computer literacy sebagai kemampuan dalam menguasai teknologi informasi. 4. Digital Literacy Digital literacy merupakan keahlian yang berkaitan dengan penguasaan sumber dan perangkat digital. Perkembangan pesat teknologi informasi dewasa ini telah menghasilkan banyak temuan-temuan digital terbaru. Tidak jarang hal ini banyak memicu terjadinya kesenjangan antar masyarakat dan bahkan antar bangsa. Mereka yang mampu mengejar dan menguasai perangkatperangkat digital mutakhir dicitrakan sebagai penggenggam masa depan, dan sebaliknya yang tertinggal akan semakin sempit kesempatannya untuk meraih kemajuan. 5. Network Literacy

e-mail: arina232@yahoo.com

Network literacy merupakan satu istilah yang masih terus berkembang (evolving). Untuk dapat menempatkan, mengakses dan menggunakan informasi dalam dunia berjejaring, misalnya internet, pengguna harus menguasai keahlian ini. Menurut Eisenberg (2004) orang yang melek jaringan memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut : Memiliki kesadaran akan luasnya penggunaan jasa dan sumber informasi berjejaring Memiliki pemahaman bagaimana sistem informasi berjejaring diciptakan dan dikelola Dapat melakukan temu balik informasi tertentu dari jaringan dengan menggunakan serangkaian alat temu balik informasi Dapat memanipulasi informasi berjejaring dengan memadukannya dengan sumber lain dan meningkatkan nilai informasinya untuk kepentingan tertentu Dapat menggunakan informasi berjejaring untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang terkait dengan pengambilan keputusan, baik untuk kepentingan tugas dan maupun pribadi, serta menghasilkan layanan yang mampu meningkatkan kualitas hidup Memiliki pemahaman akan peran dan penggunaan informasi berjejaring untuk memecahkan masalah dan memperingan kegiatan dasar hidup Information literacy merupakan satu term yang bersifat inklusif. Dengan menguasainya maka sejumlah keahlian di atas dapat dicapai dengan lebih mudah. Hubungan antara information literacy dengan elemenelemennya adalah saling melengkapi dan tidak terpisahkan.

Perkembangan Terkini : Model Big6

Information literacy merupakan kunci untuk dapat hidup dan bertahan dalam abad ini. Untuk itu, sejumlah pendekatan telah dirumuskan oleh para pakar informasi, salah satu yang paling populer dan telah dikenal secara luas di seluruh dunia adalah pendekatan Big6 yang dikembangkan oleh dua pakar pendidikan Amerika, Michael Eisenberg dan Bob Berkowitz. Big6 adalah kurikulum dan model literasi informasi dan teknologi yang dapat digunakan banyak kalangan, terutama pendidikan dan bisnis. Ada beberapa akademisi yang menyebut Big6 sebagai solusi pintar untuk pemecahan masalah informasi, karena dengan Big6 siswa maupun mahasiswa dapat menyelesaikan semua masalah, tugas, dan membuat keputusan yang terkait dengan studi mereka dengan lebih baik. Model Big6 mengintegrasikan ketrampilan pencarian dan penggunaan informasi dengan penggunaan perangkat teknologi dalam proses menemukan, menggunakan, mengaplikasikan dan mengevaluasi informasi secara sistematis, untuk memenuhi kebutuhan dan tugas tertentu. Studi pada ribuan siswa yang diarahkan untuk menggunakan pendekatan Big6 dengan dikombinasikan dengan kegiatan analitis, kreatif, dan praktis, menunjukkan bahwa mereka mampu menampilkan performa belajar yang lebih baik dari pada mereka yang sama sekali tidak dibekali dengan Big6 (Jarvin dalam Eisenberg : 2006). Berikut ini tahapan dari Big6 : 1. Definisi tugas (task definition) Tahap pertama dari proses pemecahan masalah Big6 adalah proses untuk mengenali adanya kebutuhan informasi (information need), mendefinisikan masalah, dan mengidentifikasi tipe dan jumlah informasi yan dibutuhkan. 2. Strategi penemuan informasi (information seeking strategies) Ketika masalah informasi telah diformulasikan, maka pengguna harus mulai mempertimbangkan sumbersumber informasi yang akan digunakan dan mengembangkan rencana pencarian

e-mail: arina232@yahoo.com

3.

