Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TINJAUAN YURIDIS KEBUDAYAAN CAROK MASYARAKAT MADURA


BERDASARKAN ANTROPOLOGI HUKUM

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Hukum Kelas I yang dibina oleh
dosen Solehuddin S.H., M.H.

Disusun oleh :
Teuku Adriansyah Muslim (31) 195010107111052
Dewa Sakti Pamungkas (32) 195010107111061
Natalina Christyanti Agatha (33) 195010107111070
Shasha Shava Shasila (34) 195010107111076
Audrey Tania (35) 195010107111084
Achmad Agung Akbar Alfiansah (36) 195010107111117
Kalvin Wahyu Julius (37) 195010107111120
Eka Putri Cahyani (38) 195010107111157
Farida Indri Kurniawati (39) 195010107111158
Farid Indra Kurniawan (40) 195010107111159

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kerena rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah yang berjudul “Tinjauan Yuridis
Kebudayaan Carok Masyarakat Madura Berdasarkan Antropologi Hukum”. Penulis menyadari
bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak dan juga
referensi-referensi yang penulis dapatkan dari buku, jurnal maupun sumber internet.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Sholehudin, SH., MH selaku dosen pembimbing mata kuliah Antropologi
Hukum Kelas I
2. Serta anggota kelompok 4 yang telah membantu dalam penulisan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis sehingga makalah
ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membaca.

Malang, 14 November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….………...…....…………. 1
DAFTAR ISI…………………………………………..……………………….....………………... 2
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………..……………….…………………………… 3
1.1 Latar Belakang…………………………………………..……………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah………..…..………………………….………………..………………………… 4
1.3 Tujuan……………………..…….…………………………..……………………………………………. 4
BAB 2 PEMBAHASAN………………………..……………………………………….………….. 5
2.1 Budaya Carok Masyarakat Madura…………………………………………………..………….. 5
2.2 Karakteristik Masyarakat Madura……………………………………..……...…………………...6
2.3 Kebudayan Carok dilihat dari Segi Antropologi……………………...……...……………... 7
BAB 3 PENUTUP……………………………………………………….………….…………….... 9
3.1 Kesimpulan………………….……………………………….……………….……………………….... 9
3.2 Saran…………………………………………………...……………….…………………………..…….. 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………….…………………………………………... 10

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan potensi kebudayaan yang beraneka ragam dan
tersebar pada tiap daerah. Contohnya adalah Madura, masyarakat Madura memiliki budaya
yang unik dan khas, budaya tersebut dianggap sebagai jati diri masyarakat madura dalam
berperilaku serta berkehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah budaya Carok, Carok
adalah pemulihan harga diri ketika harga diri seseorang diinjak oleh orang lain dalam hal
harta, tahta, tanah, dan wanita. Intinya tradisi carok ini tradisi untuk mempertahankan
kehormatan seseorang.
Bagi orang Madura harga diri merupakan nilai budaya yang hingga saat ini masih
dijunjung tinggi. Harga diri adalah nilai yang mendasar bagi orang Madura dan ukuran
eksistensi diri. Oleh karenanya, harga diri merupakan hal penting yang harus dipertahankan
agar tidak direndahkan. Carok merupakan kearifan lokal tradisional orang Madura karena
budaya ini di wariskan turun-temurun sudah sejak lama dan tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat Madura. Carok dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang memang tidak
dapat diselesaikan dengan berunding atau bermusyawarah, Carok dapat diartikan sebagai
jalan terakhir orang Madura untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan perasaan
malo (malu).
Carok sendiri sebenarnya merupakan gejala sosial yang terjadi pada masyarakat
Madura yang menganut prinsip-prinsip moral. Carok merupakan perbuatan yang dianggap
sebagai penghukuman yang secara fungsional merupakan kontrol terhadap setiap perilaku
yang dianggap mengganggu atau mengancam kemanusiaan. Secara sadar atau tidak
masyarakat Madura telah menyepakati sebagai suatu norma yang mesti dijalankan apabila
terjadi suatu gangguan atau penodaan terhadap kehormatan atau harga diri.1
Carok merupakan kebudayaan yang menarik karena carok merupakan penyelesaian
perkara di dalam masyarakat madura secara turun temurun. Namun di Indonesia sendiri
memang belum ada peraturan yang resmi mengenai budaya penyelesaian perkara dengan
Carok ini karena carok ini dapat dianggap sebagai budaya yang negatif yang melanggar
hukum. Carok merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa pada masyarakat
Madura. Penyelesaian ini merupakan penyelesaian yang menggunakan jalur kekerasan,
penyelesaian dengan menggunakan jalur kekerasan ini sering kali tidak berakhir dengan
damai bahkan dapat memunculkan sengketa yang lain.

