Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS HUKUM ADAT DAYAK ( JIPEN )

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

Ani Matus Sa’diyah


16.23.017558
Syahid Adurrahman
16.23.017524
Cornelis Mam Anusmarayudha Jati
16.23.017521
Norhidayah
16.23.017430

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal (local castom) yang mengatur interaksi
masyarakat. Dalam ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah “kebiasaan” atau “Tradisi”
masyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara turun-temurun. Kata “adat” disini lazim
dipakai dipakai tanpa membedakan mana yang mempunyai sanksi seperti “Hukum Adat” dan
mana yang tidak mempunyai snksi seperti disebut adat saja.

Menurut khazanah bahasa Indonesia, tradisi berarti segala sesuatu seperti adat, kebiasaan,
ajaran dan sebagainya, yang turun-temurun dari nenek moyang. Adapula yang
menginformasikan, bahwa tradisi berasal dari kata traditium, yaitu segala sesuatu yang
ditransmisikan, diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang .

Berdasarkan dua sumber tersebut jelaslah bahwa tradisi, intinya adalah warisan masa lalu
yang dilestarikan, dijalankan dan dipercaya hingga saat ini. Tradisi atau adat tersebut dapat
berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain yang merupakan wujud dari
berbagai aspek kehidupan..

Dari sisi kebudayaan, yang menjadi salah satu ciri khas Ke-Indonesia-an, pulau Kalimantan
dikenal memiliki berbagai macam budaya-budaya kental yang menjadi identitas asli
masyarakatnya. Seperti rumah adat, pakaian adat, tari-tarian kedaerahan, senjata tradisional,
suku, bahasa serta lagu daerah. Oleh karena itu, atas berlimpahnya hal-hal tentang Kalimantan,
maka yang akan menjadi pokok bahasan analisis ini adalah kebudayaan yang terdapat di
provinsi Kalimantan tengah. Dayak merupakan suku asli pulau terluas di Indonesia ini.

O,K Rachmat dan R, Sunardi mengatakan bahwa kata dayak adalah satu perkataan untuk
menyatakan stam-stam yang tidak beragama islam dan mendiami pedalaman Kalimantan, san
istilah ini diberikan oleh orang melayu dipesisir Kalimantan yang berarti orang gunung

Suku dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di
pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak berasal dari kata “daya” memiliki arti hulu,
untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal dipedalaman atau perhuluan. Nama itu sendiri
sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang
Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif.

2
Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang
memiliki kekuatan gagah berani, tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Singer dapat dimengerti sebagai “Denda adat yang dikenakan bagi pelanggar ketentuan
adat.” Tentu saja, dalam hal ini, denda adat yang berlaku di kalangan masyarakat Ngaju,
Kalimantan Tengah. Seiring perubahan sosial dan zaman, singer dari hari ke hari juga berubah,
baik jumlah dendanya maupun konteksnya. Akan tetapi, ada yang tidak berubah, yakni
esensinya.

Sejak para utusan dari 400 kelompok di Suku Dayak di seluruh area di Kalimantan
berkumpul di Desa Tumbang Anoi, Kahayan Hulu Utara, Kalimantan Tengah, pada 22 Mei-
24 Juli 1894, suatu keputusan besar untuk menghentikan semua pertikaian yang sudah beratus-
ratus tahun berlangsung di antara mereka pun berakhir.

Pertikaian yang berlumuran adat kebiasaan lama yang sudah terlanjur membudaya, berurat
berakar warisan negatif dalam bentuk asang-maasang (perang suku), bunu habunu (saling
membunuh), kayau mangayau (saling penggal kepala), dan jipen-hajipen (saling mendenda),
berganti menjadi suasana yang penuh getaran semangat pembaruan dan persaudaraan yang
kental.

Sebelumnya, pertikaian sepertinya sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dari
Suku Dayak. Hampir dalam setiap babak hidup Suku Dayak tak pernah terpisahkan dengan
kisah-kisah penuh keberanian yang terkadang kebablasan. Untuk menyelesaikan kasus ringan
maupun kasus berat, hampir selalu menggunakan jalur kekerasan dengan saling balas terhadap
tindakan yang diambil satu pihak pada pihak lain.

Keresahan yang timbul akibat perang antar-suku, Perang Banjar dan perang-perang lainnya
melawan Belanda yang berlangsung lebih dari 35 tahun, mengakibatkan keresahan yang
mendalam bagi suku di Dayak.

Para Damang yang dalam struktur masyarakat di Dayak memiliki posisi penting dan
strategis, prihatin dengan keadaan ini. Mereka yang semula menjadi pusat dan pendukung para
prajurit yang terlibat penuh di berbagai medan perang (barandar), dengan kesadaran tinggi
kemudian mengalihkan dukungan itu kepada proses perdamaian.

Tuan rumah pertemuan, Damang Batu, Singa Rontang, Singa Duta, Tamanggung Panji dan
kawan-kawan berhasil menggelar pertemuan besar di Tumbang Anoi yang berlangsung selama
60 hari itu.

3
Berbondong-bondong seluruh utusan berdatangan menuju Desa Tumbang Anoi yang berada
di tengah-tengah searea pulau itu. Semua itu mereka lakukan bukan karena perintah dan bentuk
berserah diri pada kolonial Belanda, tapi karena ajakan para Damang yang berpengaruh itu.
Rapat Tumbang Anoi itu berisikan delapan poin penting.

