Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bugis adalah salah satu suku bangsa di Indonesia dengan
populasi lebih dari empat juta orang, suku Bugis mendiami bagian barat
daya Pulau Sulawesi. Suku Bugis memiliki berbagai ciri khas yang
sangat menarik untuk dikaji. Misalnya, mereka mampu mendirikan
kerajaan tanpa sebuah kota sebagai pusat aktivitas, serta menjadikan
agama Islam sebagai bagian integral dan esensial dari adat-istiadat
dan budaya.1 Kendati demikian, berbagai kepercayaan peninggalan pra-
Islam tetap dilestarikan sampai akhir abad ke-20 dan sisa-sisa eksistensinya
masih tampak hingga sekarang. Salah satunya adalah tradisi para bissu, yaitu
sekelompok pendeta-pendeta wadam, yang masih menjalankan ritual
perdukunan serta dianggap mampu berkomunikasi dengan dewa-dewa
leluhur. Ciri khas lainnya tampak pada karakter umum orang-orang Bugis,
yaitu dikenal sebagai masyarakat yang berkarakter keras, tetapi sangat
menjunjung kehormatan. Demi mempertahankan kehormatan, masyarakat
Bugis bersedia melakukan tindak kekerasan. Namun demikian, di balik sifat
keras itu, orang Bugis memiliki sikap ramah, sangat menghargai orang lain,
dan memiliki kesetiakawanan.
Masyarakat Bugis, sejak dahulu dikenal memiliki sistem
kehidupandan tata nilai yang mereka pedomani dalam kehidupan berumah
tangga dan bermasyarakat. Nilai-nilai utama kebudayaan Bugis itu meliputi
kejujuran (lempu’), kecendekiaan (amaccang), kepatutan (assitinajang),
keteguhan (agettengeng), usaha (reso), prinsip malu (siri’) sesuai yang dikutif
Muhammad Yusuf .2

1
Aziz Thaba, Expression Mode Of Bugus Local Wisdom (a study of elong ugi with
hermeneutic perspectives), rukayah et al.: modus ekspresi keariFan LokaL 2018
2
Muhammad Yusuf, Relevansi Nilai-Nilai Budaya Bugis dan dalam Pemikiran Ulama
Bugis ”Studi atas Pemikirannya dalam Tafsir Berbahasa Bugis Karya MUI Sulsel”, Artikel El-
Harakah, Vol 15, No. 2 Tahun 2011, h. 120-144

1
Kemajuan teknologi informasi saat ini sangat diperlukan untuk bidang
kebudayaan, kenapa? Karena pada salah satu fitur teknologi informasi adalah
intinya, kita sebagai user dari teknologi informasi itu sendiri bisa berbagi baik
berbagi dalam Negara sendiri maupun Negara luar. Dengan adanya ini semua,
budaya yang ada pada setiap daerah bangsa dan Negara tetap eksis ( terkenal )
dan tidak adanya penyelewengan Negara lain yang mengaku-ngaku suatu
budaya Negara lain sebagai budaya negaranya sendiri sejak nenek moyang
jaman dahulu.
Indonesia adalah Negara yang luas. Terbentang dari sabang sampai
merauke.Tidak di ragukan lagi Indonesia sebagai Negara yang kaya akan
budaya memiliki daerah, agama,Suku bangsa yang berbeda, dan tentunya
Indonesia memiliki budaya yang memiliki ciri khas setiap daerahnya. Salah
satunya Budaya Daerah Suku Makassar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dari kearifan lokal suku Bugis Makassar.?
2. Bagaimana norma hukum yang ada dalam suku Bugis Makassar.?
3. Bagaimana sistem kepercayaan dalam suku Bugis Makassar.?
4. Sebutkan sistem kekerabatan yang ada pada suku Bugis Makassar.?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang dari kearifan lokal suku Bugis
Makassar.
2. Untuk mengetahui bagaimana norma hukum yang ada dalam suku Bugis
Makassar.
3. Untuk mengetahui bagaimana Sistem kepercayaan dalam suku Bugis
Makassar.
4. Untuk mengetahui sistem kekerabatan yang ada pada suku Bugis Makassar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang kearifan lokal suku Bugis Makassar (Siri na Pacca)