4.

5.

6.

informasi berikut dengan metode dan saluran (channel) yang digunakan. Lokasi dan akses (location and access) Setelah pengguna menentukan prioritas penemuan informasi, mereka mulai memetakan informasi dari beragam sumber dan mengakses informasi tertentu yang ditemukan dalam sumbersumber yang berdiri sendiri. Penggunaan informasi (use of information) Dalam tahap ini pengguna harus bersentuhan dengan informasi yang telah ditemukan dalam tahapan ketiga, baik melalui aktivitas membaca, melihat maupun mendengar, untuk kemudian dinilai relevansinya dengan tujuan pencarian. Pengguna disini juga harus mengekstrasi informasi yang dianggapnya telah relevan. Sintesis informasi (synthesis) Dalam tahap sintesis informasi, pengguna mulai mengorganisasikan dan mengkomunikasikan hasil yang telah diperolehnya dengan orang lain di sekitarnya. Rekan diskusi dapat saja teman sejawat, pustakawan, dosen maupun siapa saja yang dipandang menguasai subyek informasi yang dicari (knowledgable person). Evaluasi hasil (evaluation) Proses evaluasi berfokus pada bagaimana produk final dapat menjawab kebutuhan tugas pengguna (efektif), dan bagaimana pengguna tersebut dapat mengimplementasikan upaya pemecahan masalah (efisien).

membutuhkan panduan yang bisa mengarahkan mereka untuk mengatasi hal ini. Penutup Tidak diragukan lagi bahwa Information Literacy Skills adalah satu hal yang sangat mendesak bagi kita semua (baca : pustakawan dan profesional informasi lainnya). Keberhasilan dalam pencapaian information literacy pada kalangan profesional informasi dan masyarakat pengguna membutuhkan usaha yang keras dengan konsistensi yang terus menerus, serta dukungan dari pihakpihak yang berkepentigan, dalam hal ini perpustakaan dan institusi yang ada di atasnya. Formula untuk mempermudah pencapaiannya telah dirumuskan oleh para praktisi dan akademisi bidang informasi. Tugas kita sekarang adalah mematangkan diri dengan berikhtiar menguasai Information Literacy Skillss, untuk selanjutnya menularkannya pada pengguna melalui saluran kegiatan pendidikan pemakai. Atau mungkin kita perlu mengembangkan satu strategi pemecahan masalah informasi baru yang dapat lebih mudah diaplikasikan dan sesuai dengan karakteristik pengguna perpustakan di tanah air? Mengapa tidak? Daftar Bacaan Abdul Aziz, Yaya M., ed. Visi Global Indonesia Memasuki Abad ke-21. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998. Eisenberg, Michael B, Carrie A. Lowe & Kathleen L. Spitzer. Infomation Literacy : Essential Skills for the Information Age. Connecticut : Libraries Unlimited, 2004. Kunde, D. Workers Struggling to Deal with E-mail Overload. Syracus Herald Journal. 12 Agustus 1997. Eisenberg, Michael. What is the Big6?, 2005; diturunkan dari www.big6.com, diakses pada tanggal 28 Mei 2007 Surayya, Nurist. Sejarah dan Perkembangan Weblog, 2005; www.nuristblogdrive.com, diakses pada tanggal 28 Maret 2007

Metode Big6 ini telah banyak diaplikasikan di sekolah, kampus maupun perusahaan. Menurut Eisenberg, alasan utama yang mendorongnya untuk menciptakan formula ini adalah fenomena ketidakmampuan manusia era informasi untuk keluar dari kepungan informasi dan menemukan informasi apa yang benar-benar tepat bagi kebutuhan mereka. Belantara informasi telah menyumbang pada tingginya tingkat kegelisahan manusia atas masalah penggunaan informasi dalam kehidupan. Mereka jelas

e-mail: arina232@yahoo.com

Suryanto, Edi. Pentingnya Kelestarian Hutan Mangrove, 2005; www.indomedia.com, diakses pada tanggal 28 Mei 2007

Anda mungkin juga menyukai