Anda di halaman 1dari 3

1. Bagaimana konsep pelanggaran adat menurut hukum adat Bali ?

Hukum Adat Bali selalu mengusahakan adanya keseimbangan triangulasi antara


Tuhan, manusia, dan alam (Tri Hita Karana). Pelanggaran terhadap hukum adat dianggap
menyebabkan terganggunya keseimbangan kosmis sekala-nislaka, tiap-tiap gangguan tehadap
materiil dan immateriil milik hidup sesorang atau kesatuan masyarakat adat yang
menyebabkan timbulnya reaksi adat. Setiap perbuatan yang menggangu perimbangan tersebut
merupakan pelanggaran hukum dan prajuru desa pakraman perlu mengambil tindakantindakan untuk memulihkan kembali harmoni yang terganggu. Maka pemulihan itupun
mencakup dunia sekala (nyata) dan niskala (tidak nyata), yang berwujud pamidanda
(hukuman) berupa sangaskara danda (hukuman dalam bentuk pelaksanaan upacara), artha
danda (hukuman berupa pembayaran sejumlah uang atau harta), dan jiwa danda (hukuman
pisik dan psikis). Penjatuhan sanksi terhadap pelanggar hukum adat umumnya tidak
dilakukan secara semena-mena, tetapi sudah disyaratkan wenang mesor singgih manut ring
kasisipan ipun (berat ringannya hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahannya atau
pelanggarannya). Delik yang paling berat menurut hukum adat adalah segala pelanggaran
yang memperkosa perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang
memperkosa dasar susunan masyarakat, misalnya perbuatan penghianatan, delik terhadap diri
pribadi kepala adat. Dalam hal ini wiweka prajuru desa pakraman sangat menentukan.
Pelaksanaan hukum adat termasuk sanksi adat selalu mengutamakan kerukunan dan rasa
kepatutan dalam masyarakat, selain itu sanksi adat bersifat edukatif, mengutamakan upaya
penyadaran dan tuntunan.

2. Sebutkan jenis-jenis pelanggaran adat di dalam hukum adat Bali ? Kemudian


identifikasi bentuk-bentuk pelanggaran adat yang masih hidup di dalam masyarakat.
Jenis-jenis delik adat yang masih hidup dalam hukum adat Bali, I Made Widnyana
mengklasifikasikan jenis-jenisnya sebagai berikut:
a)

Delik

adat yang menyangkut kesususilaan, contohnya: lokika sangraha

(persetubuhan atas dasar cinta antara laki-laki dan perempuan yang sama-sama masih
bujang), drati krama (berzina), gamia gamana (hubungan seksual antara orang-orang yang
berhubungan darah sangat dekat); dan salah krama (berhubungan kelamin dengan binatang),

b) Delik adat yang menyangkut harta benda, contohnya: pencurian, pencurian benda
suci, merusak benda-benda suci, dan lain-lain,
c)

Delik adat yang melanggar kepentingan pribadi, seperti mamisuh (mencaci),

mapisuna (memfitnah), dan lain-lain,


d)

Delik adat karena kelalaian atau tidak menjalankan kewajiban, seperti: tidak

melaksanakan kewajiban sebagai kerama desa, yang berupaayahan (kewajiban melakukan


pekerjaan untuk desa) ataupun papeson (urunan berupa barang ataupun barang).

3. Apa tujuan sanksi adat (pamidanda) menurut hukum adat Bali ?


Tujuan dari pemberian sanksi adat atau pamidanda menurut hukum adat Bali adalah
bertujuan untuk penyadaran, penuntunan, pembelajaran terhadap pelanggaran hukum adat
yang telah dilakukan, agar tidak diulangi oleh pelakunya sendiri atau bagi masyarakat adat
yang lainnya. Dan untuk mengembalikan keseimbangan magis/bathin dalam wilayah desa
adat baik manusia dengan Tuhan, antar manusianya sendiri dan manusia dengan lingkungan,
mengembalikan seperti dalam keadaan semula (restutitio in integerum).

4. Sebutkan tiga golongan sanksi adat (tri-danda) dengan contohnya masing-masing.


1) Sangaskara danda
Yaitu sanksi berupa pelaksanaan upacara tertentu untuk mengembalikan keseimbangan
magis dan dilakukan sesuai dengan ajaran agama Hindu). Seperti kewajiban melaksanakan
upacara mecaru, pemarisuda, prayascita, dan lain-lain.
Contoh : Pasangan yang terlibat perselingkuh di antara pelakunya sudah berkeluarga.
Menggunakan delik hukum adat pada masyarakat bali maka dapat di jatuhkan sanksi
menggunakan awig-awig hukum adat di Bali dalam pasal 64 (Pawos 64) yang berisi
mengenai hukum drati krama atau perzinaan maka dapat di kenakan hukumannya membiayai
prosesi upacara yaitu, upacara :

Upacara Tawur Kesanga ( Tawur Bhuta Yadnya ) kamargiang ring Desa Adat miwah
ring soang paumahan Krama, nganutin sastra Agama majalaran Pasuara sakeng
Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Upacara Kamariang ring tileming Kasanga kalaning sandyakala, kalanturang ngrupuk


rawuh ka pakubon soang-soang.

Selain itu pelakunya di jatuhi juga konsekuensi tambahan di adat seperti, :

Hubungan perzinahan mereka dihentikan;


Kedua pihak wajib melaksanakan prayascita (pensucian) desa dan prayascita

(pensucian) raga.
2) Artha danda
Yaitu golongan sanksi berupa pembayaran uang atau penggantian barang. Seperti
Dedosan saha panikel-nikelnya miwal panikel urunan.
3) Jiwa danda
Yaitu golongan sanksi berupa penderitaan jasmani dan atau rohani/jiwa. Seperti
Mengaksama, mapilaku, lumaku, mengolas-olas, nyuaka (minta maaf).

Anda mungkin juga menyukai