PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realitas menunjukkan bahwa secara sosiologis, masyarakat Indonesia
suku bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara tersebut masingmasing memiliki
sistem budaya maupun hukum adat yang berbeda satu sama
lain. Bahkan satu sama lain terkadang menunjukkan suatu perbedaan yang
hakiki. Seperti juga di Bali, masyarakat yang hidup dalam suatu himpunan
dengan nilai-nilai yang bersifat religius. Demikianlah, hukum adat yang ada
yang hidup dan diakui dalam kenyataan masyarakat banyak berbaur dengan
dengan agama Hindu di Bali merupakan perpaduan yang pekat. Karena adat
istiadat menopang agama Hindu terutama dalam tata susila dan pelaksanaan
masyarakat, dengan perkataan lain bahwa adat dan agama Hindu di Bali
adalah dua hal yang berbeda namun menyatu dalam tata krama kehidupan
masyarakat.
yang tidak ada bandingnya dalam KUHP dan tergolong tindak pidana ringan,
maka ancaman pidananya adalah pidana penjara selama 3 bulan dan atau
pidana denda lima ratus rupiah. Sedangkan untuk delik hukum adat yang
persoalan ini dikembalikan pada sanksi adat, maka ketentuan tersebut di atas
sanksi adat ( di luar ketentuan pasal 10 KUHP) hanya bisa dijatuhkan terhadap
untuk melakukan upaya adat. Di Bali misalnya, yang termasuk perbuatan ini
A. Delik Adat
Mengenai pengertian delik adat, ada beberapa pendapat sarjana
sebagai berikut :
keseimbangan yang telah terganggu, antara lain dengan berbagai jalan dan
perkelahian tersebut menimbulkan tetesan darah di tempat yang disucikan oleh umat Hindu; 3)
melakukan persetubuhan di tempat suci. Pelanggaranpelanggaran adat tersebut oleh masyarakat
hukum adat di Bali, dianggap
lain :
1. Lokika Sanggara
Yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki-laki yang melakukan
suka sama suka dengan janji akan bersedia mengawini apabila terjadi
kehamilan.
15
2. Amandel Sanggama
Yaitu suatu delik adat berupa seorang istri yang masih dalam ikatan
keberatan atas perbuatan istri dan perbuatan ini tidak dapat diterima oleh
3. Gamia Gamana
ada hubungan keluarga dekat (seperti anak dengan ibu tiri, ayah dengan
anak perempuannya).
ini dan masyarakat hukum adatnya tidak dapat menerima perbuatan ini.
4. Salah Kerama
binatang. Perbuatan ini harus dapat dibuktikan secara langsung (ada saksi
5. Derati Kerama
Yaitu delik adat berupa hubungan seksual antara seorang lelaki dengan
B. Sanksi Adat
Pada dasarnya pelanggan adat itu merupakan suatu tindakan yang
pemulihan/upaya adat atau juga disebut reaksi adat dalam bentuk pembebanan
perbuatan tersebut. Sanksi dalam hukum adat tidaklah selalu dalam bentuk
2. Bayaran uang adat kepada orang yang terkena, yang berupa benda
kotoran gaib.
hukum.
C. Benda-benda Suci
Menurut Sarka menyatakan bahwa benda-benda suci ialah “bendabenda yang telah disucikan
dengan suatu upacara menurut Agama Hindu,
yang digunakan sebagai stana (pralingga) Sang Hyang Widhi Wasa atau
manifestasinya.
negara hukum, yaitu azas legalitas yang menyatakan bahwa tiada suatu perbuatan
dapat dipidana / dihukum sebelum perbuatan itu diatur terlebih dahulu dalam
pidana adat yang dikenal di Bali, maka sebagian besar tidak ada diatur dalam
KUHP. Ini berarti, tertutup kemungkinan bagi pengadilan untuk memeriksa dan
sebagai dasar bagi pengadilan untuk memeriksa dan memutus perkara yang
berhubungan dengan tindak pidana adat. Jadi hakim dalam mencari dasar putusan
atau undang-undang yang lain sepanjang belum diatur dalam KUHP. Seperti
misalnya:
kitab Adigma pasal 359 jo. Pasal a5 ayat (3) sub b UU No. 1 Drt Tahun
1951.
22
kasus yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan negeri Gianyar. Mengenai delik
Putusan Hakim
Pemberatan”.
pidana tersebut.
tahun. Jika tersebut adalah kurang memenuhi rasa keadilan karena Hakim
23
Jadi pencurian semacam ini bukan hanya merugikan, secara materiil saja,
tetapi juga kerugian immateriil. Oleh karena itu sudah sepantasnya si pelaku
masyarakat dari perasaan kotor (leteh). Seperti dikatakan oleh I Ketut Rai
Setiabudhi bahwa beberapa pemuka desa adat dan agama Hindu di Bali pada
(secara alam gaib) masih dirasakan ternoda. Bali merupakan daerah yang religius
yaitu banyak benda-benda suci yang terdapat di Bali, namun demikian adanya
Tuhan serta manifestasinya. Dengan melihat hal-hal seperti ini dan kalau
dihubungkan dengan teori tujuan pemidanaan modern dengan pelestarian bendabenda suci di
Bali maka hukumnya dipandang perlu lebih berat lagi.
KUHP juga mendapatkan sanksi adat dari masyarakat dapat memenuhi rasa
bersifat materiil juga pidana yang bersifat immateriil yang melibatkan aspek
keagamaan (agama Hindu). Aspek ini dipandang sangat relevan di dalam delik
gaib (alm niskala). Penjatuhan hukuman dalam hukum adat Bali adalah bertujuan
untuk mengembalikan keseimbangan alam kosmos yaitu alam lahir (kala) dan
alam gaib (niskala) yang telah terganggu. Di sinilah kelihatan aspek agama
niskala misalnya suatu delik adat pencurian dilakukan disebuah tempat suci (pura)
menimbulkan leteh (sebel) maka sudah pasti tidak tidak cukup terhadap pelakunya
hanya dikenakan sanksi pidana yang bersifat materiil saja seperti hukuman
badan/penjara akan tetapi harus disertai melakukan tata cara keagamaan untuk
lain :
benda-benda suci yang memutus melalui pasal 363 KUHP yaitu pencurian
adalah merupakan bentuk perbuatan yang tidak dipatutkan oleh adat dan