Makassar merupakan ibu kota dari provinsi sulawesi selatan. Makassar terkenal dengan
berbagai macam kebudayaannya dan makanan khasnya yang sangat enak. Maka dari itu banyak
sekali orang-orang selain orang makassar sangat menyukai makanan khas makassar. Makanan
khas Makassar antara lain coto Makassar, pisang ijo, pisang epek, pisang palubutung, kondro,
barongko dan masih banyak lagi. Selain itu tariannya pun menarik. Antara lain tarian Pakarena.
Pada abad 20, tarian ini keluar dari tradisi istana dan menjadi pertunjukan populer. Seringkali
dipentaskan di sejumlah acara, seperti pernikahan, ritual pengobatan dan sunatan. Tari ini sangat
energik, terkadang begitu hingar bingar oleh musik, namun diiringi oleh tarian yang sangat
lambat lemah gemulai dari para penari wanita muda. Dua kepala drum (gandrang) dan sepasang
instrument alat semacam suling (puik-puik) mengiringi dua penari.
Filsafat budaya sebenarnya telah lahir jauh sebelum istilah postmodern itu mucul, dengan
kata lain, ada banyak kemungkinan nilai dan makna telah kehilangan jati dirinya oleh
modernisasi dan postmodernisasi.
kebudayaan bukan menjadi tujuan tersendiri, tetapi sebuah sarana untuk membantu
memaparkan suatu strategi kebudayaan untuk masa depan. Pengelolaan sarana tersebut dapat
dijelaskan dengan mengamati dua pergeseran yang terjadi dalam pendapat-pendapat mengenai
hakekat kebudayaan. Pergeseran pertama, bahwa dahulu dan sekarang ada orang berpendapat
bahwa kebudayaan meliputi manifestasi dari kehidupan manusia yang luhur dan yang bersifat
rohani (agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata Negara, dll). Ciri khas pendapat ini
adalah pada perbedaan yang dibuat antara bangsa-bangsa berbudaya (beradab tinggi) dengan
bangsa-bangsa alam (dianggap masih primitif). Akan tetapi, pendapat tersebut sudah
disingkirkan. Sekarang kebudayaan merupakan manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap
kelompok orang-orang, dimana manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam tetapi juga
mengubah alam tersebut. Pergeseran kedua, bahwa kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang
sangat dinamis. Kebudayaan tidak lagi hanya berupa sebuah barang koleksi (karya-karya
kesenian, buku, alat-alat, bangunan gedung, dll) tetapi kebudayaan dihubungkan dengan kegiatan
manusia alat-alat dan senjata-senjata, tata upacara tari-tarian dan mantera-mantera, dll yang
diturunkan atau diajarkan ke anak-anaknya dengan diperlakukan pola kelakuan yang
berhubungan dengan erotik, perburuan, parlemen, sidang-sidang, pesta perkawinan.
Istilah Pacce
Pacce secara harfiah bermakna perasaan pedih dan perih yang dirasakan meresap dalam kalbu
seseorang karena melihat penderitaan orang lain. Pacce ini berfungsi sebagai alat penggalang
persatuan, solidaritas, kebersamaan, rasa kemanusiaan, dan memberi motivasi pula untuk
berusaha, sekalipun dalam keadaan yang sangat pelik dan berbahaya. 9)
Dari pengertian tersebut, maka jelasnya bahwa pacce itu dapat memupuk rasa persatuan dan
kesatuan bangsa, membina solidaritas antara manusia agar mau membantu seseorang yang
mengalami kesulitan. Sebagai contoh, seseorang mengalami musibah, jelas masyarakat lainnya
turut merasakan penderitaan yang dialami rekannya itu. Segera pada saat itu pula mengambil
tindakan untuk membantunya, pakah berupa materi atau nonmateri.
Antara sirik dan pacce ini keduanya saling mendukung dalam meningkatkan harkat dan martabat
manusia, namun kadang-kadang salah satu dari kedua falsafah hidup tersebut tidak ada, martabat
manusia tetap akan terjaga, tapi kalau kedua-duanya tidak ada, yang banyak adalah
kebinatangan. Ungkapan orang Makassar berbubyi Ikambe Mangkasaraka punna tena sirik nu,
pacce seng nipak bula sibatangngang10) (bagi kita orang Makassar kalau bukan sirik, paccelah
yang membuat kita bersatu).
Dalam budaya Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar dan Tana Toraja) ada sebuah istilah
atau semacam jargon yang mencerminkan identititas serta watak orang Sulawesi Selatan, yaitu
Siri Na Pacce. Secara lafdzhiyah Siri berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau
dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi
Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan
individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati).
Siri adalah rasa malu yang terurai dalam dimensi-dimensi harkat dan martabat manusia, rasa
dendam (dalam hal-hal yang berkaitan dengan kerangka pemulihan harga diri yang dipermalukan
). Jadi Siri adalah sesuatu yang tabu bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam interaksi dengan
orang lain.
Sedangkan pacce/pesse merupakan konsep yang membuat suku ini mampu menjaga solidaritas
kelompok dan mampu bertahan di perantauan serta disegani. Paccemerupakan sifat belas kasih
dan perasaan menanggung beban dan penderitaan orang lain, meskipun berlainan suku dan ras.
Jadi, kalau pepatah Indonesia mengatakan Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul . Itulah
salah satu aplikasi dari kata pacce, jadi Siri skopnya dalam skala intern, sedang pacce bersifat
intern dan ekstern, sehingga berlaku untuk semua orang.