Pertama, perang antara kolonial Belanda dan pasukan barandar dilakukan tanpa penuntutan
ganti kerugian masing-masing.

Kedua, mengakui kewenangan pemerintah untuk memajukan dan membangun daerah


Dayak yang diimbangi dengan pengakuan pada kedaulatan dan status lembaga
adat/Kedamangan.

Ketiga, semua pihak sepakat menghentikan kegiatan asang maasang (perang antar suku).

Keempat, dihentikannya kegiatan bunu habunu (saling bunuh) yang seringkali dilakukan
dengan latar belakang dendam.

Kelima, menghentikan kegiatan kayau mengayau (kebiasaan memburu manusia, memotong


kepala untuk koleksi pribadi dan bukti kepahlawanan).

Keenam, menghentikan kebiasaan jipen hajipen dan hajual hapili jipen (perbudakan dan
jual beli budak).

Ketujuh, menyempurnakan warisan turun temurun yang dipangku para Damang disamping
ketentuan-ketentuan yang dijalankan pemerintah.

Kedelapan, memberi kesempatan untuk berbagai pihak mengemukakan masalah yang


dihadapi masing-masing dan dicarikan penyelesaiannya.

Hukum adat yang dihasilkan Perdamaian Tumbang Anoi inilah dipegang oleh masyarakat
di Dayak guna dijadikan sebagai pedoman hidup bermasyarakat serta menjadi pegangan tokoh-
tokoh adat dalam menjalankan tugasnya di Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah tidak hanya terbentuk berdasarkan hubungan genealogis, melainkan


juga teritorial. Mereka tidak terdiri dari keturunan-keturunan yang memiliki hubungan darah,
tapi juga adalah mereka yang tunduk dan hidup menetap di wilayah Kedamangan tersebut.

Penundukan dan pengakuan secara sukarela dari beberapa kelompok masyarakat adat yang
berdekatan (desa/kampung/ dukuh/kelurahan) kepada Kedamangan yang bersangkutan dan

4
menjadi harapan meminta keadilan atau penyelesaian masalah adat berupa Singer dengan Jipen
sebagai sanksinya, membuat posisi Damang menjadi sah di hadapan rakyat yang dipimpinnya.

Karena salah satu fungsinya adalah mengawal pelaksanaan hukum adat, maka Damang
sebagai Kepala Adat biasanya dibantu beberapa staf, Majelis Adat (Kerapatan Adat
Kedamangan) yang beranggotakan para Mantir (tokoh adat yang duduk dalam majelis).

Damang Kepala Adat juga memiliki perpanjangan tangan di tingkat desa/kampung yang
terdiri dari tokoh-tokoh adat (led adat) yang diketuai kepala kampung atau kepala desa di
dalam wadah Kerapatan Adat Desa/Kampung.

Tokoh-tokoh adat inilah yang melaksanakan tugas di bidang adat baik dalam usaha
memelihara tata aturan adat maupun menyelesaikan perselisihan antar warganya melalui
sidang kerapatan adat/kampung, dan bila tidak dapat diselesaikan baru kemudian keputusannya
diserahkan kepada Damang Kepala Adat. Tokoh-tokoh adat kampung/desa berhak memilih
dan dipilih masyarakatnya menjadi Kepala Kampung/Desa.

Sanksi dalam hukum adat Dayak Ngaju dikenal dengan istilah Jipen. Agar terrhindar dari
jipen sesama masyarakat harus saling menghormati dan menghargai. Hukum ini dalam
masyarakat adat Dayak Ngaju di Desa Pemantang masih sangat kental terasa dan selalu dijaga
oleh masyarakatnya..

Dalam hal ini kami membahas 10 pasal dan denda adat suku dayak (Jipen) yang merupakan
aturan-aturan yang ada pada suku dayak itu sendiri, diantaranya:
1. Pasal 1 Singer Tungkun (denda adat merampas istri orang lain)
2. Pasal 2 Singer Tungkun Balang, dosa palus (gagal merampas, tapi berzina)
3. Pasal 3 Singer Hatulang Belom (denda dalam perceraian sepihak)
4. Pasal 4 Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak
bersama)
5. Pasal 9 Singer Sarau Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)
6. Pasal 10 Singer Marusak Balu ( denda merusak janda)
7. Pasal 16 Singer Sahiring (denda pembunuhan)
8. Pasal 18 Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan)
9. Pasal 28 Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas
barang di dalam rumah)
10. Pasal 54 Singer Kabalangan Jaon Janji (denda adat batal janji/ingkar)

5
B. Fokus Masalah
Adapun fokus masalah dalam penulisan penelitian yaitu menemukan makna dan nilai dari
hukum adat dayak jipen melalui judul “Analisis Hukum Adat Dayak (JIPEN)”

6
BAB II
PEMBASAHASAN

A. Makna Hukum Adat Dayak (JIPEN)


1. Pasal 1 : Singer Tungkun ( Denda Adat Merampas Istri Orang Lain)
Kata merampas menurut KBBI berarti mengambil dengan paksa (dengan kekerasan);
merebut. Sedangkan merampas istri orang lain adalah tindakan seseorang membujuk, merebut
istri orang lain. Dari kata tersebut tentulah kita ketahui bahwa merampas itu tidak dibenarkan,
baik segi agama maupun norma yang berlaku. Hal tersebut pula sudah ada tertuang dalam
Hukum Adat Dayak (Jipen) yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

“Singer Tungkun (denda adat merampas istri orang lain)”

Dikenakan pada barangsiapa yang berani membujuk, merampas istri atau suami orang lain
sehingga akibatnya pria/wanita itu cerai dengan suami/istri yang terdahulu dan kawin dengan
wanita/pria baru yang menungkun. Contoh: A berani mengambil wanita/pria B, suami/istri C.
Singer Tungkun dapat dikenakan pada A.

