Disusun Oleh:
Eci Dwi Damayanti
2018200191
Fakultas Hukum
Prodi Ilmu Hukum
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim,
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayahnya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah
Hukum Adat yang dimana Mata kuliah tersebut di ampu oleh bapak M.Z Iqbal Moenaf S.H
M.H., yang memberikan saya tugas untuk membuat makalah ilmiah tentang adat pernikahan
yang dimana adat pernikahan tersebut menyesuaikan dengan adat pernikahan mahasiswa
masing – masing. Pada kali ini saya berkesempatan mendapatkan adat pernikahan Lampung.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam membantu saya
menyelesaikan makalah ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. oleh karena itu,
dengan tangan terbuka. saya menerima segala macam saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang adat pernikahan Lampung ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya
perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat, terlebih di dalam kehidupan
Bangsa Indonesia yang terdapat berbagai macam kebudayaan serta adat istiadat, yang secara
pasti juga melahirkan berbagai bentuk adat pelaksanaan perkawinan dari setiap suku bangsa.
Adat Lampung Pepadun dengan begawi , Adat Bali dengan Wiwaha, Adat Dayak dengan
Singkup Paurung Hang Dapur dan masih banyak lagi sebutan upacara adat perkawinan
dari masing masing daerah atau suku bangsa. Adat istiadat yang berbeda dari masing-masing
daerah atau suku bangsa inilah yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia dengan ragam
kebudayaan nasional dan harus dijaga serta dilestarikan. Dalam perkawinan kegiatan yang
dibayangkan bahkan dipercayai, sebagai perwujudan ideal hubungan cinta antara dua
individu belaka telah menjadi urusan banyak orang atau intitusi mulai dari orang tua,
keluarga besar, intitusi agama dan negara. Namun, pandangan pribadi ini pada saatnya akan
terpangkas oleh batas batas yang ditetapkan keluarga, masyarakat, maupun ajaran Agama dan
hukum negara, sehingga niat tulus menjalin ikatan hati, membangun kemandirian masing
masing dalam ruang bersama, tak pelak lagi tersendat atau seringkali terkalahkan. Maka
berangkat dari hal inilah muncul pemahaman dan pengertian yang berbeda. Secara umum
perkawinan merupakan suatu bentuk ikatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin,
atau antara seorang pria dengan seorang wanita, dimana mereka mengikat diri untuk bersatu
dalam kehidupan bersama.
Pada masyarakat Lampung, terdapat dua macam perkawinan yaitu perkawinan Semanda dan
Bejujogh. Pada masyarat Lampung Saibatin mengenal bentuk perkawinan Semanda dan
Bejujogh sedangkan pada masyarakat Lampung Pepadun hanya mengenal bentuk perkawinan
bejujogh. Tata cara perkawinan pada masyarakat adat Lampung Pepadun pada umumnya
berbentuk perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) dengan Sebambangan (Larian).
Perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) adalah dengan memakai jujur, yang ditandai
dengan pemberian sejumlah uang kepada pihak perempuan. Uang tersebut digunakan untuk
menyiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga (sesan), dan diserahkan kepada mempelai laki-
laki pada saat upacara perkawinan berlangsung. Sedangkan, perkawinan Sebambangan (tanpa
acara lamaran) merupakan perkawinan dengan cara melarikan gadis yang akan di nikahi oleh
bujang dengan persetujuan si gadis, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang dianggap
dapat menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan
biaya cukup banyak. Selain dari persyaratan adat yang berbelit dan biaya yang dibutuhkan
cukup banyak menurut Hadikusuma Sebambangan (Larian) terjadi dikarenakan :
2. Apa saja macam busana pengantin gaya Yogyakarta? Dan apa saja aksesoris busana
pengantin Lampung ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang tata cara pernikahan adat Lampung
3. untuk mengetahui jenis busana, tarian, dan aksesoris dalam pernikahan adat Lampung.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan kita sebagai generasi muda mengenai budaya yang
ada di Indonesia agar kita bisa ikut melestarikan budaya yang ada.
2. Dapat mempelajari adat Lampung agar terus berkembang & tak luput dari
perkembangan zaman.
BAB II
PEMBAHASAN
Asal usul
Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatra, Indonesia, dengan ibu
kota Bandar Lampung. Provinsi ini memiliki dua kota yaitu Kota Bandar Lampung dan Kota
Metro serta 13 kabupaten. Posisi Lampung secara geografis berada di sebelah barat
berbatasan dengan Samudera Hindia, di sebelah timur dengan Laut Jawa, di sebelah utara
berbatasan dengan provinsi Sumatra Selatan, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Selat
Sunda. Provinsi Lampung memiliki pelabuhan utama bernama Pelabuhan Panjang dan
Pelabuhan Bakauheni serta bandar udara utama yakni "Radin Inten II" terletak 28 km dari ibu
kota provinsi. Sejarah dan Asal-usul Lampung erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri.
Kata Lampung sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian
ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi
Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi Sekala
Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang bagi penghuni
Negeri ini.
