Materi orientasi media digital, literasi digital, gerakan media sosial, desain
grafis dan audio visual, jurnalistik, website, hingga big data.
Kader Ansor harus melek terhadap tekhnologi, generasi aktif di media - media
termasuk media sosial dan gerak cepat dan tepat terhadap peluang,"
Gerakan Pemuda Ansor disebut menghadapi empat tantangan di zaman modern, era
globalisasi yang salah satunya ditandai dengan kemajuan elektronik.
Tren pergeseran masyarakat, adanya organisasi yang bertentangan dengan aqidah
serta ideologi negara, adanya resonansi gerakan, dan adanya pertarungan isu.
Sebagai kader Ansor Banser, cerdas memahami dan terampil menguasai media sosial
adalah sebuah kewajiban.
Islam Nusantara merupakan identitas Ansor Banser yang sangat kompatibel dalam
perubahan yang sudah, sedang, dan akan terjadi termasuk perubahan dan
perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang mampu
menciptakan media sosial sebagai salah satu “mahkluk” terkuat di muka bumi ini.
Kader Ansor harus cerdas menggunakan dan mengelola berbagai jenis media sosial
seperti YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, Pinterest, komunitas online
(forum), dll.
Cerdas dalam bermedia sosial merupakan bagian dari kemampuan kader Ansor Banser
dalam menguasai digital literacy.
Cerdas dalam digital literacy merupakan jawaban atas prinsip sensitivitas perubahan
(sense of change) sehingga ada kaidah “perubahan hukum diniscayakan seiring
perubahan waktu dan tempat” (taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-azman wa al-
amkinah).
Terdapat tiga literasi dalam media sosial yang wajib dikuasai oleh kader Ansor yaitu:
Information literacy.
Artinya setiap kader Ansor Banser wajib cerdas mensortir dan memfilterasi informasi
sehingga informasi yang diterima atau dikirimkan di dalam media sosial adalah
informasi yang baik dan benar. Selain itu seorang kader Ansor Banser wajib cerdas
mengolah dan mengelola data menjadi informasi yang baik dan benar dan tentunya
diviralkan melalui media sosial agar bermanfaat dan maslahat untuk umat.
Media literacy.
Kecerdasan mengelola media terutama berbagai jenis media sosial adalah keharusan
bagi kader Ansor Banser dalam menyampaikan informasinya sehingga informasi yang
ditampilkan tampak menarik, eye cactching dan tampilannya mampu mempengaruhi
banyak orang.
Technology literacy
Yaitu kemampuan/kecerdasan dalam menggunakan dan mengelola teknologi informasi
dan komunikasi terkini. Seorang kader Ansor Banser wajib cerdas dan terampil
menggunakan berbagai jenis teknologi informasi dan teknologi komunikasi sebagai alat
atau media utama dalam mempublikasikan atau memviralkan informasi ke dunia.
Agar terhindar dari berbagai jenis kejahatan dunia maya (cyber crime), kunci Sukses
kader Ansor Banser untuk menjadi pegiat di media sosial dengan melakukan digital
citizenship yaitu:
Literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami dan memakai informasi dari
berbagai sumber yang diakses dari komputer maupun perangkat lainnya. Literasi digital
adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk belajar, bekerja, dan menavigasi kehidupan
di dunia kita yang semakin digital. Kemampuan inil memungkinkan Anda menggunakan
perangkat digital, perangkat lunak, dan aplikasi dengan percaya diri. Selain itu,
keterampilan literasi digital akan membantu Anda dalam menangani data dengan cara
yang tepat, efektif dan aman.
Literasi digital tidak hanya berkaitan dengan teknologi saja. Sebab, literasi digital
merupakan kecakapan yang mencakup kemauan untuk belajar, berpikir kritis, kreatif
dan inovatif dalam melakukan berbagai hal di dunia digital.
Ketika Anda menerima sebuah informasi yang tidak jelas dari mana asalnya, mulailah
dengan mendorong diri Anda untuk mengajukan pertanyaan bagaimana informasi itu
dibuat? Kemudian cari jawabannya dengan langsung ke sumbernya. Anda dapat
memeriksa dan menganalisis objektivitasnya.
2. Menguasai Finding Information
Keterampilan dalam berpikir kritis dan menganalisa sebuah informasi di internet adalah
salah satu cara meningkatkan kemampuan literasi. Selain keahlian ini, Anda juga perlu
menguasai finding information.
