Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adat kebiasaan yang merupakan hukum yang tumbuh dalam masyarakat

Indonesia, wujudnya adalah berupa kaidah-kaidah hukum yang bangkit dan

tumbuh didalam dan disebabkan oleh pergaulan hidup manusia. keseluruhan

hukum adat timbul di dalam dinamika hubungan antar manusia. Keseluruhan

hubungan antara manusia di dalam manusia hidup disebut pergaulan hidup

manusia. Karena itu susunan pergaulan hidup manusia akan menentukan

sifat, corak, dari pada kaidah hukum. Karena itu juga untuk dapat memahami

sistem Adat kebiasaan sehingga dapat ditumbuhkan nilai dari kaidah-kaidah

menurut proporsinya, maka terlebih dahulu harus difahami sifat dan struktur

susunan masyarakat di dalam mana Adat kebiasaan itu tumbuh.1

Kultur atau budaya hukum masyarakat tidaklah terbentuk begitu saja,

akan tetapi melalui proses konstruksi yang berkelanjutan. Pemahaman

terhadap budaya daerah tertentu, termasuk budaya carok yang melekat pada

masyarakat adat Madura, akan dapat mengetahui persepsi mereka terhadap

hukum, baik sebagai hukum negara maupun hukum lokal, yang dapat

berimplikasi mengenai efektif tidaknya hukum di masyarakat yang

bersangkutan. 2

1
Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1996.),6.
2
Ibid.,

1
2

Masyarakat Madura yang mempunyai sifat dan karakter yang halus,

mempunyai etika yang baik, perkataanya yang lembut, tidak suka bercerai,

tidak suka berkelahi,tanpa menggunakan senjata celurit yang menjadi senjata

masyarakat Madura dalam berkelahi, juga masyarakat Madura tergolong dari

kalangan santri. Mereka ini keturunan orang-orang yang zaman dahulu yang

melakukan carok bertujuan untuk melawan penjajah Belanda yang menjajah

pulau Madura. Setelah sekian tahun penjajah Belanda meninggalkan pulau

Madura, budaya carok dengan mengunakan senjata celurit masih tetap ada

di pulau Madura.3 Carok pada masyarakat Madura sudah menjadi tradisi atau

budaya yang telah berlangsung secara turun-menurun.4

Budaya carok merupakan bagian dari tindak kekerasan. Carok berasal

dari bahasa Madura yang diistilahkan sebagai suatu bentuk perkelahian

antara dua orang atau lebih dengan menggunakan senjata tajam atau benda

tumpul yang disebabkan oleh hal-hal tertentu. Bila tidak menggunakan

senjata tajam atau tidak menggunakan senjata sama sekali, hal itu

diistilahkan dengan “tokar”. Carok ada dilakukan secara individual, yakni satu

lawan satu, dan ada pula yang dilakukan secara massal, yakni dilakukan

antara dua orang atau lebih.5

Senjata tajam yang digunakan dalam carok ini berupa celurit, di Madura

terdapat sekitar sepuluh sampai lima belas jenis Celurit yang bisa digunakan
3
http://digilib.uinsby.ac.id/15581/2/Bab%201.pdf
4
Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta,1987, h.185
5
Ibid.,
3

untuk Carok. Jenis Celurit yang paling populeradalah Are’ takabuwan, dang-

osok, tekos bu-ambu, (bentuknya seperti seekor tikus sdang diam) Lancor,

(sejenis celurit yang memiliki variasi lengkungan yang terdapat di antara

tempat pegangan tangan dengan ujung senjata tajam) Bulu Ajem, mirip bulu

ayam) Kembang Turi, Monteng, Sekken, Ladding Pengabisan, Calo (sejenis

selurit tapi mempunyai lekukan di bagian tengah batang tubuh), Birang atau

Biris (keduanya sejenis pisang), Koner, Larkang dan Tombak.6

Orang Madura yang melakukan carok bukan semata-mata agar tidak

dianggap sebagai penakut, meskipun sebenarnya takut melainkan juga agar

dia tetap dianggap sebagai orang Madura. Bila demikian, carok mempunyai

arti salah satu cara orang Madura untuk mengekspresikan identitas etnisnya.