Pada abad ke VII orang di negeri Cina sudah membicarakan suatu wilayah didaerah Selatan
(Namphang) dimana terdapat kerajaan yang disebut Tolang Pohwang, To berarti orang dan
Lang Pohwang adalah Lampung.
nama Tolang, Po’hwang berarti “orang Lampung” atau “utusan dari Lampung” yang datang
dari negeri Cina sampai abad ke 7 Terdapat bukti kuat bahwa Lampung merupakan bagian
dari Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Jambi dan menguasai sebagian wilayah Asia
Tenggara termasuk Lampung dan berjaya hingga abad ke-11. Dalam kronik Tai-ping-huan-
yu-chi dari abad kelima Masehi, disebutkan nama-nama negeri di kawasan Nan-hai (“Laut
Selatan”), antara lain dua buah negeri yang disebutkan berurutan: To-lang dan Po-hwang.
Negeri To-lang hanya disebut satu kali, tetapi negeri Po-hwang cukup banyak disebut, sebab
negeri ini mengirimkan utusan ke negeri Cina tahun 442, 449, 451, 459, 464 dan 466. Prof.
Gabriel Ferrand, pada tulisannya dalam majalah ilmiah Journal Asiatique, Paris, 1918, hal.
477, berpendapat bahwa kedua nama itu mungkin hanya satu nama: To-lang-po-hwang, lalu
negeri itu dilokasikan Ferrand di daerah Tulangbawang, Lampung. Prof. Purbatjaraka, dalam
bukunya Riwajat Indonesia I,Jajasan Pembangunan, Djakarta, 1952, hal. 25, menyetujui
kemungkinan adanya kerajaan Tulangbawang, meskipun diingatkannya bahwa anggapan itu
karena semata-mata menyatukan dua toponimi dalam kronik Cina.
di desa-desa, umumnya berdiam warga yang berasal dari satu cikal bakal yang sama yang
disebut Buay atau Kampung-kanpung atau dipedesaan didirikan Nuwo Balak yaitu rumah
besar sebagai tempat berdiam keluarga besar (extended family). semula tiap buay mendiami
suatu wilayah disebut Marga atau Merga, dan merga ini terdiri dari beberapa kampung
disebut Tiyuh. Tiyuh biasanya didiami beberapa suku, dan suku terdiri dari beberapa cangkoi,
selanjudnya cangkoi terdiri dari beberapa Nuwo.
Dengan demikian marga, tiyuh dan kampung adalah faktor kesatuan wilayah, sedang buay,
suku, cangkoi, dan nuwo menunjukan kesatuan genealogis.Kekerabatan masyarakat
Lampung bersifat patrilineal yaitu garis keturunan sepihak, dari pihak laki-laki atau ayah.
Sistem perkawinan yang umum dilakukan adalah dengan memakai sereh atau uang jujun atau
tukar, di mana setelah kawin istri masuk clan suamnya. Bila suaminya meninggal, maka ia
dikawinkan dengan saudara laki-laki suaminya, hal ini disebut perkawinan nyemalang.
Aturan hukum adat yang berupa tertulis dan tidak tertulis yaitu :
· Tidak tertulis berupa kaidah kehidupan sehari-hari yang penting dalam pergaulan
masyarakat ulun lampung berisi kiasan, pepatah dan simbolik. Contohnya dalam masyarakat
lampung terdapat peraturan yang berisikan norma social yaitu ulun lampung dilarang
memukul perur sendiri didekat wanita yang sedang mengandung, mereka meyakini adanya
dampak pada calon bayi yg akan dilahirkan akan susah dilahirkan.
· Tertulis berupa kitab-kitab peninggalan kerajaan terdahulu yaitu salahsatunya adalah
“kitab Kuntara Raja Niti” yang berupa kaidah atau aturan yang berisikan sifat yang harus
dimiliki ulun lampung.
Berbicara symbol masyarakat ulun lampung memiliki symbol atau ciri khas yaitu:
- Aksara Lampung
Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki
hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku
kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda
tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan
tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing
tanda mempunyai nama tersendiri. Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara
Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara
Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk,
anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda
baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan
dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah. Aksara lampung telah mengalami perkembangan
atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan
penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di
sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.
- Segokh
yaitu mahkota pengantin wanita lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas dan
biasanya memiliki cabang atau lekuk berjumlah Sembilan atau tujuh. Siger dibuat dari
lempengan tembaga, kunungan, atau logam lain yang dicat dengan warna emas. Perbedaan
siger adat saibatin dengan pepadun adalah lekuk pada siger untuk adat saibatin memilikim
lekuk berjumlah tujuh sedangkan adat pepadun memiliki lekuk Sembilan.
Delik adat terjadi tidak selalu karena petugas hukum adat melanggar ketentuan adat yang
dipertahankan, tetapi bias saja terjadi karena yang bersangkutan sendiri merasa dirugikan.
“Apabila ada kerabat yang menurunkan martabatnya, karena anak gadisnya Bersuamikan
lelaki pembantunya atau pembantu orang lain, maka orang tua si Gadis dihukum denda 3 x 12
rial dan 3 ekor kerbau yang senilai harganya. (KRN. 145)”
Dengan Demikian bukan saja perbuatan menghina pemuka adat yang hidup merupakan
perbuaatan yang menganggu keseimbangan melainkan juga perbuatan menghina Poyang
asala keturunan yang sudah dikeramaatkan merupakan perbuatan yang mengganggu
keseimbangan masyaraakat.