4. Memahami Digital Culture
Kultur digital sangat penting dipahami oleh Anda. Sebagai salah satu cara
meningkatkan kemampuan literasi digital, Anda perlu memahami bagaimana
keberadaan internet mempengaruhi cara berinteraksi dan berkomunikasi seseorang.
Pada umumnya, penggunaan internet sering kali membawa dua dampak. Anda bisa
melakukan banyak hal positif dan sebaliknya Anda dapat terjerumus pada tindakan
negatif.
Saat mengakses internet, Anda perlu membiasakan diri untuk mendeteksi potensi-
potensi yang bisa membahayakan diri. Misalnya Anda tidak secara sembarangan
menaruh data dan privasi yang bisa dilihat oleh semua orang.
Ketika Anda sadar akan potensi risiko dan keamanan pribadi saat mencari informasi,
secara tidak langsung Anda akan semakin lebih bijak dalam mengakses internet.
Mengingat semua aktivitas di dunia kini banyak beralih menjadi semakin digital, maka
penting bagi anak-anak dan orang dewasa untuk memiliki keterampilan literasi digital.
Kemampuan literasi digital bisa membantu menavigasi dunia digital yang semakin
kompleks dengan ramah dan aman
Dari uraian data di atas, kita mengetahui bahwa aktivitas berkirim pesan
atau chatting yang dilakukan orang Indonesia begitu intens. Dalam beberapa momen
tertentu, ada saja informasi dan konten yang disebarkan melalui aplikasi pesan singkat.
Dengan keterampilan literasi digital, Anda akan mampu lebih selektif dan bersikap bijak
dalam menerima informasi tersebut, khususnya konten-konten yang banyak memuat
berita hoaks.
Peluang dan Tantangan, Ansor Menuju Satu Abad NU
Generasi muda adalah generasi penerus perjuangan bangsa, Sebagai pemegang kepemimpinan
nasional, mereka harus menanamkan di dalamnya nilai-nilai budaya nasional yang benar,
diterima, diikuti, dibela dan diperjuangkan. Generasi muda penerus bangsa juga memiliki
keterampilan terpendam yang dapat diolah menjadi keterampilan nyata. Selain itu, mereka
memiliki potensi kecerdasan intelektual, kecerdasan seni, emosional, sosial, dan bahasa, yang
dapat mereka olah menjadi kecerdasan aktual yang
akan mengantarkan mereka pada pencapaian dan kesuksesan yang tinggi. Mereka memiliki
potensi moral yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi akhlak yang positif agar dapat
berperan aktif dalam pembangunan negara dan bangsa yang jujur, tidak koruptif, kurang ajar,
dan bertanggung jawab.
Melihat situasi saat ini, pemuda terpecah menjadi dua.
Pertama, pemuda yang bermoral namun tidak memiliki sosok panutan dan organisasi yang tepat
sehingga dalam bergaul dan melangkah ia merasa paling benar atas dasar penafsiran tunggal.
Biasanya secara sekilas ia tampak baik, berpakaian rapi, namun kerap kali melontarkan argumen
dan pendapat yang terkesan Islami namun sejatinya sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Misalnya
mengatakan, “Indonesia ini tidak tepat jika menggunakan sistem demokrasi, sejarah Islam
mencontohkan dengan sistem khilafah dan monarki”, atau “umat Islam kok menjaga gereja,
mestinya masjid yang dijaga”. Kedua, pemuda yang amoral. Ada banyak penyimpangan moral di
kalangan generasi muda seperti miras, tawuran pelajar dan seks bebas.
Masalah moral generasi muda telah menjadi masalah sosial yang belum sepenuhnya
terselesaikan. Akibat yang ditimbulkan begitu serius sehingga tindakan tersebut telah mengarah
pada tindakan kriminal dan tidak dapat lagi dianggap sebagai hal yang sederhana. Inilah
tantangan sekaligus peluang Gerakan Pemuda Ansor (GPA) NU sebagai wadah sekaligus
wasilah dalam merealisasikan gerakan pemuda yang sesuai dengan budaya dan tradisi nusantara
dengan napas Islam Nusantara.