Dalam budaya Bugis di kenal ungkapan “jika dirusak adat kebiasaan
negeri maka tuak berhenti menitik, ikan menghilang pula dan padi pun tidak
menjadi”.3 Kebudayaan itu sendiri memiliki arti yang penting kebudayaan
merupakan keselurahan aktivitas manusia, termasuk pengetahauan,
kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang
diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku.4
Di Makassar sangat menjunjung tinggi kejujuran, kejujuran dalam
bahasa Bugis adalah alempureg, yang berasal dari kata lempu yang berarti
lurus dan merupakan lawan dari bengkok. Lempu juga bisa berarti ikhlas,
benar, baik atau adil.5 Selain kejujuran di Makassar juga tidak luput dari
kepatutan, kepantasan, dan kelayakan, hal tersebut dianggap penting oleh orang
Bugis. Kepatutan ini diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, dari hal-hal
yang sangat besar, yang berkaitan dengan kekuasaan hingga hal-hal yang
sangat kecil, yang sepintas lalu terlihat sepele, seperti misalnya memberikan
sesuatu kepada orang lain. Jika orang pantas menerimanya, dia akan dengan
sangat gembira menerimanya, tetapi jika dia merasa tidak sepantasnya
mendapatakan pemberian tersebut, dia akan menolaknya.6

Dalam budaya Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar dan Tana


Toraja) ada sebuah istilah atau semacam jargon yang mencerminkan identititas
serta watak orang Sulawesi Selatan, yaitu Siri’ Na Pacce. Secara
lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam
bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh

3
Rahim, Rahman. 2011. Nilai-nilai Utama Keudayaan Bugis. Yogyakarta: Ombak.
h.102
4
Endraswara, Suwardi. 2016. Antropologi Sastra Jawa: Konsep, Kajian, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Morfalingua, h. 39
5
Ibid, h. 119-120
6
Rahim, Rahman. 2011. Nilai-nilai Utama Keudayaan Bugis.....h. 131

3
pendirian). 7Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut
merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas
(solidaritas dan empati).
1. Pengertian Siri na Pacce
Laica Marzuki (1995) pernah menyebut dalam disertasinya bahwa
pacce sebagai prinsip solidaritas dari individu Bugis Makassar dan
menunjuk prinsip getteng, lempu, acca, warani (tegas, lurus, pintar, berani)
sebagai empat ciri utama yang menentukan ada tidaknya Siri’.8
Dalam budaya Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar dan
Tana Toraja) ada sebuah istilah atau semacam jargon yang mencerminkan
identititas serta watak orang Sulawesi Selatan, yaitu Siri’ Na Pacce. Secara
lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau
dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh
pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut
merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas
(solidaritas dan empati).
Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”.
Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan”
atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai
empat kategori, yaitu (1) Siri’ Ripakasiri’, (2) Siri’ Mappakasiri’siri’,
(3) Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), dan (4) Siri’ Mate Siri’.9
Sedangkan pacce/pesse merupakan konsep yang membuat suku ini
mampu menjaga solidaritas kelompok dan mampu bertahan di perantauan
serta disegani. Paccemerupakan sifat belas kasih dan perasaan menanggung
beban dan penderitaan orang lain, meskipun berlainan suku dan ras. Jadi,
kalau pepatah Indonesia mengatakan “ Ringan sama dijinjing, berat sama
dipikul ”. Itulah salah satu aplikasi dari kata pacce, jadi Siri’ skopnya dalam

7
KBBI Online
8
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/12013/SKRIPSI%2
9
https://imbasadi.wordpress.com/agenda/data-karya-ilmiah-bebas/unhas/makna-siri-
na-pacce-dimasyarakat-bugis-makassar-friskawini/.tanggal 3 Okt 2019 06:09:09 GMT.