Djujor
Djujor adalah dimana Muli yang diambil oleh Mekhanai untuk menjadi istrinya, maka
sang Mekhanai dan Keluarganya harus menyerahkan/membayar Uang Adat kepada
ahli si Muli berdasarkan permintaan dari ahli Keluarga si Muli. Sedangkan
permintaaan si Muli kepada sang Mekhanai disebut Kiluan juga harus
dibayar/dipenuhi oleh sang Mekhanai Kiluan yang menjadi hak si Muli. Dalam
perkawinan djujor dikenal juga istilah Mentudau dan bila ini terjadi berarti si
Muliakan meninggalkan keluarganya dan tidak akan mendapat warisan dari keluarga
si Muli,baik harta dan juga Adoq dari Keluarga asal. Selanjutnya si Muli akan diantar
oleh sanak keluarganya menuju rumah calon suaminya dan sepenuhnya akan
menegakkan rumah tangga dan keluarga pihak suami. Biasanya Muli yang mentudau
ini akan berangkat kerumah suaminya dengan membawa keperluan rumah tangga
yang cukup dimana barang-barang bawaan Kebayan ini dinamakan Benatok,
terhadap barang Benatok hak dan kekuasaannya tetap pada Istri dan Suami tidak
berhak atas Benatok tersebut. (Dalam hal ini djujur menganut system patrineal)
Semanda Lepas
Semanda Lepas dimana sang Pria pergi ke rumah si Wanita untuk menegakkan jurai
dari fihak Istrinya.Sang Pria tidak boleh membawa Istrinya untuk tinggal selamanya
ditempat keluarga Pria walaupun ada persetujuan dari Istri, sebab sudah teradatkan
sang Pria sudah lepas dari ahli Keluarganya dan hidup mati sang Suami adalah
menunggu dari menegakkan Jurai Istri di rumah orang tua Istrinya. (dalam hal ini
semanda lepas menganut system matrineal)
- Pihak Pria tidak mampu memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh pihak
keluarga si Muli
Dalam hal yang demikian bila niat pasangan Muli Mekhanai sudah bulat atau mungkin
karena cintanya yang tidak mungkin dipisahkan, maka keduanya mengambil jalan pintas
tanpa meminta persetujuan kedua Orang Tua [terutama keluarga si Muli] yang dalam Adat
Lampung disebut Sebambangan [Kawin Lari]. Sebambangan adalah tindakan yang
dirahasiakan oleh kedua pasanganterhadap keluarga pihak Muli.Oleh sebab itu pada saat si
Muli akan meninggalkan rumah harus meninggalkan surat sebagai keterangan yang ditujukan
kepada kedua Orang Tuanya yang isinya memberitahukan kepergiannya Sebambangan
dengan siapa dan kemana, selain surat juga meninggalkan sejumlah uang yang berasal dari
sang Mekhanai. Sebelum kedua remaja ini sampai tujuan Sebambangan, apabila Orang Tua
atau keluarga pihak Muli mengetahui tentang kepergian mereka, maka berhak mencegahnya
tetapi apabila sudah sampai ke tujuan maka tidak diperkenankan lagi untuk mencegahnya.
Setibanya kedua remaja ini di Penghulu [Kantor Urusan Agama] maka Orang Tua atau
Keluarga dari pihak Mekhanai berkewajiban untuk memberitahukan Orang Tua dan Keluarga
pihak Muli dengan cara mengantarkan Tapis Tuha atau Sinjang Buppak dan Senjata Pusaka.
BEKHASAN
Bekhasan adalah upaya Musyawarah yang dilaksanakan oleh kedua pihak Keluarga untuk
mencapai Mufakat, materi saat Bekhasan antara lain antara lain adalah:
Status Perkawinan
Dau Balak atau Uang Sidang disebut juga Penggalang Sila
Dau Lunik yaitu permintaan Keluarga pihak Wanita
Kiluan yaitu permintaan si Muli
Semaya yaitu waktu nikah dan waktu buattak
NGITA
Ngita adalah proses lamaran yang dilaksanakan setelah mendapatkan kesepakatan dalam
Bekhasan. Seluruh keperluan untuk pelaksanaan Ngita dimulai dari bahan bakar, beras,
kelapa, buah, dan gulai serta termasuk tenaga kerja disiapkan oleh pihak keluarga Pria. Alat
perangkat Ngita antara lain adalah:
NAYUH/TAYUHAN
Nayuh adalah saat acara adat atau perayaan yang dilaksanakan oleh keluarga besar, Selain
Pernikahan, Tayuhan juga dihelat saat khitanan anak, mendirikan rumah, pesta panen dan
Nettah Adoq. Sebelum dilaksanakan Tayuhan dan Pangan maka lebih dahulu dilaksanakan
rapat keluarga atau rapat adat yang membahas tentang Tayuhan yang dinamakan Himpun.
Pada saat Nayuh inilah baru dipertunjukkan penggunaan perangkat serta alat-alat adat berupa
piranti adat di atas maupun piranti adat di bah yang pemakaiannya disesuaikan dengan
ketentuan adat yang belaku. Untuk persiapan Nayuh biasanya Keluarga besar akan memikul
bersama kebutuhan bersama si empunya Tayuhan yaitu dalam menyiapkan peralatan dan
bahanbahan yang diperlukan.Bahan bahan yang dimaksud seperti:
SEBELUM PERNIKAHAN
a. Nindai/Nyubuk
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis
berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak
Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian
adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.
b. Nunang (ngelamar)
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan
berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang),
yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu
dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
c. Nyirok (ngikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk
memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan
sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis
dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1
meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.
d. Berunding (Menjeu)
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa
dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan
dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.
e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita
dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu
bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan
berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.
f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi.
Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung),
bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh,
agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak
berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.
g. Berparas (meucukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan
membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis,
dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.
Ciri utama bentuk perkawinan jujur adalah pihak laki-laki menyerahkan sejumlah uang jujur
(disebut segheh/ segoh). Segheh bermakna sebagai pengganti pemutusan hubungan sang
wanita dengan keluarganya dan masuk ke dalam keluarga suami atau keluarga laki-laki, yang
umumnya terdiri dari nilai 6, 12, 24 tergantung pada status anak gadis dan keluarganya.
Konsekuensi bentuk perkawinan ini sang isteri putus hubungan dengan keluarganya, dalam
arti bertempat tinggal di rumah pihak laki-laki (keluarga laki laki).
Keturunan atau anak akan mengikuti garis keturunan melalui garis ayah. Ciri bentuk semanda
merupakan kebalikan dari perkawinan jujur, yakni laki-laki masuk ke dalam kelompok
keluarga isteri dan putus jurainya dan keluarga besamya. Anak (keturunannya) akan menarik
garis keturunan melalui garis ibu. upacara perkawinan juga diselenggarakan sebagai upaya
untuk menggambarkan tingkat budaya suatu masyarakat tertentu yang perlu dilestarikan, dan
mungkin bisa digunakan sebagai upaya memberikan dorongan anggota masyarakat Lampung
untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja.
Sehingga akan memberikan dampak pada peningkatan taraf hidup, mengembangkan potensi
diri dalam berbagai bidang kehidupan (pendidikan, usaha mandiri, dan sebagainya). Upacara
perkawinan dimaksudkan sebagai upaya penegasan dan sumber motivasi bagi keluarga baru,
untuk mempertahankan keutuhan keluarga di masa mendatang dalam menghadapi berbagai
hambatan tantangan, agar selalu mawas diri. Upacara perkawinan juga dimaksudkan sebagai
visualisasi dari perjuangan untuk hidup berumah tangga yang penuh dengan liku-liku,
merupakan konsekuensi hidup.
Upacara perkawinan yang ideal menurut masyarakat Lampung adalah upacara perkawinan
pineng ngerabung sanggar, pada prinsipnya perkawinan ini harus melakukan upacara (gawi)
ditem gadis dan begawi di tempat bujang, dan masing-masing tahap han memotong kerbau
atau sapi. Setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga bujang dan gadis
tentang tanggal, hari yang pasti, maka keluarga gadis melakukan musyawarah keluarga
beserta kerabatnya.
Selanjutnya keluarga dan atau penyimbang gadis menyampaikan maksud dan tujuan untuk
melakukan acara perkawinan pineng ngerabung sanggar, kepada ketua adat yakni
penyimbang adat kampung dan sekaligus menyerahkan kepada penyimbang kampung untuk
melaksanakan upacara. Kecuali itu pihak keluarga membentuk sekelompok orang yang
mempunyai tugas sebagai pekerja dan disebut dengan memattuan.
Setelah ketua adat (penyimbang) kampung menerima tugas tersebut, maka ia mengundang
seluruh penyimbang kampung. Mereka mengadakan suatu musyawarah (perwatin) untuk
membicarakan segala sesuatu yang menyangkut upacara, biasanya dilaksanakan antara 4 hari
sampai dengan 5 hari sebelum hari pelaksanaan. Pada umumnya musyawarah tersebut
membicarakan: pembentukan personalia pelaksanaan dan pengatur gawi (panitia gawi),
pembahasan silsilah keluarga yang mengadakan gawi, keputusan musyawarah (perwatin)
secara lengkap dilaporkan kepada keluarga yang begawi melalui lalang (biasanya terdiri dari
2 orang penyimbang yang berstatus sebagai penghubung), apabila laporan musyawarah dapat
disetujui oleh keluarga maka acara gawi dapat dilanjutkan pada hari yang telah ditentukan.
Kemudian membicarakan masalah persiapan sarana, prasarana, dan personil. Pelaksanaan
gurau tari (upacara gawi), maknanya adalah visualisasi dari segala sesuatu yang telah
disepakati dalam musyawarah perwatin adat kampung.
Secara umum rancamaya tahap demi tahap acara gawi ini sepenuhnya dikendalikan oleh
penglaku tuho. Pelaksanaan guraw tarei ini melalui beberapa tahap acara, antaranya ngekuruk
temui, cangget pilangan, temew diluncur dan patcah aji (nikah menurut adat kampung),
bebek. (ngittarken) pelepasan mempelai wanita (dilakukan serah terima gadis kepada
keluarga bujang). Acara ngekuruk temui (menjemput tamu), acara ini dilaksanakan pada
siang hari tergantung kesepakatan para tamu dan dipersiapkan di ujung kampung sang gadis.