Ancaman singer tungkun:

1. Dua kali nilai palaku adat kawin B dulu bagi C.


2. Lima belas kati ramu (tekap bau mate) bagi keluarga C.
3. Pakaian sinde mendeng (satu stel pakaian bagi C).
4. Nilai ganti rugi biaya pesta kawin B dulu bagi C sekeluarga.
5. A menanggung biaya pesta perdamaian adat khusus (makan-minum bersama, memotong
dua ekor babi bagi alam dan masyarakat setempat, dimana acara saling saki, lamiang sirau
sirih masak kiri-kanan, lilis peteng, sanaman pangkit hambai hampahari, dll pelengkapnya.
6. A menanggung biaya pesta kawin barunya dengan B.
7. A menanggung resiko singer terhadap anak/istrinya sendiri jika dia sudah berkeluarga.
Dari Pasal 1 tersebut sangat jelas bahwa merampas istri orang lain merupakan kesalahan
yang sangat tidak pantas dilakukan oleh seseorang laki-laki. Dari data tersebut juga dapat kita
ketahui bukan hanya berlaku pada laki-laki yang merampas istri orang lain, melainkan juga
berlaku untuk perempuan yang membujuk, merampas suami orang lain.

7
Jika seseorang berani merampas istri/suami orang lain maka pada Hukum Adat Dayak
ini sudah ditentukan ancaman singer tungkun yang merupakan denda yang harus dikeluarkan
oleh pelaku yang tentu tidak sedikit, sehingga dalam kasus ini sangat jarang sekali terdengar
bahwa ada yang melanggar Hukum Adat Dayak Pasal 1 ini. Jika pun ada yang melanggar,
maka akan lebih sering diproses sesuai jalur hukum.

2. Pasal 2 : Singer Tungkun Balang, Dosa Palus (Gagal Merampas, Tapi Berzina)
Zina (bahasa Arab: Al Zina, bahasa Ibrani: Zanah) adalah perbuatan bersanggama
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan).
Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tetapi
segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia dikategorikan zina.
Sedangkan zina secara harfiah artinya fahisyah yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan seorang perempuan
yang satu sama lain tidak terkait hubungan perkawinan.
Dalam setiap agama, perzinahan merupakan sesuatu yang paling dibenci dan dilarang.
Konteksnya pada agama Islam, hal ini terdapat pada Al-Quran Surah Yusuf,12 : 24
“Sesungguhnya wanita itu Telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan
Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu Andaikata dia tidak melihat tanda
(dari) Tuhannya.. Demikianlah, agar kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.”
Pada Hukum Agama Islam sangatlah jelas bahwa Zina adalah perbuatan yang keji. Pada
Hukum Adat Dayak, ada pula yang membahas tentang Zina, yang mana masih berkaitan
dengan Pasal 1 diatas yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

“Singer Tungkun Balang, Dosa Palus (gagal merampas, tapi berzina)”

Jika terjadi kasus seperti Pasal 1 tapi C mengambil atau menerima kembali, sehingga singer
tungkun menjadi batal. Tapi A dapat diancam dosa sala (zina) sebesar 100-300 kati ramu.
Sambil memperhatikan isi perjanjian B dan C terdahulu serta tinggi rendahnya martabat B dan
C dan proses kejadian khusus itu ditutup dengan pesta persaudaraan damai adat yang
ditanggungilah A atau A, B dan C menurut pertimbangan para mantir adat setempat.

Dari Pasal 2 ini, masih berkaitan dengan Pasal sebelumnya yaitu jika pelaku gagal merampas,
tapi berzina (Singer Tungkun Balang, Dosa Palus) yang berarti bahwa masih ada keterkaitan

8
antara Denda pada Pasal 1 dan Pasal 2 ini. Pada Pasal 2 ini terdapat pengecualian yaitu jika
terjadi kasus seperti Pasal 1 tetapi apabila pihak istri/suami menerima atau menerima kembali
suami/istri yang dirampas maka singer tungkun ( Denda merampas istri orang lain) akan batal.

Sedangkan pihak tersngka (yang melakukan tindakan yang tidak pantas) ini akan
diaancam dengan dosa sala (zina) dengan denda (kati ramu) 100-300 atau sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak baik pihak istri dan suami pada saat perjanjian pernikahan,
sehingga pihak tersangka dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Pada Pasal 2 ini, Jipen yang dikenakan tidak sebesar pada Pasal 1, karena masih dapat
dimusyawarahkan oleh para Tetua Adat dan pihak yang bersangkutan. Jipen pada kasus di
Pasal 2 ini akan ditutup dengan pesta persaudaraan damai adat yang biaya pesta akan
ditanggung pihak menurut pertimbangan para Mantir adat setempat.