4
skala intern, sedang pacce bersifat intern dan ekstern, sehingga berlaku
untuk semua orang.
2. Asal Mula Budaya Siri Na Pacce
Nilai malu dalam system nilai budaya siri` mengandung
ungkapan psikis yang dilandasi persaan malu dalam berbuat sesuatu hal
yang tercela serta bertentangan dengan kaidah adat. Ia berfungsi sebagai
upaya pengekangan bagi seseorang untuk melakukan perbuatan
tercela atau bertentangan dengan adat karena perbuatan pelanggaran
kaidah kesopanan dapat menimbulakn rasa malu. (Laica, h. 117).10
Dari aspek ontologi (wujud) siri’ na pacce mempunyai relevansi
kuat dengan pandangan islam dalam kerangka spiritualitas, dimana kekuatan
jiwa dapat teraktulkan melalui penaklukan jiwa atas tubuh. sedemikian rupa,
siri’ na pacce merupakan emanasi dari islam yang berbusana bugis-
makassar yang lahir dari rahim akulturasi islam dan bugis-makassar.
Inti budaya siri’ na pacce itu bukan cuma berkaitan pernikahan.
Tapi, mencakup seluruh aspek kehidupan orang Bugis-Makassar. Karena,
siri’ na pacce itu merupakan jati diri bagi orang Bugis-Makassar,” Dengan
adanya falsafah dan ideologi Siri’ na pacce , maka keterikatan dan
kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun
dengan suku yang lain. Konsep Siri’ na Pacce bukan hanya di kenal oleh
kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi,
seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi
ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.
3. Jenis-jenis Siri’
Zainal Abidin Farid membagi siri, dalam dua jenis:
Pertama adalah Siri’ Nipakasiri’, yang terjadi bilamana seseorang
dihina atau diperlakukan di luar batas kemanusiaan. Maka ia (atau

10
Tasmen Tangareng, Upaya Pewarisan Budaya Siri` dalam Rumah Tangga di
Kalangan Masyarakat Bugis Makassar di Kota Makassar, Sosioreligius Volume III No. 1 Juni
2017

5
keluarganya bila ia sendiri tidak mampu) harusmate siri(mati harkat dan
martabatnya sebagai manusia).11
Untuk orang bugis makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup
yang lebih tinggi daripada menjaga Siri’nya, dan kalau mereka tersinggung
atau dipermalukan (Nipakasiri’) mereka lebih senang mati dengan
perkelahian untuk memulihkan Siri’nya dari pada hidup tanpa Siri’. Mereka
terkenal dimana-mana di Indonesia dengan mudah suka berkelahi kalau
merasa dipermalukan yaitu kalau diperlakukan tidak sesuai dengan
derajatnya. Meninggal karena Siri’ disebut Mate nigollai, mate nisantangngi
artinya mati diberi gula dan santan atau mati secara manis dan gurih atau
mati untuk sesuatu yang berguna.
Sebaliknya, hanya memarahi dengan kata-kata seorang lain, bukan
karena Siri’ melainkan dengan alasan lain dianggap hina. Begitu pula lebih-
lebih dianggap hina melakukan kekerasan terhadap orang lain hanya dengan
alasan politik atau ekonomi, atau dengan kata lain semua alasan perkelahian
selain daripada Siri’ dianggap semacam kotoran jiwa yang dapat
menghilangkan kesaktian. Tetapi kita harus mengerti bahwa Siri’ itu tidak
bersifat menentang saja tetapi juga merupakan perasaan halus dan suci.
Seseorang yang tidak mendengarkan orangtuanya kurang Siri’nya. Seorang
yang suka mencuri, atau yang tiodak beragama, atau tidak tahu sopan santun
semua kurang Siri’nya”.
Yang kedua adalah : Siri’ Masiri’, yaitu pandangan hidup yang
bermaksud untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu
prestasi yang dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala jerih payah demi
Siri’ itu sendiri, demi Siri’ keluarga dan kelompok. Ada ungkapan bugis
“Narekko sompe’ko, aja’ muancaji ana’guru, ancaji Punggawako” (Kalau
kamu pergi merantau janganlah menjadi anak buah, tapi berjuanglah untuk
menjadi pemimpin).12
4. Nilai-nilai Siri’ na Pacce/passe
11
https://www.kompasiana.com/edy-arsyad/catatan-yang-tertinggal-badik-titipan-ayah
_55002df6a333115b7450fd69
12
http://miasastra.blogsphot.com/2014/11/iye-and-iyo-word-in-buginese-bugis.html