Itu semua semakin memperkuat anggapan bahwa carok bukanlah tindakan

kekerasan pada umumnya, melainkan tindakan kekerasan yang syarat

dengan makna-makna sosial budaya yang ada di pulau Madura.7

Dengan alasan untuk membela kehormatan, orang yang melakukan

penyelesaian perkaranya dengan carok. Keluarga dan juga masyarakat

sekitarnya menganggap bahwa orang yang melakukan carok sebagai jagoan,

meskipun pada ujungnya mereka yang melakukan carok harus

mempertaruhkan nyawanya ditangan musuhnya. Pihak pemenang selain

dianggap sebagai pahlawan oleh anggota keluarganya juga dia mendapat

julukan sebagai oreng jeguh (jagoan). Dalam ungkapan masyarakat Madura

6
Matroni, Makna Celurit “ Studi Atas Persepsi Masyarakat Desa Banjar Barat, Kec. Gapura,
Sumenep, Madura” (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga Fakultas Ushuluddin. 2010), 04
7
A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura, (Yogyakarta: Lkis,
2006), 178
4

"etembeng pote matah lebbi begus pote tolang" (ketimbang menyandang

malu lebih baik mati).8

Selain itu, carok merupakan media kultural atau budaya bagi pelaku yang

berhasil mengalahkan musuhnya untuk memperoleh predikat oreng jago,

atau jika pelaku carok telah berpengalaman membunuh, maka predikat

sebagai oreng jago menjadi semakin tegas, sehingga keberhasilan dalam

carok selalu mendatangkan perasaan puas, lega, dan bahkan rasa bangga

bagi pelaku.9 Carok dapat dibalas jika kerabat orang yang dilukai atau

dibunuh tidak terima dengan kekalahan itu. Ketidakrelaan ini pada akhirnya

dapat menimbulkan carok berantai antar keluarga yang terlibat.10

Adanya carok pada sebagian dari masyarakat Madura setidak-tidaknya

menunjukkan adanya kultur atau budaya hukum yang tidak mendukung

bekerjanya sistem hukum negara yang ada. Upaya mendapatkan alternatif

penyelesaian dalam masalah perendahan martabat dan harga diri, istri,

agama serta sengketa SDA tidak memilih dan memanfaatkan jalur Sistem

Peradilan Pidana (SPP) yang berlaku di Indonesia, namun mereka memilih

carok sebagai alternatif yang dipilih dalam penyelesaian persoalan hukum

yang tengah dihadapinya.11

8
http://digilib.uinsby.ac.id/15581/2/Bab%201.pdf, op.cit., h.2
9
Mien Ahmad Rifai, 2007, Manusia Madura, Yogyakarta, Pilar Media
10
Huub de Jonge, 2011, Garam Kekerasan dan Aduan Sapi, Yogyakarta, Lkis
11
W.P. Djatmiko, Jurnal Hukum Progresif Rekonstruksi Budaya Hukum Dalam Menanggulangi
Carok di Masyarakat Madura Berdasar Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Sarana Politik Kriminal,
Vol. 7, No. 1, April 2019, h.47
5