1
http://www.alekkurniawan.com/2009/05/menyikapi-budaya-carok-dalam-masyarakat.html. di unduh pada
tanggal 09 November 2021 Pukul 06.00

3
Kata carok telah menjadi istilah teknis yang mengandung makna tertentu yaitu carok
adalah perkelahian bahkan tidak lagi berarti perkelahian biasa melainkan pembunuhan atau
penganiayaan yang mempunyai alasan yang khusus dalam kajian sosiologis dapat diartikan
secara khusus sebagai suatu kebiasaan atau setidak-tidaknya sebagai pola perilaku yang
berfungsi di lingkungan masyarakat Madura sebagai suatu modus. Acapkali secara sepihak
untuk menyelesaikan sengketa sengketa yang menyangkut soal martabat dan harga diri.
Carok suatu merupakan perkelahian bersenjata tajam antara seorang dengan orang lain
atau suatu kelompok dengan kelompok yang lain yang lazim didahului dengan perjanjian
mengenai waktu dan tempat.
Penelitian tentang budaya Carok dalam masyarakat Madura sangat menarik untuk
dikaji setidak-tidaknya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: pertama bahwa tradisi
Carok memiliki konotasi dan persepektif yang negatif bagi masyarakat luas. Carok diartikan
pembunuhan sebagai upaya balas dendam, akan tetapi Carok memiliki makna yang berbeda
bagi masyarakat Madura karena berkaitan dengan pemulihan harga diri. Berdasarkan adanya
benturan makna atas Carok tersebut maka hal ini menarik untuk diangkat sebagai tulisan
dalam penelitian ini. (Singgih, 2008) 2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Carok?
2. Bagaimana Karakteristik Masyarakat Madura?
3. Bagaimana Kebudayaan Carok ini bila dilihat dari segi antropologi?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan mengenai budaya Carok yang ada di masyarakat madura
2. Menjelaskan mengenai karakteristik masyarakat madura
3. Menjelaskan mengenai kebudayaan Carok dari segi antropologi

2
Arianto Henry, Krishna, Tradisi Carok Pada Masyarakat Adat Madura (Online), 2011,
https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Formil/article/view/772/705

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Budaya Carok Masyarakat Madura