3. Pasal 3 : Singer Hatulang Belom ( denda dalam perceraian sepihak )


Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin
melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan.
Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka
yang diperoleh selama pernikahan seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan
bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.
Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat
menyelesaikannya ke pengadilan.
Perceraian sepihak itu sendiri, seorang suami/istri yang hendak meminta tidak untuk
melanjutkan kehidupan pernikahannya tapi tidak di setujui pihak lain tersebut itulah yang dapat
disebut perceraian sepihak. Di dalam kehidupan budaya masyarakat dayak terdapat suatu pasal
yang mempersoalkan perihal perceraian sepihak bunyi dari pasal tersebut sebagai berikut :

Pasal 3

“Singer Hatulang Belom (denda dalam perceraian sepihak)”

Pihak mantir atau pemangku adat memperhatikan perjanjian dan keterangan para saksi
perkawinan dulu dan mempelajari kasus kejadian, pihak mana yang bersalah melanggar
perjanjian sendiri, mempertimbangkan alasan, sengaja atau tidak sengaja alasan yang masuk
akal atau dibuat-buat.

9
Ancaman hukuman:

1. Sesuai dengan perjanjian kawin.


2. Para mantir adat dapat memberatkan atau menambah hukuman setinggi-tingginya 30 kati
ramu jika dipandang perlu.
3. Jika ada anak, segala barang rupa tangan dibagi dua atau terkecuali ada pertimbangan lain
oleh mantir
4. Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung pihak yang bersalah.
Seperti yang kita ketahui tindakan perceraian bukanlah hal yang tidak perbolehkan, tapi
perceraian harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada di negara yang telah di tempati.
Begitu juga di adat dayak itu sendiri, juga memiliki prosedur yang harus di jalankan apabila
terjadinya perceraian.
Tapi dalam kasus perceraian sepihak terdapat sanksi yang harus dilaksanakan. Yang
mana itu terdapat di Pasal 3 Hukum Adat Dayak. Jika pun ada yang melanggar, maka akan
lebih sering diproses sesuai jalur hukum.

4. Pasal 4 : Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak
bersama)
Tidak berbeda dengan pembahasan ke 3 di pembahasan ini juga membahasan
perceraian tapi bedanya kali ini yang akan dibahas merupakan perceraian yang disetujui kedua
belah pihak. Di adat dayak sendiri sebuah perceraian sepihak atau disetujui kedua belah pihak
ada pasal yang membahas perihal tersebut. Dan bunyi pasal yang membahasa perceraian yang
disetujui kedua belah pihak sebagai berikut :

Pasal 4
“Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak bersama)”
Oleh mantir adat, atas permintaan yang bersangkutan untuk mengusahakan suatu perceraian,
mempelajari alasan-alasan mereka, mempertimbangkan, menuntut hak dan beban masing-
masing antara lain:

1. Memberi harta rupa tangan menurut perjanjian kawin dahulu.


2. Jika ada anak, harta rupa tangan menjadi hak anak.
3. Jika tidak ada anak, harta dibagi secara damai, bagi dua, atau bagi tiga dipatutkan dengan
pertimbangan para mantir adat.

10
4. Biaya pesta adat, makan-minum bersama hambai hampahari (pesta persaudaraan) dengan
hakekat pengumuman bagi segala unsur lingkungan hidup, baik yang tampak maupun
yang tak nampak (panggutin petak danum) ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Dapat kita ketahui dari pasal 4 ini, masih berkaitan dengan pasal sebelumnya yaitu
perceraian sepihak (Singer Hatulang Belom) yang berarti bahwa masih ada keterkaitan
antara Denda pada Pasal 3 dan Pasal 4 ini. Akan tetapi yang menjadi pembeda antara Pasal
3 dan pasal 4 terdapat sanksi yang berbeda. Yang mana di Pasal 3 sanksi dijatuhkan kepada
pihak yang melakukan denda tersebut, sedangkan di pasal 4 sanksi dikenakan kedua belah
pihak yang telah melakukan denda tersebut.

5. Pasal 9 : Singer Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)


Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak seksual yang terjadi ketika
seorang manusia (atau lebih) memaksa manusia lain untuk melakukan hubungan seksual dalam
bentuk penetrasi vagina atau anus dengan penis, anggota tubuh lainnya seperti tangan, atau
dengan benda-benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
Pemerkosaan terhadap gadis perawan juga dapat dikatakan pemerkosaan terhadap anak
dibawah umur. Yang mana pemerkosaan anak dibawah umur di Indonesia sendiri terdapat
pasal yang menyangkut hal tersebut. Tindak pidana pemerkosaan gadis di bawah umur
sebagaimana cerita di atas dapat dijerat dengan Pasal 76 D no. Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Pada Hukum Adat Dayak, ada pula yang
membahas tentang pemerkosaan anak dibawah umur dan bunyi pasal tersebut sebagai berikut

Pasal 9
“Singer Sarau Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)”
Kasusnya:
Seorang pria A mengganggu, menggoda, membujuk wanita B yang bujang, berzina sampai
hamil kemudian diketahui oleh orang lain/umum dan menjadi kasus.

