PENDAHULUAN
sifat, corak, dari pada kaidah hukum. Karena itu juga untuk dapat memahami
menurut proporsinya, maka terlebih dahulu harus difahami sifat dan struktur
terhadap budaya daerah tertentu, termasuk budaya carok yang melekat pada
hukum, baik sebagai hukum negara maupun hukum lokal, yang dapat
bersangkutan. 2
1
Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1996.),6.
2
Ibid.,
1
2
mempunyai etika yang baik, perkataanya yang lembut, tidak suka bercerai,
kalangan santri. Mereka ini keturunan orang-orang yang zaman dahulu yang
Madura, budaya carok dengan mengunakan senjata celurit masih tetap ada
di pulau Madura.3 Carok pada masyarakat Madura sudah menjadi tradisi atau
antara dua orang atau lebih dengan menggunakan senjata tajam atau benda
senjata tajam atau tidak menggunakan senjata sama sekali, hal itu
diistilahkan dengan “tokar”. Carok ada dilakukan secara individual, yakni satu
lawan satu, dan ada pula yang dilakukan secara massal, yakni dilakukan
Senjata tajam yang digunakan dalam carok ini berupa celurit, di Madura
terdapat sekitar sepuluh sampai lima belas jenis Celurit yang bisa digunakan
3
http://digilib.uinsby.ac.id/15581/2/Bab%201.pdf
4
Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta,1987, h.185
5
Ibid.,
3
untuk Carok. Jenis Celurit yang paling populeradalah Are’ takabuwan, dang-
osok, tekos bu-ambu, (bentuknya seperti seekor tikus sdang diam) Lancor,
tempat pegangan tangan dengan ujung senjata tajam) Bulu Ajem, mirip bulu
selurit tapi mempunyai lekukan di bagian tengah batang tubuh), Birang atau
dia tetap dianggap sebagai orang Madura. Bila demikian, carok mempunyai
arti salah satu cara orang Madura untuk mengekspresikan identitas etnisnya.
6
Matroni, Makna Celurit “ Studi Atas Persepsi Masyarakat Desa Banjar Barat, Kec. Gapura,
Sumenep, Madura” (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga Fakultas Ushuluddin. 2010), 04
7
A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura, (Yogyakarta: Lkis,
2006), 178
4
Selain itu, carok merupakan media kultural atau budaya bagi pelaku yang
carok selalu mendatangkan perasaan puas, lega, dan bahkan rasa bangga
bagi pelaku.9 Carok dapat dibalas jika kerabat orang yang dilukai atau
dibunuh tidak terima dengan kekalahan itu. Ketidakrelaan ini pada akhirnya
agama serta sengketa SDA tidak memilih dan memanfaatkan jalur Sistem
8
http://digilib.uinsby.ac.id/15581/2/Bab%201.pdf, op.cit., h.2
9
Mien Ahmad Rifai, 2007, Manusia Madura, Yogyakarta, Pilar Media
10
Huub de Jonge, 2011, Garam Kekerasan dan Aduan Sapi, Yogyakarta, Lkis
11
W.P. Djatmiko, Jurnal Hukum Progresif Rekonstruksi Budaya Hukum Dalam Menanggulangi
Carok di Masyarakat Madura Berdasar Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Sarana Politik Kriminal,
Vol. 7, No. 1, April 2019, h.47
5
para pelaku carok. Terlepas bahwa pilihan hidup yang ia putuskan juga
mendapat dukungan dari keluarga besar dan sistem pranata sosial yang ada,
para pelaku carok sebenarnya telah melakukan dialog kepada dirinya sendiri
untung dan rugi, pantas dan tidaknya, serta resiko hukum, sosial, ekonomi
yang sangat kuat, yang selalu memicu terjadinya carok bagi masyarakat
Madura. Terjadinya carok dengan latar belakang atau motif tersebut pada
orang. Masalah harga diri ini kemudian menimbulkan suatu perasaan yang
dalam bahasa Madura disebut “malo” (malu) ketika terjadi pelecehan. Jadi
kasus-kasus carok yang terjadi pada orang Madura selalu bersumber pada
perasaan malo atau terhina pada diri si pelaku karena harga dirinya
dilecehkan oleh orang lain. Bagi orang Madura, tindakan tidak menghargai
dan tidak mengakui atau mengingkari peran dan status sosial sama artinya
perasaan malu ini selanjutnya berakibat pada perseteruan dan berakhir pada
carok di antara kedua belah pihak dengan terbunuhnya salah satu pihak yang
berseteru tersebut.13
Budaya carok tidak bisa hanya dipahami sebagai sebuah instrumen yang
Madura dan bahkan mendapat pujian sosial jika tindakan carok itu bertujuan
melakukan carok, dalam hukum pidana penting untuk dilakukan kajian yang
carok bagi masyarakat Madura selama ini lebih menekankan pada aspek
13
Muhammad Afif, Soumatera Law Review, Penemuan hukum oleh hakim terhadap kasus
carok akibat sengketa tanah dalam masyarakat madura, Vol.1, No.2, 2018.