6
Nilai filosofis siri’ na pacce merepresentasikan pandangan hidup
orang Bugis – Makassar mengenai berbagai persoalan kehidupan meliputi
(1) prototipe watak orang Makassar yang terdiri atas (a) reaktif (b) militan,
(c) optimis, (d) konsisten (e) loyal, (f) pemberani, dan (g) konstruktif.
Nilai etis siri’ na pacce terdapat nilai-nilai etis meliputi (1) teguh
pendirian, (2) setia, (3) tahu diri, (4) berkata jujur (5) bijak, (6) merendah,
(7) ungkapan sopan untuk sang gadis, (8) cinta kepada Ibu, dan (9) empati.
Nilai estetis siri na pacce meliputi (1) nilai estetis siri’ na pacce
alam non insani terdiri atas (a) benda alam tak bernyawa, (b) benda alam
nabati, (c) alam hewani (2) nilai estetis siri’ na pacce alam insani.
5. Etos Siri’ na Pacce
Di dalam sebuah syair sinrilik  ada sebuah semboyan kuno
masyarakat Bugis-Makassar yang berbunyi “Takunjunga’ bangung turu’,
nakugunciri’ gulingku, kualleangnga tallanga natoalia”.13 Syair tersebut
berarti “layarku telah ku kembangkan, kemudiku telah ku pasang, ku
pilih tenggelam daripada melangkah surut”. Semboyan tersebut
menggambarkan betapa masyarakat Bugis-Makassar memiliki tekad dan
keberanian yang begitu tinggi dalam menghadapi kehidupan. Masyarakat
Bugis-Makassar dikenal sebagai orang-orang yang suka merantau atau
mendatangi daerah lain dan sukses di daerah tersebut. 
Apa yang membuat orang Bugis-Makassar dikenal sebagai pribadi
yang pemberani dan tangguh? Atau apa yang membuat orang Bugis-
Makassar dikenal sebagai orang yang sukses di daerah sendiri dan daerah
yang didatanganginya? Jawabanya adalah etos siri’ na pace. Para pemimpin
yang berasal dari tanah Bugis-Makassar menerapkan etos ini sebagai gaya
kepemimpinan mereka.
Siapa yang tidak kenal dengan Sultan Hasanuddin (Muhammad
Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape) Beliau
adalah raja Gowa XVI. Beliau dikenal sebagai seorang yang gagah berani

13
http://www.daengrusle.net/siri-na-passe-bugis-makasar/

7
melawan penjajah Belanda. Walaupun pada akhirnya beliau harus menyerah
melalui Perjanjian Bungaya yang sangat merugikan Kerajaan Gowa saat itu.
Adapula putra Bugis-Makassar yang bernama Syech Yusuf.
Walaupun putra asli Bugis-Makassar, beliau lebih dikenal sebagai penyebar
agama Islam di beberapa negara seperti Sri Lanka dan Afrika Selatan. Di
Afrika Selatan, Ia dianggap sebagai sesepuh penyebaran Islam di negara
benua Afrika itu. Tiap tahun, tanggal kematiannya diperingati secara meriah
di Afrika Selatan. Bahkan menjadi semacam acara kenegaraan. Bahkan,
Nelson Mandela yang saat itu masih menjabat presiden Afsel, menjulukinya
sebagai “salah seorang putra Afrika terbaik”.
Di era modern dikenal Bacharuddin Jusuf Habibie. Beliau adalah
presiden Republik Indonesia ke-3. Beliau merupakan satu-satunya presiden
yang berasal dari luar pulau Jawa. Selain dikenal sebagai presiden RI ke-3,
beliau juga dikenal sebagai ilmuwan yang sangat jenius. Beliau dikenal
sebagai ilmuwan dibidang konstruksi pesawat terbang dan teorinya masih
digunakan hingga saat ini.
Ada juga Muhammad Jusuf Kalla. Beliau adalah adalah wakil
presiden Republik Indonesia ke-10. Beliau juga dikenal sebagai tokoh
perdamaian konflik di Poso dan Aceh. Dengan gaya kepemimpinan khas
orang Bugis-Makassar, beliau sukses dalam karir politik serta usaha. Beliau
adalah pemilik perusahaan besar Hadji Kalla Group.
6. Siri’ na Pacce dan Bushido
Ajaran moral Siri’ punya suku Bugis dan Makassar mirip dengan
semangat Bushido kaum Samurai Jepang. Bushido adalah etika moral bagi
kaum samurai. Berasal dari zaman Kamakura (1185-1333), terus
berkembang mencapai zaman Edo (1603-1867), bushido menekankan
kesetiaan, keadilan, rasa malu, tata-krama, kemurnian, kesederhanaan,
semangat berperang, kehormatan, dll. Aspek spiritual sangat dominan dalam
falsafah bushido. Meski memang menekankan “kemenangan terhadap pihak
lawan”, hal itu tidaklah berarti menang dengan kekuatan fisik. Dalam
semangat bushido, seorang samurai diharapkan menjalani pelatihan spiritual