Melakukan penyelesaian melalui carok merupakan pilihan hidup yang

sudah dipikirkan, direnungkan dan diputuskan secara masak-masak oleh

para pelaku carok. Terlepas bahwa pilihan hidup yang ia putuskan juga

mendapat dukungan dari keluarga besar dan sistem pranata sosial yang ada,

para pelaku carok sebenarnya telah melakukan dialog kepada dirinya sendiri

tentang pilihan hidup yang akan ditempuh. Pertimbangan masak tentang

untung dan rugi, pantas dan tidaknya, serta resiko hukum, sosial, ekonomi

dan keluarga pun telah dilaluinya (pertimbangannya) secara sadar dan

rasional. Maka tidaklah mengherankan bahwa memilih melakukan carok

merupakan pertimbangan yang rasional.12

Ketegangan atau konflik yang terjadi dalam struktur sosial, seperti

cemburu, mengganggu istri orang, persaingan bisnis, dendam, dan

perebutan harta warisan. Beberapa motif awal tersebut merupakan motif

yang sangat kuat, yang selalu memicu terjadinya carok bagi masyarakat

Madura. Terjadinya carok dengan latar belakang atau motif tersebut pada

hakikatnya terkait dengan masalah harga diri seseorang atau kelompok

orang. Masalah harga diri ini kemudian menimbulkan suatu perasaan yang

dalam bahasa Madura disebut “malo” (malu) ketika terjadi pelecehan. Jadi

kasus-kasus carok yang terjadi pada orang Madura selalu bersumber pada

perasaan malo atau terhina pada diri si pelaku karena harga dirinya

dilecehkan oleh orang lain. Bagi orang Madura, tindakan tidak menghargai

dan tidak mengakui atau mengingkari peran dan status sosial sama artinya

dengan memperlakukan dirinya sebagai orang yang “tada’ ajina” (tidak

berani) dan pada gilirannya menimbulkan perasaan malo (malu). Dari


12
Ibid.,
6

perasaan malu ini selanjutnya berakibat pada perseteruan dan berakhir pada

carok di antara kedua belah pihak dengan terbunuhnya salah satu pihak yang

berseteru tersebut.13

Budaya carok tidak bisa hanya dipahami sebagai sebuah instrumen yang

hanya menekankan pada aspek kekerasan. Dalam budaya suku adat

Madura, budaya carok merupakan sebuah tindakan kekerasan yang

dilakukan untuk mendapatkan pembenaran secara kultural dari masyarakat

Madura dan bahkan mendapat pujian sosial jika tindakan carok itu bertujuan

untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan masyarakat Madura.14

Kajian tentang akomodasi nilai-nilai budaya khususnya pada budaya yang

ada dimasyarakat Madura mengenai penyelesaian perkara dengan

melakukan carok, dalam hukum pidana penting untuk dilakukan kajian yang

didasari oleh dua alasan. Pertama, penyelesaian perkara dengan melakukan

carok bagi masyarakat Madura selama ini lebih menekankan pada aspek

kekerasan dengan terpenuhinya unsur-unsur parkara yang terjadi di

masayarakat Madura. Kedua, eksistensi penyelesaian dengan melakukan

carok sebagai salah satu instrumen penanggulangan kejahatan tindak pidana

yang tidak dapat dilepaskan dari keragaman nilai-nilai budaya masyarakat

Madura. Penyelesaian yang bersandar pada konstruksi berpikir hukum

pidana ini merupakan khas masayarakat Madura dalam meyelesaikan suatu

parkara. Sedangkan, yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap nilai-nilai

13
Muhammad Afif, Soumatera Law Review, Penemuan hukum oleh hakim terhadap kasus
carok akibat sengketa tanah dalam masyarakat madura, Vol.1, No.2, 2018.
14
http://digilib.uinsby.ac.id/15581/2/Bab%201.pdf, op.cit., h.3
7