14
http://digilib.uinsby.ac.id/15581/2/Bab%201.pdf, op.cit., h.3
7
sebagai salah satu acuan penting agar tindakan itu dapat diselesaikan.15
berbeda dengan Carok yang ditinjau dari segi manapun buruk / dilarang baik
diri dan keluarga dari masalah yang melecehkan keluarganya, jika hal
tersebut tidak dilakukan maka mereka akan dicela dan juga akan
dihina dan dicaci maki oleh masyarakat yang lain. Dalam konteks hukum
tahun sebagai pelaku tindak pidana berat. Menurut KUHP, mereka dikenakan
hukuman mati, sanksi penjara kurungan seumur hidup, atau sanksi kurungan
terhadap diri sendiri maupun terhadap anggota keluarga yang lain. Dengan
adalah tindak kekerasan dalam bentuk carok, baik yang dilakukan secara
hukum pidana sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial
disingkat KUHP). 19
Yang terjadi selama ini di Madura para pelaku tindak pidana bermotif
(selanjutnya disingkat KUHP), 340 KUHP, 351 KUHP, 353 KUHP, 354 KUHP,
Pasal 338
tahun”.
Pasal 340
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
Pasal 351
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
19
R.Susilo, Kitab Undang undang Hukum Pidana(Bandung P.T Karya Nusantara,1983),lop.cit.,
10
Pasal 353
Pasal 354
Pasal 355
tahun.
carok tidak lain karena carok telah memenuhi rumusan yang ada dalam
Pasal 338 KUHP dan 340 KUHP apabila korban meninggal,dan Pasal 351,
353,354, dan 355 apabila korban masih hidup, di mana rumusan tersebut
terdapat adanya suatu tindak pidana yang merugikan orang lain dengan
sesorang. Namun pada realitanya yang terjadi pada saat ini, carok dapat
suatu sidang keluarga. Karena Carok yang dilakukan oleh lebih satu orang,
yang dilarang oleh hukum negara atau bahkan bukan suatu tindak
20
Mohammad Kamiluddin.“Carok Budaya yang Mengandung Unsur Kekerasan”.
21
Sulistyowati Irianto, Pluralisme Hukum Dalam Perspektif Global, dalam Sulistyowati Irianto
(Ed), Hukum Yang Bergerak: Tinjauan Antropologi Hukum (Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia,
2009), 38
12
Hal ini tentu berbeda jika dilihat dari sudut pandang hukum positif atau
Madura masih saja tetap terjadi. Hal ini berarti bahwa tujuan pemidanaan
untuk edukasi kepada masyarakat mengenai mana perbuatan yang baik dan
22
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka, 2014)
23
Ibid.,
13
1. Budaya Carok
lalu.25
2. Madura
3. Perspektif
25
Ibid.,
26
Ibid.,
15
yaitu karena dewasa ini masih banyak terjadi kasus tindak pidana
“ango’an poteya tulang etembang poteya mata”, atau “lebih baik mati-
apa saja faktor penyebab carok dan penegakkan hukum bagi pelaku
carok tersebut.
17
a. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis
b. Pendekatan Masalah
skripsi ini.
18
c. Bahan Hukum
(tiga) bahan hukum, yaitu terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum
hukum, artikel hukum, pendapat para ahli, pendapat para sarjana hukum
hukum sekunder. Bahan hukum tersier dalam penulisan ini adalah media
internet.
d. Langkah Penelitian
19
milah bahan hukum lalu disusun secara sistematis agar mudah dipelajari
merumuskan masalah sebagai kajian kritik tolak kajian hukum ini, serta
kebenarannya.
pertama. Pada bab ini dijelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang
Madura dan Pasal apa saja yang dapat dijatuhkan kepada pelaku carok.
akhir dari penelitian yang terdiri dari bagian kesimpulan sebagai jawaban
singkat atas jawaban dari rumusan masalah dan bagian saran sebagai