8
guna menaklukkan dirinya sendiri, karena dengan menaklukkan diri
sendirilah orang baru dapat menaklukkan orang lain.
7. Penerapan Etos Siri’ na Pacce Saat Ini
Penetrasi besar-besaran budaya global melalui jalur globalisasi
telah membawa banyak perubahan di seluruh penjuru dunia. Ditambah lagi
dengan besarnya pengaruh kekuatan ekonomi (economic power) negara-
negara maju. Hal ini menempatkan negara berkembang termasuk Indonesia
pada posisi yang serba sulit untuk menghindarinya. Satu-satunya jalan
adalah mengantisipasinya. Indonesia harus bisa meminimalisir efek negatif
yang ditimbulkan dari globalisasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sosok-sosok muda
yang memiliki jiwa dan karakter yang mapan. Anak muda Indonesia yang
notabene adalah pemimpin dan pemilik masa depan bangsa ini seharusnya
memiliki siri’ na pacce dalam diri mereka. Karena, anak muda Indonesia
yang sudah dijelaskan di awal, adalah anak muda yang sudah terlalu jauh
dari akar budaya mereka. Mereka sudah terlalu dalam terkontaminasi oleh
pengaruh negatif globalisasi. Dengan adanya siri’ na pacce, anak muda
akan lebih peka merasakan segala macam persoalan yang sedang melanda
Indonesia. Mereka juga akan malu melihat keadaan negaranya serta malu
jika ia hanya berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa untuk bangsanya.
Pemimpin yang memiliki siri’ na pacce dalam dirinya, akan
memiliki keberanian serta ketegasan, namun tetap bijaksana dalam
memimpin. Pemimpin yang memegang teguh prinsip ini akan membawa
perubahan ke arah yang lebih baik karena mereka memiliki rasa peka
terhadap lingkungan sekitar. Mereka dapat mendengarkan aspirasi orang-
orang yang mereka pimpin. Hal ini sangat sejalan dengan konsep negara
kita yaitu negara demokrasi.
Meskipun etos siri’ na pacce berasal dari masyarakat Bugis-
Makassar, namun etos ini sangat bisa diterima secara nasional. Karena di
berbagai daerah Indonesia juga terdapat etos atau pandangan hidup yang
hampir sama dengan konsep siri’ na pacce. Ada wirang yang hidup di

9
masyarakat suku Jawa, carok pada masyarakat suku Madura, pantangpada
masyarakat suku di Sumatera Barat, serta jenga pada masyarakat suku di
pulau Bali. Kesemua pandangan hidup dari berbagai daerah tersebut
memiliki kesamaan konsep dengan siri’ na pacce, yaitu malu jika keadaan
suku atau bangsa mereka tidak lebih baik dari suku atau bangsa lain.
Kesemua konsep pandangan hidup tersebut menanamkan nilai-nilai luhur
tentang semangat serta keberanian tanpa melupakan rasa lembut hati sebagai
penyeimbangnya

B. Nilai Dan Norma Suku Bugis Makassar


 Orang bugis makasssar memiliki juga beberapa prinsip kehidupan
yang sangat dalam dalam memaknai perjalanan hidup dan berikut ini beberapa
prinsip-prinsip tersebut:
1. Siri na Pacce
Siri na pacce prinsip ini mengajarkan bahwa orang bugis Makassar
sangat menjunjung tinggi persoalan siri atau rasa malu mereka akan
senantiasa merasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Dan
baginya panyang untuk melakuka perbuatan yang memalukan yang
bertentangan dengan norma agama, hukum maupun norma adat dan
kesopanan Dan sebuah aib yang cukup memalukan bila dikemudian hari
melakukan hal-hal yang dianggap sebagai perbuatan tidak terpuji . Harga
diri atau integritas merupakan barang/mata uang yang palig berharga bagi
orang bugis makassar kehilangan harga diri laksana kehilangan segala-
galanya dan lebih baik kehilangan uang dari pada harga diri karena
kehilangan uang kita kehilangaan sedikit akan tetapi kalau kehilangan
integritas maka kita kehilangan segala-galanya Pacce merupakan sebuah
sikapyang dapat merasakan penderitaan sesama manusia dan tentunya sikap
ini akan senantiasa memunculkan solidaritas bagai sesama manusia
Berpegang teguh pada prinsip kehidupan yang mampu perasakan pederitaan
sesama manusia maka hal itu akan memicu keinginan untuk senantiasa
mengulurkan pertolongan bagi mereka yang membutuhkannya.