Budaya Siri' Na Pacce merupakan salah satu falsafah budaya Masyarakat Bugis-Makassar yang
harus dijunjung tinggi. Apabila siri' na pacce tidak dimiliki seseorang, maka orang tersebut dapat
melebihi tingkah laku binatang, sebab tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian
sosial. Mereka juga hanya ingin menang sendiri dan memperturutkan hawa nafsunya. Istilah siri'
na pacce sebagai sistem nilai budaya sangat abstrak dan sulit untuk didefenisikan karena siri' na
pacce hanya bisa dirasakan oleh penganut budaya itu. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, siri'
mengajarkan moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang
mendominasi tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya.
Siri' adalah rasa malu yang terurai dalam dimensi-dimensi harkat dan martabat manusia, siri'
adalah sesuatu yang 'tabu' bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam berinteraksi dengan orang
lain. Sedangkan, pacce mengajarkan rasa kesetiakawanan dan kepedulian sosial tanpa
mementingkan diri sendiri dan golongan inil adalah salah satu konsep yang membuat suku
Bugis-Makassar mampu bertahan dan disegani diperantauan, pacce merupakan sifat belas kasih
dan perasaan menanggung beban dan penderitaan orang lain, kalau istilah dalam bahasa
Indonesia "Ringan sama dijinjing berat sama dipikul"
Dari aspek ontologi (wujud) budaya siri' na pacce mempunyai hubungan yang sangat kuat
dengan pandangan islam dalam kerangka spiritualitas, dimana kekuatan jiwa dapat teraktualkan
melalui penaklukan jiwa atas tubuh. Inti budaya siri' na pacce mencakup seluruh aspek
kehidupan masyarakat Bugis-Makassar, karena siri' na pacce merupakan jati diri dari orangorang Bugis-Makassar. Dengan adanya falsafah dan ideologi siri' na pacce maka keterikatan
antar sesama dan kesetiakawanan menjadi lebih kuat, baik dengan sesama suku maupun dengan
suku yang lain. Konsep siri' na pacce bukan hanya dianut oleh kedua suku ini (Bugis dan
Makassar), tetapi juga dianut oleh suku-suku lain yang mendiami daratan Sulawesi seperti, suku
Mandar dan Tator, hanya kosakata dan penyebutannya saja yang berbeda, tetapi falsafah
ideologinya memilikii kesamaan dalam berinteraksi dengan sesama.
Berdasarkan jenisnya siri' terbagi atas 2 yaitu:
1. Siri' Nipakasiri'
Siri' Nipakasiri' terjadi apabila seseorang dihina atau diperlakukan diluar batas kewajaran.
Maka ia atau keluarganya harus menegakkan siri'nya untuk mengembalikan kehormatan
yang telah dirampas, jika tidak ia akan disebut "mate siri" atau mati harkat dan
martabatnya sebagai manusia. Bagi orang Bugis dan Makassar, tidak ada tujuan atau
alasan hidup yang lebih tinggi dari pada menjaga siri'nya, mereka lebih senang mati dari
pada hidup tanpa siri'. Mati karena mempertahankan siri' disebut "mate nigollai..mate
nisantangngi" yang berarti mati secara terhormat untuk mempertahankan harga diri.
2. Siri' Masiri'
Siri' masiri' yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan,
meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
sekuat tenaga dengan mengerahkan segala daya upaya demi siri' itu sendiri. Seperti
sebuah penggalan syair sinrili' "Takunjunga' bangung turu'.. Nakugunciri' gulingku..
Kuallengi Tallanga Natoalia" yang berarti "Layarku telah kukembangkang.. kemudiku
telah kupasang.. aku memilih tenggelam dari pada melangkah surut". Semboyan tersebut
melambangkan betapa masyarakat Bugis-Makassar memiliki tekad dan keberanian yang
tinggi dalam mengarungi kehidupan ini.
FALSAFAH SIPAKATAU
Sesungguhnya budaya Makassar mengandung esensi nilai luhur yang universal, namun kurang
teraktualisasi secara sadar dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita menelusuri
secara mendalam, dapat ditemukan bahwa hakikat inti kebudayaan Makassar itu sebenarnya
adalah bertitik sentral pada konsepsi mengenai tau 11) (manusia), yang manusia dalam konteks
ini, dalam pergaulan sosial, amat dijunjung tinggi keberadaannya.
Dari konsep tau inilah sebagai esensi pokok yang mendasari pandangan hidup orang Makassar,
yang melahirkan penghargaan atas sesama manusia. Bentuk penghargaan itu dimanifestasikan
melalui sikap budaya sipakatau. Artinya, saling memahami dan menghargai secara manusiawi.
Dengan pendekatan sipakatau, maka kehidupan orang Makassar dapat mencapaui keharmonisan,
dan memungkinkan segala kegiatan kemasyarakatan berjalan dengan sewajarnya sesuai hakikat
martabat manusia. Seluruh perbedaan derajat sosial tercairkan, turunan bangsawan dan rakyat
biasa, dan sebagainya. Yang dinilai atas diri seseorang adalah kepribadiannya yang dilandasi
sifat budaya manusiawinya.
Sikap Budaya Sipakatau dalam kehidupan orang Makassar dijabarkan ke dalam konsepsi
Sirik na Pacce. Dengan menegakkan prinsip Sirik na Pacce secara positif, berarti seseorang telah
meneapkan sikap Sipakatau dalam kehidupan pergaulan kemasyarakatan. Hanya dalam
lingkunagn orang-orang yang menghayati dan mampu mengamalkan sikap hidup Sipakatau yang
dapat secara terbuka saling menerima hubungan kekerabatan dan kekeluargaan