A. Latif Wiyata menjelaskan bahwa carok merupakan tindakan atau suatu upaya
pembunuhan menggunakan senjata tajam umumnya celurit, yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap laki-laki lain yang telah dianggap melakukan pelecehan terhadap harga diri
terutama pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan perselingkuhan (gangguan terhadap
istri), pencemaran nama baik (gangguan terhadap kehormatan), dan yang terakhir
pembunuhan (tindakan balas dendam atas kematian kerabat dekatnya). Kesemua
tindakan-tindakan tersebut menurut orang Madura merupakan perilaku menghina terhadap
kehormatan dan harga diri. Penyebab dilakukanya carok adalah adanya permasalahan antar
perorangan atau antar kelompok yang menyinggung harga diri para pihaknya. berdasarkan
prinsip yang diyakini masyarakat madura yaitu membalas sesuatu sama persis dengan
perbuatan yang diterimanya, jika ada keluarga yang terbunuh maka akan membalas dengan
cara yang sama.
Tradisi carok juga merupakan cara terakhir bagi para pihak untuk menyelesaikan
suatu masalah setelah cara musyawarah tidak bisa menghasilkan kepuasan kepada para
pihak yang bermasalah. Dalam pelaksanaanya carok dibagi cara yaitu ngonggai dan nyelep.
ngongai yaitu menantang lawan secara terang-terangan dengan mendatangi rumahnya.
Sedangkan nyelep yaitu menyerang saat lawan dalam keadaan lengah. Carok dapat terjadi
secara mendadak tanpa persiapan bilamana terjadi pelecehan harga diri secara tiba-tiba.
Jika berdasarkan budaya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum
melakukan carok yaitu kesiapan fisik, mental, dan mempersiapkan materi untuk biaya
mempersiapkan carok dan biaya setelah carok itu selesai dilakukan seperti pemakaman dan
biaya untuk meringankan hukuman dalam putusan sidang peradilan. Carok sendiri biasanya
dilakukan pada tempat yang terpencil dan jauh dari pemukiman agar pelaksanaanya tidak
diganggu oleh warga, para pelaku juga biasanya mensucikan diri terlebih dahulu dengan
cara mandi besar sebagai bukti kesiapanya jika setelah carok meninggal dunia.
Berdasarkan hukum formil yang ada dampak dilakukanya tradisi ini pasti membuat
para pihaknya yang memenangkan carok melanggar aturan yang ditetapkan dalam KUHP,
sehingga pihak tersebut bisa diberi sanksi juga berdasarkan apa yang sudah disebutkan
dalam KUHP, namun dalam kenyataannya sanksi hukuman yang diberikan justru tidak
konsisten diterapkan. sedangkan bagi pihak yang kalah pasti akan berdampak pada
keluarganya terutama perekonomian keluarganya.

5
2.2 Karakteristik Masyarakat Madura
Suku Madura adalah salah satu suku bangsa asli dari Indonesia yang banyak
mendiami pulau Madura dan wilayah Tapal Kuda Provinsi Jawa Timur. Sebagai suku bangsa
terbesar keempat setelah Jawa, Sunda, dan Bali, suku Madura tentu memiliki karakteristik
tersendiri yang unik yang membedakan dengan suku yang lainnya. Berikut ini karakteristik
suku Madura berdasarkan pengetahuan penulis yang sekaligus sebagai orang Madura.
a. Menjunjung tinggi harga diri
Setiap suku bangsa pastinya memiliki harga diri yang harus dijunjung tinggi sebagai
bentuk perwujudan dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqo'). Semua orang yang
dihina pasti akan marah, baik marah sebatas di hati atau dengan melakukan aksi. Jika pada
umumnya orang yang bertengkar disebut berkelahi, maka istilah yang dipakai di suku ini
adalah carok. Istilah ini berarti berkelahi dengan menggunakan senjata khas Madura yaitu
celurit dan berakhir jika salah satu pihak mati terbunuh.
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang Madura yang mulai mengenyam
pendidikan, mulai mengerti agama terutama agama Islam, dan mulai mengerti tentang
hukum, tradisi carok ini sudah mulai luntur. Tetapi, mereka pada dasarnya tetap bereaksi jika
dihina atau dibuat malu atau dibuat marah meskipun tidak sampai mengajak carok. Hal ini
pernah saya temui langsung di masyarakat.
b. Mayoritas beragama Islam
Masyarakat suku Madura hampir 100% memeluk agama Islam. Bahkan, agama ini
telah mengubah mereka ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, dengan Islam, orang
Madura belajar bersabar saat dihina atau marah sehingga tidak sampai carok. Islam juga
mempengaruhi budaya mereka.
Sebagai contoh, setiap rumah adat Madura yaitu tanean lanjhang pasti memiliki
mushola yang digunakan tempat untuk sholat, tasyakuran, dan sebagainya. Selain itu,
masyarakat Madura dikenal rajin dan taat terhadap perintah agama. Seperti yang pernah
saya ketahui dan saksikan, mereka banyak mendirikan pondok pesantren. Sebagian dari
mereka juga berusaha untuk menabung agar bisa berangkat ke baitullah untuk menunaikan
ibadah haji.
c. Memuliakan tamu
Salah satu sifat yang patut ditiru dari suku Madura adalah suka memuliakan tamu.
Setiap ada tamu yang datang, orang Madura pasti akan menyiapkan makanan berat (bukan
hanya kudapan / snack), apalagi tamu yang jauh. Satu hal yang harus Anda ketahui bahwa
orang Madura akan merasa terhormat jika si tamu mau menghabiskan makanan yang
disajikannya.