10
2. RESO Tamanginggi Naletei Pammase Puang
RESO Tamanginggi Naletei Pammase Puang artinya bahwa
didadalam mengarungi kehidupan ini Orang bugis akan senantiasa bekerja
secara keras, tekun dan pantang menyerah maka dapat dipastikan
kebrhasilan akan bisa dicapai karena Rahmat Tuhan meniti menuju jalan
kesuksesas.
3. Tea Tamakua idipanajaji
Tea Tamakua idipanajaji yang artinya kesuksesan anda tergantung
dari diri anda sendiri apa yang anda pilih pada waktu yang lalu hasilnya apa
yang aanda rasakan pada saat ini. Dan jika anda ingin merubah nasib anda
maka tidak ada jalan lain hanya anda yang mampu mengubahnya karena itu
hargai diri anda ,kenali diri anda dan potensi anda lejitkan dan jangan perna
berfokus pada kekurangna anda karen ajika berfokus kepada kekurangan
maka annda hanya mampu berkeluh kesah, tapi Fokuslah pada kelebihan
anda maka anda akan bisa melakukan apapun yang anda cita-citakan . Tidak
akan berubah nasib seseorang kecuali dia yang merubanya sendiri
demikanlah peringatan tuhan.
4. Sipakainga, Sipakatau ,dan sipakalebbi
Sipakainga, Sipakatau,dan sipakalebbi.14Sikap ini mengajarkan
kepada kita bagaimana cara menggapai kesuksesan dan berhubungan
dengan sesama manusia karena kesuksesan tidak akan bisa kita capai tanpa
bantuandan berinteraksi dengan orang-orang disekeliling kita karena dalam
menjalin hubungan dengan manusia termasuk dengan relasi bisnis dan rekan
kerja hendaknya kita senantiasa saling mengingatkan , saling menghormati,
dan saling menghargai jikaa ketiga sikap ini anda terapkan maka dipastikan
urusan anda akan berjalan mulus.
Sipakatau adalah tindakan untuk senantiasa saling
mengingatkan ,saling menegur ,saling mengevaluasi dan membimbing
jealan yang benar jika seseorang mengalami permasalahan atau kesulitan
hidup pada saat tanpa membedakan yang baik dan yang benar Sipakatau

14
https://telukbone.id/kumpulan-motto-dan-falsafah-orang-bugis/

11
merupakan cerminanan untuk senatiasa saling menghormati dan tidak
sebaliknya saling bermusuhan ,selink sikuk dan injak menginjak dalam
merebut jabatan atau mengejar kekayaan hendaknya senantiasa kita
memanusiakan sesama manusia.
Sipakalabbi sebuah gambaran dalam menjalani hidup dalam
bermasyarakat untu senantiasa saling menghargai antara sesama manusia
dengan saling menghargai maka hubungan akan semakin erat dan jauh dari
rasa permusuhan dan kebencian.
5. Malilu Sipakainge
Malilu Sipakainge, Mali Siparappe,RebbaSipatokkongartinya
bahwa hendaknyaa kita membantu satu sama lain jangan saling
menjatuhkan tapi sebaliknya saling menarik serta saling mengingatkan
antara sesama manusia karna jalan menuju kesuksesan pasti penuh
hambatan Dan ketika engkau terjatuh maka saling bantulah dan memotivasi
untuk bangkit kembali karena kegagalan akan selalu ada dalam setiap jalan
kesuskesan Jika anda ingin sukses maka jangan perna takut akan kegalalan
dan jangan pernah menghitung berapa kali anda gagal dan terjatu tapi hitung
dang ingatlah sudah berapa kali anda bangkit dari kegagalan.
6. Taro Ada Taro Gau
Taro Ada Taro Gau prinsip ini mengajarkan betapa pentingnya
memiliki sikap yang bissa dipercaya taro ada taro gau memiliki makna
bahwa sebagai pemimin atau apapun profesi anda senantiasalah untuk selalu
konsisten antara ucapan dan perbuatan. Ketika ucapan dan perbuatan anda
sejalan maka dapat dipastikan orang-orang yang anda pimpin atau berada
disekitar anda akan semakin mempercayai anda ,dengan adanya
kepercayaan maka anda sudah sukses menapaki tangga kepemimpinan yaitu
dipercaya atau menjadi pemimpin yang dipercaya. Ketika seorang
pemimpin sudah dipercaya maka yang dipimpinnya otomatis akan
mencintainya ketika anda sudah dicintai rakyat atau orang yang anda pimpin
maka pegaruh anda akan semakin kuat dengan kuatnya pengarug maka anda
menciptkan diri anda menjadi pemimpin yang kharismatik.