budaya masyarakat meniscayakan kehadiran nilai-nilai budaya tersebut

sebagai salah satu acuan penting agar tindakan itu dapat diselesaikan.15

Apabila terjadi pertentangan antara hukum negara dengan hukum yang

ada dalam suatu masyarakat selama kebudayaan (Tradisi) tidak

bertentangan dengan hukum positif Indonesia maka pelaksanaannya bisa

diteruskan, misalnya dalam kebudayaan Madura lainnya; Kerapan Sapi maka

tidak jadi masalah untuk dilanjutkan bahkan kalau bisa dikembangkan,

berbeda dengan Carok yang ditinjau dari segi manapun buruk / dilarang baik

agama, kesusilaan apalagi Hukum Nasional (KUH Pidana) maka harus

mengedepankan Hukum Negara (State Law) sehingga terjadi keadilan dan

supremasi dalam bidang hukum sehingga kepastian hukum terjaga.16

Tidak ada peraturan khusus tentang budaya yang ada di masyarakat

Madura yang melakukan penyelesaian perkara dengan carok, karena carok

merupakan tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar

hukum yang sudah ditentukan oleh Undang-undang. Akan tetapi budaya

carok merupakan cara masyarakat Madura dalam mempertahankan harga

diri dan keluarga dari masalah yang melecehkan keluarganya, jika hal

tersebut tidak dilakukan maka mereka akan dicela dan juga akan

mendapatkan hukuman sosial bagi masyarakat sekitarnya yaitu dia akan

dihina dan dicaci maki oleh masyarakat yang lain. Dalam konteks hukum

formal, carok merupakan suatu tindakan yang melanggar peraturan yang


15
Mahrus Ali ”Dominasi Hukum Negara dalam Penyelesaian Perkara Carok Studi Konstruksi
Penyelesaian Perkara Carok Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Masyarakat Madura”
(TesisUniversitas Islam Indonesia, Yogyakarta), 2009
16
Muhammad Afif, Soumatera Law Review, Penemuan hukum oleh hakim terhadap kasus
carok akibat sengketa tanah dalam masyarakat madura, Vol.1, No.2, 2018, op.cit.,h.11
8

sudah ditetapkan dalam KUHP, sehingga masyarakat Madura yang

melakukan carok harus menjalani sanksi hukuman penjara selama bertahun-

tahun sebagai pelaku tindak pidana berat. Menurut KUHP, mereka dikenakan

ancaman sanksi hukuman pidana berupa kurungan penjara maksimal

hukuman mati, sanksi penjara kurungan seumur hidup, atau sanksi kurungan

penjara selama-lamanya 20 tahun.17

Kasus carok, baik yang bermotifkan gangguan terhadap istri maupun

yang bermotifkan selain gangguan terhadap istri, pada hakikatnya dipandang

memiliki kedudukan yang sama oleh orang Madura. Artinya, kasus-kasus

tersebut sama-sama mendatangkan aib yang sangat memalukan, baik

terhadap diri sendiri maupun terhadap anggota keluarga yang lain. Dengan

demikian, alternatif yang ditempuh untuk menghilangkan rasa malu tersebut

adalah tindak kekerasan dalam bentuk carok, baik yang dilakukan secara

perorangan maupun secara kolektif.18

Carok (baik yang disebabkan oleh gangguan pada istri, cemburu,

perebutan harta warisan, tersinggung, dan sebagainya) termasuk dalam

kategori kejahatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan bahkan

menghilangkan nyawa seseorang. Penggunaan upaya hukum, termasuk

hukum pidana sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial

termasuk dalam bidang kebijakan penegak hukum,maka pelaku tindak

pidana bermotif budaya carok setelah melalui proses persidangan dan

dinyatakan bersalah bagi pelakunya, dijatuhi pidana berupa pidana penjara


17
R.Susilo, Kitab Undang undang Hukum Pidana(Bandung P.T Karya Nusantara,1983),240
18
Muhammad Afif, Soumatera Law Review, Penemuan hukum oleh hakim terhadap kasus
carok akibat sengketa tanah dalam masyarakat madura, Vol.1, No.2, 2018, lop.cit.,
9

dengan berbagai kualifikasi tindak pidana sebagamiana dirumuskan dalam

berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya

disingkat KUHP). 19

Yang terjadi selama ini di Madura para pelaku tindak pidana bermotif

carok diancam dengan pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(selanjutnya disingkat KUHP), 340 KUHP, 351 KUHP, 353 KUHP, 354 KUHP,

dan 355 KUHP. Berikut dikemukakan kutipan pasal-pasal tersebut :

Pasal 338

“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun”.

Pasal 340

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana,

dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu

tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Pasal 351

1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu

lima ratus rupiah.

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

19
R.Susilo, Kitab Undang undang Hukum Pidana(Bandung P.T Karya Nusantara,1983),lop.cit.,
10

3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling

lama tujuh tahun.

4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Pasal 353

1. Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka berat yang bersalah

dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

3. Jika perbuatan mengakibatkan mati dia dikenakan pidana penjara

paling lama sembilan tahun.