Kemudian dijemput oleh para perwatin kampung sang gadis, posisi kedua belah pihak saling
berhadapan. Setelah semua unsur prosesi tertata rapi kemudian dilanjutkan dengan acara
memotong rintangan (appeng). Rintangan ini terdiri dari sehelai kain putih yang panjangnya
antara 2 meter sampai dengn 3 meter (secukupnya), sebagai pembatas kedua belah pihak
yang sedang melaksanakan prosesi dan masing-masing juru bicara berdiri berhadapan. Juru
bicara pihak gadis menanyakan maksud dan tujuan, kemudian dijawab juru bicara pihak
bujang (semua perbicangan tersebut mempergunakan bahasa kiasan atau bahasa adat). Acara
ini dilaksanakan sekurang-kurangnya 2 kali, yakni appeng mergo dan appeng anek.
Setelah selesai acara di atas seluruh rombongan bujang dipandu menuju sessat, kemudian
acara ditutup dengan acara makan bersama. Kemudian rombongan diantar ke rumah yang
telah dipersiapkan untuk beristirahat, sambil menantikan acara cangget bilangan pada malam
harinya. Cangget pilangan, maksud dari acara ini adalah perpisahan antara calon mempelai
wanita dengan keluarga, kerabat, sahabat, dan seluruh anggota masyarakat kampungnya.
Keseluruhan acara cangget pilangan tersebut dilaksanakan di sesat,
selanjutnya acara kegiatan cangget ini adalah sebagai berikut:
Hampir semua perhiasan pada pakaian untuk upacara adat terdiri dari benda-benda yang
dibuat dari emas, perak, dan kuningan. Kain tapis yang dikenakan adalah kain tenun dengan
hiasan sulaman benang emas dan atau rekatan kuningan. Antara daerah satu dengan daerah
yang lain terdapat perbedaan namanya, di daerah adat pepadun tidak semua orang memakai
pakaian perhiasan tersebut, kecuali mereka yang berhak yakni orang yang berasal dari
golongan kerabat penyimbang. Demikian pula di daerah yang beradat saibatin, pakaian
perhiasan ini hanya dikenakan oleh orang-orang dari golongan saibatin saja.
Upacara adat perkawinan pada umumnya, bagi masyarakat Lampung sampai sekarang masih
tetap dilaksanakan. Meskipun pada kondisi sosial ekonomi tertentu ada tahapan dan peralatan
yang mengalami perubahan atau ditiadakan. Sampai sekarang hamper seluruh tahapan
upacara adat perkawinan, pada umumnya telah mengalami peringkasan dan disederhanakan,
seperti acara nunang dan prosesi gawi adat perkawinan pada umumnya. Ternyata pihak pihak
yang melaksanakan gawi balak pada tahun-tahun terakhir, pada umumnya adalah mereka
yang memiliki kesanggupan ekonomi.
a. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan
dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam,
yaitu :
1. Maro Nanggep
2. Cangget pilangan
3. Temu di pecah aji
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai
wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau
dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau
memotong Appeng dengan alat terapang.
Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan
berupa :
• dodol,
• urai cambai (sirih pinang),
• juadah balak (lapis legit),
• kue kering, dan
• uang adat.
Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di
kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua
mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
PAKAIAN PERKAWINAN ADAT LAMPUNG
Lampung adalah provinsi paling selatan yang ada di Pulau Sumatera. Letaknya yang
berdekatan dengan Pulau Jawa membuat Lampung pada masa silam menjadi salah satu tujuan
transmigrasi penduduk Jawa. Ini menyebabkan penduduk yang mendiami provinsi ini sangat
heterogen. Ada banyak suku bangsa yang tinggal di provinsi ini, di antaranya suku Jawa,
Sunda, Bali, dan suku Lampung sendiri.
Pakaian Adat Lampung Kendati memiliki penduduk dari suku yang heterogen, kebudayaan
masyarakat asli Lampung sendiri hingga kini masih tetap lestari. Salah satu peninggalan
budaya tersebut yang saat ini masih dapat sering kita lihat adalah pakaian adat Lampung.
Pakaian adat Lampung adalah peninggalan budaya Lampung yang sangat khas dan memiliki
nilai seni yang tinggi. Pakaian adat ini sering digunakan para pengantin sebagai simbol
kebesaran budaya Lampung. Pakaian ini juga kadang digunakan dalam pertunjukan seni tari
daerah Lampung, seperti tari sembah, tari bedana, dan lain sebagainya.
Baju Adat Lampung untuk Laki-laki Pakaian adat laki-laki suku Lampung umumnya cukup
sederhana, yakni berupa baju lengan panjang berwarna putih, celana panjang hitam, sarung
tumpal, sesapuran dan khikat akhir. Sarung tumpal adalah kain sarung khas Lampung yang
ditenun menggunakan benang emas. Sarung ini digunakan di luar celana, mulai lutut hingga
pinggang. Setelah sarung, sesapuran atau sehelai kain putih dengan rumbai ringgit diikatkan
di luar sarung, sementara khikat akhir atau selendang bujur sangkar dilingkarkan ke pundak
menutupi bahu. Baju adat pengantin laki-laki suku Lampung dilengkapi dengan beragam
pernik perhiasan. Sedikitnya ada 8 perhiasan yang biasanya dikenakan oleh laki-laki, di
antaranya kopiah emas beruji, perhiasan leher berupa kalung, perhiasan dada, perhiasan
pinggang, dan perhiasan lengan. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa perhiasan
tersebut: Kalung papan jajar adalah kalung dengan gantungan berupa 3 lempengan siger kecil
atau perahu yang tersusun dengan ukuran berbeda. Filosofi dari kalung ini adalah simbol
kehidupan baru yang akan mereka arungi dan dilanjutkan secara turun temurun. Kalung buah
jukum adalah kalung dengan gantungan berupa rangkaian miniatur buah jukum sebagai
perlambang doa agar mereka segera mendapatkan keturunan. Selempeng pinang adalah
kalung panjang berupa gantungan menyerupai buah atau bunga. Ikat pinggang yang bernama
bulu serti dilengkapi dengan sebuah terapang (keris) yang menjadi senjata tradisional khas
Lampung. Gelang burung adalah gelang pipih dengan aksesoris bentuk burung garuda
terbang. Gelang yang dikenakan di lengan tangan kanan dan kiri ini melambangkan
kehidupan panjang dan kekerabatan yang terjalin setelah menikah. Gelang kano adalah
gelang menyerupai bentuk ban. Gelang yang dikenakan pada lengan kiri dan kanan di bawah
gelang burung ini melambangkan pembatasan atas semua perbuatan buruk setelah menikah.
Gelang bibit adalah gelang yang dikenakan di bawah gelang kano. Gelang ini melambangkan
doa agar segera mendapatkan keturunan. Baju Adat Lampung untuk Wanita Pakaian
pengantin wanita adat Lampung tidak begitu berbeda dengan pakaian laki-lakinya.
Sesapuran, khikat akhir, sarung rumpai (tapis) juga terdapat pada pakaian pengantin wanita
ini. Akan tetapi, pada wanita terdapat perlengkapan-perlengkapan lain yang menambah nilai
filosofis dan estetis di antaranya selappai, bebe, katu tapis dewa sano. Selappai adalah baju
tanpa lengan dengan tepi bagian bawah berhias rumbai ringgit, bebe adalah sulaman benang
satin berbentuk bunga teratai yang mengambang, sedangkan katu tapis dewa sano adalah
rumpai ringit dari kain tapis jung jarat. Meski pakaian adat Lampung untuk wanita terkesan
sederhana, akan tetapi ada cukup banyak aksesoris yang harus dikenakan. Di antaranya siger,
seraja bulan, peneken, selapai siger, subang, kembang rambut, serta berbagai perhiasan leher
dan dada.
1. Siger Siger adalah mahkota emas khas yang dikenakan di kepala pengantin wanita.
Mahkota ini melambangkan keagungan adat budaya Lampung. Siger memiliki 9 ruji,
menandakan bahwa ada 9 sungai besar yang terdapat di Lampung, yaitu Way
Semangka, Way Sekampung, Way Seputih, Way Sunkai, Way Abung Pareng, Way
Tulang Bawang, Way Kanan, dan Way Mesuji.
2. Seraja Bulan Seraja bulan adalah mahkota kecil beruji 3 yang terletak di atas siger
dengan jumlah sebanyak 5 buah. Aksesoris pakaian adat Lampung ini memiliki
filosofi sebagai pengingat bahwa dahulu ada 5 kerajaan yang sempat berkuasa di
Lampung, yaitu kerajaan ratu dibelalau, ratu dipuncak, ratu dipunggung, ratu
dipemangilan, dan ratu darah putih. Selain itu, seraja bulan juga bisa melambangkan 5
falsafah hidup masyarakat adat Lampung, di antaranya piil pesengiri (rasa harga diri),
nemui nyimah (terbuka tangan), nengah nyappur (hidup bermasyarakat), juluk adek
(bernama bergelar), dan sakai sembayan (gotong royong).
3. Subang Subang adalah perhiasan yang digantungkan di ujung daun telinga. Subang
biasanya berbentuk menyerupai buah kenari dan terbuat dari bahan emas. Pada
subang terdapat beberapa kawat kuning bulat lonjong yang berfungsi sebagai
sangkuatan umbai-umbai.
4. Perhiasan Leher dan Dada Beberapa perhiasan leher dan dada yang terdapat dalam
pakaian adat Lampung antara lain kalung buah jukum, kalung ringit, dan kalung
papanjajar. Kalung papanjajar adalah kalung dengan gantungan 3 lempengan siger
kecil atau perahu yang menjadi simbol kehidupan baru bagi para pengantin, kalung
ringit adalah kalung dengan aksesoris sembilan buah uang ringit, sedangkan kalung
buah jukum adalah kalung berbentuk menyerupai buah jukum yang dirangkai sebagai
simbolis agar mereka segera mendapat keturunan.
SESUDAH PERNIKAHAN
a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda
empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita
dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa
tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan
putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan.
Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya
hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal
bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan
perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah
liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek
dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah
tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria
naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik
temen, yaitu kamat tidur utama.
Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut
mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.
Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang
dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk
tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata :
1. sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk
mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai
wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi
cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud
agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada
gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk
pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
Eksogami untuk masyarakat pepadun yang mengutamakan pernikahan dengan kasta yang
sama artinya masyarakat pepadun hanya bisa menikah dengan masyarakat memiliki
kedudukan. Dalam masyarakat pepadun adatnya lebih kental berbeda dengan masyarakat adat
saibatin.
Indogami untuk masyaraat saibatin karena daerah adat saibatin memiliki wilayah pesisir
sehingga memudahan pendatang untuk masuk kedalam masyarakat ini, mengakibatkan
percampuran atau pernikahan dengan luar suku. Masyarakat saibatin sendiri terbuka untuk
pendatang sehingga mengakibatkan tumbuhnya masyarakat baru dalam wilayah tersebut
contohnya, terbentuk kampung yang didalamnya terdapat mayoritas orang jawa.
Ciri Khas Adat Budaya Lampung
Ciri khas merupakan sebuah identitas yang berbeda dengan yang lain karena jarang
dimiliki/jarang di lakukan. maka dari itu ciri khas adalah suatu hal yang unik dalam sebuah
identitas sehingga ciri khas dapat menimbulkan sebuah bentuk/identitas.
Ciri khas dalam kebudayaan merupakan sebuah identitas/kebiasaan unik yang biasa
dilakukan oleh masyarakat sekitar pada daerah tersebut, dalam hal ini. Ciri khas tersebut
membuat sebuah perbedaan dari masyarakat adat lain karena adanya perbedaan kebiasaan
dalam kehidupannya sehari hari. Hal ini terus berlanjut sehingga ciri khas yang menjadi
kebiasaan tersebut akhirnya menjadi sebuah kebudayaan sebuah masyarakat yang akhirnya di
budidayakan dan di wariskan turun temurun & bahkan dilakukan sampai saat ini. Adapun ciri
khas daripada adat budaya Lampung:
Pada sisi depan rumah adat ini terdapat ukiran ornamen bermotif perahu yang menjadi ciri
khas. Hal lain yang khas di rumah adat ini adalah hiasan payung-payung besar berwarna
putih, kuning, dan merah pada bagian atapnya, payung-payung tersebut merupakan lambang
dari tingkat tetua adat bagi masyarakat tradisional Lampung. Secara fisik Nuwo Sesat
berbentuk rumah panggung bertiang. Sebagian besar material dari rumah adat ini terbuat dari
papan kayu. Dahulu rumah adat Nuwo Sesat beratap anyaman ilalang, namun seiring
perkembangan zaman penggunaan ayaman ilalang tergantikan dengan genting.. Perubahan
rumah adat Lampung dapat dilihat antara lain pada ruang di bawah rumah yang disebut Bah
Nuwo. Sekarang rumah adat Nuwo Sesat tidak lagi menjadi ruang pertemuan tetua adat,
tetapi sebagai tempat tinggal biasa.
· KAIN TAPIS
Yaitu pakaian suku lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas
denga motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan system sulam.
Kain tapis dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga ataupun muli lampung ‘gadis lampung’
yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan memenuhi tuntutan adat
istiadat yang dianggap sacral.
· TARI-TARIAN
yaitu tari sigekh penguten dan tari bedana :
yaitu tarian yang biasanya dipakai untuk menyambut tamu dalam acara
pernikahan dan acara lain, bentuk tarian ini berisikan wanita dan mengambarkan
kebiasaan wanita lampung yang lemah gemulai dan salah satu penari membawa kotak
sirih dan diberikan kepada tamu penting atau ketua adat sebagai penghormatan.
Tari bedana yaitu tarian yang diperankan oleh muda-mudi “muli-mekhanai”
lampung yang berisikan makna bagaimana muli-mekhanai lampung bergaul dalam
kehidupan sehari-hari tarian ini dipakai dakam acara pernikahan dan acara adat
lainnya.
· GAJAH LAMPUNG
Lampung terkenal dengan gajahnya yang ada di waykambas. Tugu ini memiliki arti bahwa
gajah lampung terkenal dengan atraksi yg biasa masyarakat lampung segani. Dilampung
sendiri memiliki sekolah gajah yang berada di taman waykambas, berupa kegiatan mengajari
gajah berhitung, main bola dan atraksi lainnya. Taman Nasional Way Kambas adalah taman
nasional perlindungan gajah yang terletak di daerah Lampung tepatnya di Kecamatan
Labuhan Ratu, Lampung Timur, Indonesia. Selain di Way Kambas, sekolah gajah (Pusat
Latihan Gajah) juga bisa ditemui di Minas, Riau. Gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus) yang hidup di kawasan ini semakin berkurang jumlahnya. Taman Nasional Way
Kambas berdiri pada tahun 1985 merupakan sekolah gajah pertama di Indonesia. Dengan
nama awal Pusat Latihan Gajah (PLG) namun semenjak beberapa tahun terakhir ini namanya
berubah menjadi Pusat Konservasi Gajah (PKG) yang diharapkan mampu menjadi pusat
konservasi gajah dalam penjinakan, pelatihan, perkembangbiakan dan konservasi. Hingga
sekarang PKG ini telah melatih sekitar 300 ekor gajah yang sudah disebar ke seluruh penjuru
Tanah Air. Di Way Kambas juga tedapat International Rhino Foundation yang bertugas
menjaga spesies badak agar tidak terancam punah.
2. Tempuyak
Adalah salah satu makanan yang menurut saya aneh karena bahan dasarnya terbuat dari buah
durian. Durian yang sudah matang dipisahkan dari bijinya dan dicampuri bumbu sambal
sesuai selera, tempoyak bisa jadi pengganti sambal untuk masyarakat lampung.
3. Segubal
Adalah makanan yang terbuat dari beras ketan yang dikukus terlebih dahulu dan dibungkus
daun pisang. Segubal bisa dimakan langsung atau digoreng terlebih dahulu. Ulun lampung
biasanya memakan segubal dicampur dengan tapai atau ketan hitam yang sudah difermentasi.
Institusi Pemerintahan Adat yang paling bawah disebut “Lamban”. Institusi ini
dipimpin oleh seseorang yang disebut “Khagah” [Khagah ni Lamban]. Beliau ini
diberi Adoq [Gelar Adat] “Minak, Kimas, Mas/Itton”. Tutokh [Panggilan
Kekeluargaan/Panggilan Kekerabatan] kepada beliau adalah “Bapak Lunik [Pak
Lunik]” dan atau “Pak Cik”.
Himpunan/Kumpulan dari beberapa Lamban disebut “Kepu/Kebu”. Institusi
ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan yang tertua diantara mereka. Beliau
ini diberi Adoq “Khadin”. Tutokh kepada beliau adalah “Bapak Tengah [Pak Ngah]”
Himpunan/Kumpulan dari beberapa Kepu/Kebu disebut “Sumbai”. Institusi ini
dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan yang tertua diantara mereka. Beliau ini
diberi Adoq “Batin”. Tutokh kepada beliau adalah “Bapak Balak [Pak Balak]” dan
atau “Tuan Tengah”
Himpunan/Kumpulan dari beberapa Sumbai disebut “Suku/Jukku”. Institusi
ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan yang tertua diantara mereka. Beliau
ini diberi Adoq “Khaja/Depati”. Tutokh kepada beliau “Bapak Batin [Pak Batin]”
Himpunan/Kumpulan dari beberapa Suku/Jukku disebut
“Paksi/Buway/Marga”. Institusi ini dipimpin keturunan yang tertua diantara mereka.
Beliau ini diberi Adoq “Sultan/Pangeran/Dalom”. Tutokh kepada beliau adalah
“Bapak Dalom [Pak Dalom]”.
Dengan demikian seseorang yang memiliki Adoq Suttan/Pangeran/Dalom
salah satu syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma [Bawahan /Anak Buah]
setidaknya empat orang yang bergelar Khaja. Demikian juga seorang yang memiliki
Adoq Khaja/Depati syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma setidaknya empat
orang yang bergelar Batin. Seseorang yang memiliki Adoq Batin syaratnya adalah dia
telah memiliki Jamma setidaknya empat orang yang bergelar Khadin. Seseorang yang
memiliki Adoq Khadin syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma setidaknya empat
orang yang beradoq Minak/Kimas/Mas/Itton. Petutokhan [Panggilan
Kekeluargaan/Panggilan Kekerabatan] disesuaikan dengan tingkatan seseorang
didalam Adat. Beberapa Petutokhan mungkin agak berbeda disetiap Paksinya.
BAB III
PENUTUP
Lampung dikenal dengan sebutan "Sai Bumi Khua Jukhai", secara Bahasa artinya
Satu Bumi Dua Cabang. Sedangkan berdasarkan Makna yaitu "Sai Bumi (satu Bumi)"
bermakna suku bangsa yang mendiami satu wilayah yang berasal dari keturunan yang
sama, dan "Khua Jukhai (Dua Cabang)" bermakna dua jenis adat istiadat yang dikenal di
masyarakat.
Dari semboyan diatas kita mengenal dua adat istiadat yang ada di masyarakat
Lampung yaitu Sai Batin dan Pepadun. "Sai Batin" berarti Satu Penguasa (Raja)
sedangkan "Pepadun" berarti Tempat Duduk Penobatan Penguasa.
Dua kekayaan adat yang dimiliki masyarakat lampung tersebut yaitu Adat Sai Batin
dan Adat Pepadun perlu dijaga kelestariannya. Karena walaupun berbeda tetapi tetapi
berasal dari akar rumput yang sama yaitu Hulun Lampung. Perbedaan itu indah dan
menjadikan kita kaya tradisi dan budaya.
Tetapi yang perlu kita waspada adalah mulai lunturnya kepedulian generasi muda kita
akan mengenal dan melestarikan Adat Budaya Lampung itu sendiri. Seharusnya kita
mengenalkan kepada mereka seni adat budaya lampung dengan setiap ada kesempatan
mengajak mereka ikut serta dalam perhelatan upacara adat lampung, sehingga untuk masa
yang akan datang Adat Budaya Lampung tidak akan punah.
DAFTAR PUSTAKA
Puspawidjaja, Rizalni, dkk, 1994. Adat dan upacara perkawinana adat
lampung. Jakarta
Sitoris, dkk, 1996. Intergrasi nasional, suatu pendekatan budaya masyarakat
lampung. Bandar lampung
Fahruddin 1996. Faisafah piil pesenggiri, sebagai norma tatakrama kehidupan
social masyarakat lampung. Bandar lampung
Badikusuma, Himan, 1996. Adat istiadat daerah lampung. Bandar lampug
Julia maria, 1993. Kebudayan orang manggala lampung. Jakarta
Hadikusuma, H. (penerjemah)kuantar raja niti, Bandar lampung 1986
Imron, Ali. 2005. Pola perkawinanlampung. Bandar lampung
Ikhwan, Muhammad. 1996. Wujud, Arti dan fungsi puncak-
puncakkebudayaan lamadan asli bagi masyarakat lampung. Provinsi lampung
Hadikusuma , hilman. 1989. Masyarakat dan Adat lampung. Bandung
Hadikusuma , Hilman. 1996. Adat istiadat daerah lampung . lampung. kanwil