12
C. Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar
Seperti yang ditulis Abd. Rahim Yunus, tahun 1605 sebagai tahun
dimana Islam pertama kali masuk ditanah Doang, pulau Selayar,
mengabadikan tersebut, pemerintah dan masyarakat Kabupaten Selayar tahun
ini (2019)menetapkan sebagai hari jadi Selayar yang ke 414.15
Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan
Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut
agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke-17.
Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini
dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang
melayu Islam yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi
orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu
kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama,
yaitu:
a. Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
b. Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
c. Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.
Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di
Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang,
Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka
sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu
didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut:
1. Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang
terdiri atas:
a. Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-
kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga
rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga, dan sopan-santun
pergaulan antar kaum kerabat.

15
Tertuang dalam peraturan daerah kabupaten Dati II Selayar Nomor : 3 tahun 1996.

13
b. Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam
bentuk hukum negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan
insan politik.
Pembinaan dan pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar
dilakukan oleh beberapa pejabat adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa
ade’, dan parewa ade.’
2.  Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan
dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara di muka
pengadilan, dan mengajukan gugatan.
3. Rampang, berarti perumpamaan, kias, atau analogi. Sebagai bagian dari
panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu
keputusan hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat
analogi hukum kasus yang dihadapi dengan keputusan di masa lampau.
Rampang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal
dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun
pemerintahan.
4. Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan
berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam
memelihara garis keturunan dan hubungan kekerabatan antarraja.
5. Sara, adalah bagian dari pangaderreng, yang mengandung pranata hukum,
dalam hal ini ialah hukum Islam.
Kelima unsur keramat di atas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam
pikiran orang Bugis-Makassar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen
kewargaan masyarakat, identitas sosial, martabat, dan harga diri, yang tertuang
dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan seseorang.

D. Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar


Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih
cukup kental, lapisan masyarakat Bugis dan Makassar terdiri dari 3
yaitu anak arung atau lapisan kaum kerabat raja-raja, tom aradeka
atau lapisan orang merdeka, dan atau lapisan orang budak.

14
Untuk melanjutkan garis keturunan, perkawinan ideal menurut adat
Bugis Makassar adalah:
1. Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
2. Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
3. Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat
ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak
pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah
perkawinan antara:
1.  Anak dengan ibu atau ayah.
2.  Saudara sekandung.
3.  Menantu dan mertua.
4.  Paman atau bibi dengan kemenakannya.
5.  Kakek atau nenek dengan cucu.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:
1. Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si
gadis untuk mengadakan peminangan.
2. Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada
keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng
(mas kawin), dan sebagainya.
3. Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai
perkawinan yang akan datang.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Masyarakat Makassar memahami kearifan lokal berbasis kosmologi, nilai-
nilai budaya, dan berbagai prinsip hidup yang dipahami secara turun
temurun hingga kini. Aktualisasi makna simbolis-filosiofis masyarakat
Makassar tertuang dalam konsep “siri’ na pacce ” yang meliputi nilai siri’
(harga diri), dan nilai pacce’ (solidaritas). Nilai-nilai tersebut dijadikan
prinsip etik didalam berpendapat dan berperilaku di masyarakat.
2. Orang bugis makassar memiliki beberapa prinsip kehidupan yang sangat
dalam, berikut ini beberapa prinsip nilai dan norma suku bugis makasar
yang sampai saat ini masih mereka pertahankan, yaitu Sirri Na Pacce, Reso
Tamanginggi Naletei Pammase Puang, Tea Tamakua idipanajaji,
Sipakainga, Sipakatau, dan sipakalebbi, Malilu Sipakainge, dan Taro Ada
Taro Gau
3. Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan
Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut
agama Islam yang taat. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar,
seperti tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada
satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu:
a. Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
b. Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
c. Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.
4. Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih
cukup kental, lapisan masyarakat Bugis dan Makassar terdiri dari
3 yaitu anak arung atau lapisan kaum kerabat raja-raja, tom
aradeka atau lapisan orang merdeka, dan atau lapisan orang
budak.