Pasal 354

1. Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam

karna melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara

paling lama delapan tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

Pasal 355

1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih

dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun


11

Dasar pertimbangan hakim dalam menerapkan pasal tersebut bagi pelaku

carok tidak lain karena carok telah memenuhi rumusan yang ada dalam

Pasal 338 KUHP dan 340 KUHP apabila korban meninggal,dan Pasal 351,

353,354, dan 355 apabila korban masih hidup, di mana rumusan tersebut

terdapat adanya suatu tindak pidana yang merugikan orang lain dengan

maksud untuk menghilangkan nyawa seseorang maupun menganiaya

sesorang. Namun pada realitanya yang terjadi pada saat ini, carok dapat

dikategorikan sebagai kasus direncanakan terlebih dahulu (Pasal 340

KUHP), karena selain menghilangkan nyawa orang lain juga mengandung

unsur direncanakan terlebih dahulu, di mana dalam melakukan carok

tersebut biasanya dimatangkan atau dipersiapkan terlebih dahulu dalam

suatu sidang keluarga. Karena Carok yang dilakukan oleh lebih satu orang,

pasti pelaku Carok dibantu oleh kerabat dekatnya (taretan dalem).20

Sebagian dari masyarakat Madura mengira bahwa carok bukanlah hal

yang dilarang oleh hukum negara atau bahkan bukan suatu tindak

kejahatan.21 Secara sosio-kriminologi memang tidak mudah untuk

menentukan apakah perbuatan carok itu merupakan suatu kejahatan atau

bukan. Dalam ilmu kriminologi pengertian kejahatan sangat relatif dan

berubah-ubah tergantung waktu dan tempat. Bagi masyarakat tertentu suatu

perbuatan dapat dikategorikan sebagai kejahatan, namun tidak demikian bagi

masyarakat yang lain.

20
Mohammad Kamiluddin.“Carok Budaya yang Mengandung Unsur Kekerasan”.
21
Sulistyowati Irianto, Pluralisme Hukum Dalam Perspektif Global, dalam Sulistyowati Irianto
(Ed), Hukum Yang Bergerak: Tinjauan Antropologi Hukum (Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia,
2009), 38
12

Hal ini tentu berbeda jika dilihat dari sudut pandang hukum positif atau

hukum pidana materiil/hukum pidana umum yang sekaligus sebagai hukum

pidana nasional Indonesia yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP).22 Secara yuridis normatif, penganiayaan berat dan pembunuhan

oleh negara diselesaikan dengan sanksi pidana.

Walaupun pembunuhan sebagai akibat dari carok digolongkan sebagai

perbuatan yang dilarang dalam KUHP dan kepada pelakunya diancam

dengan sanksi pidana, tetapi perbuatan carok pada sebagian masyarakat

Madura masih saja tetap terjadi. Hal ini berarti bahwa tujuan pemidanaan

untuk edukasi kepada masyarakat mengenai mana perbuatan yang baik dan

mana perbuatan yang buruk belum maksimal hasilnya.23

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan oleh penulis

maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Carok pada

masyarakat adat Madura?

b. Bagaimana perspektif hukum positif Indonesia terhadap Budaya

Carok yang dilakukan oleh masyarakat adat Madura?

1.3. Penjelasan Judul

22
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka, 2014)
23
Ibid.,
13

Sebelum menguraikan skripsi ini lebih lanjut, terlebih dahulu akan

dijelaskan pengertian judul dengan maksud untuk menghindari kesalah

pahaman pengertian. Skripsi ini berjudul “BUDAYA CAROK PADA

MASYARAKAT ADAT MADURA DALAM PERSPEKTIF HUKUM

POSITIF INDONESIA” , yaitu:

1. Budaya Carok

Budaya merupakan identitas mutlak yang tidak dimiliki oleh

kelompok lain secara otomatis menjadi ciri khas dari masyarakat

disuatu daerah. Pada masyarakat Madura carok sudah menjadi

sebuah tradisi atau budaya yang telah berlangsung secara turun-

menurun. Carok adalah Perkelahian satu lawan satu, kelompok

lawan kelompok yang direncanakan bersama-sama dan

membawa senjata celurit untuk menghilangkan aib akibat pola

tingkah laku seseorang yang mungkin dianggap mencemarkan

martabat harga diri keluarga dan pribadi. Masyarakat madura

mempunyai pandangan bahwa carok itu "lambang

kepahlawanan dan kebanggaan". Biasanya, carok merupakan

jalan terakhir yang di tempuh oleh masyarakat madura dalam

menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut harga diri dan

menimbulkan korban jiwa.24

Carok adalah institusionalisasi kekerasan dalam

masyarakat Madura yang memiliki relasi sangat kuat dengan

faktor-faktor struktur budaya, struktur sosial,kondisi sosial

ekonomi, agama dan pendidikan. Carok sebagai suatu


24
Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, 1987,hlm.185
14

institusionalisasi kekerasan, yang secara historis telah dilakukan

oleh sebagian masyarakat Madura sejak beberapa abad yang

lalu.25

2. Madura

Pulau Madura terdiri dari empat Kabupaten, yaitu

Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Gambaran

lingkungan alam Madura secara geologis ditandai oleh

permukaan tanahnya yang didominasi oleh susunan batu kapur

dan endapan kapur. Madura termasuk dalam jajaran pulau tropik

yang letaknya dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga suhu

udaranya ketika musim hujan berkisar pada angka 28⁰C. Ketika

musim kemarau tidab udara di seluruh Madura menjadi sangat

panas dan biasanya sumber-sumber air menjadi kering.26

3. Perspektif

Perspektif adalah sudut pandang atau cara pandang kita

terhadap sesuatu hal atau fenomena yang terjadi.

4. Hukum Positif Indonesia

Hukum positif atau ius constitutum adalah hukum yang

berlaku saat ini disuatu negara, Hukum positif Indonesia yaitu

hukum yang berlaku saat ini di Indonesia.

25
Ibid.,
26
Ibid.,
15

1.4. Alasan Pemilihan Judul

Adapun alasan yang mendasari penulis dalam memilih judul ini

yaitu karena dewasa ini masih banyak terjadi kasus tindak pidana

pembunuhan dengan menggunakan carok di Madura. Masyarakat

Madura menganggap carok sebagai budaya atau tradisi turun temurun

yang digunakan oleh masyarakat Madura dalam menyelesaian sengketa

yang menyangkut harga diri pelaku carok maupun keluarganya. Carok

merupakan tradisi orang madura dalam memperjuang kan harga dirinya,

apabila mereka merasa di injak-injak oleh orang lain . Walaupun hukum

negara telah hadir ditengah masyarakat Madura, dan Madura sendiri

kental dengan agama Islam namun pada umumnya, secara individual

masih banyak yang masih memegang tradisi carok tersebut dalam

menyelesaikan perselisihannya. Karena bagi orang Madura ungkapan

“ango’an poteya tulang etembang poteya mata”, atau “lebih baik mati-

putih tulang, daripada hidup menanggung malu-putih mata” dan

ungkapan yang lebih tegas, “thambana todus,mate”, atau “obatnya malu

adalah mati” merupakan prinsip dalam melakukan carok yang dilakukan

untuk membela atau mempertahankan harga diri dan kehormatan. Oleh

karena itu, tindakan tersebut selain dibenarkan secara kultural juga

mendapat persetujuan sosial.27

Pelaku carok dengan sadar melakukan tindakan tersebut, bahkan

sering terjadi setelah melakukan carok dan berhasil membunuh

musuhnya, pelaku carok datang ke kantor polisi untuk menyerahkan diri.


27
A.Latief Wiyata, Carok Konflik dan Harga Diri Orang Madura, (Yogyakarta : LkiS, 2006),17
16

Alasan Penulis memilih judul ini karena Carok berada dipersimpangan

antara Budaya dan Hukum Positif di Indonesia. Dimana masyarakat

melakukan carok sebagai budaya tradisi dalam menjaga dan

mempertahankan harga diri serta martabatnya disisi lain tindak kekerasan

carok bahkan sampai menimbulkan korban jiwa adalah suatu tindak

pidana yang sanksinya telah diatur dalam Undang-Undang.

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka

tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya

Carok pada masyarakat adat Madura

b. Untuk mengetahui bagaimana perspektif hukum positif Indonesia

terhadap Budaya Carok yang dilakukan oleh masyarakat adat Madura

1.6. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tambahan

informasi bagi seluruh masyarakat Indonesia tentang Budaya Carok yang

ada di Madura dalam perspektif hukum positif yang berlaku di Indonesia,

apa saja faktor penyebab carok dan penegakkan hukum bagi pelaku

carok tersebut.
17

b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya dalam penulisan karya

ilmiah yang memberikan persepsi dan pemahaman yang utuh yang

berkaitan dengan budaya carok yang ada di Madura.