Sanksi:
1. Singer tekap bau mate 15-30 kati ramu.
2. Singer dosa sala (zina) 30-45 kati ramu.
3. Jika tidak kawin, harus adanya jaminan anak yang dikandung wanita B, 30-60 kati ramu.
4. Jika terus kawin, pria membayar jalan hadat kawin.
5. Jika pria A ada anak-istri, istrinya dapat menuntut sebagai kasus tersendiri.

11
6. Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung oleh A.
Dari Pasal 9 tersebut sangat jelas bahwa tindakan pemerkosaan anak dibawah
umur/gadis perawam merupakan kesalahan yang sangat tidak pantas dilakukan oleh seseorang
laki-laki.
Jika seseorang berani melakukan tindakan tercela tersebut maka pada Hukum Adat
Dayak ini sudah ditentukan ancaman singer tungkun yang merupakan denda yang harus
dikeluarkan oleh pelaku yang tentu tidak sedikit, sehingga dalam kasus ini sangat jarang sekali
terdengar bahwa ada yang melanggar Hukum Adat Dayak Pasal 9 ini. Jika pun ada yang
melanggar, maka akan lebih sering diproses sesuai jalur hukum.

6. Pasal 10 : Singer Marusak Balu (denda memperkosa janda)


Seperti yang kita ketahui sebelumnya pemerkosaan merupakan tindak tercela atau keji
yang dilakukan oleh seorang pelaku untuk memaksa korban untuk melakukan bersetubuh.
Apalagi memperkosa wanita yang mana sudah tinggal suaminya (janda). Tindakan ini biasa
ditindak lanjuti ke sidang hukum yang ada di Indonesia. Di adat dayak sendiri juga ada hukum
yang menyangkut perihal memperkosa janda. Dan hukum yang bersangkutan berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 10
“Singer Marusak Balu (denda merusak janda”)
Kasusnya:
Pria A kedapatan berzina atau sampai hamil wanita janda B, bekas istri arwah C.

Sanksi:
Pria A dapat diancam singer karusak balu sesar 30-60 kati ramu bagi waris arwah C
jika B belum tiwah. Tapi jika sudah tiwah, maka materi singer itu jatuh ke tangan waris wanita
B. Jika wanita B ada anak, maka singer ditambah 15-30 kati ramu bagi anak-anaknya. Pesta
adat makan-minum ditanggung oleh pria A.
Dapat kita lihat suatu tindakan pasti ada konsekuensinya, begitu juga tindakan
pemerkosaan terhadap wanita janda. Pemerkosaan terhadap wanita janda tidak seharusnya
dilakukan, karena wanita yang sudah ditinggal suami tidak layak mendapatkan perlakuan
tersebut. Karena sekalipun wanita janda tersebut masih berhak mendapat kehidupan yang
layak. Maka dari itu di Adat dayak sendiri telah membuat Pasal yang dapat melindungin hak
seorang wanita janda untuk kelangsungan hidupnya.

12
7. Pasal 16 : Singer Sahiring (denda pembunuhan)
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan
cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum.
Pembunuhan biasanya dilatar belakangi oleh bermacam-macam motif,
misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Pembunuhan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api
atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
peledak, seperti bom.
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam agama Islam, karena Islam
menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Allah berfirman dalam Surah Al
Isra :33 yang artinya
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan suatu alasan yang benar"

Didalam adat dayak ada hukum adat yang menyikapi sebuah perbuatan membunuh
nyawa seseorang, dan bunyi hukum sebagai berikut:
Pasal 16
“Singer Sahiring (denda pembunuhan)”
Kasusnya:
Si A mati terbunuh atau dibunuh oleh pihak B seorang atau beberapa orang.

1. Jika kematian A ada kesalahannya yang sah antara lain mengganggu wanita, merampas
barang, atau kesalahan lainnya, yang dapat dibuktikan kebenarannya, maka perincian nilai
singer sahiring dapat dipotong demi kesalahannya atau karena pembunuhnya membela
diri, terbukti dengan luka-lka bagian muka, samping atau belakang (tidak
sengaja/terbunuh).
2. Jika dibunuh dengan sengaja, berencana, atau karena mengingini sesuatu dari si A atau
karena ada alasan lainnya sehingga menguatkan anggapan sengaja dibunuh.
3. Oleh para pemangku adat dan mantir adat diperlukan kejelian dan kemampuan dalam
pemeriksaan. Untuk ini diperlukan beberapa orang pemangku adat agar ikut serta
mempertimbangkan beberapa macam pasal singer adat yang memberatkan dan unsur yang
meringankan (memperhatikan sifat-sifat sengaja atau tidak sengaja dalam kasus
pembunuhan itu).

13
Sanksi:
Pihak keluarga A boleh saja menuntut singer sahiring sebesar 375-750 kati ramu, tapi para
pemangku adat menempati diri berada ditengah-tengah (mengadili kasus itu).

