Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nabilah Nur

Nim : F052231004

Mata Kuliah : Demokrasi dan Budaya Politik di Sulawesi Selatan & Barat

Budaya Malu (Siri’) di Mandar

Di Masyarakat Mandar, Malu (siri') merupakan aspek kedua yang sangat penting
setelah agama. Agama dan budaya siri' saling terkait dan memengaruhi perilaku masyarakat
Mandar dalam berbagai situasi. Budaya siri' juga memiliki dampak positif dalam pendidikan,
terutama dalam pengembangan aspek-aspek mental, moral, dan perilaku. Meskipun begitu,
ada beberapa situasi tertentu di mana budaya siri' mungkin tidak selalu berlaku.Sudah
terlalu banyak kali kita melihat siri' diekspresikan dengan cara yang tidak rasional, bahkan
melanggar prinsip-prinsip agama. Yang seharusnya terjadi adalah budaya siri' harus selalu
diselaraskan dengan syariat agama, bukan sebaliknya; agama tidak boleh diubah-ubah demi
budaya siri'.

Mitawe’ dalam konsep mandar adalah akhlaq seseorang atau kepribadian


seseorang yang bisa dilihat dengan perilakunya terhadap orang lain. Siri’ dan mitawe’ adalah
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai kearifan lokal di Mandar. Mitawe‟
berarti saling menghargai, menjaga silaturahmi antara satu dengan yang lain, sedangkan
siri’ atau lokko merupakan pranata pertahanan harga diri kesusilaan dan hukum serta
agama sebagai salah satu nilai utama yang mempengaruhi dan mewarnai alam pikiran,
perasaan dan kemauan manusia. Sebagai konsep budaya ia berkedudukan regulator dalam
mendinamisasi fungsi-fungsi struktural dalam kebudayaan. Siri’ adalah keseimbangan
eksistensi hubungan individu dan masyarakat untuk menjaga kesinambungan kekerabatan
sebagai dinamika sosial. Inilah salah satu konsep etika dalam budaya Mandar yang sangat
dijunjung tinggi oleh masyarakat Kalukunangka, dan juga merupakan pertahanan harga diri
(sipa’mandar‟).

Aspek kehidupan masyarakat dengan nilai-nilai kesusilaan dengan tujuan utama


menjunjung tinggi martabat dan fitrah kemanusiaan bermetamorfosis secara kultural
menjadi nilai budaya siri’ dan lokko sebagai nilai inti kemanusiaan dalam Islam, di mana
menurut Mattulada, siri’ yang maknanya rahasia kejadian atau (jamak asrar) yang dalam
istilah tasawuf berarti kebahagiaan hati manusia yang paling dalam.
Budaya malu (siri’) sebagai etika sosio-religius dapat ditelusuri pemaknaannya sesuai
dengan paradigma dan orientasi kalangan yang berusaha membuat artikulasi makna,
walaupun tampak memiliki perbedaan. Namun, subtansi dan cakupan pemaknaan tersebut
dapat merepresentasikan makna yang inheren dalam konsep siri’, dan lokko. Pada
hakikatnya konsep siri’ dalam domain kultural Mandar menjadi basis pijakan etika sosio-
religius dalam semua ini dan aktivitas kehidupan yang digeluti masyarakat.

Sebagian ilmuan mendefinisikan konsep siri’ yang menjadi acuan etika di Mandar,
Bugis dan Makassar, diantaranya sebagaimana dikutip Muhammad Rais, adalah B.F Mathes
yang memaknai siri’ sebagai beschaaamd (sangat malu), schroomvalling (dengan malu),
verlegen (malu sebagai kata sifat atau kata mengenai keadaan), schaamte (perasaan malu
setelah menyesali diri), eergevoel(perasaan harga diri), schande (noda dan aib) dan
wangunst (dengki).1

disanga tau, kedo mapiaditia disanga tau anna gau mapia ditia disanga tau, io nasammo
tuq u to mappunnaisiri dialawena (hakekat kemanusiaan seseorang dicirikan oleh
ucapannya, akhlaknya, dan perilaku baiknya yang lain, keseluruhan karakteristik tersebut
hanya dimiliki pada individu yang memelihara rasa malu dan martabat dirinya). Konsep
siri‟ juga sangat kuat pada etnis Makassar dan salah satu klausulnya ditemukan dalam
pangngadderreng, di antaranya:Siri’ga rodo siriku puang tongeng-tongengta,ungkapaan
bijak ini dimaknai B.F Mathes sebagai : ik schaam mij bovenmate voor God (siri’ apapulakah
yang namanya, siri’ aku kepada Allah).2