1.7. Metode Penelitian

a. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis

normatif yakni metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

mengkaji peraturan perundang-undangan atau bahan hukum primer yang

berkaitan dengan beberapa hal yang disebabkan oleh tindak pidana

kekerasan carok dan sanksi hukumnya.

b. Pendekatan Masalah

Dalam melakukan penelitian hukum dianjurkan untuk

menggunakan beberapa pendekatan agar dapat mengkombinasikan dari

berbagai aspek mengenai permasalahan hukum agar mendapatkan

jawaban yang konkrit. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan

dan studi kasus, yaitu :

Pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan

perundang-undangan dengan cara merujuk pada legislasi dan regulasi

yang memuat norma-norma hukum yakni peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan maupun pembunuhan

dengan menggunakan carok sebagai bahan kajian dalam penulisan

skripsi ini.
18

Pendekatan konsep (conceptual approach) , pendekatan dengan

cara memberikan sudut pandang analisa penyelesaian permasalahan

dalam penelitian hukum dilihat dari aspek konsep-konsep hukum yang

melatarbelakanginya, serta dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam

penormaan sebuah peraturan kaitannya dengan konsep-konsep yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini.

c. Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif, berisi tentang paparan secara

lengkap dan jelas tentang langkah pengumpulan bahan hukum.

Pengumpulan bahan-bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 3

(tiga) bahan hukum, yaitu terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri atas peraturan

perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang berlaku yakni

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Bahan baku sekunder dalam penulisan ini adalah buku, jurnal

hukum, artikel hukum, pendapat para ahli, pendapat para sarjana hukum

dan kasus-kasus yang terkait dengan budaya carok masyarakat Madura.

Sedangkan bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder. Bahan hukum tersier dalam penulisan ini adalah media

internet.

d. Langkah Penelitian
19

Pertama-tama yang dilakukan adalah pengumpulan data dan

bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan tema maupun judul yang

diangkat menggunakan studi kepustakaan maupun jurnal-jurnal di

internet, kemudian bahan hukum diklasifikasikan dengan cara memilah-

milah bahan hukum lalu disusun secara sistematis agar mudah dipelajari

dan dipahami. Untuk menganalisa bahan-bahan hukum digunakan

metode deduksi yaitu suatu metode penelitian yang diawali dengan

menemukan pemikiran atau ketentuan-ketentuan yang bersifat umum,

kemudian diterapkan pada pokok masalah yang khusus.

Untuk sampai pada jawaban permasalahan digunakan penafsiran

sistematis, yaitu penafsiran yang mendasarkan pada hubungan antara

penelitian dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

1.8. Sistematika Pertanggungjawaban

Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penulisan ini, maka

penulisan dibagi dalam 4 (empat) bab, yaitu sebagai berikut :

BAB 1, menjelaskan tentang latar belakang masalah yang menjadi

alasan mengapa penelitian ini dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan

merumuskan masalah sebagai kajian kritik tolak kajian hukum ini, serta

tujuan dan manfaat penelitian dilanjutkan dengan menentukan metode

penelitian dengan melakukan penelitian hukum dan melakukan beberapa


20

pendekatan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

BAB II , berisi tentang pembahasan rumusan masalah yang

pertama. Pada bab ini dijelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan terjadinya Carok pada masyarakat adat Madura.

BAB III, berisi tentang pembahasan rumusan masalah yang

kedua, yakni menjelaskan tentang bagaimana perspektif hukum positif

Indonesia terhadap Budaya Carok yang dilakukan oleh masyarakat adat

Madura dan Pasal apa saja yang dapat dijatuhkan kepada pelaku carok.

BAB IV, berisi tentang kesimpulan dan saran. Merupakan bagian

akhir dari penelitian yang terdiri dari bagian kesimpulan sebagai jawaban

singkat atas jawaban dari rumusan masalah dan bagian saran sebagai

masukan yang mungkin bisa berguna bagi pihak-pihak yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai