Anda di halaman 1dari 2

TOPIK 2- RUANG KOLABORASI

FILOSOFI PENDIDIKAN
Kelompok 6 :
Kurniawan Fu’ad Alhakim (2398011165)
Latifah Ridho Febrianti (2398011238)
Primanina Juwita Anggraheni (2398011950)

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda


yang sejalan dengan pemikiran KHD?
Kekuatan konteks sosio kultural di daerah Kami yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar
Dewantara adalah adanya penguatan karakter untuk setiap masingmasing individu. Di daerah
kami, masih memegang teguh nilai karakter seperti kejujuran, tidak iri dengki, tidak
berprasangka buruk kepada orang lain, dan bersikap apa adanya. Dengan adanya penguatan
karakter akan membentuk pribadi yang luhur budi pekertinya dimanapun pribadi tersebut
berada.

2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai


luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter
peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada
konteks lokal sosial budaya di daerah Anda?
Kami hidup di Negara Indonesia, negara yang memiliki ribuan bahkan jutaan suku bangsa
di setiap daerahnya. Salah satunya adalah Suku Samin yang hidup di wilayah pedalaman Blora,
Jawa Tengah. Kami mengangkat Suku Samin, karena Suku Samin masih sangat menjunjung
nila-nilai luhur budaya dan memiliki ajaran sendiri. Salah satu tradisinya adalah masyarakat
Samin yang masih menjunjung tinggi nilainilai kejujuran, menerapkan sikap tidak mudah iri
dan dengki, tidak berprasangka buruk kepada orang lain, dan bersikap apa adanya.

Ajaran Samin disebut juga dengan istilah ‘Saminisme’, merupakan keturunan para
pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan Sedulur Sikep. Kata Sedulur memiliki arti
‘saudara’, dan sikep artinya ‘senjata’. Sedulur Sikep bermakna ajaran Samin yang
mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan kekerasan. Mereka mengobarkan semangat
perlawanan kepada Belanda dengan cara menolak membayar pajak dan semua peraturan dari
pemerintah kolonial. Dulu, ajaran ini membuat orang Suku Samin dianggap kurang pintar dan
sinting. Namun, suku Samin justru senang jika disebut Wong Sikep. Hal tersebut karena
menurut mereka, istilah atau sebutan tersebut berkonotasi positif yang berarti orang yang baik
dan jujur. Masyarakat Samin dikenal jujur dan terbuka pada siapapun, termasuk orang yang
belum dikenal. Mereka juga menganggap semua orang sebagai saudara dengan
mengedepankan kebersamaan. Selain itu, Mereka juga memiliki sikap gotong-royong yang
tinggi dan memegang teguh ‘Solahing Ilat’ yang bermakna menjaga lidah agar tetap
mengucapkan kata-kata yang jujur dan tidak menyakiti orang lain.
3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas
atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat
diterapkan.
Dalam sebuah pidato yang telah dilakukan oleh KHD, secara garis besar KHD
mengatakan bahwa “Kebudayaan, yang berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat),
dalam perjuangan terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai-bagai rintangan
dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai” penguatan karakter peserta didik
dengan menintegrasikan nilai sosio kultural dalam kurikulum sekolah agar dapat di
implemintasikan baik akademik dan non akademik, suatu kekuatan pemikiran KHD adalah
pembelajaran yang membetuk sifat peserta didik.

Sesuai denga konteks sosio kultural, makna filosifis dari pakain orang-orang samin yakni
hitam-hitam untuk mengingatkan manusia bahwa manusia adalah makhluk yang masih kotor
sehingga jangan sampai menyombongkan diri, hal tersebut bisa diterapkan dalam kegiatan
sekolah untuk saling menghargai sesama dan tidak untuk bersifat egois kepada setiap siswa
lainya hal itu juga dapat digunakan pada kegiatan sekolah untuk saling mawas diri, lalu untuk
ikat kepala sendiri memiliki makna filosofis untuk mengikat tingkah laku yang tidak baik,
dalam kegiatan sekolah hal tersebut juga dapat diterapkan, bahwasannya sekolah adalah untuk
mencari ilmu dan menambah kecerdasaan pikiran bagi setiapa Individu bukan hanya peserta
didik akan tetapi untuk guru dan karyawan sekolah juga, prinsip tersebut bisa membatasi diri
kearah negative setiap individu. Daya jiwa dibagi menjadi tiga daya bernafsu, daya pemarah,
dan daya berpikir. Jika ketiga hal tersebut diibaratkan sebagai sais kereta (daya berpikir) yang
ditarik oleh dua kuda (daya nafsu dan daya pemarah), Jika akal budi dapat berkembang dengan
baik maka dua daya jiwanya dapat dikendalikan dengan baik juga.

Kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menebalkan laku peserta didik di kelas
atau sekolah sesuai dengan konteks lokal sosial budaya adalah mengenai perlakuan ‘Mendidik’
dari seorang guru kepada peserta didik. Mendidik merupakan sikap yang diberikan oleh
seorang guru kepada peserta didik untuk membentuk karakter dan watak siswa agar
berkembang ke arah yang lebih baik yang selaras dengan nilainilai budaya yang ada di
masyarakat. Didikan tersebut sangat berpengaruh dan membawa dampak yang besar bagi
peserta didik. Jika guru tidak memberikan didikan yang tepat pada peserta didiknya, maka
peserta didik akan berperilaku seenaknya sendiri tanpa tau mana hal yang benar dan salah.
Didikan seorang guru diantaranya mengajarkan nilai-nilai kejujuran, nilai-nilai kesopanan
dalam bersikap, dan menghargai serta menghormati orang lain.

Anda mungkin juga menyukai