1. Pihak B karena perbuatannya dapat diancam hukuman adat 17 singer bangunan pasal 18
singer timbal, pasal 19 singer tetek, pasal 20 singer salem balai, pasal 21 singer paramun
hantu, pasal 22 singer tipuk danum, pasal 23 singer biat himang, pasal 24 singer pengecuali
bunu, pasal 25 singer tulak haluan, pasal 26 singer tetes hinting bunu dan pasal 27 singer
puseh panguman.
2. Jika terdapat kepastian bahwa si A ada kesalahan maka dari materi singer-singer tersebut
diatas dapat dipotong atau dikurangi.
3. Singer adat yang tidak boleh dipotong ialah pasal-pasal 20 salem balai, pasal 21 paramun
hantu, dan pasal 22 tipuk danum.
Seperti yang kita ketahui pembunuhan merupakan suatu tindakan keji, karena nyawa
seseorang harus lah kita hormati. Di adat dayak sendiri nyawa seseorang sangatlah
dihormati, upaya menghormati nyawa seseorang tersebut melalui sebuah hukum adat yang
mana berada di pasal 16. Dengan adanya pasal tersebut agar tidak ada orang yang
melanggar pasal tersebut agar tidak sering terjadinya tindakan pembunuhan.

8. Pasal 18 : Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan)


Pembunuhan tidak lah dapat disepelekan, karena upaya seseorang hendak melakukan
tindakan tersebut pasti memerlukan beberapa rencana dan juga rekan yang membantu agar
rencana tersebut lancar.
Seperti yang kita ketahui tindakan pembunuhan dapat dijerat suatu hukuman mau itu
hukum yang berlaku di setiap negara ataupun disetiap daerah. Pastinya pelaku tersebut akan
dihukum tidak lepas juga pelaku yang membantu sebuah tindakan pembunuhan. Di dayak
sendiri pelaku yang membantu sebebuah tindakan pembunuhan juga ada hukum adatnya
tersendiri. Hukum adat tersebut berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18
“Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan)”
Kasusnya:
Sesudah orang lain berbuat melaksanakan pembunuhan pada tingkat pertama, dan
tingkat kedua pada pasal 17 pasti disusul perbuatan tingkat ketiga oleh satu orang atau lebih

14
yang membantu, yang disebut timbal. Perbuatan tingkat ketiga inilah yang menjadi isi pasal ini
(tersebut disini si C).

Sanksi:
Peranan C yang membantu pembunuhan satu orang atau lebih, masing-masing diancam
hukuman timbal sebesar 15-30 kati ramu bagi waris korban.

Di pasal sebelumnya yaitu pasal 16, pasal 18 sendiri memiliki keterkaitannya dengan
pasal 16. Karena mau itu pelaku pembunuhan dan pelaku yang membantu proses terjadinya
pembunuhan sama-sama juga terjerat pasal yang ada di Hukum adat dayak itu sendiri. Jadi
janganlah menyepelekan suatu tindakan pembunuhan itu tersebut karena seseorang yang
membantu suatu tindakan tersebut juga akan mendapat suatu konsekuensinya juga.

9. Pasal 28: Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang
dalam rumah)

Dalam hukum kriminal, pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara
tidak sah tanpa seizin pemilik. Kata ini juga digunakan sebagai sebutan informal untuk
sejumlah kejahatan terhadap properti orang lain, seperti perampokan
rumah, penggelapan, larseni, penjarahan, perampokan, pencurian toko, penipuan dan
kadang pertukaran kriminal. Dalam yurisdiksi tertentu, pencurian
dianggap sama dengan larseni; sementara yang lain menyebutkan pencurian telah
menggantikan larseni.

Seseorang yang melakukan tindakan atau berkarier dalam pencurian disebut pencuri,
dan tindakannya disebut mencuri. Di dalam kehidupan orang dayak terdapat pasal yang
menanggapi sebuah tindakan mencuri sebuah barang. Dan pasal tersebut berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 28
“Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang di dalam
rumah)”
Penjelasan:
Rumah yang ditinggalkan, kemudian diketahui barangnya ada yang hilang,. Ada atau tidak ada
orang yang dicurigai, patut dilaporkan pada ketua adat setempat.

15
Sanksi:
1. Pencuri yang mengambil/membawa barang orang lain senilai 10 kati ramu, dapat diancam
singer adat sebesar 15-30 kati ramu.
2. Hukumannya bertambah jika nilai barang curiannya tinggi. Lebih lagi kalau ada kerusakan
rumah yang dibuat oleh orang yang mencuri.
3. Dapat diringankan sedikit kalau barang curian itu dapat dikembalika seluruhnya atau
sebagian dengan tidak rusak. Ditutup dengan pesta kecil.
Seperti yang kita lihat dari penjelasan di atas suatu tindakan mencuri / merampas barang
milik orang lain itu merupakan tindakan tidak terpuji. Di dalam kehidupan orang dayak agar
tidak sering terjadi tindakan tersbut maka dibuatlah hukum adat pasal 28 yang berbunyi
“Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang di dalam
rumah)”.

10. Pasal 54: Singer Kabalan Jaon Janji


Kata Janji adalah sebuah kontrak psikologis yang menandakan transaksi antara 2 orang
di mana orang pertama mengatakan pada orang kedua untuk memberikan layanan maupun
pemberian yang berharga baginya sekarang dan akan digunakan maupun tidak. Janji juga bisa
berupa sumpah atau jaminan ( Wikipedia : 2017 ).

Menurut KBBI kata Janji merupakan ucapan yang menyatakan kesediaan dan
kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu).

Membatalkan janji / mengingkari janji tak hanya sering dianggap sebagai perbuatan
tercela, malahan juga ilegal, seperti kontrak yang tidak dipegang teguh. Dalam perbuatan
tersebut terdapat hukum adat dayak asal Kalimantan Tengah yang menyikapi perbuatan itu.
Hukum Adat Dayak (Jipen) yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54

“Singer Kabalangan Jaon Janji”

Penjelasan:

Seseorang sudah berjanji dengan orang lain (A dengan B). A sudah berjanji pada B
akan memberikan sesuatu atau dilaksanakan pekerjaan pada saat yang sudah disepakati
bersama. Kemudian A tidak setia/ingkar pada janji itu sehingga merugikan sekali bagi B (janji
dibatalkan oleh A).

16
Sanksi:

Dalam hal demikian, B dapat menuntut kerugian pada A berdasarkan pasal ini.
Serendah-rendahnya 15 kati ramu dan setingi-tingginya sesuai keputusan para mantir adat
setempat ditambah dengan biaya pesta damai secara adat untuk penutupnya.

Dari hal diatas dapat disimpulkan melanggar janji/mengingkari janji merupakan suatu
tindakan yang tercela yang mana dapat merugikan pihak yang diberi janji, apabila suatu
tindakan tersebut terjadi di kehidupan orang dayak maka dapat dikenakan Hukum Adat (Jipen)
Pasal 54 yang berbunyi “Singer Kabalangan Jaon Janji”. Apabila seseorang yang terkena
denda tersebut maka terkena sanksi yang tidak sedikit dari apa yang telah diperbuat.

B. Nilai Moral Hukum Adat (JIPEN)


1. Pasal 1 Singer Tungkun (denda adat merampas istri orang lain)
Bahwa dalam kehidupan sosial masyarakat, Adat Dayak mengedepankan atau
menghargai ikatan hubungan suami istri. Hal tersebut ditandai dengan singer tungkan yakni
merampas istri orang lain dianggap sesuatu yang tidak pantas dilakukkan oleh seseorang,
sehingga jika melakukan perbuatan yang tidak pantas tersebut pelaku akan dikenakan Jipen
yang tidak sedikit.
2. Pasal 2 Singer Tungkun Balang, Dosa Palus (gagal merampas, tapi berzina)
Dalam kehidupan masyarakat merampas maupun berzina adalah perbuatan yang sangat
berlawanan dengan norma, karena dapat merenggut martabat seseorang. Dalam adat dayak pun
hukum ini sangat di tegaskan, bila bermaksud merebut atau merampas istri orang lain maka
ada denda yang harus di tanggung oleh pelaku dalam hukum adat dayak disebut Dosa Sala
(Zina) dan menanggung denda sekitar 100-300 kati ramu karena telah berniat ingin berzina
dengan merampas istri orang lain.
3. Pasal 3 Singer Hatulang Belom (denda dalam perceraian sepihak)
Bahwa dalam kehidupan masyarakat Dayak, Adat Dayak mengedepankan atau
menghargai ikatan suatu pernikahan. Hal tersebut ditandai dengan Singer Hatulang Belom
yakni denda dalam perceraian sepihak. Denda ini ditandai dengan adanya pelanggaran
perjanjian perkawinan dengan melakukan perceraian sepihak sehingga dianggap sesuatu yang
melanggar atauran yang berlaku pada masyarakat Dayak yang dikenakan denda (Jipen) sesuai
dengan perjanjian perkawinan.

17
4. Pasal 4 Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak
bersama)
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang sakral dan harus dihargai, dalam adat dayak
pun sangatlah menghargargai suatu ikatan pernikahan sehingga apabila kedua belah pihak
sama-sama ingin bercerai, maka keduanya akan dikenakan denda. Harta menjadi persoalan
yang vital yang harus didiskusikan sesuai perjanjian, menurut hukum adat dayak

5. Pasal 9 Singer Sarau Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)
Pada Adat Dayak, dalam kehidupan sosial masyarakat Dayak menghargai atau menjaga
hak-hak bagi seorang gadis. Hal ini dapat kita lihat dari singer sarau tihi bujang yakni denda
hamil gelap gadis perawan yang mana hal itu sangat tidak pantas dilakukan karena akan
mempermalukan dan merusak harga diri gadis itu.
6. Pasal 10 : Singer Merusak Balu ( Denda Merusak Janda)
Pada masyarakat Dayak, hukum adat dayak tidak hanya menghargai hak-hak seorang
gadis, tetapi juga menghargai dan menghormati hak-hak seorang janda yang mana terdapat
dalam Singer Merusak Balu yakni salah satu denda merusak janda yang bagi para pelaku akan
dikenakan denda (Jipen). Sehingga sangat jarang terdengar kejadian ini terjadi, karena selain
akan mendapatkan Jipen tentu pelaku akan menerima sanksi Susila yaitu akan dikucilkan oleh
masyarakat setempat.
7. Pasal 16 Singer Sahiring (denda pembunuhan)
Pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain adalah perbuatan yang sangat
dilarang di masyarakat sosial maupun hukum adat dayak, secara hukum adat dayak dengan
tegas agar perbuatan ini tidak terjadi. Apabila perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja dan
berencana sesuai hukum adat dayak jipen memberikan sanksi berupa keluarga boleh menuntut
375-750 kati ramu dan para damang atau tokoh adat akan mengadili pelaku dari kasus tersebut.
Sanski ini dapat lebih berat sesuai dengan kasus yang dilakukannya.

8. Pasal 18 Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan)


Sesuai dengan kehidupan sosial dan norma hukum, setiap orang berhak atau memiliki
hak untuk hidup, begitupula pada kehidupan masyarakat Dayak. Adat dayak mengedepankan
atau menghormati hak hidup bagi setiap orang atau individu. Hal ini ditandai dengan singer
timbal-timbalan yaitu denda terhadap pembantu pembunuhan. Karena hal ini sudah sangat
melanggar norma Agama, norma hukum dan adat istiadat yang berlaku bagi masyarakat
setempat, sehingga bagi yang membantu kejahatan pembunuhan juga akan dikenakan denda
sesuai dengan Hukum Adat Dayak yang berlaku.

18
9. Pasal 28 Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang
di dalam rumah)
Bahwa hukum adat dayak melarang masyarakatnya untuk melakukan tindakan mencuri
atau merampas di dalam rumah sendiri mauapun dalam rumah orang lain yang merupakan
bukan hak atau barang miliknya. karena akan merugikan pihak yang telah dicuri atau dirampas
barangnya. Hal ini ditandai dengan adanya Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma yakni
Denda Mencuri/Merampas Di Dalam Rumah. Sehingga apabila ada seseorang yang melakukan
tindakan tersebut akan dikenankan denda sesuai dengan Hukum Adat yang diberlakukan pada
masyarakat setempat.
10. Pasal 54 Singer Kabalangan Jaon Janji (denda adat batal janji/ingkar)
Bahwa dalam kehidupan sosial masyarakat, Adat Dayak mengedepankan atau
menghargai hubungan antar individu maupun kelompok. Hal tersebut ditandai dengan singer
kabalangan jaon janji yakni denda adat batal janji/ingkar apabila pihak yang dijanjikan
kemudian dibatalkan merasa dirugikan sehingga pihak yang berjanji akan dikenakan denda
(Jipen) sesuai dengan yang berlaku pada masyarakat setempat.

19
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini dapat diuraikan antara lain :

Makna hukum JIPEN terbagi menjadi beberapa hal seperti :

a. Singer Tungkun (Denda adat merampas istri orang lain)


Dikenakan kepada seseorang yang berani membujuk/menggoda sehingga merampas istri
atau suami orang lain sehingga akibatnya pria/wanita itu cerai dengan suami/istri yang
bersangkutan.
b. Singer Tungkun Balang, Dosa Palus (Gagal Merampas, tetapi melakukan zinah)
c. Singer Hatulang Belom (Perceraian hidup secara sepihak).
Dikenakan kepada seseorang suami atau istri yang menggugat cerai suami/istri nya
secara sepihak (tanpa kesepakatan bersama antara kedua belah pihak).
d. Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak bersama)
Dikenakan kepada seorang suami atau istri yang bersepakat untuk bercerai.
e. Singer Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan).
Dikenakan kepada seseorang laki-laki yang telah menghamili seorang gadis tentu nya
hamil yang terjadi di luar ikatan pernikahan.
f. Singer merusak Balu (denda memperkosa janda).
Dikenakan kepada seseorang laki-laki yang melakukan pemerkosaan terhadap seorang
janda sehingga membuat yang bersangkutan menjadi keberatan dengan kasus nya
menimpa nya.
g. Singer Sahiring (denda membunuh).
Dikenakan kepada seseorang yang membunuh orang lain (menghilangkan nyawa
seseorang) baik akibat suatu masalah ataupun tidak ada nya masalah, sehingga keluarga
korban menuntut si pembunuh, hingga si pembunuh di jerat Singer Sahiring.
h. Singer Timbal-timbalan (denda membantu pembunuhan).
Dikenakan kepada pihak yang membantu terjadi nya pembunuhan terhadap seseorang.
Denda ini berkaitqn dengan Singer Sahiring.

20
i. Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang di dalam
rumah)
j. Singer Kabalangan Jaon Janji (denda adat batal janji/ingkar)

B. Saran

Dari beberapa pasal yang di bahas sebelumnya di pembahasan itu merupakan


kesepakatan tokoh adat Dayak untuk menegak kan hukum adat agar dapat dipatuhi semua unsur
masyarakat yang ada. Sebaik nya dalam menjalani kehidupan sehari-hari hendak nya kita selalu
mengutamakan berpikir sebelum melakukan sesuatu karena jika tidak maka akan merugikan
diri sendiri dan orang sekitar kita.

21
Daftar Pustaka

Suan, T. T. 2013. Sejarah dan Kebudayaan Dayak: Sebuah Kesaksian Jilid I. Malang:
Bayumedia.

Riwut, Tjilik. 2007. Kalimantan Membangun Alam Dan Kebudayaan. Yogyakarta: NR


Publishing

Suriansyah Murhaini. 2017. Singer Sebagai Ujud Tertib Hidup, Damai, dan Keseimbangan
di Kalangan Etnis Dayak Ngaju. Jurnal Studi Kultural. II(2): 78-81

Gita Anggraini. 2016. Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Masyarakat Adat
Dayak Ngaju. Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam. 10(2):91-102

22

Anda mungkin juga menyukai