Mengingat terbatasnya upaya lembaga pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai moral pada
peserta didiknya, maka lembaga selain lembaga pendidikan formal juga harus turut andil dalam
menegakkan pola pendidikan moral. Organisasi sosial dan keagamaan seperti Gerakan Pemuda
Ansor seharusnya tidak boleh diremehkan perannya dalam mendidik para generasi muda menjadi
manusia yang bermoral tinggi.
Kegiatan pembelajaran di organisasi GPA tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan
pelatihan ketrampilan tertentu, tetapi yang terpenting adalah juga penanaman dan pembentukan
nilai-nilai tertentu kepada generasi muda sebagai anggotanya. Secara teoritis, GPA dalam wadah
Rijalul Ansor mengkaji bagaimana menjaga gereja secara fikih adalah boleh bahkan bernilai
ibadah. Landasannya adalah basis dari penjagaan agama atau yang dalam istilah maqasid
syariah disebut hifz al-din. Menjaga
Agama bagi teman-teman Ansor tidak hanya dimaknai secara formalistik seperti mendirikan
salat dan menunaikan zakat, lebih dari itu bahwa, meminjam istilah yang dipakai oleh Jasser
Auda, menjaga agama Islam agar tidak difitnah dan dituduh sebagai agama teror dan makar
adalah bagian dari menjaga agama (protection and prevention religion). Sejatinya yang dijaga
oleh GPA bukanlah gerejanya melainkan keutuhannya.
Dalam bahasa KH. Achmad Shiddiq, Allah yarham, yang dijaga oleh GPA adalah saudara
setanah air (ukhwah wathoniyyah) dan saudara sesama makhluk Tuhan (ukhwah basyariyyah).
Secara praktis, GPA dalam wadah Banser menjalankan apa yang sudah dimusyawarahkan dan
dikaji dalam tubuh Rijalul Ansor. Artinya, apa yang dilakukan dalam tubuh GPA tidak grusa-
grusu, ada kajiannya, ada rapatnya, ada epistemologinya dalam bahasa akademiknya. Hasilnya?
Silakan lihat Google, tidak ada berita yang mengatakan GP Ansor sebagai banom yang makar
dan teroris, justru sebaliknya, GP Ansor menjadi mitra TNI-Polri dalam pengawasan terhadap
mereka yang akan mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa ini, baik secara fisik atau
pemikiran. Belum lagi, GPA adalah Banom NU yang dekat dengan para alim-ulama di Nahdlatul
Ulama. Keseketikaan GPA ini secara tidak langsung menjadi santri kalong dari banyak Kiai.
Relasi santri-kiai seperti ini nampaknya mustahil jika para kader GPA akan bersikap amoral,
sebab dalam hampir kesahariannya selalu berinteraksi dengan para kiai, selalu diawasi dan
diberikan nasehat kiai. Baik nasehat langsung ataupun tidak langsung.
Sebentar lagi, NU akan memasuki usia seratus tahun. GPA sebagai anak remaja dari organisasi
ini harus memberikan tawaran-tawaran program yang tidak hanya bermanfaat untuk organisasi,
lebih luas GPA harus berkontribusi untuk Indonesia. Makanya saya mengusulkan GPA untuk
memiliki program penguatan skill terhadap anggotanya. GPA juga harus mampu memadukan
tradisi NU dengan gerak perkembangan zaman. GPA harus mau dan mampu serta independen
dalam bermedia, sehingga dapat menjadi corong dalam mengekspresikan pendapat-pendapat
politik kebangsaannya dan politik keagamaannya. Oleh karenanya, jika dikristalkan ada tiga hal
yang perlu menjadi perhatian GPA. Pertama, kondisi bangsa yang sedang menghadapi kerasnya
paham-paham radikal dan terorisme. Juga yang tidak kalah penting adalah laku koruptif.
Kedua, perubahan peradaban dunia di era revolusi 4.0 dan teknologi yang sudah masuk era
revolusi 5.0 yang serba digital. Mau atau tidak, suka tidak suka para kader GPA harus
mengambil bagian penting dalam transformasi era digital ini. Dan ketiga, kondisi pasca-pandemi
Covid-19 yang bukan hanya dihadapi Indonesia namun lebih dari 250 negara mengalami
kesulitan yang luar biasa ini. Berbagai sektor kehidupan terdampak di antaranya sektor ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan. Dalam tubuh NU sudah ada lembaga-lembaga yang bertugas
menangani tiga sektor tersebut, selanjutnya GPA harus membersamai dan menjadi motor
pendorong dalam merealisasikan program-program induknya.
URGENSI LTNNU DALAM PENGEMBANGAN LITERASI
DIGITAL MENJELANG 1 ABAD NU
Oleh H. Mahlail Syakur Sf.
(Dosen FAI Unwahas Semarang, Ketua PW LTNNU Jawa Tengah)
Muqaddimah
Penggunaan media digital, termasuk media interaktif dan sosial telah berkembang pesat sebagai
dampak teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi secara pesat menuntut setiap
individu untuk memiliki kompetensi dasar berkaitan dengan konsep digital itu sendiri.
Keterampilan mencari sumber informasi yang bisa dipertanggungjawabkan menjadi sangat
penting bagi setiap individu di tengah percepatan teknologi digital.
Literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia, dari zaman
prasejarah hingga era digital sekarang. Literasi adalah pemahaman dan keterampilan menulis,
membaca, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Perkembangan penggunaan teknologi,
informasi, dan komunikasi dunia digital telah memberikan berbagai dampak dalam kehidupan
manusia sehari-hari.
Dalam kontek literasi digital, setiap orang memerlukan kompetensi untuk dapat mengakses,
menganalis, mencipta, melakukan refleksi, dan bertindak menggunakan aneka ragam perangkat
digital, berbagai bentuk ekspressi, dan strategi dalam komunikasi. Dalam penerapan literasi
digital seseorang tidak sekadar memerlukan penguasaan kemampuan mengoperasikan perangkat
digital dan lunak tetapi juga memerlukan keterampilan kompleks seperti keterampilan
memproduksi, keterampilan photovisul, keterampilan hipertekstualitas, keterampilan
mengevaluasi informasi, dan keterampilan sosio-emosional.
NU sebagai jam’iyyah yang berusia 1 abad terpanggil untuk mengemban amanat literasi dalam
arti memberikan wawasan keislaman ‘ala ahlissunnah wal-jama’ah melalui berbagai underbow,
badan otonom, dan lembaga. Di antara lembaga yang bertugas secara khusus pada bidang
literasi adalah Lembaga Ta`lif wan-Nasyr Nahdlatul ‘Ulama (LTN NU). Lembaga inilah yang
memiliki tugas menerima informasi tentang NU dan ajarannya secara benar dan
menginformasikannya kepada public terutama warga nahdliyyin.
Literasi digital merupakan perpaduan dari keterampilan teknologi informasi dan komunikasi,
berpikir kritis, keterampilan bekerja sama (kolaborasi), dan kesadaran sosial. Literasi digital
adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi yang didapat dari berbagai
sumber (Paul Glister). Menurut Deakin University’s Graduate Learning Outcome 3, literasi
digital adalah upaya memanfaatkan teknologi dalam menemukan, menggunakan, dan
menyebarluaskan informasi dalam dunia digital. Literasi digital adalah kemampuan dalam
memahami dan memakai informasi dari berbagai sumber yang diakses dengan computer atau
perangkat gadget lainnya. Kominfo menggariskan bahwa Literasi digital mencakup tiga
kompetensi, yaitu kompetensi pemanfaatan teknologi, memaknai, dan memahami konten digital
hingga menilai kredibilitas dengan meneliti hingga melakukan komunikasi dengan alat yang
tepat. Jadi, literasi digital merupakan upaya yang diperlukan seseorang di era sekarang guna
menyaring informasi secara akurat.
Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi bisa tersampaikan dengan
cepat dan mudah. Teknologi yang dimanfaatkan dengan baik, sangat mampu membantu
perkembangan bidang-bidang penting dalam kehidupan masyarakat. Di bidang teknologi
khususnya informasi dan komunikasi, literasi digital berkaitan dengan kemampuan si pengguna.
Kemampuan dalam memakai teknologi sebijak mungkin merupakan inti literasi digital demi
menciptakan interaksi dan komunikasi yang positif. Jadi, kompetensi literasi digigtal membuat
seseorang dapat berpikir kritis, mampu memecahkan masalah, berkomunikasi dengan lancer,
dan punya kesempatan berkolaborasi.
1. Pemahaman
Dalam artian masyarakat memiliki kemampuan untuk memahami informasi yang diberikan
oleh media, baik secara implisit maupun eksplisit.
2. Ketergantungan
Antara media yang satu dengan lainnya saling bergantung dan berhubungan, media yang ada
saling berdampingan serta melengkapi antara satu sama lain.
3. Faktor Sosial
Media saling berbagi pesan atau informasi kepada masyarakat, keberhasilan jangka panjang
dari media ditentukan oleh pembagi serta penerima informasi.
4. Kurasi
Masyarakat punya kemampuan untuk mengakses, memahami dan menyimpan informasi
untuk dibaca di lain kesempatan. Kurasi merupakan kemampuan bekerja sama dalam
mencari, mengumpulkan hingga mengorganisasi informasi yang dinilai berguna.
1. Memperoleh dan memperluas informasi secara cepat dan terkini, seperti mencari
makna kata-kata yang sulit, sejarah ‘ulama, kamus dan lainnya. Semuanya dapat
ditemukan secara mudah dan cepat secara digital melalui internet.
2. Penggunaan internet di era digital membuat seseorang secara tak langsung belajar dan
melatih keterampilan. Seperti ketika akan mengerjakan tugas prakarya, teknis
menyusun makalah ilmiah, memasak dan lainnya, semuanya bisa dilihat dan dipelajari
melalui internet.
3. Menghemat penggunaan waktu; Penggunaan referensi internet di mana dan kapan saja
sudah membuktikan bahwa munculnya literasi digital bisa menghemat penggunaan
waktu. Internet saat ini bisa diakses menggunakan ponsel canggih, sehingga tidak lagi
memikirkan perangkat apa yang harus dipakai.
4. Mempermudah komunikasi dan jarirangan sosial dari berbagai wilayah, maupun
negara di berbagai belahan dunia karena hanya melalui media sosial.
5. Mempermudah seseorang menerima informasi yang beragam tentang kasus tertentu
sehingga dapat menganalisis, memilih, dan memilah antara yang benar dan salah.
2. Konten Negatif
Arus informasi yang begitu deras tak luput dari konten yang positif berbarengan dengan konten
negatif yang muncul dalam waktu yang sama. Bahkan secara kwantitas jumlahnya membuat
seseorang sulit menyaringnya. Konten berbasis pornografi, hoaks, ujaran kebencian, SARA, dan
lainnya lebih sering mucul dan sangat mudah dilihat dan didapat lewat akses internet.
Dan tentunya masih banyak tantangan yang perlu dihadapi dari dampak negatif literasi digital
terutama bagi orangtua, guru, pemimpin organisasi masyarakat
Menyongsong Satu Abad NU yang berhelat dalam era digital tidak dipungkiri semakin berat
tugas dan tantangan yang dihadapi oleh NU. Seiring dengan perkembangan dan realitas sosial
tugas LTNNU tidak cukup dengan berkutat pada manajemen struktural, tetapi juga harus mau
dan mampu menghadapi tantangan zaman yang mengancam wawasan warga nahdliyyin
termasuk pada bidang emosional dan kultural. Kompetensi literasi digital perlu
diimplementasikan dalam dunia nyata dan maya berdasarkan pemahaman yang baik terhadap
informasi, membuat networking dalam penyebaran informasi secara sinergis dan kolaboratif
antara satu Lembaga dengan lembaga lainnya dan antara banom yang ada, mempertimbangkan
kebutuhan informasi warga nahdliyyin, dan mendorong warga agar mempunyai kemampuan
mengakses, memahami ,dan menyimpan informasi untuk dibaca di lain kesempatan melalui
berbagai media sosial seperti YouTube, InstaGram, FaceBook, WhatsApp, Twitter, dan lain-
lain.
Lebih dari itu kompetensi literasi digital harus dibarengi dengan kompetensi sosio-emosional
dan dan akhlaq yang mulia (akhlaq mahmudah atau akhlaq karimah) sehingga seseorang
mampu mengendalikan penyebaran informasi dengan konten yang bermanfa’at tanpa merugikan
orang lain. Kompetensi sosio-emosinal ini daidapati dalam pesan literal secara umum dari al-
Qur`an (QS. Al-Hujurat: 11):
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena)
boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-
olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik)
setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Wa-Allah a’lam bis-shawab
*********
Penulis:
H. Mahlail Syakur Sf. (Dosen FAI Unwahas, Ketua LTN PWNU Jawa Tengah)
Editor:
Imam KU