Berkaitan dari penjelasan di atas, siri’ merupakan perilaku yang berkaitan dengan
adat kesopanan yang dimiliki oleh setiap orang dan sebagian orang Mandar menjunjung
tinggi, baik sikap siri’ dalam bertingkah atau berinteraksi dalam sosial, siri’ dalam cara
berpakaian, dan siri’ dalam tindakan berperilaku. Bagi orang Mandar ketika seseorang
dipermalukan, atau diremehkan harga dirinya maka seseorang tersebut akan
mempertaruhkan nyawanya demi menjaga nama baiknya karena ini bentuk penghinaan
bagi orang lain, adapun istilah siri’dipomate yaitu siri’ yang dapat mengakibatkan
pengorbanan jiwa yang pada umumnya menyangkut masalah susila, harga diri dan
kehormatan pribadi. Siri’diposiri yaitu siri’ yang dapat menimbulkan perasaan yang
mengandung aib, misalnya mencuri, korupsi dan lain-lain. Siri’-siri’, yaitu dengan pengertian
1
Muhammad Rais “Etika Bisnis Wirausaha Majene-Mandar”.Makasssar:
UniversitasHasanuddin, 2008),241.

2
Laica Marzuki, siri: Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar, Sebuah Telaah
Filsafat Hukum (ujung pandang: universitas hasanuddin press, 1995), 245, Diakses 31 Juni 2020
biasa yang tingkatannya siri paling kecil seperti merasa malu karena memakai baju tua
(robek dan sebagainya)3. Inilah beberapa tingkatan perilaku siri’ yang masih dipertahankan
orang Mandar dengan menjaga harga dirinya.

I ntegrasi ajaran islam (syara) dengan nilai-nilai dan moral sosial budaya yang telah
eksis dan menjadi pandangan dunia masyarakat Mandar yang dikenal dengan adat, maka
pranata budaya sebagai wahana aktualisasi nilai-nilai sosial- budaya tersebut mendapatkan
pengayaan dengan keberadaan lembaga syara, dengan tidak merubah cetak biru institusi-
institusi sosial-budaya yang ada, dan kepatuhan orang Mandar pada syara hampir sejajar
dengan kepatuhan mereka kepada adat sepanjang keduanya tidak bertentangan. Islam
mengisi dan menambah, bahkan menyempurnakan kearifan-kearifan yang sebelumnya
dianut masyarakat. Dalam Islam telah diajarkan bersikap sopan dan saling menghargai satu
sama lain. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah, Qur‟an Surah Al- israa‟/17 a:37 di
atas:

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-sekali kamu tidak akan sampai
setinggi gunung”.4

Menurut Hamid, et al (2007) siri’ merupakan suatu sistem nilai sosio-kultural


dan kepribadian yang merupakan pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai
individu dan anggota masyarakat. Siri’ merupakan kelayakan dalam kehidupan sebagai
manusia yang diakui dan diperlakukan oleh sesamanya. Orang yang tidak memperoleh
perlakuan yang sama akan merasa harga dirinya dilanggar. Perlakuan yang tidak layak
tersebut berupa pelanggaran hak – hak penghinaan dan sejenisnya yang dapat
menimbulkan reaksi dari orang yang dipakasiri’ atau yang dibuat malu. Siri’ tidak
bermakna negatif dan tidak hanya bersifat menentang, tetapi siri’ merupakan perasaan
halus dan suci. Siri’ selain sebagai sebuah harga diri dan kehormatan, siri’ juga menuntut
adanya disiplin, kesetiaan, dan kejujuran. Pacce dalam bahasa Makassar dan Pesse
dalam bahasa bugis merupakan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, semangat rela
berkorban, bekerja keras dan pantang mundur. Selain itu pacce atau pesse merupakan
suatu perasaan hati yang menyayat pilu terlebih apabila sesama warga masyarakat,

3
Baharuddin Lopa, Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan. (Bandung : Penerbit
Alumni, 1982), 99, Diakses 30 Juni 2020.

4
Kementrian Agama RI, Syaamil Qur’anHijaz Terjemahan Per Kata, 285.
keluarga, atau sahabat yang ditimpa kemalangan, yang menimbulkan suatu dorongan ke
arah solidaritas dalam berbagai bentuk terhadap mereka yang ditimpa kemalangan
(Hamid, et al., 2007).

Dari uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa siri’na pacce merupakan
bentuk harga diri, martabat, dan rasa senasib sepenanggungan atau solidaritas dari
masyarakat etnis Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja serta dijadikan sebagai pedoman
dalam menjalankan kehidupan sehari – hari dan berperilaku baik bagi individu itu
sendiri maupun terhadap lingkungannya. Dari berbagai penjelasan nilai budaya siri’na
pacce yang ada di Provinsi Sulawesi Barat terlebih di Mandar juga memiliki persamaan
dengan budaya lain yang ada di Indonesia. Karena pada dasarnya sebuah kebudayaan
memiliki konsep yang sama yaitu, untuk mengontrol perilaku individu sehingga membentuk
suatu tatanan masyarakat yang baik. Sebagai contoh nilai budaya jawa yang memiliki
konsep tentang tata karma/sopan santun, kerukunan, ketaatan anak terhadap orang tua,
disiplin dan tanggung jawab, serta kemandirian (Rachim, 2007).

Anda mungkin juga menyukai