16
5. Potensi paling besar bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah dalam sektor
pelayaran rakyat dan perikanan, karena usaha-usaha ini sudah merupakan
usaha-usaha yang telah dijalankan sejak beberapa abad lamanya oleh orang
Bugis-Makassar, sehingga dapat dikatakan telah mendarah daging dalam
alam jiwa mereka.
B. Saran
Saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Dari makalah yang kami buat di atas adalah, semoga setiap warga
negara Indonesia mengetahui apa saja kebudayaan Indonesia, karena menurut
penulis sangat sulit untuk melindungi kebudayaan kita jika hanya kita sendiri,
maka dari itu, harapan kami semua dapat membantu untuk selalu melindungi
harta karun terbaik yang pernah kita punya di negara Indonesia tercinta kita ini.
Jangan sampai harta karun kita di ambil oleh orang lain yang tidak
bertanggungjawab, betapa indahnya saat cucu-cucu kita kelak tetap dapat
menikmati kebudayaan yang ada di indonesia yang masih asri dan asli terjaga
hingga masa depan kelak.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. (1985), Manusia Bugis Makassar, Intidayu Press, Jakarta.

Abidin, A.Z. dan Sabang, S. (2003), Nilai Budaya Siri’, Pesse, Were , dan
Konsep Demokrasi Kerajaan Wajo sebagai Masukan Pelaksanaan
Ekonomi, Paper, Arsip Pemerintah Kabupaten Wajo.

Antariksa (2009), “Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan


Binaan”, dalam Proseding Seminar Nasional, Unmer, Malang.

Daeng, H.J. (2008), Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, Tinjauan


Antropologis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hamid, Abu (2003), “ Siri’ Butuh Revitalisasi”, dalam Siri’ dan Pesse, Harga
Diri Orang Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, ed. Mustafa, Yahya,
Pustaka Refleksi, Makassar.

Machmud, A. Hasan (1978), “Silasa”, Kumpulan Petuah Bugis Makassar,


Bhakti Centra Baru, Makassar.

Mattulada (1975), La Toa : Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi - Politik


Orang Bugis, Disertasi S3 Universitas Indonesia, Jakarta.

Pelras, C. (2006), Manusia Bugis (Judul Asli: The Bugis ) Diterjemahkan oleh
Abdul Rahman dkk, Forum Jakarta Paris dan Ecole Francaise
d’Extreme-Orient, Jakarta.

Poerwanto, H. (2008), Kebudayaan dan Lingkungan, dalam Perspektif


Antropologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rahim, A.R. (1984), Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis, Disertasi S3 Fak.


Sastra, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/12013/SKRIPSI%2

https://imbasadi.wordpress.com/agenda/data-karya-ilmiah-bebas/unhas/makna-
siri-na-pacce-dimasyarakat-bugis-makassar-friskawini/.tanggal 3 Okt
2019 06:09:09 GMT.

Aziz Thaba, Expression Mode Of Bugus Local Wisdom (a study of elong ugi with
hermeneutic perspectives), rukayah et al.: modus ekspresi keariFan
LokaL 2018

18
Muhammad Yusuf, Relevansi Nilai-Nilai Budaya Bugis dan dalam Pemikiran
Ulama Bugis ”Studi atas Pemikirannya dalam Tafsir Berbahasa Bugis
Karya MUI Sulsel”, Artikel El-Harakah, Vol 15, No. 2 Tahun 2011

https://www.kompasiana.com/edy-arsyad/catatan-yang-tertinggal-badik-titipan-
ayah _55002df6a333115b7450fd69

http://miasastra.blogsphot.com/2014/11/iye-and-iyo-word-in-buginese-bugis.html

19
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil


hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Lamandau, Desember
2019

Penulis,

20
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang kearifan lokal suku Bugis Makassar .......... 3
B. Nilai Dan Norma Suku Bugis Makassar ............................ 10
C. Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar..... 13
D. Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar..... 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................... 16
B. Saran ................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

21
TUGAS MATA KULIAH
KEPEMIMPINAN BUDAYA LOKAL

KEARIFAN BUDAYA LOKAL BUGIS


MAKASAR

Disusun oleh :
HERIADI
NIM. 18013236
JAMRANI
NIM . 1803237

Dosen Pembimbing :
Dr. H. ABU BAKAR, H.M, M.Ag

PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN 2019

22

Anda mungkin juga menyukai