6
Jika tidak dihabiskan atau tidak dimakan sedikit pun, bagi mereka hal itu tidak
menghormatinya sehingga membuat pemilik rumah berpandangan negatif kepada tamu
tersebut. Jadi, jika Anda bertamu di rumah orang Madura dan disuguhi sepiring nasi, Anda
harus menghabiskan itu. Jangan sampai tersisa.
d. Memiliki Sebutan Sanggit
Dalam kesehariannya, Suku Madura menggunakan bahasa Madura dalam
berkomunikasi sehari – hari dengan masyarakat sekitar. Bahasa Madura memiliki berbagai
dialek seperti Bangkalan, Sampang, Pamekasan,Sumenep, da Kangean. Dalam dialek –
dialek tersebut terdapat berbagai perbedaan yang mendasarinya dalam pelafalan ataupun
pengucapan bahasa.
Bagi orang Madura, saat mereka mendengarkan orang Madura lain yang bahasanya
agak berbeda darinya terasa aneh, maka dari perbedaan yang ada mereka saling mengecap
lawan bicaranya dengan sebutan sanggit (aneh).
e. Rajin dan Pekerja Keras
Orang Madura sangatlah rajin dalam bekerja. Meskipun dari segi penghasilannya
yang minim, namun mereka adalah orang yang memiliki etos kerja tinggi dan ketekunan.
Bahkan mereka tidak peduli sekecil apapun penghasilannya, bahkan mereka masih
menyempatkan dirinya untuk menabung agar bisa menunaikan ibadah haji.
f. Peduli terhadap sesama
Orang Madura mempunyai rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesamanya orang
Madura, bahkan mereka seringkali berbagi makanan antar sesama orang Madura. Umumnya
mereka melakukan tersebut dengan saling balas – berbalas. Solidaritas tersebut semakin
dirasakan saat mereka bertemu dalam perantauan, mereka seringkali menyebut orang
sesama Madura dengan sebutan tretan dibik (saudara sendiri).
g. Bersikap Tegas dan Terbuka
Orang Madura memiliki sikap yang tegas dalam mengungkapkan isi hatinya, tidak
seperti orang Jawa yang terkadang masih enggan untuk bersikap keras terhadap orang lain.
Orang Madura apabila memiliki perasaan yang memang harus diungkapkan umumnya
mereka akan mengungkapkannya kepada yang dituju, namun hal ini tidak bisa disama
ratakan bahwa terhadap semua warga Madura.

2.3 Kebudayaan Carok dilihat dari Segi Antropologi


Carok merupakan alternatif penyelesaian sengketa pada masyarakat Madura.
Penyelesaian sengketa menggunakan carok adalah penyelesaian sengketa menggunakan
kekerasan. Adanya tradisi carok dikarenakan alasan yang berhubungan dengan pelecehan

7
harga diri terutama masalah perempuan, istri dan anggota keluarga, mempertahankan
martabat, perebutan harta warisan dan pembalasan dendam karena kakak kandungnya
dibunuh
Bagi masyarakat Madura, Carok merupakan solusi dalam dalam menyelesaikan
konflik. Hal ini dikarenakan Carok sudah dilakukan berabad-abad dalam sejarah yang pada
akhirnya membentuk masyarakat Madura untuk tidak meyakini dan mempercayai pengadilan
atau hukum yang berlaku. Carok dapat dikatakan bukan sebagai peredam konflik, namun
salah satu unsur carok yaitu remo, dapat menjadi peredam konflik karena merupakan
tempat berkumpulnya para jagoan desa. Carok bagi masyarakat Madura bukanlah sebagai
perbedaan yang perlu dinilai negatif atau dipertentangkan.
Tiang penyangga kuatnya tradisi Madura tak lepas dari prinsip “Lebbhi bagus pote
tolang etembheng pote mata“ maksudnya lebih baik mati daripada menanggung malu.
Ungkapan ini berlaku demi untuk mempertahankan martabat, hak dan harga diri sebagai
orang Madura. Munculnya budaya carok ini dikarenakan tidak dapat ditemukan jalan keluar
secara damai sehingga harus dengan kekerasan dan apabila ditelaah lebih dalam subjek dari
budaya carok ini adalah laki-laki yang melakukan carok dan objeknya adalah jabatan, harta,
maupun wanita yang merupakan simbol kekuasaan laki-laki, sehingga dapat dikatakan
bahwa carok adalah pertarungan merebutkan kejayaan antara laki laki di Madura. Bagi para
pemenang carok merekalah yang mendapatkan kejayaan dan kemasyhuran namun bagi
mereka yang kalah hanya mendapat penghinaan saja.
Dan tentang wanita sendiri, bagi laki-laki Madura mendapat tempat tertinggi, karena
dari wanitalah kaum pria di Madura menjadi lebih bersemangat, dan dari kaum wanita pula
dapat menimbulkan pembunuhan. Karena tingginya kedudukan wanita Madura, maka kaum
wanita khususnya para gadis dikonotasikan dengan perlambang melati. Maka tak heran
falsafah melati menjadi pujian bagi orang-orang tua Madura dengan ucapan “duh tang
malate”, ta’ gegger polana ojen, ban ta’ elop polana panas are”, artinya; oh melatiku, yang
tak gugur karena hujan dan tak layu karena panas matahari.
Dalam melakukan budaya Carok terdapat beberapa persyaratan yang harus
dilakukan oleh laki-laki sebelum bertanding, yaitu:
1. kadigdajan (latihan bela diri);
2. tamping sereng (meminta jampi;
3. jampi kekebalan supranatural);dan
4. banda (kecukupan modal).

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Carok merupakan kebudayaan yang menarik karena carok merupakan penyelesaian
perkara di dalam masyarakat madura secara turun temurun. Carok timbul karena ketidak
puasan terhadap hukum positif di indonesia. dari ketidak puasan itu lahirlah alternatif
penyelesaian perkara untuk menegakkan keadilan, karena pada dasarnya masyarakat
Madura sangat menghendaki keadilan dan keharmonisan dalam kehidupan.
Carok di bagi menjadi 2 yaitu carok yang bermoral dan carok yang amoral. Carok
bermoral didasari oleh kepentingan penegakan keadilan dan hukum yang berdasarkan pada
tuntutan ajaran islam dan adat yang hidup dan berkembang di masyarakat. Sedangkan
carok yang amoral merupakan penyelesaian perkara yang hanya didasari oleh nafsu dan
angkara murka tanpa memperhatikan hak-hak dan kewajiban terhadap orang lain.

3.2 Saran
Budaya Carok tidak harus dipandang sebagai suatu penyelesaian perkara yang
negatif apabila untuk menegakkan keadilan dan membela segala yang telah menjadi
haknya.

9
DAFTAR PUSTAKA

ARTIKEL DAN JURNAL


Mahrus Ali, Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai
Penyelesaian Carok Dalam Hukum Pidana (Online), 2010,
https://media.neliti.com/media/publications/83436-ID-akomodasi-nilai-nilai-budaya-masyara
kat.pdf
Totok Rochana, ORANG MADURA: SUATU TINJAUAN ANTROPOLOGIS
(Online), 2012,
https://media.neliti.com/media/publications/7152-ID-orang-madura-suatu-tinjauan-antropolo
gis.pdf
Alex Kurniawan, Menyikapi Budaya Carok Dalam Masyarakat Madura (Online),
2009,
http://www.alekkurniawan.com/2009/05/menyikapi-budaya-carok-dalam-masyarakat.html
Martaji, Tradisi Carok Di Madura (Online), 2005,
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/25819/2/BAB%20I%2C%20V%2C%20DP.pdf
Arianto Henry, Krishna, Tradisi Carok Pada Masyarakat Adat Madura (Online),
2011,
https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Formil/article/view/772/705
Maya Agnelia Mahardhika, Pemaknaan Orang Madura Terhadap Stigma Yang
Diberikan Oleh Masyarakat Etnis Lain (Online), 2016,
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b5c9dd1ffull.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai